Hazrat Khalifatul masih Ar Rabi’ ra bersabda:” Ditinjau dari silsilah garis keturunan Hazrat Ibrahim as sampai Hazrat Isa as, semuanya berasal dari keluarga Hazrat Ishak (Hazrat Ishak-Hz-Yaqub-Hz Yusuf, dst-Pent), lantas kenapa Rasulullah SAW tidak berasal dari keluarga Hazrat Ishak as? Inilah keberatan yang selalu dilemparkan kepada Hazrat Rasulullah SAW. (Begitu juga keberatan yang senada selalu dilontarkan kepada Hz Masih Mauud as-Pent)
Dalam menjawab keberatan tersebut, Allah Ta’ala berfirman:” Allah lebih mengetahui, huwa yaj’alu risaalatahu, Dia adalah sang pemilik, terserah Allah Ta’ala, siapa yang akan Dia pilih dan tidak ada kaum yang bisa mengingkari dan menolak rahmat Allah Ta’ala atau mengatakan dirinya lah yang berhak. Ini adalah kehidupan amalan-amalan. Allah Ta’ala lebih mengetahui siapa yang harus dipilih.
Sebagaimana ketika mengabarkan pengutusan Hazrat Rasulullah SAW untuk kedua kalinya, Allah Ta’ala menjelaskan topik tersebut. Dia berfirman dalam surah Jumah:”
Hazrat Muhammad Mustafa SAW telah diutus diantara kalian dengan penuh keagungan. Dia (Rasulullah SAW) telah menilawatkan ayat-ayat-Ku kepadamu, mensucikanmu, dia datang untuk mensucikanmu, untuk mengajarkan ilmu dan hikmat kepadamu.
Lalu, Wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim, akan diutus pula kepada mereka yang belum pernah bertemu dengan orang-orang awwaliin ini dan belum bisa bertemu sampai saat itu, mereka itu adalah akharin.
Setelah mengatakan itu Allah Ta’ala berfirman:” dzalika fadlullaahi yu’tiihi may yasyaa, ini adalah karunia Allah Ta’ala, Dia akan anugerahkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Walloohu dzul fadlil aziim Dialah sang pemilik karunia agung itu, bukanlah kalian!
Topik yang sama juga telah dijelaskan pada tempat lain, berfirman,” ahum yuqsimuuna rahmata rabbika”. Ketika keberatan dilontarkan kepada Muhammad Mustafa SAW, bahwa “Kenapa beliau SAW tidak berasal dari keluarga fulan atau dari keturunan fulan?” Allah Ta’ala berfirman:” Maka jawablah, “Apakah kalian akan mulai membagi-bagikan rahmat Tuhan kalian? Sekali-kali tidak, ini adalah pekerjaan dan keputusan Tuhan, Dia berhak memilih dari mana saja yang Dia kehendaki.
Adalah kekuasan Allah Ta’ala bahwa meskipun tidak ada hubungan secara jasmani, tapi Dia bisa mengikutsertakan seseorang kedalam golongan ahli bait. Ini adalah perkara yang telah diakui dan terbukti dalam sunnah Huzur Akram SAW dan begitu mendapatkan pengakuan sehingga Sunni dan Syiah pun sepakat dalam hal ini, yakni kenapa Hazrat Salman Farsi dianugerahi gelar Ahli Bait oleh Rasulullah SAW, Padahal beliau tidak memiliki ikatan darah dengan Rasulullah SAW. Karena fitrat beliau memberitahukan bahwa pemilik umat ini adalah Muhammad Mustafa SAW dan seperti halnya seorang raja berwenang untuk meganugerahkan gelar kepada siapapun yang dia kehendaki, begitu juga jika dengan hati yang tulus seseorang menyatukan dirinya dengan Rasulullah SAW sehingga ruhnya melebur dengan Rasulullah SAW, maka jika Allah Ta’ala mengatakan kepada Huzur SAW, bahwa Aku akan mengikutsertakan dia kedalam golongan ahli baitku dari sisi ruhani, maka Huzur SAW bisa mengikutsertakannya dan tidak ada yang berhak untuk berkeberatan, dengan mengatakan “Kenapa tidak berdasarkan hubungan jasmani?”
Walhasil, sekarang masalahnya telah terpecahkan untuk selama-lamanya. Tidak diragukan lagi bahwa memang memiliki status ahli bait adalah penting, tapi status sebagai ahli bait dari sisi ruhani pun adalah penting. Al-Quran telah menolak kelebihan individu ahli bait berdasarkan hubungan jasmani, sebagaimana dalam menjelaskan permisalan Hazrat Nuh as, Al-Quran Karim berfirman:” Ketika banjir datang, Hazrat Nuh as berdoa: “Ya Allah! Engkau telah berjanji akan menyelamatkan ahliku (keluargaku) dan akan menyelamatkan mereka dari kebinasaan, tapi kenapa anakku sedang tenggelam didepan mataku sendiri, apakah janji Engkau ini benar atau pemandangan apa yang sedang saya saksikan ini? Allah Ta’ala tidak lantas menjawab bahwa dia bukanlah anakmu! tapi inilah kesempurnaan fasahat dan balaghah, Allah tidak mengingkari janjinya, berfirman: Innahuu laisa min ahlika. “Dia bukanlah ahlimu (keluargamu)”.
Jadi pengertian “ahli bait” itu sendiri adalah meskipun memiliki hubungan kekeluargaan sebagai anak, tapi jika dia tidak itaat secara sempurna, maka dia (anak itu) akan menjadi ghair ahli (bukan keluarga). Sebaliknya, meskipun seseorang tidak memiliki hubungan kekeluargaan sebagai anak, tapi jika orang itu itaat secara sempurna, maka dia bisa ditetapkan sebagai ahli (keluarga). Tidak ada pertentangan didalamnya.
Diterjemahkan bebas oleh Mahmud Ahmad Wardi dari video soal jawab dengan Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi
Berikut saya lampirkan juga kutipan sabda Hazrat Masih Mauud as berkenaan dengan kesayyidan beliau yang tercantum dalam kolom lampiran (hashiah) kitab Eik Ghalati ka izala (memperbaiki satu kesalahan) pada halaman 213 sbb:
Merupakan fakta sejarah yang tercatat dalam silsilah keluargaku bahwa salah seorang nenekku adalah keturunan dari Rasulullah SAW melalui putri beliau, Fatimah r.a. dan hal itu dibenarkan oleh Hazrat Rasulullah SAW. Dalam mimpi, beliau SAW bersabda kepadaku:” Salmaanu minnaa ahlul baiti ‘alaa mashrabil hasan” artinya Salman adalah dari golongan kami, Ahli Bait dan sejalan dengan cara Hasan.
Hazrat Masih Mauud as bersabda: Beliau SAW menjuluki aku “Salman” yang artinya dua silm dan dalam bahasa Arab silm artinya perdamaian, yakni telah di taqdirkan bahwa aku akan membawa dua macam perdamaian, pertama adalah internal, aku akan mengakhiri rasa permusuhan. Dan kedua adalah eksternal, aku akan menghilangkan penyebab perseteruan eksternal dan dengan menampilkan kebesaran ajaran Islam, akan menarik pengikut agama lain kepada Islam.
Diketahui, bahwa kata “Salman” yang dimaksud dalam hadits itu adalah aku, karena nubuatan yang berkaitan dengan dua macam perdamaian itu tidak berlaku untuk Salman yang lain. Setelah mendapatkan wahyu dari Allah Ta’ala aku beritahukan bahwa aku berasal dari bani Faris dan berdasarkan hadits yang tercantum dalam Kanzul Ummal itu diketahui bahwa Bani Faris juga berasal dari Bani Israil dan Ahli Bait. Dan dalam kondisi kasyaf, Hazrat Fatimah meletakkan kepalaku dipaha beliau ra dan memperlihatkan kepadaku bahwa aku adalah berasal dari keturunan nya. Kasyaf tersebut tercantum dalam kitab Barahin Ahmadiyah.
Keterangan: Salmaanu minnaa ahlul baiti ‘alaa mashrabil hassan” Salmaan adalah dari golongan kami, Ahli Bait dan sejalan dengan cara Hasan .
Untuk mengetahui kaitan persamaan Hazrat Masih Mauud dengan Hazrat Hasan ra “sejalan dengan cara Hasan” bisa kita lihat dalam buku tadzkirah terjemahan bapak Abdul Qoyum Khalid pada halaman 262, sbb:
Hz Masih Mauud as bersabda: ”Setelah mana beliau mengatakan (bahasa Arab): ‘Sejalan dengan cara Hassan.’ Berarti bahwa Hazrat Hassan r.a. telah menciptakan perdamaian ganda, pertama ketika beliau melakukan perdamaian dengan Muawiyah dan kedua ketika beliau mendamaikan para sahabat Rasulullah s.a.w. Berarti Al-Masih yang Dijanjikan memiliki karakteristik Hazrat Hassan r.a.
Kemudian beliau SAW mengatakan (bahasa Urdu): ‘Ia akan minum susu yang sama dengan yang diminum Hassan.’
Hazrat Masih Maud a.s. menjelaskan: ‘Ungkapan yang menyatakan bahwa Imam Mahdi akan merupakan keturunan dari Rasulullah s.a.w. sudah dijelaskan oleh wahyu tersebut. Begitu juga dengan fungsi Al-Masih yang Dijanjikan yang juga merupakan Imam Mahdi telah menjadi jelas. Mereka yang berpandangan bahwa Imam Mahdi akan muncul menggenggam pedang untuk membunuh orang kafir adalah salah pengertian. Kebenaran yang ditunjukkan oleh wahyu-wahyu diatas adalah Imam Mahdi akan membawa perdamaian ganda, baik internal maupun eksternal. (Al-Hakam, jil. IV, no. 40, 10 November 1900, hal. 3).
Dalam menjawab keberatan tersebut, Allah Ta’ala berfirman:” Allah lebih mengetahui, huwa yaj’alu risaalatahu, Dia adalah sang pemilik, terserah Allah Ta’ala, siapa yang akan Dia pilih dan tidak ada kaum yang bisa mengingkari dan menolak rahmat Allah Ta’ala atau mengatakan dirinya lah yang berhak. Ini adalah kehidupan amalan-amalan. Allah Ta’ala lebih mengetahui siapa yang harus dipilih.
Sebagaimana ketika mengabarkan pengutusan Hazrat Rasulullah SAW untuk kedua kalinya, Allah Ta’ala menjelaskan topik tersebut. Dia berfirman dalam surah Jumah:”
Hazrat Muhammad Mustafa SAW telah diutus diantara kalian dengan penuh keagungan. Dia (Rasulullah SAW) telah menilawatkan ayat-ayat-Ku kepadamu, mensucikanmu, dia datang untuk mensucikanmu, untuk mengajarkan ilmu dan hikmat kepadamu.
Lalu, Wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim, akan diutus pula kepada mereka yang belum pernah bertemu dengan orang-orang awwaliin ini dan belum bisa bertemu sampai saat itu, mereka itu adalah akharin.
Setelah mengatakan itu Allah Ta’ala berfirman:” dzalika fadlullaahi yu’tiihi may yasyaa, ini adalah karunia Allah Ta’ala, Dia akan anugerahkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Walloohu dzul fadlil aziim Dialah sang pemilik karunia agung itu, bukanlah kalian!
Topik yang sama juga telah dijelaskan pada tempat lain, berfirman,” ahum yuqsimuuna rahmata rabbika”. Ketika keberatan dilontarkan kepada Muhammad Mustafa SAW, bahwa “Kenapa beliau SAW tidak berasal dari keluarga fulan atau dari keturunan fulan?” Allah Ta’ala berfirman:” Maka jawablah, “Apakah kalian akan mulai membagi-bagikan rahmat Tuhan kalian? Sekali-kali tidak, ini adalah pekerjaan dan keputusan Tuhan, Dia berhak memilih dari mana saja yang Dia kehendaki.
Adalah kekuasan Allah Ta’ala bahwa meskipun tidak ada hubungan secara jasmani, tapi Dia bisa mengikutsertakan seseorang kedalam golongan ahli bait. Ini adalah perkara yang telah diakui dan terbukti dalam sunnah Huzur Akram SAW dan begitu mendapatkan pengakuan sehingga Sunni dan Syiah pun sepakat dalam hal ini, yakni kenapa Hazrat Salman Farsi dianugerahi gelar Ahli Bait oleh Rasulullah SAW, Padahal beliau tidak memiliki ikatan darah dengan Rasulullah SAW. Karena fitrat beliau memberitahukan bahwa pemilik umat ini adalah Muhammad Mustafa SAW dan seperti halnya seorang raja berwenang untuk meganugerahkan gelar kepada siapapun yang dia kehendaki, begitu juga jika dengan hati yang tulus seseorang menyatukan dirinya dengan Rasulullah SAW sehingga ruhnya melebur dengan Rasulullah SAW, maka jika Allah Ta’ala mengatakan kepada Huzur SAW, bahwa Aku akan mengikutsertakan dia kedalam golongan ahli baitku dari sisi ruhani, maka Huzur SAW bisa mengikutsertakannya dan tidak ada yang berhak untuk berkeberatan, dengan mengatakan “Kenapa tidak berdasarkan hubungan jasmani?”
Walhasil, sekarang masalahnya telah terpecahkan untuk selama-lamanya. Tidak diragukan lagi bahwa memang memiliki status ahli bait adalah penting, tapi status sebagai ahli bait dari sisi ruhani pun adalah penting. Al-Quran telah menolak kelebihan individu ahli bait berdasarkan hubungan jasmani, sebagaimana dalam menjelaskan permisalan Hazrat Nuh as, Al-Quran Karim berfirman:” Ketika banjir datang, Hazrat Nuh as berdoa: “Ya Allah! Engkau telah berjanji akan menyelamatkan ahliku (keluargaku) dan akan menyelamatkan mereka dari kebinasaan, tapi kenapa anakku sedang tenggelam didepan mataku sendiri, apakah janji Engkau ini benar atau pemandangan apa yang sedang saya saksikan ini? Allah Ta’ala tidak lantas menjawab bahwa dia bukanlah anakmu! tapi inilah kesempurnaan fasahat dan balaghah, Allah tidak mengingkari janjinya, berfirman: Innahuu laisa min ahlika. “Dia bukanlah ahlimu (keluargamu)”.
Jadi pengertian “ahli bait” itu sendiri adalah meskipun memiliki hubungan kekeluargaan sebagai anak, tapi jika dia tidak itaat secara sempurna, maka dia (anak itu) akan menjadi ghair ahli (bukan keluarga). Sebaliknya, meskipun seseorang tidak memiliki hubungan kekeluargaan sebagai anak, tapi jika orang itu itaat secara sempurna, maka dia bisa ditetapkan sebagai ahli (keluarga). Tidak ada pertentangan didalamnya.
Diterjemahkan bebas oleh Mahmud Ahmad Wardi dari video soal jawab dengan Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi
Berikut saya lampirkan juga kutipan sabda Hazrat Masih Mauud as berkenaan dengan kesayyidan beliau yang tercantum dalam kolom lampiran (hashiah) kitab Eik Ghalati ka izala (memperbaiki satu kesalahan) pada halaman 213 sbb:
Merupakan fakta sejarah yang tercatat dalam silsilah keluargaku bahwa salah seorang nenekku adalah keturunan dari Rasulullah SAW melalui putri beliau, Fatimah r.a. dan hal itu dibenarkan oleh Hazrat Rasulullah SAW. Dalam mimpi, beliau SAW bersabda kepadaku:” Salmaanu minnaa ahlul baiti ‘alaa mashrabil hasan” artinya Salman adalah dari golongan kami, Ahli Bait dan sejalan dengan cara Hasan.
Hazrat Masih Mauud as bersabda: Beliau SAW menjuluki aku “Salman” yang artinya dua silm dan dalam bahasa Arab silm artinya perdamaian, yakni telah di taqdirkan bahwa aku akan membawa dua macam perdamaian, pertama adalah internal, aku akan mengakhiri rasa permusuhan. Dan kedua adalah eksternal, aku akan menghilangkan penyebab perseteruan eksternal dan dengan menampilkan kebesaran ajaran Islam, akan menarik pengikut agama lain kepada Islam.
Diketahui, bahwa kata “Salman” yang dimaksud dalam hadits itu adalah aku, karena nubuatan yang berkaitan dengan dua macam perdamaian itu tidak berlaku untuk Salman yang lain. Setelah mendapatkan wahyu dari Allah Ta’ala aku beritahukan bahwa aku berasal dari bani Faris dan berdasarkan hadits yang tercantum dalam Kanzul Ummal itu diketahui bahwa Bani Faris juga berasal dari Bani Israil dan Ahli Bait. Dan dalam kondisi kasyaf, Hazrat Fatimah meletakkan kepalaku dipaha beliau ra dan memperlihatkan kepadaku bahwa aku adalah berasal dari keturunan nya. Kasyaf tersebut tercantum dalam kitab Barahin Ahmadiyah.
Keterangan: Salmaanu minnaa ahlul baiti ‘alaa mashrabil hassan” Salmaan adalah dari golongan kami, Ahli Bait dan sejalan dengan cara Hasan .
Untuk mengetahui kaitan persamaan Hazrat Masih Mauud dengan Hazrat Hasan ra “sejalan dengan cara Hasan” bisa kita lihat dalam buku tadzkirah terjemahan bapak Abdul Qoyum Khalid pada halaman 262, sbb:
Hz Masih Mauud as bersabda: ”Setelah mana beliau mengatakan (bahasa Arab): ‘Sejalan dengan cara Hassan.’ Berarti bahwa Hazrat Hassan r.a. telah menciptakan perdamaian ganda, pertama ketika beliau melakukan perdamaian dengan Muawiyah dan kedua ketika beliau mendamaikan para sahabat Rasulullah s.a.w. Berarti Al-Masih yang Dijanjikan memiliki karakteristik Hazrat Hassan r.a.
Kemudian beliau SAW mengatakan (bahasa Urdu): ‘Ia akan minum susu yang sama dengan yang diminum Hassan.’
Hazrat Masih Maud a.s. menjelaskan: ‘Ungkapan yang menyatakan bahwa Imam Mahdi akan merupakan keturunan dari Rasulullah s.a.w. sudah dijelaskan oleh wahyu tersebut. Begitu juga dengan fungsi Al-Masih yang Dijanjikan yang juga merupakan Imam Mahdi telah menjadi jelas. Mereka yang berpandangan bahwa Imam Mahdi akan muncul menggenggam pedang untuk membunuh orang kafir adalah salah pengertian. Kebenaran yang ditunjukkan oleh wahyu-wahyu diatas adalah Imam Mahdi akan membawa perdamaian ganda, baik internal maupun eksternal. (Al-Hakam, jil. IV, no. 40, 10 November 1900, hal. 3).
No comments:
Post a Comment