Menu

Tuesday, 23 September 2014

TANDA-TANDA ORANG MUTAQI

Jadi, hendaknya harus senantiasa di lihat sampai di manakah kita telah meraih kemajuan dalam hal ketakwaan dan kesucian. Standarnya adalah Al-Qur’an. Dari sekian tanda-tanda orang mutaki, Allah Taala ada juga menetapkan sebuah tanda, yaitu Allah Ta’ala membebaskan orang yang mutaki itu dari dunia kemakruhan [hal-hal yang tidak di sukai-Nya -pent.] lalu memberikan kecukupan pada orang itu untuk pekerjaan-pekerjaannya. Sebagaimana ia berfirman:

Wamayyattaqilloha yaj-allahu makhrajan, wayarzuqhu min haysu laa yahtasib – [Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya suatu jalan keluar.Dan, Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari mana tidak pernah ia menyangka] (Ath-Thalaq: 3-4)

Orang yang takut kepada Allah Ta’ala, dalam setiap musibah Allah Ta’ala akan membukakan jalan keikhlasan untuknya, dan ia akan menciptakan sarana-sarana penghasilan/ nafkah bagi orang itu yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Yakni, inipun merupakan sebuah tanda orang yang mutaki, bahwa Allah Ta’ala tidak menjadikan orang mutaki itu butuh akan keperluan-keperluan yang tidak bermamfaat.

Misalnya seorang tukang kedai beranggapan bahwa tanpa berkata dusta maka pekerjaannya tidak akan jalan, oleh karena itulah dia tidak berhenti dari berkata dusta. Dan untuk berdusta ia menzahirkan alasan-alasan keterpaksaan. Akan tetapi hal itu sama-sekali tidak benar. Allah Ta’ala sendiri yang menjadi Pelindung bagi orang mutaki, dan ia menghindarkan-nya dari kndisi yang seperti itu.

Orang-orang yang menciptakan suasana keterpaksaan atas dasar hal-hal yang bertentangan dengan kebenaran, ingatlah, kalau seseorang telah meninggalkan Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala meninggalkannya. Kalau sang Maha pengasih telah meninggalkan seseorang, maka pasti syetan akan menjalin hubungan dengannya.

Janganlah beranggapan bahwa Allah itu lemah. Dia memiliki kekuatan yang sangat besar. Kalau kalian bertawakal atau bertumpu pada-Nya mengenai suatu hal, maka pasti Dia akan menolong kalian.

Wamay-yatawakkal alallahi fahuwahasbuhuu -- [Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Dia memadai baginya] (Ath-Thalaq:4)

Akan tetapi orang-orang yang pertama kali di tuju oleh ayat-ayat ini adalah orang-orang yang beragama. Seluruh perhatian (pemikiran) mereka hanyalah untuk hal-hal keagamaan, sedangkan masalah duniawi mereka serahkan kepada Tuhan. Itulah sebabnya Allah swt. Menentramkan mereka bahwa “aku bersama kalian”. Ringkasnya salah satu dari berkat-berkat ketakwaan adalah bahwa Allah Ta’ala telah menganugrahkan keikhlasan kepada orang mutaki terhadap musibah-musibah yang merupakan penghalang bagi hal-hal keagamaan.

Allah Ta’ala Secara Khusus memberikan Rizki Kepada Orang Muttaki

Demikian pula hanya Allah Ta’ala secara khusus memberikan rezeki kepada orang mutaki. Di sini saya akan menyinggung masalah rezeki-rezeki makrifat (ilmu)

Rasulullah saw. Memperoleh Rezeki Rohaniah (Makrifat-makrifat) Sedemikian Rupa Sehingga Beliau Unggul atas semuanya

Walaupun yang mulia Rasulullah saw. seorang ummi (buta hurup), beliau harus melawan seluruh alam, dimana di dalam terdapat ahlikitab, filosof, orang-orang yang mempunyai selera ilmiah tinggi serta para cerdik-pandai. Akan tetapi beliau saw.telah memperoleh rezeki rohani sedemikian rupa sehingga beliau unggul atas semuanya dan telah membuktikan kesalahan-kesalahan mereka. Itulah rezeki rohani yang tidak ada bandingannya. Mengenai orang mutaki, di tempat lain pun ada dikatakan:

Inawliyaaa’uhuu illal-muttaquwn - [Wali-walinya yang sebenarnya adalah orang-orang yang bertakwa] (Al-Anfaal:35).

Wali Allah Ta’ala itu adalah orang-orang yang mutaki, yakni sahabat Allah Ta’ala. Jadi betapa hebatnya nikmat ini bahwa dengan kesusahan yang sedikit saja pun dapat di katakan sebagai orang yang memperoleh kedekatan dengan Tuhan.

Zaman sekarang ini betapa pengecutnya. Kalau ada penguasa atau pejabat yang mengatakan kepada seseorang, “Engkau adalah sahabatku,” atau memberikan kursi kepadanya serta menghormatinya, maka orang itu akan bangga dan menyombongkan diri kemana-mana. Akan tetapi betapa mulianya derajat orang yang telah dikatakan sebagai wali atau sahabat oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah berjanji melalui lidah rasul mulia saw.—sebagaimana tercantum di dalam sebuah Hadits Bukhari: Laa yazaalu yataqarrabu abdiy bin-nawaafili hattauhibbahuu faizaa ahbabtuhuu kuntu samahullazy yasma-u bihii wayadahullaty yabtisyu bihaa warijlahullaty yamsyi bihaawala’in sa’alaniy la’a’taytuhuu wala’in ista’azany la’uiyzannahuu

Yakni, Allah Ta’ala berfirman bahwa, “sahabatku menciptakan kedekatan terhadap-Ku melalui nafal-nafal....”
(pidato Pertama Hz.Masih Mauud as. pd Jalsah Salanah 25 Des.1897 / Malfuzaat jld.1, h.12-13)