Menu

Friday, 30 May 2014

KEBAHAGIAAN YANG TAK TERPISAHKAN

”Hadhrat Abu Bakar adalah orang yang pada fitratnya memiliki “bahan bakar” (minyak) dan “sumbu rahmat”, sehingga begitu beliau mendapat ajaran murni dari Rasulullah saw. beliau langsung “menyala”. Beliau tidak membantah Rasulullah saw., beliau tidak meminta tanda (mukjizat). Begitu beliau mendengar tentang pendakwaan Rasulullah saw., beliau bertanya pada Rasulullah saw. apakah betul beliau saw. telah mendakwakan diri sebagai nabi.

Setelah mendapat penegasan, beliau r.a. menjawab, “Anda menjadi saksi bahwa saya termasuk orang yang pertama beriman kepada anda." Kejadian ini menunjukkan bahwa orang yang banyak menuntut pertanyaan biasanya mahrum (luput) dari petunjuk. Tentu saja mereka yang menganggap baik orang lain dan sabar, mereka punya peluang benar untuk mendapat petunjuk.

Dua macam contoh ini terdapat dalam wujud Hadhrat Abu Bakar r.a. dan Abu Jahal. Hadhrat Abu Bakar r.a. tidak membantah dan beliau tidak meminta sebuah Tanda (mukjizat), malah beliau sendiri menjadi contoh yang sempurna. Abu Jahal melawan, menentang dan tidak berhenti memperlihatkan kebodohannya. Dia menjadi saksi tetapi tidak melihatnya, akhirnya dia menjadi tanda bagi orang lain dan mati sebagai musuh.

Hal itu dengan jelas menunjukkan bahwa mereka yang memiliki cahaya keimanan dalam fitratnya tidak butuh banyak penjelasan. Hanya dengan satu hal mereka sampai pada kesimpulan. Mereka memiliki cahaya dalam hati mereka. Begitu mereka mendengar seruan, mereka langsung menyala. Kekuatan ruhani dalam diri mereka bangkit dengan mendengar seruan [penyeru dari Tuhan]. Dia mulai berkembang, sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan ini, mereka mahrum (luput) dan mengalami kehancuran. Ini sudah terjadi sejak jaman awal sekali.

Hendaklah setiap orang mengetahui dan takut bahwa jika seorang Mushlih (Pembaharu/reformer) muncul di suatu zaman, mereka yang beriman kepadanya adalah orang yang diberkati, sedangkan dia yang segan dalam hatinya dan dirinya tidak tertarik untuk beriman kepadanya hendaknya mengerti, karena ini adalah tanda dari akhir yang buruk dari kemahruman (keluputan).” (Malfuzat, jld. II, hlm. 165-167)

No comments:

Post a Comment