Masalahnya adalah bahwa tatkala manusia bersih dari gejolak-gejolak nafsu serta meninggalkan egoisme lalu berjalan di dalam kehendak-hendak Tuhan, maka tidak ada perbuatan yang tidak benar. Bahkan setiap perbuatan selaras dengan kehendak Tuhan. Dimana saja orang-orang mengalami cobaan, di sana selalu timbul hal ini, yaitu perbuatan mereka tidak selaras dengan kehendak Tuhan. Keridaan (kesenangan ) Tuhan bertenangan dengan hal itu. Orang-orang yang demikian berjalan di bawah dorongan hati mereka. Misalnya karena emosi mereka melakukan perbuatan yang menimbulkan perkara-perkara dan peradilan-peradilan.
Namun seandainya ini iradah seseorang, yaitu tampa mengambil musyawarah dari Kitabullah dia tidak akan bertindak serta dia akan merujuk kepada Kitabullah dalam segala permasalahannya, maka hal ini sudah pasti bahwa Kitabullah akan memberikan musyawarah. Sebagaimana (Allah Ta’ala) berfirman:
Walaa rathbiw-walaa yaabisinillaa fiy kitaabim-mubiyn—[Dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang terang] (Al-An’am:60)
Jadi, seandainya kita beriradah bahwa akan meminta musyawarah dari Kitabullah., maka kita pasti akan memperoleh musyawarahnya. Akan tetapi orang mengikuti kehendak nafsunya, dia pasti akan mengalami kerugian. Kadang-kadang dia disana harus memberikan pertanggungjawaban.maka sebaiknya Allah berfirman bahwa sahabat yang melakukan pekerjaan sembari terus bercakap-cakap dengan-Nya. Jadi,sejauh mana kekurangan pada diri seorang dalam hal kesirnaan itu, maka sejauh itu pula dia berada jauh dari tuhan.akan tetapi jika dia memiliki kesirnaan seperti apa yang telah di firmankan oleh Allah Ta’ala, maka keimananya tidak dapat dibayangkan.
Dalam memberikan dukungan-Nya terhadap mereka, Allah Ta’ala berfirman:Waman aada waliyyan faqad ‘aazantuhuu bilbarbi (hadis) - -“Barang siapa yang berperang melawan sahabat-Ku,berarti dia berperang melawan-Ku”
Kini lihatlah, betapa tingginya kemuliaan orang mutaki serta betapa tingginya derajat yang ia miliki.Seseorang yang memiliki kedekatan sedemikian rupa di sisi Tuhan,maka betapa Tuhan itu akan menjadi pendukung dan penolong baginya.(pidato pertama Hz.Masih Mauud as. pada jalsah salanah 25 Des.1897 / Malfuzaat jld.1, h.14-15)
Namun seandainya ini iradah seseorang, yaitu tampa mengambil musyawarah dari Kitabullah dia tidak akan bertindak serta dia akan merujuk kepada Kitabullah dalam segala permasalahannya, maka hal ini sudah pasti bahwa Kitabullah akan memberikan musyawarah. Sebagaimana (Allah Ta’ala) berfirman:
Walaa rathbiw-walaa yaabisinillaa fiy kitaabim-mubiyn—[Dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang terang] (Al-An’am:60)
Jadi, seandainya kita beriradah bahwa akan meminta musyawarah dari Kitabullah., maka kita pasti akan memperoleh musyawarahnya. Akan tetapi orang mengikuti kehendak nafsunya, dia pasti akan mengalami kerugian. Kadang-kadang dia disana harus memberikan pertanggungjawaban.maka sebaiknya Allah berfirman bahwa sahabat yang melakukan pekerjaan sembari terus bercakap-cakap dengan-Nya. Jadi,sejauh mana kekurangan pada diri seorang dalam hal kesirnaan itu, maka sejauh itu pula dia berada jauh dari tuhan.akan tetapi jika dia memiliki kesirnaan seperti apa yang telah di firmankan oleh Allah Ta’ala, maka keimananya tidak dapat dibayangkan.
Dalam memberikan dukungan-Nya terhadap mereka, Allah Ta’ala berfirman:Waman aada waliyyan faqad ‘aazantuhuu bilbarbi (hadis) - -“Barang siapa yang berperang melawan sahabat-Ku,berarti dia berperang melawan-Ku”
Kini lihatlah, betapa tingginya kemuliaan orang mutaki serta betapa tingginya derajat yang ia miliki.Seseorang yang memiliki kedekatan sedemikian rupa di sisi Tuhan,maka betapa Tuhan itu akan menjadi pendukung dan penolong baginya.(pidato pertama Hz.Masih Mauud as. pada jalsah salanah 25 Des.1897 / Malfuzaat jld.1, h.14-15)