Ahmadiyya Priangan Timur

.

Thursday 1 May 2014

INDONESIA NEGARA PANCASILA RUMAH YANG AMAN BAGI SEMUA PEMELUK AGAMA DAN ALIRAN AGAMA

INDONESIA NEGARA PANCASILA
RUMAH YANG AMAN BAGI SEMUA PEMELUK AGAMA DAN ALIRAN AGAMA
(ISLAM, KRISTEN, KATHOLIK, HINDU, BUDHA, KONGHUCU)
 (NU, MUHAMMADIYAH, AHMADIYAH, SYI’AH, DLL)
Tanggapan Ahmadiyah atas berbagai isu negatif yang menyatakan Ahmadiyah bukan Islam sesat dan menyesatkan dan desakan untuk tidak mengadakan aktivitas dan menutup Masjid.


Disajikan sebagai klarifikasi dalam upaya membangun harmoni, ketertiban dan keamanan masyarakat, menjaga keutuhan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika,
UUD 1945, dan NKRI. 
Dipersembahkan kepada yang kami cintai segenap masyarakat
Bangsa Indonesia



Pengurus Daerah
Jemaat Ahmadiyah Priangan Timur
2014


INDONESIA NEGARA PANCASILA
RUMAH YANG AMAN BAGI SEMUA PEMELUK
AGAMA DAN ALIRAN AGAMA
(ISLAM, KRISTEN, KATHOLIK, HINDU, BUDHA, KONGHUCU)
 (NU, MUHAMMADIYAH, AHMADIYAH, SYI’AH, DLL)
Tanggapan Ahmadiyah atas berbagai isu negatif yang menyatakan Ahmadiyah bukan Islam sesat dan menyesatkan dan desakan untuk tidak mengadakan aktivitas dan menutup Masjid.

Indonesia Negara Pancasila
  • Indonesia adalah Negara Pancasila.
  • Lima Sila Pancasila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
      Permusyawaratan/Perwakilan
(5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
  • Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia: merah-putih. Merah berarti berani, putih berarti suci.
  • Lagu Kebangsaan: Indonesia Raya. Pencipta: Wage Rudolf Soepratman.
  • Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia: Burung Garuda, dengan kaki mencengkram merentangkan pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika.
  • Bhineka Tunggal Ika artinya berbeda-beda  tetapi tetap satu. Berbeda suku, bahasa, adat istiadat, agama, aliran agama, kepercayaan, dll, tetapi tetap satu: Indonesia.
  • Indonesia didirikan diatas perbedaan. The Founding Fathers mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia diatas perbedaan – suku, bahasa, adat istiadat, agama, aliran agama, kepercayaan, dll, yang dirangkum dalam tiga suku kata: ”Bhineka Tunggal Ika”, satu untuk semua, semua untuk satu: ”Indonesia”.
Indonesia Rumah Yang Aman Bagi Semua Pemeluk Agama dan Aliran Agama
  • Pasal 28 E  UUD 1945, menyatakan:     (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat     menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini     kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.1  
  • Pasal 29 UUD 1945, menyatakan: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.2  
  • Pasal 18  International Covenant on Civil and Political Rights yang di Indonesia diratifikasi menjadi   UU No. 12 Tahun 2005, menyatakan: (1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran. (2) Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. (3) Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum, yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat atau hak dan kebebasan mendasar orang lain.
  • Dengan jaminan UUD 1945 dan International Covenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi menjadi   UU No. 12 Tahun 2005, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan rumah yang aman bagi semua warga negara pemeluk agama apa pun di Indonesia.

Warga Ahmadiyah Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
  • Warga Ahmadiyah adalah warga masyarakat Bangsa Indonesia.
  • Sebagai warga masyarakat Bangsa Indonesia, warga Ahmadiyah menerima Pancasila sebagai Dasar Negara, dan UUD 1945.3  
  • Warga Ahmadiyah menerima, menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila, dan menjaga keutuhan NKRI.
  • Bagi warga Ahmadiyah, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI, adalah harga mati, final tidak bisa diganggu gugat lagi.
  • Sebagai bentuk penerimaan, penghayatan, pengamalan, pengamanan Pancasila, dan menjaga keutuhan NKRI, warga Ahmadiyah menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam keberagaman (Pluralisme), dan menjunjung tinggi Bhineka Tungal Ika, dan Pancasila  sebagai Dasar Negara, serta UUD 1945.
  • Sikap politik Ahmadiyah, sesuai dengan petunjuk Al-Quran: ﺍﻂﻴﻌﻮﺍﺍﷲﻮﺍﻂﻴﻌﻮﺍﺍﻠﺮﺴﻮﻞﻮﺃﻮﻠﻰﺍﻻﻤﺮﻤﻦﻜﻢ - athî’ullâha wa athî’ur-rasûla wa ûlil amri minkum.4
  • Dimasa perjuangan merebut kemerdekaan, warga Ahmadiyah ikut serta mengobarkan semangat perjuangan merebut kemerdekaan.
  • Wage Rudolf Soepratman, Pencipta lagu Kebangsaan Indonesia Raya, adalah salah seorang warga Ahmadiyah yang ikut serta mengobarkan semangat perjuangan merebut kemerdekaan.5
  • Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan Wage Rudolf Soepratman, adalah satu diantara sumbangsih warga Ahmadiyah untuk Bangsa dan Negara Republik Indonesia.  
  • Setelah Bangsa Indonesia merdeka, warga Ahmadiyah ikut aktif mengisi kemerdekaan, khususnya dalam pembangunan mental spiritual sebagai wujud membangun jiwa bangsa Indonesia, sesuai dengan pesan lagu Kebangsan Indonesia Raya: “bangunlah jiwanya”.
  • Mental spiritual yang dibangun warga Ahmadiyah adalah mental spiritual yang bersumber pada mental spiritual Islam dan mental spiritual akhlaqul karimah Nabi Muhammad saw, yakni: mental spiritual yang mengedapankan hubungan yang erat dengan Allah (hablum-minallah), dan hubungan yang erat dengan sesama umat manusia (hablum-minan-naasi), mental spiritual yang santun, toleran, damai, dan cinta kasih kepada sesama – love for all hatred for none, sebagai perwujudan dari Sifat Allah Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim.6 

Existensi dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indoesia
  • Jemaat Ahmadiyah Indonesia lahir 20 tahun sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada 1925.
  • Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1953, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendaftarkan diri kepada Pemerintah RI, dan diakui sebagai badan hukum, dengan SK Menteri Kehakiman RI No. JA.5/23/13 Tgl.13-3-1953.7
  • Dengan status sebagai Badan Hukum, Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah organisasi yang legal formal dan mempunyai hak untuk hidup diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  • Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengatakan: “Pemerintah mengakomodir kebebasan rakyat untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya. Termasuk bagi rakyat lndonesia penganut Ahmadiyah, pemerintah berjanii akan memfasilitasinya. Ahmadiyah, negara tidak melarang tapi negara mengatur”, kata Presiden menanggapi isu Ahmadiyah, dihadapan 128 Duta Besar negara-negara sahabat, di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (15/2/2012).8 
  • Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, menanggapi desakan pembubaran Ahmadiyah, mengatakan: “Pemerintah memang belum memberi keputusan tentang aliran Ahmadiyah di Indonesia. Tapi, sikap pemerintah sudah jelas, sebuah kepercayaan tidak bisa dilarang”. Djoko Suyanto juga mengatakan: munculnya peraturan-peraturan daerah soal pelarangan aktivitas Ahmadiyah, harus mengacu pada dua landasan, yakni, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 dan Pasal 29 serta Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri soal Ahmadiyah. Dua aturan itu harus menjadi dasar peraturan daerah. Karena itu, Djoko telah menginstruksikan Menteri Dalam Mendagri Gamawan Fauzi untuk mengevaluasi peraturan-peraturan daerah yang dinilai tak sesuai dengan dua landasan tersebut”.9 

Warga Ahmadiyah Dalam Kehidupan Beragama
  • Dalam kehidupan beragama, warga Ahmadiyah berakidah sesuai dengan: Enam (6) Rukun Iman – iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-Malaikat Allah, iman kepada Kitab-Kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul Allah, iman kepada Hari Akhirat, iman kepada Taqdir baik dan buruk, dan beribadah sesuai dengan: lima (5) Rukun Islam – syahadat, shalat, puasa, zakat, dan hajji.
  • Kalimah syahadat yang diikrarkan warga Ahmadiyah, adalah: ﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻻﺍﻠﻪﺍﻻﷲﻭﺤﺩﻩﻻﺸﺭﻙﻠﻪﻮﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻤﺤﻤﺩﺍﻋﺒﺩﻩﻭﺭﺴﻮﻠﻪ  - Aku bersaksi, tiada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi, Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.
  • Muhammad yang dimaksud dalam ikrar kalimah syahadat tersebut adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib dari Mekah al-Mukaromah, yakni: Nabi Muhammad Rasulullah Khâtaman-Nabiyyîn saw, bukan yang lain.
  • Warga Ahmadiyah meyakini, Nabi Muhammad Saw, adalah Khâtaman-Nabiyyîn, Islam adalah Khâtamul Addyân, dan Al-Quran adalah Khâtamul Kutûb.
  • Warga Ahmadiyah meyakini, Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap, dan satu-satunya penuntun ke jalan yang lurus dan satu-satunya sarana untuk mencapai kesatuan  dengan Tuhan.
  • Bagi warga Ahmadiyah, Muhammad Khâtaman-Nabiyyîn, Islam Khâtamul Addyân, dan Al-Quran Khâtamul Kutûb, adalah harga mati, final tidak bisa diganggu gugat lagi.
  • Tidak benar, mengada-ada dan fitnah, jika ada yang mengatakan, warga Ahmadiyah tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai Khâtaman-Nabiyyîn, punya nabi baru, punya kitab suci baru, dan punya kalimah syahadat baru.
  • Bagi warga Ahmadiyah meyakini ada lagi nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, dan kalimah syahadat baru, adalah kekufuran dan kesesatan yang sekufur-kufurnya dan sesesat-sesatnya.10

Fatwa MUI Tentang Ahmadiyah
  • Munas II Majlis Ulama Indonesia (MUI) 1980, memutuskan, menyatakan: Ahmadiyah berada diluar Islam sesat dan menyesatkan.11 
  • Munas VII Majlis Ulama Indonesia (MUI) 2005, memutuskan, menyatakan: menegaskan kembali fatwa MUI 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, dan menambahkan: orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam).12

Warga Ahmadiyah Menyikapi Fatwa MUI Tentang Ahmadiyah
  • Warga Ahmadiyah menghargai dan menghormati fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI). Hak Majlis Ulama Indonesia (MUI), untuk berekspresi menyatakan apa pun tentang Ahmadiyah.
  • Yang mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan siapa yang berada dalam hidayah-Nya hanyalah Allah.13
  • Seseorang atau suatu kaum, diakui Islam atau bukan, mukmin atau kafir, sesat atau dalam hidayah, dalam pandangan Allah, adalah pengakuan dan amal perbuatan orang atau kaum itu sendiri, bukan fatwa seseorang atau lembaga apa pun – termasuk Masjlis Ulama Indonesia (MUI).
  • Majlis Ulama Indonesia (MUI), adalah ormas keagamaan, sama dengan NU, sama dengan Muhammadiyah, dan sama dengan Ahmadiyah.
  • Fatwa adalah nasihat, bagi yang mau mengikutinya silahkan, bagi yang tidak juga silahkan.
  • Warga Ahmadiyah akan tetap meyakini Islam sebagai agama yang sempurna dan lengkap, satu-satunya penuntun ke jalan yang lurus dan satu-satunya sarana untuk mencapai kesatuan  dengan Tuhan, dan akan tetap mengaku sebagai Islam, serta akan berusaha menjadi Islam terbaik, walau pun Masjlis Ulama Indonesia (MUI), telah menyatakan Ahmadiyah keluar dari Islam.
  • Warga Ahmadiyah hanya memerlukan pengakuan  dari Allah sebagai mukmin dan muslim, bukan pengakuan dari Majlis Ulama Indonesia (MUI).
  • Warga Ahmadiyah meyakini dengan sepenuh keyakinan, Allah, Tuhan semua manusia, Raja manusia, Sembahan manusia,14  Yang Maha Mengetahui siapa yang sesat dan siapa yang berada dalam hidayah-Nya,15  akan mengakui dan menerima Iman-Islam-nya warga Ahmadiyah, sesuai dengan kadar Iman-Islam-nya masing-masing.
  • Seberapa besar warga Ahmadiyah mempunyai kadar Iman dan Islam, sebesar itu pulalah Allah swt, akan mengakui dan menerima Iman-Islam mereka.16

SKB Tiga Menteri Tentang Peringatan dan Perintah Kepada Warga Ahmadiyah dan Warga Masyarakat
  • SKB Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor : 3 Tahun 2008, Nomor : KEP-033/A/JA/6/2008, Nomor : 199 Tahun 2008, Tentang: Peringatan dan Perintah  Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan Warga Masyarakat, adalah keputusan politik Pemerintah Republik Indonesia.
  • SKB  memuat tujuh diktum keputusan:
  • Kesatu: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan  keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
  • Kedua: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan  penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw.
  • Ketiga: Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
  • Keempat: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga  dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
  • Kelima: Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Keenam: Memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan  pelaksanaan Keputusan Bersama ini.
  • Ketujuh: Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
   Obyek Surat Keputusan Bersama (SKB)
  • SKB Diktum ke-1, bersifat umum ditujukan kepada masyarakat Bangsa Indonesia untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan  keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
  • SKB Diktum ke-2 dan ke-3, bersifat khusus, ditujukan kepada Penganut, anggota, dan anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.  Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.  
  • SKB Diktum ke-4 dan ke-5, bersifat khusus, ditujukan kepada masyarakat Bangsa Indonesia untuk menjaga  dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • SKB Diktum ke-6, bersifat khusus, ditujukan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan  pelaksanaan Keputusan Bersama ini.

Esensi Surat Keputusan Bersama (SKB)
  • Esensi dari SKB, sebagaimana disampaikan Adnan Buyung Nasution, Pengacara Senior, Mantan Anggota Wantimpres Bidang Hukum, Pelaku sejarah yang terlibat secara langsung dalam proses perumusan SKB, dalam suratnya Kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, perihal: Surat Terbuka Meluruskan Esensi SKB 3 Menteri tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia, adalah: di satu pihak mengakui dan melindungi eksistensi Jemaat Ahmadiyah di seluruh Indonesia, namun dilain pihak SKB tersebut mengatur agar dalam menjalankan kegiatannya Jemaat Ahmadiyah tidak melakukan kegiatan diluar lingkungannya yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban. SKB sama sekali tidak melarang ataupun menghalang-halangi Jemaat Ahmadiyah untuk memeluk agama Islam dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.17
  • Merespons banyaknya Pemerintah Daerah yang salah memahami SKB dan menerbitkan pelarangan aktivitas Ahmadiyah, Adnan Buyung Nasution pun tidak segan-segan meminta Presiden untuk menegur Pemerintah Daerah yang melarang aktivitas Ahmadiyah.18
      
Warga Ahmadiyah Menyikapi Surat Keputusan Bersama (SKB)
  • Warga Ahmadiyah menghargai dan menghormati Keputusan Pemerintah yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor: 3 Tahun 2008, Nomor: Kep-033/A/JA/6/2008, Nomor: 199 Tahun 2008, Tentang: Peringatan dan Perintah  Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan Warga Masyarakat, Ditetapkan di Jakarta pada tanggal  9  Juni 2008.
  • Warga Ahmadiyah sebagai masyarakat Bangsa Indonesia yang mengedepankan prinsip: ﺍﻂﻴﻌﻮﺍﺍﷲﻮﺍﻂﻴﻌﻮﺍﺍﻠﺮﺴﻮﻞﻮﺃﻮﻠﻰﺍﻻﻤﺮﻤﻦﻜﻢ - athî’ullâha wa athî’ur-rasûla wa ûlil amri minkum,19 telah memematuhi dan mengamalkan SKB Diktum ke-2, bahkan jauh sebelum SKB terbit.
  • Ahmadiyah tidak pernah punya faham dan tidak pernah menyebarluaskan faham yang mengakui adanya lagi nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, dan kalimah syahadat baru, sesudah Nabi Muhammad saw.
  • Ahmadiyah meyakini, Islam adalah Khâtamul-Addyân - agama terakhir, tidak akan datang lagi agama baru sesudahnya.
  • Ahmadiyah meyakini, Nabi Muhammad saw, adalah Khâtaman-Nabiyyîn, - Nabi terakhir pembawa syari’at, dan tidak akan ada lagi nabi Pembawa Syari’at sesudahnya.  
  • Ahmadiyah meyakini, Al-Quran adalah Khâtamul-Kutûb – Kitab syari’at terakhir, dan tidak akan ada lagi Kitab Syari’at sesudahnya.
  • Bagi Ahmadiyah, meyakini ada lagi nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, dan kalimah syahadat baru sesudah Nabi Muhammad saw, adalah sebuah kekufuran yang sekufur-kufurnya dan kesesatan yang  sesesat-sesatnya.20

Pergub Jabar Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat
  • Pergub Jabar Nomor 12 Tahun 2011, adalah turunan dari SKB Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (2008) tentang: Peringatan dan Perintah  Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan Warga Masyarakat.
  • Pergub Jabar Nomor 12 Tahun 2011, adalah keputusan politik Gubernur Jabar, H. Ahmad Heryawan.
  • Pergub Jabar berjudul: Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang: Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat.
  • Pergub Jabar Nomor 12 Tahun 2011, memuat Pasal Larangan. Bab III Larangan Bagian Kesatu Aktifitas Jemaaat Ahmadiyah. Pasal 3:
  • (1) Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah dilarang melakukan aktifitas dan/atau kegiatan dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan kegiatan penyebaran penafsiran dan aktifitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam.
  • (2) Aktifitas/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.     Penyebaran Ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, ataupun melalui media elektronik;
b.     Pemasangan papan nama organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia di tempat umum;
c.     Pemasangan papan nama pada rumah peribadatan, lembaga pendidikan dan lain sebagainya dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia; dan
d.     Penggunaan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apapun
  • (3) Pemerintah Daerah menghentikan aktifitas/kegiatan Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Warga Ahmadiyah Menyikapi Pergub Jabar Nomor 12 Tahun 2011
  • Warga Ahmadiyah memandang, Pergub Jabar,  dari sisi substansi bertentangan dengan SKB.
  • Substansi SKB, Tentang: Peringatan dan Perintah  Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan Warga Masyarakat.
  • Substansi Pergub, Tentang: Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat.
  • Dalam SKB tidak ada Bab dan/atau Pasal larangan
  • Dalam Pergub terdapat Bab dan/atau Pasal larangan, yaitu pada Bab III, Larangan, Pasal 3, ayat (1), (2) a,b,c,d  
  • Pergub Jabar nomor 12 Tahun 2011, seharusnya tidak perlu terbit karena sudah ada keputusan tertinggi Pemerintah Republik Indonesia, yakni SKB Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, tentang: Peringatan dan Perintah  Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan Warga Masyarakat.
  • Menyusul diterbitkannya SKB, Pemerintah Republik Indonesia juga telah menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB), yang merupakan tafsir dari SKB untuk dipedomani dalam melaksanakan SKB.21
  • SKB Tiga Menteri sebagai keputusan tertinggi Pemerintah Republik Indonesia selayaknya dihargai, di hormati, dan diamalkan bersama-sama. Gubernur, Bupati, Walikota, tinggal mencetak SKB sebanyak-banyak, menyebarluaskannya, dan mensosialisasikannya kepada warga Ahmadiyah dan warga masyarakat – khususnya warga masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, kepada aparat sebgai pengawas dalam pengamanan dan pelaksanaan SKB, agar mereka mengerti, faham, menghargai, menghormati, dan mengamalkan SKB bersama-sama.
  • Tetapi, walau pun demikian, sebagai warga masyarakat Bangsa Indonesia yang mengedepankan prinsip: ﺍﻂﻴﻌﻮﺍﺍﷲﻮﺍﻂﻴﻌﻮﺍﺍﻠﺮﺴﻮﻞﻮﺃﻮﻠﻰﺍﻻﻤﺮﻤﻦﻜﻢ - athî’ullâha wa athî’ur-rasûla wa ûlil amri minkum,22  warga Ahmadiyah, menghargai dan menghormati Pergub Jabar Nomor 11 Tahun 2011 tersebut.
  • Sebagai bukti warga Ahmadiyah menghargai dan menghormati Pergub Jabar, papan nama organisasi, papan nama pada rumah peribadatan, lembaga pendidikan dan lain sebagainya dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, sesuai dengan Bab III Larangan, Pasal 3 ayat (1), (2), a,b,c,d, dipastikan sudah merata tidak ada lagi di seluruh belahan bumi Jawa Barat.
Kelompok-Kelompok Yang Merasa Keberatan Dengan Ahmadiyah
  • Pasca Munas VII Majlis Ulama Indonesia  (2005), yang memutuskan: menegaskan kembali fatwa MUI 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam,23 sesat dan menyesatkan, dan menambahkan: orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam),  kelompok-kelompok yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah bermunculan dalam berbagai wadah dan tampil seperti yang mendapat mandat dan seolah-olah mereka adalah eksekutor dari Keputusan Majlis Ulama Indonesia.
  • Dalam aksinya menentang Ahmadiyah, kelompok-kelompok yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, kadang tampil sendiri-sendiri dengan atribut masing-masing, dan kadang juga tampil bersama dengan menggunakan nama lain yang mencerminkan gabungan dari kelompok-kelompok mereka.   
Warga Ahmadiyah Menyikapi Kelompok-Kelompok Yang Merasa Keberatan dengan Ahmadiyah
  • Warga Ahmadiyah tidak pernah berurusan dengan kelompok-kelompok yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, dan tidak pernah punya urusan apa pun dengan mereka.
  • Bagi warga Ahmadiyah, mereka adalah ikhwan fil iman, ikhwan fil Islam, dan ikhwan sebangsa dan setanah air.
  • Sebagai ikhwan fil iman, ikhwan fil Islam, dan ikhwan sebangsa dan setanah air, warga Ahmadiyah menghargai dan menghormati keberadaan mereka, dan menaruh rasa persaudaraan yang setinggi-tingginya kepada mereka.
  • Mereka yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, hak mereka untuk merasa keberatan dengan Ahmadiyah, dan hak mereka untuk mengekspresikan keberatan-keberatan mereka terhadap Ahmadiyah.
  • Namun, alangkah indahnya, jika mereka mengekspresikan keberatan terhadap Ahmadiyah, tidak dengan cara mensweeping, mengintimidasi, mengancam kekerasan fisik, menggembok, menyegel, mengelas, menutup, dan merobohkan Masjid.
Harapan Ahmadiyah Kepada Pemerintah
  • Warga Ahmadiyah berharap, sesuai dengan SKB Diktum ke-6, aparat Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sebagai institusi yang mandapat mandat dari Pemerintah Pusat, menjalankan fungsinya melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan  pelaksanaan Surat Keputusan Bersama (SKB).
  • Langkah-langkah pembinaan aparat Pemerintah dan Pemerintah Daerah, tentu tidak dilakukan sepihak kepada warga Ahmadiyah saja, tetapi juga dilakukan kepada warga masyarakat/kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah.
  • Pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan  pelaksanaan Surat Keputusan Bersama harus ditujukan kepada kedua belah pihak: Pertama, kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan  penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw. Kedua, kepada warga masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, supaya mereka memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).24 
  • Jika di Jawa Barat ada Pergub Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat, untuk keseimbangan dan keadilan, Gubernur Jabar, pun seharusnya menerbitkan Pergub Larangan  Kegiatan Masyarakat Melakukan Tindakan Anarkis dan/atau Perbuatan Melawan Hukum Terhdap Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat.
  • Aparat Pemerintah dan Pemerintah Daerah boleh memberikan kebebasan kepada mereka yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, untuk mengekspresikan  keberatan-keberatan mereka terhadap Ahmadiyah. Namun, tidak dengan mengikuti dan meng-amin-kan keinginan mereka merusak dan merobohkan Masjid, seperti yang terjadi di Sukapura, Kabupaten Tasikmalaya (25/9/2007), atau menyegel, mengelas dan menutup Masjid, seperti yang terjadi di Kota Banjar (25/4/2012).
  • Tidak ada Diktum SKB yang memuat pasal, jika warga Ahmadiyah melanggar SKB, tidak mengindahkan peringatan dan perintah SKB, masjid warga Ahmadiyah ditutup.
  • Pasal yang ada adalah: jika penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.25
  • Sanksi karena tidak mengindahkan peringatan dan perintah SKB Diktum KESATU dan Diktum KEDUA, sebagaimana dijelaskan Pemerintah dalam SEB butir 2b, bagi person warga Ahmadiyah dikenakan sanksi pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara, dan bagi organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dapat dikenakan sanksi berupa pembubaran organisasi dan badan hukumnya melalui prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.26 
  • Sanksi karena tidak mengindahkan peringatan dan perintah SKB, menurut SEB yang merupakan tafsir yang syah dari SKB, dalam prakteknya, harus melalui proses hukum di pengadilan, bukan dengan cara main hakim sendiri menutup atau merobohkan Masjid, atau menekan warga Ahmadiyah untuk menutup dan tidak mengadakan aktivitas ibadah di Masjid. NKRI adalah negara hukum, bukan negara barbar.
  • Jalur yang harus diberikan aparat Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada kelompok-kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, untuk mengekspresikan keberatan-keberatan mereka terhadap Ahmadiyah – dalam rangka pembinaan juga kepada mereka, adalah jalur hukum sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  • Jika kelompok-kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah menolak keberadaan Ahmadiyah secara nasional, persilahkan mereka mengadukan keberatan mereka kepada Pemerintah Republik Indonesia. Mintalah kepada Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini, Presiden, supaya mencabut Badan Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan membubarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
  • Pengaduan keberatan mereka dikabulkan Pemerintah Republik Indonesia, terima dengan sukacita.
  • Pengaduan keberatan mereka ditolak Pemerintah Republik Indonesia, terima dengan lapang dada. Pemerintah RI menolak pengaduan keberatan mereka, tentu bukan karena tidak mengetahui keberatan mereka, tetapi Pemerintah RI harus menjalankan amanat Konstitusi.
  • Jika kelompok-kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah menolak keberadaan Ahmadiyah secara lokal ditingkat Kabupaten/Kota, persilahkan mereka mengadukan keberatan mereka kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, kepada Bupati atau Walikota.
  • Pengaduan keberatan mereka dikabulkan Pemerintah Kabupaten/Kota, terima dengan sukacita.
  • Pengaduan keberatan mereka ditolak Pemerintah Kabupaten/Kota, terima dengan lapang dada. Pemerintah  Kabupaten/Kota, menolak pengaduan keberatan mereka, tentu bukan karena tidak mengetahui keberatan mereka, tetapi karena ia harus menjalankan amanat konstitusi, pula bukan kewenangannya mencabut badan hukum JAI.
  • Mereka yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, mendapati warga Ahmadiyah melanggar SKB, laporkan kepada Polisi. Biarkan kepolisian yang menangani mereka dan memproses mereka secara hukum. Biarkan pengadilan yang menentukan. Di pengadilan, terbukti warga Ahmadiyah melanggar SKB, jebloskan mereka ke Penjara. Tidak terbukti melanggar SKB, hargai dan hormati keputusan hakim.
  • SKB Diktum Keenam, mengamanatkan: Memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan  pelaksanaan Keputusan Bersama ini.
  • SEB menjelaskan Diktum Keenam SKB, sbb:
a. Mendorong penganut, anggota, dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan warga masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan memupuk ketentraman beragama dan ketertiban bermasyarakat serta melaksanakan ketentuan hukum dalam rangka mewujudkan kerukunan dan persatuan nasional.
b. Membina penganut, anggota, dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), yang dilakukan melalui:
(1) bimbingan yang meliputi pemberian nasihat, saran, petunjuk, pengarahan, atau penyuluhan keagamaan dan dakwah agar tidak melakukan perbuatan atau kegiatan seperti pidato, ceramah, khutbah, pengajian, pembai’atan, seminar, lokakarya dan kegiatan lainnya, lisan maupun tulisan, dalam bentuk buku, dokumen organisasi, media cetak, media elektronik, yang mengandung muatan dan dimaksudkan untuk penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw.;
(2) pemberian perlindungan sebagai warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
(3) pemberian dorongan untuk memahami, mendalami dan mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya, agar tidak menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam;
(4) Pemberian dorongan untuk pembauran dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan dengan warga muslim lainnya.
  • Jika warga Jemaat Ahmadiyah dianggap menyimpang dalam hal mengakui adanya nabi dan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw.; luruskan penyimpangan faham mereka itu, bina mereka sesuai dengan amanat SKB.
  • Insya Allah, warga Ahmadiyah, akan siap berkumpul dimana pun dan kapan pun untuk mendapat pelurusan faham dan pembinaan tersebut.
  • Selain jalur hukum, kelompok-kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, juga bisa menggunakan jalur agama – dalam hal ini karena kelompok-kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah berlatar agama Islam, ia bisa mengekspresikan keberatannya kepada Ahmadiyah, dengan mengunakan jalur agama Islam, yakni: sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
  • Al-quran mengajarkan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu kabar, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.27 
  • Anggaplah warga Ahmadiyah orang-orang fasik yang membawa berita Imam Mahdi dan Nabi Isa Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Nabi Muhammad saw, (Masih Mau’ud), dan yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh umat Islam sejagat, telah datang, dalam Pribadi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad,28   kewajiban saudara-saudara yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, sesuai dengan petunjuk Al-Quran tersebut adalah menyeliki dengan teliti, supaya tidak menimpakan suatu musibah tanpa pengetahuan.
  • Terbukti, berita yang dibawa warga Ahmadiyah itu benar – dalam arti sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits, apa salahnya diterima. Terbukti,  salah – dalam arti bertentangan  dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits, petunjuk Al-Quran – penyelidikan, sudah dilaksanakan, tolak saja. Namun, penolakan pun hanya pada berita yang dibawanya, bukan orangnya. Orangnya, harus tetap dihargai dan dihormati sebagai sesama Bani Adam, sesama umat Islam yang mengikrarkan dua kalimah syahadat, dan sesama masyarakat Bangsa Indonesia.
  • Al-quran mengajarkan:“Panggilah kepada jalan Tuhan engkau dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar-pikiranlah dengan mereka, dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau Dia lebih mengetahui siapa yang telah sesat dari jalan-Nya; dan Dia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.29 
  • Selama ini warga Ahmadiyah dianggap telah menyimpang dari Islam, berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, murtad (keluar dari Islam). Kewajiban saudara-saudara kami yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, sesuai dengan petunjuk Al-Quran tersebut, memanggil, menyeru, mengajak mereka kepada jalan Tuhan (Islam) dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar-pikiran dengan mereka, dengan cara yang sebaik-baiknya.
  • Al-quran mengajarkan:“Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan. Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia”.30
  • Jika warga Ahmadiyah dan Ahmadiyah dianggap buruk dan telah mengajarkan keburukan, sesat, dan menodai agama, kewajiban saudara-saudara kami yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, sesuai dengan petunjuk Al-Quran, menolak keburukan (Ahmadiyah) itu dengan cara yang sebaik-baiknya.  
  • Nabi Muhammad saw, adalah uswatun hasanah – teladan terbaik. Sunnah beliau, menyikapi keburukan orang-orang ialah: memaafkan mereka, memohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarah dengan mereka:  “Maka, disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut  terhadap mereka. Sekiranya bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,  dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.31
  • Mengadakan penyelidikan dengan teliti, memanggil, menyeru, mengajak warga Ahmadiyah kepada jalan Tuhan (Islam), dengan bijaksana dan nasihat yang baik, bertukar-pikiran dengan cara yang sebaik-baiknya, berlaku lembut, memaafkan, memohonkan ampun,  dan bermusyawarah, dalam menyikapi warga Ahmadiyah, sangat relevan dan tepat.
  • Warga Ahmadiyah meyakini, keberatan-keberatan kelompok-kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah adalah karena salah memahami teks yang dimiliki Ahmadiyah, atau karena salah mengerti akibat salah informasi, atau karena tidak/belum tahu.
  • MUI telah melakukan penyelidikan terhadap Ahmadiyah. Tetapi penyelidikan MUI sebatas melalui teks, tidak melalui tatap muka, dialog, wawancara, dengan ulama, tokoh, atau warga Ahmadiyah, meminta penjelasan makna-makna yang terkandung dalam teks, lebih-lebih jika bermukim di komunitas-komunitas Ahmadiyah berhari, berminggu, berbulan atau bertahun.
  • MUI memahami teks Ahmadiyah menurut cara faham MUI.
  • Ahmadiyah memahami teks Ahmadiyah menurut cara faham Ahmadiyah.
  • Kesimpulannya, sangat jauh berbeda:
  • Kesimpulan MUI: Ahmadiyah tidak meyakini Nabi Muhammad saw, sebagai khaataman-nabiyyin, punya nabi baru bernama Mirza Ghulam Ahmad, punya kitab suci baru bernama Tadzkirah, dan punya syahadat baru, tiga kalimah bukan dua kalimah.32 
  • Kesimpulan Ahmadiyah: Ahmadiyah meyakini dengan teguh: Nabi Muhammad Rasulullah saw, adalah Khâtaman-Nabiyyîn, - Nabi terakhir pembawa syari’at, dan tidak akan ada lagi nabi pembawa syari’at sesudahnya, Islam adalah Khâtamul-Addyaan - agama terakhir, dan tidak akan datang lagi agama baru sesudahnya, Al-Quran adalah Khâtamul-Kutûb – Kitab syari’at terakhir, dan tidak akan ada lagi kitab syari’at sesudahnya.33  Bagi warga Ahmadiyah meyakini ada lagi nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, dan kalimah syahadat baru, adalah kekufuran dan kesesatan yang sekufur-kufurnya dan sesesat-sesatnya.
  • MUI memahami Ahmadiyah menurut cara faham MUI, didukung dengan fatwa MUI, telah melahirkan Ahmadiyah versi baru, yakni: Ahmadiyah versi MUI.34
  • Ahmadiyah memandang, Ahmadiyah versi MUI, memang sesat, karena Ahmadiyah versi MUI tidak meyakini Nabi Muhammad saw, sebagai khâtaman-nabiyyîn, punya nabi baru, punya kitab suci baru, dan punya kalimah syahadat baru.
  • Inilah dua jalur – hukum dan agama, yang seharusnya ditempuh kelompok-kelompok masyarakat yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, dalam mengekspresikan keberatan dan/atau penolakannya terhadap Ahmadiyah. Bukan dengan cara main hakim sendiri, memalang, memaku papan-papan kayu dan bambu di pintu-pintu masuk dan jendela masjid, mengelas pintu besi masuk masjid, bahkan ada yang merobohkan Masjid. Subhanallah. Inna lilaahi wa inna ilaihi raaji’uun!  
  • Masjid adalah rumah Allah, tempat beribadah, tempat memuji dan mengagungkan Allah, tempat darimana keagungan Allah, syi’ar Allah, syi’ar agama Allah: Islam, dikumandangkan.
  • Ironi dan malu, jika di negara Pancasila yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ada masjid yang ditutup.
  • Ironi dan malu, jika di negara Bhineka Tunggal Ika, ada masjid yang ditutup.
  • Ironi dan malu, jika di negara yang menjamin kebebasan beragama, ada masjid yang ditutup.
  • Ironi dan malu, jika sekelompok orang mengaku Islam, mengenakan pakaian: berjubah dan bertopi khas Islam, tapi menutup Masjid.
  • Al-Quran mengatakan, orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, adalah orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid, dengan tetap mendirikan shalat didalamnya.35 
  • SKB Diktum ke-4 mengamanatkan: “Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga  dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)”.
  • Maka, mengekspresikan keberatan kepada Ahmadiyah, dengan cara main hakim sendiri: menyegel, menutup dan merobohkan Masjid Ahmadiyah, adalah pelanggaran atas SKB Diktum ke-4 itu sendiri. Pelakunya – yang menyegel dan yang meng-amin-kan penyegelan, seharusnya dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (diproses secara hukum) sesuai dengan amanat SKB Diktum ke-5: “Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
  • Hukum dibuat untuk dipedomani dan ditaati, bukan untuk dilanggar.
  • Agama diturunkan Allah untuk dipedomani dan ditaati, bukan untuk dilanggar.
  • Sungguh, elegan, jika keberatan kepada Ahmadiyah di ekspresikan sesuai dengan jalur hukum dan jalur agama, dalam hal ini agama Islam, sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
  • Sebagai masyarakat Bangsa Indonesia, mari kita hargai, kita hormati, kita pedomani dan kita taati hukum, demi ketentraman dan keamanan masyarakat, demi keutuhan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
  • Sebagai masyarakat beragama Islam, mari kita hargai, kita hormati, kita pedomani, dan kita taati Islam, Al-Quran, dan Sunnah Nabi Muhammad saw, demi ketentraman dan keamanan masyarakat, demi keutuhan dan terwujudnya Islam rahmatal-lil’aalamiin – penuh kasih, santun, toleran, dan damai kepada semua makhluk Allah.
  • Allah swt: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi berjihad  di jalan Allah,  maka selidikilah dengan teliti, dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang memberi salam kepadamu, “Engkau bukan mukmin” (lalu kamu membunuhnya) dengan maksud mencari harta kehidupan di dunia, padahal di sisi Allah banyak harta kekayaan. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugrahkan nikmat-Nya  kepadamu, oleh sebab itu selidikilah dengan teliti. Sesungguhnya, Allah  Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. 36
  • Allah swt: “Dan,barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin (Islam-Alquran), Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainnya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali”.37
  • Nabi Muhammad saw: ﺍﻠﻤﺴﻠﻡﻤﻥﺴﻠﻡﺍﻠﻤﺴﻠﻤﻭﻥﻤﻥﻠﺴﺎﻨﻪﻭﻴﺩﻩ - “Seorang muslim ialah seorang yang apabila muslim lainnya merasa aman dari gangguan lidah dan tangannya.38 
  • Islam adalah agama yang damai dan toleran.
  • Al-Quran adalah Kitab Suci yang damai dan toleran.
  • Muhammad saw, adalah Nabi yang damai dan toleran.
  • Tidak ada paksaan dan tidak ada kekerasan dalam agama.[]
Tasikmalaya, April 2014
Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Pengurus Daerah Priangan Timur

( Drs. Iyon Sopyan )                  ( H.M. Syaeful Uyun )
         Amirda                                    Mubaligh
  1  Lihat, UUD 1945, Pasal 28E:(1), (2), dan (3)
  2  Lihat, UUD 1945, Pasal 29:(1) dan (2)
  3  Lihat, Anggaran Dasar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Bab II: Asas, Pasal 2  (terlampir)
  4  Lihat, Al-Quran Surah An-Nisa, 4:59
  5  Lihat, Kenang-Kenangan 10 Tahun Kabupaten Madiun, Soejono Tjiptomiharjo, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Bondan Winarno, Majalah Detik Edisi 90/19-25 Agustus 2013, Darsus Volume VIII, Nomor 8-9, Edisi Oktober dan November 2013.
  6  Lihat, Al-Quran, Surah Al-Fatihah, 1:1
  7  Lihat, SK Menteri Kehakiman RI No. JA.5/23/13 Tgl.13-3-1953, Tambahan berita negara RI, 31 Maret 1953 nomor 26 (terlampir)
  8  Terlampir, Kliping inilah.com, edisi Rabu, 15 Februari 2012, dan Kliping Warta Jateng, edisi Kamis, 16 Februari 2012
  9  Terlampir, Kliping TOMPO Interaktif, edisi Minggu, 06 Maret 2011
  10 Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, dalam bukunya berjudul Eik Ghalati Ka Izalah – Memperbaiki Suatu Kesalahan, hal. 9, menyatakan: Tidak akan ada nabi yang membawa syari’at dapat datang setelah Nabi Muhammad s.a.w.; demikian pula, tidak seorang pun dapat meraih pangkat kenabian tanpa melalui perantaraan Nabi Muhammad s.a.w. dan menyatukan diri seutuhnya kepada wujud Nabi Muhammad s.a.w. (fana fir-rasul) sehingga ia di langit dikenal sebagai Muhammad dan Ahmad. Ia yang mendakwakan diri sebagai nabi tanpa memenuhi syarat-syarat ini adalah seorang kafir.
  11 Lihat, Fatwa Majlis Ulama Indonesia 1980, tentang Ahmadiyah
  12 Lihat, Fatwa Majlis Ulama Indonesia  2005, tentang Ahmadiyah
  13 Lihat, Al-Quran Surah An-Nahl, 16:125, Al-An’am, 6:117
  14 Lihat, Al-Quran Surah Al-Ikhlas, 114:1-3
  15 Lihat, Al-Quran Surah An-Nahl, 16:125, Al-An’am, 6:117
  16 Lihat, Al-Quran Surah Al-Ahzab, 33:35, Al-Maidah, 5:69
  17 Terlampir, Surat Concern Adnan Buyung Nasution Kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Bapak Gamawan Fauzi, nomor: 011/ABN/III/2011, tanggal 4 Maret 2011, Perihal: Surat Terbuka Meluruskan Esensi SKB 3 Menteri tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia, selengkapnya.
  18 Terlampir, Kliping Tempo Interaktif, Edisi 08 Maret 2011.
  19 Al-Quran, Surah An-Nisa, 4:59
  20 Lihat, Pernyataan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, catatan kaki no. 6. Dalam buku Anjam-e-Atham, catatan kaki, hal. 27-28, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, juga menyatakan: “Barangsiapa berkata sesudah Rasuullah SAW., bahwa ‘Aku adalah nabi dan rasul dalam makna hakiki’, sedangkan dia berdusta dan dia meninggalkan Al-Quran serta hukum-hukum Syariat yang mulia (Al-Quran), berarti dia kafir dan pendusta”.
  21 Lihat, SEB nomor: SE/SJ/1322/2008, nomor: SE/B-1065/D/Dsp-4/08/2008, nomor: SE/119/921.D.III/2008, tentang: pedoman pelaksanaan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI, tanggal 6 Agustus 2008
  22 Al-Quran, Surah An-Nisa, 4:59
  23 Lihat, Fatwa Majlis Ulama Indonesia  2005, tentang Ahmadiyah
  24 Lihat, SKB Diktum ke-2, dan  ke-3, dan SKB Diktum ke-4 dan ke-5.
  25 Lihat, SKB Diktum ke-3
  26 Lihat, SEB nomor: SE/SJ/1322/2008, nomor: SE/B-1065/D/Dsp-4/08/2008, nomor: SE/119/921.D.III/2008, tentang: pedoman pelaksanaan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI, tanggal 6 Agustus 2008, butir 2b.
  27 Al-Quran Surah Al-Hujuraat, 49:6
  28 Kedudukan sentral Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, dalam keyakinan Ahmadiyah adalah Imam Mahdi dan Masih Mau’ud (Al-Masih Isa ibnu Maryam Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Nabi Muhammad saw). Nabi hanyalah anugrah kehormatan berkat ketaatan dan ke-fana-an beliau kepada Nabi Muhammad saw, dan satu keniscayaan karena empat kali Nabi Muhammad saw, menyebut Nabi Isa yang dijanjikan akan datang pada akhir zaman dengan sebutan nabi. (HR.Muslim). Namun, kenabian yang disandang Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, dalam kafasitas sebagai Nabi Isa yang dijanjikan kedatangannya oleh Nabi Muhammad saw, itu, tentu, bukan kenabian tasyri’-ghair tasyri’ mustaqil atau nabi haqiqi. Ahmadiyah meyakini, kenabian tasyri’-ghair tasyri’ mustaqil atau nabi haqiqi, telah berakhir/habis pada diri Baginda Nabi Muhammad saw. Kenabian beliau adalah kenabian ghair tasyri’-ghair  mustaqil atau nabi dhilly – nabi bayangan, nabi yang menjadi nabi semata-mata karena ketaatan dan kefanaan kepada Nabi Muhammad saw, sehingga ia menjadi bayangan (dhil) dari Nabi Muhammad saw, dan hanya melaksanakan syariat Nabi Muhammad saw. Keyakinan akan datangnya Nabi Isa di akhir zaman dengan menyandang gelar nabi dan rasul, bukan monopoli keyakinan Ahmadiyah. Para ulama yang tergabung dalam Nahdhatul ‘Ulama (NU), meyakini, Nabi Isa as akan datang, dan kalau datang akan bergelar nabi dan rasul: ”Kita wajib berkeyakinan bahwa Nabi Isa as, itu akan diturunkan kembali pada akhir zaman nanti sebagai Nabi dan Rasul yang melaksanakan syariat Nabi Muhammad SAW., dan hal itu, tidak berarti menghalangi Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir, sebab Nabi Isa as, hanya akan melaksanakan syariat Nabi Muhammad S.A.W. Sedangkan mazhab empat pada waktu itu hapus (tidak berlaku)”   (Ahkam al Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Diantama LTN-NU, Cet. Ketiga, Pebruari 2007: 47-48, Pengantar : DR. KH. MA. Sahal Mahfudh, Ketua Umum MUI - Majlis ‘Ulama Indonesia). Ada perbedaan memang, person Isa yang diyakini akan datang oleh NU dan Ahmadiyah. NU meyakini, Nabi Isa yang akan datang adalah Nabi Isa Israili yang pernah diutus Allah kepada Bani Israil. Sedangkan Ahmadiyah meyakini, Nabi Isa yang akan datang adalah ummati Muhammad yang memiliki spirit Isa sehingga menjadi personifikasi Isa, menyandang gelar Isa. NU meyakini, Isa ibnu Maryam belum datang. Ahmadiyah meyakini, Isa ibnu Maryam, sudah datang, dalam pribadi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. Siapa personnya, sudah datang apa belum, itu hal lain. Yang pasti akar kepercayaannya sama, yaitu sama-sama meyakini Nabi Isa akan datang pada akhir zaman. Dengan demikian meyakini kedatangan Nabi Isa as, sesudah Nabi Muhammad saw, di akhir zaman, tidak menodai agama, tidak sesat dan menyesatkan, karena itu bersumber dari ajaran Islam.
  29 Al-Quran Surah An-Nahl, 16:125
  30 Al-Quran Surah Al-Fushilat, 41:34
  31 Al-Quran Surah Ali Imran, 3:159
  32 Pasca Munas VII MUI 2005, dimana MUI menegaskan kembali fatwa MUI 1980, yang menyatakan Ahmadiyah berada diluar Islam, sesat dan menyesatkan, dan menambahkan: orang-orang yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam), KH. Amidhan adalah satu diantara tokoh MUI Pusat, yang gencar mempropagandakan Ahmadiyah tidak meyakini Nabi Muhammad saw, sebagai khaataman-nabiyyin, punya nabi baru bernama Mirza Ghulam Ahmad, punya kitab suci baru bernama Tadzkirah, dan punya kalimah syahadat baru, dalam berbagai kesempatan wawancara di televisi. Menteri Agama Surya Darma Ali pun percaya dengan isu itu, sehingga Menag Surya Darma Ali mengusulkan agar Ahmadiyah keluar dari Islam dan membuat agama baru. 
 33 Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, dalam bukunya berjudul: Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld.5, No. 4, menyatakan, sbb: “Tidak ada kitab kami selain Al - Qur’an Syarif dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad Mustafa Shollallaahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada agama kami kecuali Islam dan kita mengimani bahwa Nabi kita, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah Khaatamul Anbiya’, dan Al - Qur’an Syarif adalah Khaatamul Kutub”
 34 Lihat, pernyataan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, pada catatan kaki no. 10. Dan, dalam buku Anjam-e-Atham, catatan kaki, hal. 27-28, beliau juga menyatakan: “Akidah kami adalah, seseorang yang mendakwakan kenabian secara hakiki dan melepaskan dirinya dari karunia/berkat-berkat Rasulullah SAW, serta memisahkan diri dari mata air suci itu, lalu dia ingin secara langsung menjadi nabi Allah, berarti dia itu sesat dan tidak beragama. Dan orang seperti itu akan membuat suatu kalimat syahadat tersendiri dan akan menciptakan cara baru dalam peribadatan serta akan mengadakan perubahan dalam hukum-hukum. Jadi, tidak disangsikan lagi, dia adalah saudara bagi Musailamah Kadzzab. Dan, tidak diragukan lagi sedikitpun mengenai kekafirannya. Mengenai orang bejad seperti itu bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa dia mempercayai Quran Syarif”
  35 Lihat, Al-Quran Surah At-Taubah, 9:18
  36 Al-Quran Surah An-Nisa, 4:94
  37 Al-Quran Surah An-Nisa, 4:115
  38 HR. Bukhary, Kitabul Iman

disusun oleh: Mln. Syaeful Uyun



0 komentar:

Post a Comment