Menu

Wednesday 11 February 2015

SIAPAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN ORANG MUTAKI (BERTAKWA)

orang-mutaqi
Di dalam Kalam Ilahi didapati, bahwa yang dimaksud orang mutaki (bertakwa) adalah orang yang berjalan dengan sikap ramah dan rendah hati. Dia tidak berbicara dengan angkuh. Cara dia berbicara adalah seperti orang bawahan yang berbicara dengan orang besar. Kita harus melakukan hal itu di dalam setiap kondisi, yang dengan itulah kita akan memperoleh kesuksesan (keberhasilan). Allah Ta’ala tidak menyewa dari siapa pun, Dia secara khusus menginginkan ketakwaan. Barangsiapa yang bertakwa, maka dia akan mencapai derajat yang paling tinggi.

Yang Mulia Rasulullah saw. atau pun Hadhrat Ibrahim a.s., di antara keduanya satu pun tidak ada yang memperoleh kehormatan dari harta warisan. Walaupun ini merupakan keimanan kita bahwasanya ayah Yang Mulia Rasulullah saw., Abdullah, bukanlah seorang musyrik, akan tetapi bukan beliau yang telah mengenugerahkan kenabian kepada Rasulullah saw.. Kenabian itu merupakan karunia Ilahi yang diperoleh karena kebenaran (kejujuran/ketulusan) yang terdapat di dalam fitrat mereka itulah yang merangsang turunnya karunia.

Hadhrat Ibrahim a.s. yang merupakan sesepuh (datuk) para nabi, karena ketulusan dan ketakwaan beliaulah maka beliau tak sungkan-sungkan untuk mengorbankan nyawa putera beliau. Beliau sendiri pun telah dilemparkan ke dalam api. Lihatlah ketulusan dan kesetiaan Junjungan kita, yang Mulia Muhammad Rasulullah saw.. Beliau saw. telah menentang segala macam pergerakan buruk. Beliau telah menanggung berbagai macam musibah serta penderitaan. Akan tetapi beliau tidak peduli. Itulah ketulusan dan kesetiaan yang membuat Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya. Untuk itulah Allah Ta’ala berfirman:

 “Sesungguhnya Allah beserta malaikat-malaikat-Nya mengirimkan shalawat kepada Nabi, hai orang-orang beriman, kirimkanlah shalawat dan salam penuh keselamatan kepadanya” - 
Al-Ahzab :57
 
Yakni, “Allah Ta’ala beserta segenap malaikat-Nya mengirimkan shalawat kepada Rasul saw.. Wahai orang-orang yang beriman, kirimkanlah shalawat atas diri Nabi saw.” Dari ayat ini nyata, bahwa amal-amal perbuatan Rasul Akram (Mulia) saw. adalah sedemikian rupa, sehingga untuk memujinya ataupun untuk membatasi gambaran sifat-sifat beliau, Allah Ta’ala tidak menggunakan suatu kata tertentu. Kata untuk itu memang bisa didapat, namun Dia sendiri yang tidak menggunakannya, yakni pujian akan amal¬amal salih beliau saw. itu tidak ada batasnya.
 
Ayat yang semacam ini tidak pernah dipergunakan untuk nabi lainnya. Di dalam ruh beliau saw. terdapat kebenaran (ketulusan) dan kesetiaan, dan amal-amal perbuatan beliau saw. begitu disenangi di dalam pandangan Tuhan, ehingga Allah Ta'ala telah memberikan perintah untuk selamanya supaya orang¬-orang mengirimkan shalawat kepada beliau saw. sebagai rasa syukur.
 
Seandainya kita menelaah dari atas hingga ke bawah, kita tidak akan menemukan bandingan bagi semangat serta ketulusan beliau. Lihatlah sendiri zaman Hadhrat Masih a.s., sampai sejauh mana semangat atau ketulusan dan kesetiaan ruhaniah beliau a.s. telah memberikan pengaruh pada pengikut-pengikut beliau?
 
Setiap orang dapat memahami, betapa sulitnya untuk meluruskan (memperbaiki) kebiasaan buruk, betapa tidak mungkinnya menghapuskan adapt kebiasaan yang telah berakar. Akan tetapi Nabi Suci kita saw. telah meluruskan (memperbaiki) puluhan ribu orang yang sebelumnya adalah lebih buruk daripada binatang. Sebagian ada yang bagaikan hewan, tidak dapat membedakan antara para ibu dan saudara-saudara perempuan. Mereka memakan harta anak-anak yatim. Mereka memakan harta orang-orang yang telah meninggal. Sebagian ada yang merupakan penyembah bintang, sebagian adalah atheist, sebagian lagi merupakan para penyembah unsur-unsur alam. Apa daratan Arab ketika itu? Daratan Arab adalah suatu kawasan yang di dalamnya terdapat kumpulan berbagai macam golongan agama.” 
 
(Malfuzhat, jld I, hlm. 37-38 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).

No comments:

Post a Comment