Ahmadiyya Priangan Timur

.

Friday, 28 November 2014

Study Tour SMA Plus Al-Wahid ke Yogyakarta : Learning by Touring


Yogya – SMA Plus Al-Wahid mengadakan wisata ajar untuk yang kedua kalinya ke Yogyakarta pada tanggal 25-28 Nopember 2014 ini. Wisata ajar atau study tour ini diadakan untuk implementasi pembelajaran yang biasa dilaksanakan di sekolah sekaligus ajang perpisahan siswa kelas XII yang akan meninggalkan Al-Wahid dalam beberapa bulan kedepan.

Rombongan berangkat dari Wanasigra pada hari Selasa (25/11) malam dengan menggunakan bus pariwisata. Sekitar 55 orang ikut serta dalam tur yang rutin dilaksanakan setiap tahun ini. Beberapa orang guru dan 3 orang muballigh pun ikut serta berangkat ke kota Gudeg. Perjalanan cukup lancer walaupun berada di dalam cuaca yang kurang bersahabat malam itu.

Pukul 07.00 WIB rombongan sudah sampai ke destinasi yang pertama yaitu Candi Borobudur, Magelang.  Kemegahan candi kebanggaan Indonesia ini menjadi objek yang menarik bagi para siswa. Selain nilai historisnya yang tinggi, banyaknya turis asing juga menjadi daya tarik bagi para siswa sehingga mereka pun memanfaatkannya untuk sekedar mengajak kenalan atau meminta foto bersama.
Rombongan meninggalkan salah satu situs keajaiban dunia ini pada pukul 11.00 WIB menuju Monumen Jogja Kembali atau lebih dikenal dengan monjali dimana para siswa dapat menemukan bagaimana jejak sejarah para pahlawan di Yogyakarta yang dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Sore harinya para siswa menuju penginapan serta menikmati wisata belanja di kawasan terkenal Yogyakarta, jalan Malioboro. Kaos serta tas menjadi barang yang paling banyak diburu oleh para siswa sebagai oleh-oleh atau kenang-kenangan. Selain itu wisata kuliner juga menjadi kesan tersendiri bagi Qanita. “Wedang ronde enak, anget, sama ada rondenya yang unik teh”. “Baru nemu disini”, tambah Nurul. 

 Hari kedua dimulai dengan mengunjungi Taman Wisata Candi Prambanan. Cuaca yang panas menjadi hal yang membuat perjalanan kesana tidak terlupakan saur Rifa salah satu siswi kelas XII. Candi ini merupakan kompleks candi hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 Masehi.

Dari sana para siswa dibawa ke Museum Dirgantara dimana kita dapat melihat berbagai macam model pesawat terbang yang dulu pernah dipakain oleh anggota TNI AU. Semula Keraton Yogyakarta yang menjadi destinasi tetapi batal karena disana sedang ada prosesi sekaten (peringatan maulid nabi Muhammad Saw.). 

Akhirnya kunjungan ke Yogyakarta tersebut diakhiri dengan mengunjungi Masjid Yogyakarta yang juga menjadi markaz belasan mahasiswa khuddam yang sedang menjalani studi di Yogyakarta. Disana para siswa mendapatkan motivasi dari Dr. Munawar Ahmad, anggota Jemaat yang menjadi dosen di UIN Sunan Kalijaga. Mereka didorong agar memiliki niat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Beliau juga memberikan tips bagaimana agar dapat diterima di PTN. 
 
Ada juga sharing yang diberikan oleh Reza, salah satu khuddam berprestasi yang pernah menjadi juara debat nasional. Reza mengatakan tidak masalah di kampus mana mereka masuk yang penting adalah bagaimana usaha para siswa itu sendiri. Dua orang alumni siswa Al-Wahid yang juga kuliah di UIN Sunan Kalijaga pun ikut berbagi pengalaman mereka kepada para siswa Al-Wahid.

Akhirnya pada pukul 8 malam bis yang membawa rombongan wisata ajar SMA Plus Al-Wahid berangkat meninggalkan kota Yogyakarta dengan membawa banyak sekali kenangan dan pelajaran. Kebersihan, toleransi, kerapihan serta disiplin merupakan nilai-nilai yang bias diambil oleh para siswa dari DIY Yogyakarta. Sebuah hal yang tidak ternilai mengingat ini adalah saat-saat terakhir kebersamaan mereka sebagai siswa SMA. (Syihab)



Kunjungan SMA Plus Al-Wahid ke SMA PIRI 1 Yogyakarta

 Yogya – Dalam rangkaian study tour SMA Plus Al-Wahid ke Yogyakarta, pihak sekolah bersama dengan muballigh wilayah Priangan Timur ditemani Muballigh wilayah Yogyakarta, Mln. Shagir Ahmad berkunjung ke SMA Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI) 1 Yogyakarta pada hari Rabu (26/11/2014).

Rombongan menuju SMA milik Gerakan Ahmadiyah Indonesia ini ba’da Zuhur berangkat dari Masjid JAI Yogyakarta. Kita diterima dengan sangat baik oleh pihak SMA PIRI 1 yang dihadiri oleh Kepala Sekolah Drs. M. Ali Arie Susanto dengan staff lengkapnya.

Menurut Kepala Sekolah Al-Wahid, Cecep A. Santosa, SS kunjungan ini dalam rangka studi banding mengingat PIRI ini telah ada sejak tahun 1947. Banyak hal yang akan dapat diambil sebagai bekal di SMA Plus Al-Wahid mengingat banyaknya kesamaan antara kedua sekolah.

Ibu Anis, Humas dari SMA PIRI mengatakan bahwa kunci keberhasilan dari seorang guru adalah ketika mereka bisa dekat dengan muridnya seperti teman. Harus ada keikhlasan dalam diri seorang guru dalam memberikan pendidikan kepada siswanya. Dalam bahasa beliau ada 3 tingkatan “Ikhlas, diikhlase, diikhlas-ikhlase” dalam loghat Jawa yang kental. 

Kepala Sekolah PIRI pun mengatakan memang ada banyak kendala yang dihadapi apalagi dengan persaingan yang cukup hebat dengan sekolah-sekolah negeri di Yogyakarta tetapi SMA PIRI tetap menjaga tradisi dan kekhasan yang dimilikinya. Ada yang menarik di SMA PIRI 1 yaitu adanya becak elektrik bertenaga surya yang merupakan hasil kreasi dari siswa-siswi PIRI sendiri.
Di akhir kunjungan SMA Plus Al-Wahid pun memberikan kenang-kenangan berupa jajanan khas sunda serta plakat yang sudah disiapkan sebelumnya. Diharapkan nanti SMA PIRI 1 Yogyakarta dan juga berkunjung ke SMA Plus Al-Wahid. (Syihab) 


Focus Group Discussion UIN Sunan Kalijaga Menyoal Jemaat Ahmadiyah

Yogya – Institute of Southeast Islam (ISAIs) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerjasama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yogyakarta mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Mengkaji Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam Perspektif Aqidah, Syariat, dan Kebangsaan di Gedung Rektorat UIN Sunan Kalijaga pada hari Kamis (27/11/2014). 

Acara dimulai pukul 09.30 dengan opening remarks yang disampaikan oleh Dr. Zuhairi Misrawi, MA. Beliau menyampaikan bahwa keluarnya fatwa-fatwa mengenai Ahmadiyah di Indonesia adalah karena selama ini belum pernah ada kajian yang komprehensif tentang Ahmadiyah dari sisi teologis khususnya masalah kenabian yang selama ini menjadi masalah. Beliau juga melihat bahwa Ahmadiyah adalah organisasi yang diakui secara de jure sebagai bagian dari gerakan keagamaan di Indonesia. 

Setelah pemaparan dari cendekiawan NU yang sering dipanggil Gus Mis ini, sesi pertama dimulai dengan membahas Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam Perspektif Aqidah dan Syariat. Hadir sebagai pembicara adalah Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain yang pernah menulis buku Gerakan Ahmadiyah di Indonesia dan Muballigh JAI, Mln. H. Saiful Uyun. Profesor Iskandar memaparkan Ahmadiyah dari beberapa literature yang beliau temukan baik dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) maupun dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadian). Beliau mengatakan bahwa Ahmadiyah selama ini dicap diluar Islam dikarenakan ketidaktahuan masyarakat secara langsung bagaimana Ahmadiyah ini. Maka dari itu para akademisi harus melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai Jemaat Ahmadiyah ini. 

Mln. H. Saiful Uyun menerima penghargaan dari panitia
Sementara itu Mln. H. Saiful Uyun memaparkan bahwa Ahmadiyah itu 100% Islam. Yang menjadi permasalahan hanyalah pemahaman mengenai konsep kenabian yang dibawa oleh pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad. Muballigh yang bertugas di Tasikmalaya ini mengatakan bahwa bentuk kenabian yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad ini yang baru yaitu Nabi Zilli atau Buruzi yang berarti bayangan yang mendapat warisan kenabian dari Rasulullah saw. Bukan nabi yang membawa agama baru, syariat baru maupun kitab suci baru. 

Pada sesi kedua dibahas Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam Perspektif Kebangsaan yang disampaikan oleh Drs. Pitoyo, M.Ikom. seorang peneliti Ahmadiyah yang juga merupakan Ketua Umum Harian Tribun Jabar serta Ketua Komite Hukum JAI, Abdul Musawir, SH. M.Hum. Pitoyo memaparkan Ahmadiyah melalui teori konstruksi makna yang dibawa oleh Herbert Blumer. Jadi yang menjadi perbedaan selama ini hanyalah perbedaan penafsiran yang biasa terjadi baik di dalam golongan Sunni maupun Syiah sendiri. Sedangkan Abdul Musawir memaparkan bagaimana JAI merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang juga mempunyai hak-hak yang sama dengan warga negara yang lain. 
Drs. Pitoyo dan Abdul Musawir, SH.

Acara ini merupakan kegiatan rutin UIN Sunan Kalijaga yang kali ini mengambil Jemaat Ahmadiyah sebagai objek diskusi. Sekitar 30 orang peserta hadir pada kesempatan ini yang semuanya adalah akademisi. Sebelumnya mereka diminta membuat tulisan mengenai apa yang mereka ketahui soal Jemaat Ahmadiyah khususnya di Indonesia. FGD ini akan dilanjukan dengan Studi Ekskursi pada hari Sabtu ini dimana para peserta akan diajak melihat langsung kehidupan anggota JAI di Krucil, Banjarnegara. 

Diharapkan dari pertemuan ini nanti banyak tulisan-tulisan serta kajian-kajian akademis mengenai Jemaat Ahmadiyah ini yang dapat memberikan penerangan secara objektif sehingga dapat menghilangkan gejala-gejala yang timbul akibat ketidaktahuan masyarakat mengenai apa itu Ahmadiyah yang sebenarnya. (Syihab)

Thursday, 27 November 2014

AHMADIYAH DALAM PERSPEKTIF AKIDAH DAN SYARI’AH

Oleh: H.M. Syaeful Uyun (Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia Wilayah Priangan Timur) 
Makalah ini diisajikan dalam Focus Group Discussion ISAIs UIN Sunan Kalijaga & Jemaat Ahmadiyah Yogyakarta di Ruang Pertemuan Gedung Rektorat Lt. 1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kamis 27 November 2014 

Ahmadiyah: Sekilas Tentang Organisasi
Jemaat Ahmadiyah adalah organisasi dalam Islam bersifat global, didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, (1835-1908), di kota Ludhiana, India, pada 23 Maret 1889 M, bertepatan dengan tahun 1306 H. 
Jemaat Ahmadiyah didirikan atas perintah Ilahi melalui Ilham yang diterima Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as: 
ﺍﺼﻨﻊﺍﻠﻔﻠﻚﺒﺂﻋﻴﻨﻨﺎﻮﻮﺤﻴﻨﺎﺍﻦﺍﻠﺬﻴﻦﻴﺒﺎﻴﻌﻮﻨﻚﺍﻨﻤﺎﻴﺒﺎﻴﻌﻮﻦﺍﷲﻴﺪﺍﷲﻔﻮﻖﺍﻴﺪﻴﻬﻢ 
Buatlah bahtera itu dengan pengawasan petunjuk wahyu Kami. Orang-orang yang bai’at kepada engkau, sesungguhnya mereka bai’at kepada Allah. Tangan Allah ada diatas tangan mereka.(2)
Jemaat Ahmadiyah adalah organisasi murni keagamaan, didirikan dengan tujuan:  ﻴﺤﻲﺍﻠﺪﻴﻦﻮﻴﻘﻴﻢﺍﻠﺸﺮﻯﻋﺔ - yuhyiddiina wa yuqiimusy-syari’ah – menghidupkan kembali agama dan menegakkan syari’at Islam, dan ﻠﻴﻈﻬﺮﻩﻋﻠﻰﺍﻠﺪﻴﻦﻜﻠﻪ - liyudhirahu ‘alad-diini kullihi - memenangkan Islam di atas semua agama. 
Sebagai organisasi murni keagamaan, Jemaat Ahmadiyah, berlepas diri dari kancah politik praktis. Jemaat Ahmadiyah hanya fokus pada bidang agama (dakwah). Missi dakwah Jemaat Ahmadiyah saat ini telah berkembang di 206 negara dengan jumlah pengikut lebih dari 200 juta jiwa. 
Sejak berdiri, 1889-1947, Jemaat Ahmadiyah berpusat di Qadian, India. Sejak 1947-hingga sekarang, Jemaat Ahmadiyah berpusat di Rabwah, Pakistan. Namun, sejak 1984, organisasi dikendalikan dari London, Inggris, karena Khalifatul Masih, Imam Jemaat Ahmadiyah, berkedudukan di London, Inggris, hingga sekarang. []

Ahmadiyah: Profil Pendiri dan Khilafahnya
Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah seorang ahli tasawwuf modern dan termasuk sufi besar abad 14 H. Pada 1888 beliau memproklamirkan diri sebagai Mujaddid abad XIV H, dan pada 1889 beliau mendirikan Jemaat Ahmadiyah. Pada 1890 beliau memproklamirkan diri sebagai Al-Masih dan Al-Mahdi Yang Dijanjikan kedatangannya oleh Nabi Muhammad Saw. Sepanjang hayatnya beliau menulis lebih dari 80 judul buku. Beliau wafat pada 26 Mei 1908 di Lahore, dan dikebumikan di Qadian, tempat asal kelahirannya.
Setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, wafat (1908), Jemaat Ahmadiyah di pimpin seorang Khalifah (pengganti), yang dikenal dengan sebutan: Khalifatul Masih. Diberi nama Khalifatul Masih karena ia pengganti dari Al-Masih al-Mau’ud - Al-Masih Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Nabi Muhammad Saw. Sepanjang 106 tahun terakhir (1908-2014), lima orang Khalifatul Masih telah dan sedang memimpin Jemaat Ahmadiyah: 
1. Hadhrat Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin ra. (Khalifatul Masih I – 1908-1914)
2. Hadhrat Al-Haj Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. (Khalifatul Masih II – 1914-1965)
3. Hadhrat Mirza Nasir Ahmad ra. (Khalifatul Masih III – 1965-1982)
4. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rha. (Khalifatul Masih IV – 1982-2003)
5. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba. (Khalifatul Masih V – 2003-Sekarang) 

Ahmadiyah: Latar Nama Ahmadiyah  
Nama Ahmadiyah diberikan bukan karena Sang Pendiri bernama Ahmad. Nama Ahmadiyah diambil dari nama lain Nabi Muhammad Saw, yaitu: Ahmad. 
Didalam Al-Quran, Nabi Muhammad Saw disebut bernama Ahmad: “Dan ingatlah  ketika Isa ibnu Maryam berkata, “Hai, Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepadamu membenarkan apa yang ada sebelumku yaitu Taurat, dan memberi khabar suka tentang seorang rasul yang datang sesudahku namanya Ahmad.” Maka tatkala ia datang kepada mereka dengan bukti-bukti jelas, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.”(5)   
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, mengambil nama Ahmad Nabi Muhammad Saw, untuk nama organisasi yang didirikannya, karena menurut beliau, zaman ini adalah zaman kebangkitan kembali Islam untuk kedua kalinya dan untuk selama-lamanya, yang akan dicapai dengan penzahiran sifat Ahmad-nya Nabi Muhammad Saw. 
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi-Masih Mau’ud as: 
“Mengapa golongan ini diberi nama Ahmadiyah? Sebabnya karena Nabi Besar Muhammad Saw., memiliki dua nama, yaitu Muhammad dan Ahmad. Nama Muhammad adalah nama yang bersifat Jalali (gagah) yang didalamnya mengandung nubuwatan bahwa Beliau Saw, akan menghukum para musuh dengan pedang karena mereka telah menyerang Islam dengan pedang pula dan telah membunuh banyak sekali orang Islam. Akan tetapi nama Ahmad adalah nama yang bersifat Jamali (lemah-lembut) yang memiliki maksud bahwa Yang Mulia Saw, akan menyebarkan kedamaian dan keindahan (Islam) ke seluruh dunia. Singkatnya Allah Ta’ala telah memberikan dua nama tersebut dengan tujuan: Pertama, Yang Mulia Rasulullah Muhammad Saw, menzahirkan nama Ahmad-nya pada masa awal kehidupan Islam di Makkah, yang mengajarkan keteguhan dan kesabaran. Kedua, kemudian Beliau Saw, menzahirkan nama Muhammad-nya dalam  masa kehidupan di Madinah dan di sana berdasarkan kebijakan Allah Ta’ala sesuai kondisinya terpaksa harus membalas, menghukum dan menghancurkan para penentang Islam. Akan tetapi sudah dinubuwatkan bahwa nanti di Akhir Zaman nama Ahmad akan dizahirkan kembali melalui seseorang yang dengan perantaraannya sifat Ahmad (lemah-lembut) dari Rasulullah Muhammad Saw, akan di zahirkan kembali. Dan beliau akan menghabiskan (menghilangkan) semua peperangan. Maka berdasarkan hal inilah nama golongan ini sangat tepat diberi nama Jemaat Ahmadiyah supaya setiap orang begitu mendengar nama ini dapat memahami bahwa golongan ini datang ke dunia untuk menyebarkan perdamaian dan persaudaraan serta golongan ini sedikit pun tidak ada hubungannya dengan peperangan, perkelahian, dan tindakan anarki. Maka, wahai Saudara-saudara! Nama ini penuh berkah bagi anda dan bagi setiap orang yang mencari aman dan kedamaian. Nama golongan ini memberikan khabar suka tentang keamanan dan kedamaian. Golongan yang penuh berkah ini sudah banyak ditulis dan disebut dalam kitab para Nabi terdahulu serta banyak sekali isyarat atau tanda-tanda akan kemunculannya. Tuhan telah memberkahi nama ini. Wahai Tuhan! Masukanlah orang-orang Islam di seluruh belahan bumi kedalam golongan yang berberkah ini supaya racun pertumpahan darah manusia hilang sirna secara total dari hati mereka dan mereka menjadi abdi-abdi Engkau. Wahai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana! Jadikanlah demikian”.(6)
Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih-Imam Jemaat Ahmadiyah ke-II ra, menjelaskan: Nama Ahmadiyah tidak menunjukan agama baru. Nama Ahmadiyah dimaksudkan supaya Jemaat ini dapat ditampilkan kepada dunia, nyata bedanya daripada kalangan lain  yang juga menyebut dirinya orang Islam. Dewasa ini tiap-tiap golongan menamai diri masing-masing menurut daya khayal masing-masing. Nama Ahmadiyah diambil dengan tujuan untuk membedakan dengan golongan lain yang didirikan menurut daya khayal mereka masing-masing.(7)
Ciri paling menonjol yang membedakan Ahmadiyah dengan golongan lain terletak pada namanya: Ahmadiyah, yang menampilkan kecantikan, keindahan, dan ketinggian akhlaq Nabi Muhammad Saw, santun, toleran dan damai. Missi perjuangan Ahmadiyah pun: ﻴﺤﻲﺍﻠﺪﻴﻦﻮﻴﻘﻴﻢﺍﻠﺸﺮﻋﺔ dan ﻠﻴﻈﻬﺮﻩﻋﻠﻰﺍﻠﺪﻴﻦﻜﻠﻪ, akan ditempuh,  hanya dengan menampilkan keindahan, kecantikan, dan ketinggian akhlaq Nabi Muhammad  Saw, yakni dengan cara-cara yang santun, toleran dan damai. Jemaat Ahmadiyah mempunyai motto: Islam = Peace (Islam = Damai). Ahmadiyah = Love for All Hatred for None. (Ahmadiyah = mencintai semua orang, tidak membenci siapa pun). 
Berlatar nama Ahmadiyah, yang menampilkan kecantikan, keindahan, dan ketinggian akhlaq Nabi Muhammad Saw, Jemaat Ahmadiyah pun dimana-mana, dan kemana-mana di seluruh dunia, selalu mengampanyekan: 
Loyalty – Kesetiaan (kepada bangsa dan negara)
Freedom – Kemerdekaan (kemerdekaan dari penjajah, kemerdekaan dari nafsu, kemerdekaan beragama dan beribadah menurut ajaran agama dan kepercayaan)
Equality – Kesetaraan (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara bangsa berkulit putih atau hitam, antara laki-laki dan perempuan)
Respect – Menghargai, Menghormati (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, dan antara satu aliran dengan aliran agama yang lain)
Peace – Damai (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, antara satu aliran agama dengan aliran agama yang lain)
Love for all hatred for none – mencintai semua orang, tidak membenci siapa pun. []

Ahmadiyah: Sumber Pokok Ajaran 
Sebagai organisasi Islam, Jemaat Ahmadiyah tidak mempunyai sumber lain selain dua sumber pokok ajaran, yaitu: Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Jemaat Ahmadiyah meyakini, tiada agama kecuali Islam, tiada kitab suci kecuali Al-Quran, dan tiada panutan kecuali Baginda Nabi Muhammad,  Khatamun-Nabiyyin Saw. 
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as: 

“Tidak ada agama bagi kami kecuali agama Islam dan tidak ada Kitab bagi kami kecuali Al-Quran Kitab Allah Yang Maha Tahu. Tidak ada Nabi panutan bagi kami kecuali Nabi Muhammad, Khatamun-Nabiyyin Saw”.(8) 

“Tidak ada kitab kami selain Al - Qur’an Syarif dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad Musthafa Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada agama kami kecuali Islam dan kita mengimani bahwa Nabi kita, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. adalah Khaatamul Anbiya, dan Al - Qur’an Syarif adalah Khaatamul Kutub”(9)  

Kepada para pengikutnya beliau juga memberi nasihat:

“Ada pula bagimu suatu ajaran yang penting, yaitu kamu hendaknya jangan meninggalkan Al-Quran sebagai benda yang dilupakan; sebab, justru di dalam Al-Quran-lah terdapat kehidupanmu. Barangsiapa memuliakan Al-Quran ia akan memperoleh kemuliaan di langit. Barangsiapa lebih mengutamakan Al-Quran dari segala Hadits dan dari segala ucapan lain, akan diutamakan di langit. Bagi umat manusia diatas permukaan bumi ini, kini tidak ada Kitab lain kecuali Al-Quran, dan bagi seluruh Bani Adam kini tidak ada seorang Rasul Juru Syafa’at selain Muhammad Musthafa Shalallaahu ’alaihi wasallam. Maka berusahalah untuk menaruh kecintaan yang setulus-tulusnya kepada Nabi Agung itu, dan janganlah meninggikan seseorang selain beliau dalam segi apa pun agar di langit kamu dicatat dalam daftar orang-orang yang memperoleh keselamatan”.(10)

Ahmadiyah: Aspek Akidah dan Syari’ah
Al-Quran mengatakan: “Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang memberi salam kepadamu, “Engkau bukan mukmin”.(11) 
Nabi Muhammad Saw, ketika diminta menjelaskan apakah Iman itu, beliau menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Dan, ketika diminta menjelaskan apakah Islam itu, beliau menjawab: “Islam adalah engkau bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu”(12)  
Warga Jemaat Ahmadiyah, tidak hanya suka saling memberi salam: assalamu‘alaikum warahmatullaahi wa barakatuhu, baik dengan sesama Ahmadi ataupun dengan bukan Ahmadi. Tetapi, warga Jemaat Ahmadiyah berakidah dan bersyari’ah sesuai dengan akidah dan syari’ah yang di definisikan Nabi Muhammad Saw, yakni: Beriman kepada Allah, beriman kepada Malaikat-Malaikat Allah, beriman kepada Kitab-Kitab Allah, beriman kepada Rasul-Rasul Allah, beriman kepada Hari Qiamat, beriman kepada Takdir (baik dan buruk), dan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan ibadah haji ke tanah suci.  Tidak sedikit pun akidah dan syari’ah warga Jemaat Ahmadiyah, keluar/menyimpang dari akidah dan syari’ah yang dalam ahli sunnah wal jamaah dikenal sebagai akidah enam rukun iman dan lima rukun Islam.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as: 
“Tidak ada Tuhan kecuali Allah, Muhammad adalah Utusan Allah. Kami beriman kepada Allah, malaikat-Nya, para Rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, Surga, Neraka dan Kebangkitan sesudah mati”(13) 
“Inti dari kepercayaan kami ialah: Laa Ilaaha Illallaahu, Muhammadur-Rasulullaahu - Tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah. Kepercayaan kami yang menjadi pergantungan dalam hidup ini, dan yang pada-Nya kami, dengan rahmat dan karunia Allah, berpegang sampai saat terakhir dari hayat kami di bumi ini, ialah bahwa junjungan dan penghulu kami, Nabi Muhammad Saw, adalah Khaatamun-Nabiyyin dan Khairul Mursalin, yang termulia dari antara nabi-nabi. Di tangan beliau hukum syari’at telah disempurnakan. Karunia yang sempurna ini pada waktu sekarang adalah satu-satunya penuntun ke jalan yang lurus dan satu-satunya sarana untuk mencapai “kesatuan” dengan Tuhan Yang Maha Kuasa”(14)    
“Tidak ada agama bagi kami kecuali agama Islam dan tidak ada Kitab bagi kami kecuali Al-Quran, Kitab Allah Yang Maha Tahu. Tidak ada Nabi panutan bagi kami kecuali Nabi Muhammad, Khatamun-Nabiyyin Saw”(15)   
“Ringkasan dan intisari pendirian kami adalah Laa ilaaha illallahu Muhammadur Rasulullah. Kami beriman, jika sekiranya ada seseorang yang mengurangi sedikit saja dari syari’at Islam ini atau sedikit saja merubahnya atau meninggalkan perkara-perkara yang telah diwajibkan-Nya dan mengerjakan perkara yang dilarang-Nya, mereka itu adalah termasuk kedalam golongan yang tidak beriman dan sesat dari agama Islam. Kami menasehati Jemaat kami supaya beriman dengan sepenuh hati terhadap dua kalimah Laa ilaaha illallahu Muhammadur Rasulullah, dan mati didalam keimanan tersebut. Walhasil semua akidah atau amalan yang dilaksanakan secara Ijma’ oleh ahli sunnah adalah kewajiban bagi Jamaah kami untuk menerimanya. Bumi dan langit akan menjadi saksi bahwa inilah pendirian kami”(16)   
“Tidak masuk kedalam Jamaah kami kecuali yang telah masuk kedalam agama Islam dan mengikuti Kitab Allah dan sunnah-sunnah pemimpin kita sebaik-baik manusia – Nabi Muhammad Saw. dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Yang Mulia dan Pengasih, dan beriman kepada Hari Kebangkitan, surga dan neraka serta berjanji dan berikrar bahwa tidak akan memilih satu agama selain agama Islam. Dan akan mati di atas agama ini yaitu agama fitrah dengan berpegang teguh kepada Kitab Allah Yang Maha Tahu dan mengamalkan setiap yang ditetapkan dari Al-Quran, Sunnah dan Ijma’ sahabat yang mulia. Dan siapa saja yang mengabaikan tiga hal ini berarti ia membiarkan jiwanya dalam api neraka”(17)

Ahmadiyah: Implementasi Rukun Iman
a. Iman Kepada Allah 
Allah yang diimani Jemaat Ahmadiyah adalah Allah yang Maha Esa, Yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakan, tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia,(18)  Yang Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, tidak pernah mengantuk juga tidak pernah tidur. (19) Pencipta-Pemelihara semesta alam, Maha Pemurah Maha Penyayang, Pemilik Hari Pembalasan, (20) Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak, Maha Berdaulat, Maha Suci, Sumber Segala Kedamaian, Pelimpah Keamanan, Maha Pelindung, Maha Perkasa, Maha Penakluk, Maha Agung, Maha Pencipta, Pembuat segala sesuatu, Pemberi bentuk, Pemilik segala nama terindah, kepada-Nya bertasbih segala yang ada di seluruh langit dan bumi, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (21) Jemaat Ahmadiyah, tidak bersujud kepada apa dan siapa pun  kecuali Allah Yang Esa dan Tunggal itu. Tidak bersujud kepada kuburan dan tidak pula kepada sesama manusia. Orang Ahmadiyah hanya mengenal al-Hayyul Qayyum,  Allah Rabbul Alamiin, dalam arti yang sebenarnya.
Kepada mereka yang hendak berguru mengikuti ajarannya, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, berkata:
“Untuk mengikuti ajaranku, hendaknya mereka harus meyakini hal-hal berikut ini, bahwa mereka mempunyai satu Tuhan Yang Qadir (Maha Kuasa), Qayyum (Berdiri Sendiri dan segala sesuatu bergantung pada-Nya), dan Khalikul Kul (Pencipta segala sesuatu yang ada), yang Sifat-sifat-Nya kekal-abadi dan tidak pernah berubah. Dia bukan anak seseorang dan Dia tidak mempunyai anak. Dia bersih dari penanggungan derita dan dinaikan ke tiang salib dan dari kematian. Dia adalah demikian rupa keadaan-Nya, kendatipun jauh namun dekat. Dan, meskipun Dia dekat namun jauh. Walaupun tunggal namun penampakan-Nya beraneka ragam. Manakala didalam diri manusia terjadi suatu perubahan baru, maka baginya Dia pun menjadi Tuhan yang baru, dan Dia memperlakukannya dengan penampakan-Nya yang baru pula. Orang itu melihat suatu perubahan di dalam wujud Tuhan, menurut kadar atau proporsi perubahan yang terjadi atas dirinya, tetapi hal itu tidak berarti, ada perubahan terjadi dalam wujud Tuhan. Kebalikannya, semenjak azali Dia tidak pernah mengalami perubahan, dan wujud-Nya peripurna. Akan tetapi pada waktu terjadi perubahan-perubahan di dalam diri manusia yang menuju kebaikan, Tuhan pun menampakan diri-Nya kepada orang itu dengan penampakan baru. Dan pada setiap kemajuan yang dicapai manusia, penampakan kekuasaan Tuhan pun terjadi lebih meningkat. Dia memperlihatkan kekuasaan-Nya yang luar biasa manakala terjadi perubahan luar biasa. Inilah pangkal keajaiban-keajaiban serta mukjizat-mukjizat. Itulah Tuhan yang merupakan syarat bagi Jemaat kita.  Berimanlah kepada-Nya, dan hendaklah mengutamakan Dia lebih dari dirimu, kesenangan-kesenanganmu, dan segala perhubungan-perhubunganmu. Dengan perbuatan-perbuatan nyata disertai keberanian, perlihatkanlah kesetiaan dengan sejujur-jujurnya”(22) 
Mereka yang sepakat dengan tuntunan pelajaran Pendiri Jemaat Ahmadiyah itu, yang kemudian tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah, menyatakan labaik. Mereka, berjanji dengan hati yang jujur: “Di masa yang akan datang hingga masuk kedalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik, dan akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan susah atau pun senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan rela atas keputusan Allah Ta’ala. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka”(23)  
Dan, sesuai dengan gelora semangat ketauhidan Ilahi yang dikumandangkan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. itu, warga Jemaat Ahmadiyah pun menyebar ke seluruh penjuru dunia dan mengibarkan panji-panji Tauhid, yaitu: ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲ - Laa ilaaha Ilallah, dengan lisan, tulisan dan media elektronik – diantaranya Muslim Television Ahmadiyah (MTA). MTA mengudara 24 jam non-stop tanpa iklan dan menjangkau seluruh bulatan bola bumi.

b. Iman Pada Malikat-Malaikat Allah
Malaikat yang diimani Jemaat Ahmadiyah meliputi semua Malaikat-Malaikat Allah.  Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah yang ma’shum, tidak berdosa. Malaikat sebagai alat melaksanakan semua perintah Allah. Malaikat tidak dapat berbuat dosa. Malaikat pengantar Kalam Ilahi, dahulu maupun sekarang, turun kepada orang-orang (hamba) suci memberikan piagam thumanina Ilahi.[]

c. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah 
Kitab-Kitab Allah yang diimani Jemaat Ahmadiyah meliputi semua kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada semua nabi: Nabi Ibrahim as - Shuhuf,(24)  Nabi Musa as  – Taurat,(25)   Nabi Daud as – Zabur,(26)  Nabi Isa as - Injil,(27)  dan yang terakhir dan paling sempurna kepada Baginda Nabi Muhammad Saw -  Al-Qur’an.(28)  
Jemaat Ahmadiyah mengimani, semua kitab suci tersebut berasal dari Allah. Dan, Jemaat Ahmadiyah mengimani, Al-Qur’an adalah Khâtamul Kutûb – kitab suci terakhir dan tersempurna. Bagi umat manusia diatas permukaan bumi ini, kini tidak ada Kitab lain kecuali Al-Qur’an, dan bagi seluruh Bani Adam kini tidak ada seorang rasul juru syafa’at selain Muhammad Musthafa Saw. Sesudah Al-Quran tidak akan datang kebenaran baru.(29)  
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as:
“Tidak ada kitab kami selain Al-Qur’an Syarif, dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad Musthafa shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada agama kami kecuali Islam dan kita mengimani bahwa Nabi kita, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah Khaatamul Anbiya’, dan Al-Qur’an Syarif  adalah Khaatamul Kutub”.(30) 
Kepada para pengikutnya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, berkata:
“Adapula  bagimu sekalian ajaran yang penting, yaitu kamu hendaknya jangan meninggalkan Al-Quran sebagai benda yang dilupakan, sebab justru di dalam Al-Quran-lah terdapat kehidupanmu. Barangsiapa memuliakan Al-Quran ia akan memperoleh kemuliaan di langit. Barangsiapa lebih mengutamakan Al-Quran dari segala Hadits dan dari segala ucapan lain, akan diutamakan di langit. Bagi umat manusia diatas permukaan bumi ini, kini tidak ada kitab lain kecuali Al-Quran dan bagi seluruh Bani Adam kini tidak ada seorang rasul juru syafa’at selain Muhammad Musthafa Saw. Maka berusahalah  untuk menaruh kecintaan yang setulus-tulusya kepada Nabi Agung itu, dan janganlah meninggikan seseorang  selain beliau dalam segi apa pun, agar di langit kamu dicatat di daftar orang-orang yang memperoleh keselamatan”.(31)  
“Ada tiga hal yang Tuhan telah berikan kepadamu sebagi petunjuk. Yang pertama-tama adalah Al-Quran, yang didalamnya diutarakan Ketauhidan, Kebesaran, dan Keagungan Ilahi, juga didalamnya perselisihan-perselisihan yang ada diantara kaum Yahudi dan kaum Nasrani diputuskan, seperti perselisihan dan kekeliruan mengenai terbunuhnya Isa ibnu Maryam dengan perantaraan kayu salib dan menjadi seorang terkutuk, dan seperti halnya nabi-nabi yang lain, beliau tidak diangkat (kepada-Nya). Begitu pula didalam Al-Quran terdapat larangan untuk beribadah kepada sesuatu selain Tuhan: terlarang untuk menyembah manusia, hewan, matahari, bulan, dan sesuatu planet lain, begitu pula terlarang untuk memuja sarana-sarana duniawi dan dirimu sendiri. Oleh karena itu, berhati-hatilah dan janganlah melangkahkan kaki biarpun hanya selangkah tetapi bertentangan dengan ajaran Tuhan dan petunjuk Al-Quran. Aku berkata dengan sesungguh-sungguhnya, barangsiapa mengabaikan suatu perintah sekecil-kecilnya di antara sejumlah  tujuh ratus buah perintah Al-Quran, ia menutup pintu keselamatan bagi dirinya sendiri. Jalan keselamatan yang sempurna dan hakiki dibuka oleh Al-Quran, sedang semua jalan lainnya adalah bayangan. Maka, bacalah Al-Quran dengan seksama dan hendaklah kamu sangat mencintainya, dan dengan demikian rupa cintanya sehingga kamu belum pernah  mencintai sesuatu yang lain dari itu, karena sebagaimana Tuhan berfirman kepadaku: al-khairu kulluhu fil quraani – yakni segala macam kebaikan yang terdapat di dalam Al-Quran, itu sungguh benar!”.(32) 
“Alangkah malangnya orang-orang yang lebih mengutamakan sesuatu selain Al-Quran.  Sumber segala kebahagiaan dan keselamatan bagimu terdapat didalam Al-Quran. Tiada sebuah pun keperluan agamamu yang tidak terdapat didalam Al-Quran. Saksi yang membenarkan maupun yang mendustakan keimananmu pada hari kiamat adalah Al-Quran. Di bawah kolong langit ini tidak ada sebuah kitab pun yang secara langsung dapat memberi petunjuk kepadamu kecuali Al-Quran. Allah Ta’ala telah berkenan berbuat banyak kebajikan kepadamu dengan menganugerahkan kepadamu sebuah Kitab Suci seperti Al-Quran. …… Al-Quran adalah sebuah Kitab Agung, dan semua petunjuk tandingannya adalah tidak berarti. …… Al-Quran dapat membuat seseorang menjadi insan suci dalam jangka waktu seminggu. Al-Quran dapat membuat dirimu seperti para nabi, asalkan saja kamu sekalian – dari segi lahiriah atau pada dasarnya, tidak berpaling daripada Al-Quran”.(33) 
Ajakan dan seruan Pendiri Jemaat Ahmadiyah untuk mencintai, mengutamakan dan menjunjung tinggi Al-Quran, spontan disambut warga Jemaat Ahmadiyah dengan labaik.  Kehadapan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, mereka berjanji dengan hati yang jujur: “Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah Al-Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya, Muhammad Saw.  itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya”(34)  
Warga Jemaat Ahmadiyah meyakini, menyimpang sehelai rambut pun dari petunjuk Al-Qur’an adalah sebuah kenistaan. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha menyelaraskan antara keyakinan, ucapan dan amalan sesuai dengan petunjuk Al-Quran, tidak melangkahkan kaki biar hanya selangkah yang bertentangan dengan petunjuk Al-Quran. Semangat menjunjung tinggi perintah Al-Quran Suci atas dirinya, dan semangat membumikan Al-Quran diikuti dengan upaya menerjemahkan Al-Quran kedalam berbagai bahasa besar dunia. Jemaat Ahmadiyah kini telah dan sedang menerjemahkan Al-Quran kedalam seratus bahasa besar dunia, termasuk satu  diantaranya adalah bahasa Indonesia.
Isu Ahmadiyah punya kitab suci baru selain Al-Quran, bernama: Tadzkirah, adalah mengada-ada yang latarnya tuna pengetahuan tentang Jemaat Ahmadiyah. Jemaat Ahmadiyah memang punya buku bernama: Tadzkirah. Buku itu berisi kumpulan pengalaman sepiritual, berupa: mimpi, ilham, kasyaf, dan wahyu, berasal dari catatan harian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Tetapi, Jemaat Ahmadiyah tidak pernah meyakini buku Tadzkirah sebagai kitab suci. Tadzkirah bukan kitab suci Ahmadiyah.[]

d. Iman Kepada Rasul-Rasul Allah
Rasul-Rasul Allah yang diimani Jemaat Ahmadiyah meliputi semua nabi-nabi dan rasul-rasul Allah, baik yang namanya diceritakan dalam Al-Qur’an – mulai dari Nabi Adam as, Idris as, Nuh as, Hud as, Ibrahim as, Musa as, Daud as, Sulaiman as, Isa as, hingga yang terakhir dan yang tersempurna Baginda Nabi Muhammad Saw,(35)  maupun nabi-nabi yang namanya tidak diceritakan dalam Al-Qur’an – seluruhnya berjumlah 124.000 nabi/rasul.(37)  Kepada mereka semua, sebagaimana diajarkan oleh Al-Quran, Jemaat Ahmadiyah menyatakan: ”Kami beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya’kub dan keturunannya dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan sekalian nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membedakan salah seorang di antara mereka, dan kepada-Nya kami menyerahkan diri.” (38) 
Jemaat Ahmadiyah  meyakini semua Nabi itu benar, suci dan ma’shum, yaitu tidak melanggar, tidak berbuat dosa, dan Nabi Muahmmad Saw, adalah pemimpin semua Nabi. Beliau Saw, paling mulia dan paling afdhal. Kedatangan beliau Saw, adalah untuk seluruh umat manusia dan semua masa. Martabat beliau jauh lebih luhur dan lebih mulia dari semua nabi. Beliau Saw, selalu hidup, oleh karena itu, beliau dinamakan Khatamun-Nabiyyin. Semua Nabi memperoleh nikmat rohani karena beliau Saw, baik dimasa lalu maupun dimasa yang akan datang. Jemaat Ahmadiyah meyakini, orang yang memisahkan diri dari beliau Saw, dan bukan dari ummatnya, kemudian ia mendakwahkan diri memperoleh nikmat rohaniah, dia adalah pendusta, lancung dan pembohong. Jemaat Ahmadiyah, meyakini, Nabi Muhammad Saw, adalah Sayyidul Ma’shumin (Pemimpin dari semua orang suci tak berdosa). Nabi Muhammad Saw, adalah jalan dan sebab untuk memperoleh hikmah rohani, kebajikan dan berkat Ilahi.
Tidak hanya itu, kepada Mujaddid yang dijanjikan Allah akan dibangkitkan pada setiap permulaan abad: “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan kepada umat ini pada setiap permulaan abad seorang Mujaddid yang akan memperbaharui bagi mereka agama mereka”,  dan kepada Isa ibnu Maryam-Imam Mahdi Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Nabi Muhammad Saw: “Demi Allah yang diri saya berada di tangan-Nya, sungguh Isa bin Maryam benar-benar akan turun diantara kamu sebagai hakim yang adil, kemudian akan mematahkan salib, membunuh babi, menghabisi peperangan, dan melimpahlah harta benda,……”(39)  “Bagaimana sikapmu (muslimin), jika Isa ibnu Maryam turun, didalam lingkungan kamu, akan menjadi imam kamu, dan dari antara kamu,” (40) “Sudah dekat masanya, siapa yang dipanjangkan umurnya diantara kamu, akan berjumpa dengan Isa ibnu Maryam-Imam Mahdi Hakim yang adil”,(41) pun Jemaat Ahmadiyah mengimaninya.  
Dan, Jemaat Ahmadiyah meyakini, Mujaddid abad XIV H, Imam Mahdi-Isa ibnu Maryam yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Nabi Muhammad Saw. itu, telah datang, dalam pribadi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Islam Ahmadiyah. 
Isa ibnu Maryam yang diyakini Jemaat Ahmadiyah akan datang, bukan Isa ibnu Maryam yang dahulu yang pernah diutus Allah kepada Bani Israil. Isa ibnu Maryam yang dahulu - dalam keyakinan Ahmadiyah, tidak bisa dan tidak boleh datang, sebab  Isa ibnu Maryam yang dahulu hanya diutus Allah kepada Bani Israil, (42)   telah wafat dalam usia 120 tahun, (43)  dan jika yang datang adalah Isa ibnu Maryam yang dahulu, maka kedatangannya akan merusak dan menghancurkan segel khâtamun-Nabiyyîn Nabi Muhammad Saw. 
Isa ibnu Maryam yang diyakini Jemaat Ahmadiyah akan datang ialah Isa ibnu Maryam yang oleh Nabi Muhammad Saw. dikatakan: fii kum, wa imaamukum minkum – di dalam lingkungan kamu (umat Islam), akan menjadi imam kamu (umat Islam), dan dari antara kamu (umat Islam),(44)   yakni, Isa ibnu Maryam ummati Nabi Muhammad Saw,  yang juga disebut Isa ibnu Maryam matsalan, (45)  yang seutuhnya menjadi hamba dan berpedoman teguh serta hanya melaksanakan syari’at Nabi Muhammad Saw. (Al-Qur’an). Sebab, sesudah Nabi Muhammad Saw, hanya ummati Nabi Muhammad Saw-lah, yang bisa dan boleh tampil mengemban dan membawa risalah Nabi Muhammad Saw. (Islam-Al-Quran). (46)

Hirarki kepemimpian dalam Islam perspektif Jemaat Ahmadiyah:

               NABI MUHAMMAD S.A.W 
               Khulafa-ur-Rasyidin/Khilafah ‘Alaa Minhajin-Nubuwwah 
               Khalifah Ar-Rasyidah I     :  Abu Bakar As-Shiddiq  ra 
               Khalifah Ar-Rasyidah II   :  ‘Umar Ibnu Khathab ra 
               Khalifah Ar-Rasyidah III :  ‘Usman Ibnu ‘Affan ra 
               Khalifah Ar-Rasyidah IV :  Ali Ibnu Abi Thalib ra 

               MUJADDID
              Abad I       : ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, rha.
              Abad II      : Imam Syafi’i, rha 
              Abad III     : Imam Abu Syarah atau Abu Hasan ‘Asy’ari, rha 
              Abad IV     : Imam Abu Ubaidullah & Qadi Abu Bakar Baqlani, rha 
              Abad V       : Imam Al-Ghazali, rha 
              Abad VI      : Imam Abdul Qadir Al-Jailani, ra 
              Abad VII     : Imam Ibnu Taimiyah dan Chawaja Mu’inuddin Chisti, rha 
              Abad VIII   : Imam Hafiz Ibnu Hajar Asqalani dan Saleh Ibnu ‘Umar, rha 
              Abad IX : Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, rha 
              Abad X       : Imam Muhammad Tahir Gujrati, rha 
              Abad XI      : Imam Mujaddid Alfi Sarhindi, rha 
              Abad XII : Imam Syekh Waliyullah Delhi, rha 
              Abad XIII : Imam Sayyid Ahmad Barelwi, rha 
              Abad XIV   : Imam Mahdi-Masih Mau’ud, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as

              KHALIFATUL MASIH
              Khalifatul I : Hadhrat Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin, ra 
              Khalifatul Masih II   : Hadhrat Al-Haj Mirza Basyiruddin, ra 
              Khalifatul Masih III : Hadhrat Al-Hafiz Mirza Nashir Ahmad, ra 
              Khalifatul Masih IV : Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, rha
              Khalifatul Masih V   : Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, a.t.b.a (sekarang).[]

e. Iman Pada Hari Qiyamat
Jemaat Ahmadiyah mengimani, Hari Qiyamat adalah hak, kebenaran Hasyar dan Nasyar tepat dan benar. Surga dan neraka juga hak. Sesudah mati setiap insan akan memperoleh ganjaran atau siksaan, sesuai amal perbuatannya. Nikmat surga adalah kekal abadi, tak kenal henti atau putus. Kebalikannya neraka adalah tempat menghukum orang berdosa, guna memperbaiki dan meluruskan mereka yang harus dihukum. Allah adalah Ar-Rahmaan Ar-Rahiim, paling pengasih dan paling penyayang. Jemaat Ahmadiyah mengimani, sesudah penghuni neraka itu menjalankan hukumannya dan mereka telah menjadi lurus, mereka juga akan dimasukan kedalam surga. Tuhan Sendiri Berfirman: Rahmani wasyi’at kulla syai’in,(47)  bahwa rahmat Ilahi itu meliputi segala yang ada, termasuk Neraka. Rahmat Ilahi itu harus terwujud, nyata terbukti.[]

Ahmadiyah: Implementasi Rukun Islam
Rukun Islam: syahadat, shalat, puasa, zakat dan hajji, diimplementasikan Jemaat Ahmadiyah dengan cara diamalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Pengamalan atas rukun Islam dalam Jemaat Ahmadiyah sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Quran (20:15, 29:46, 2:44,111, 11:115, 17:79, dll), sesuai dengan ikrar dan janji bai’at, dan sesuai dengan pesan Pendiri Jemaat Ahmadiyah.
Ikarar bai’at: mengucapkan dua kalimah syahadat. Janji bai’at, butir ke-1: “Di masa yang akan datang hingga masuk kedalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik”, butir ke-3: “Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, Muhammad Saw, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat tahajjud, dan mengirim shalawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah Muhammad Saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan”.(48)  
Pesan Pendiri Jemaat Ahmadiyah: “Maka, wahai sekalian orang yang merasa dirinya tergolong dalam Jemaatku! Kamu sekalian di langit baru akan tergolong dalam warga Jemaatku, setelah kamu sekalian benar-benar melangkahkan kakimu pada jalan ketakwaan. Oleh karena itu dirikanlah sembahyang kelima waktu dengan penuh rasa ketakutan dan pemusatan pikiran, seakan-akan kamu sekalian melihat wajah Ilahi dihadapanmu. Jalanilah hari-hari puasamu karena Allah dengan penuh ketulusan. Setiap orang yang wajib membayar zakat, hendaklah ia melunasi zakat. Barangsiapa telah memenuhi syarat untuk menunaikan ibadah haji, dan tidak ada yang menghalangi, hendaklah ia menunaikan ibadah haji. Kerjakanlah segala amalan baik dengan cermat, dan tinggalkanlah perbuatan buruk disertai perasaan jengkel”.(49)  
Jemaat Ahmadiyah  mengaplikasikan lima rukun Islam dalam kehidupan nyata sehari-hari, bukan sekedar kewajiban dan rutinitas, tetapi diperagakan sebagai bukti adanya iman pada diri mereka, sebagaimana di definisikan para sahabat nabi, para ulama ahli hadits, dan para ulama salaf: iman adalah pengakuan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan.[]

a. Ikrar Kalimah Syahadat 
Ikrar kalimah syahadat – dalam Islam dikenal dengan istilah bai’at, adalah pengakuan terhadap Allah dan Rasul-Nya, Muhammad Saw, sebagai bukti adanya iman yang diikrarkan dengan lisan. Dalam Islam merupakan syarat sah seseorang menerima dan memeluk Islam. Dimasa Nabi Muhammad Saw, ikrar kalimah syahadat (bai’at), langsung dinyatakan dihadapan Nabi Muhammad Saw. Sunnahnya sambil menjabat tangan beliau Saw. Dimasa para Khalifah Nabi Muhammad Saw: Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra, dan Ali ra, dinyatakan dihadapan para Khalifah beliau Saw, sekaligus mengakui mereka sebagai khalifah yang sah dari Rasulullah Saw.
Karena Nabi Muhammad Saw, sudah tiada, begitu pula para khalifahnya pun sudah tiada, maka dalam Jemaat Ahmadiyah, ikrar kalimah syahadat (bai’at), dinyatakan dihadapan wakil Agung Rasulullah Saw, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Mahdi, Al-Masih al-Mau’ud as. Setelah beliau tiada, ikrar kalimah syahadat (bai’at), dinyatakan dihadapan wakil dari wakil Agung Rasulullah Saw, yaitu Khalifah-khalifah beliau, saat ini Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V atba. Dalam Jemaat Ahmadiyah, ikrar kalimah syahadat (bai’at), selain sebagai syarat masuk Islam,  mengakui Allah dan Rasul-Nya, Muhammad Saw, juga sekalian mengakui Imam Zaman-nya, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Mahdi, Al-Masih al-Mau’ud as, sebagai syarat sah masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah.
Berikut teks pernyataan ikrar kalimah syahadat (bai’at), yang diikrarkan saat menyatakan bergabung kedalam Jemaat Ahmadiyah, selengkapnya: 

ﻢﻳﺮﻛﻟﺍﻪﻟﻮﺳﺭ ﻰﻠﻋﻰﻠﺼﻧﻭ ﻩﺪﻤﺤﻧ ﻡﻴﺣﺮﻟﺍﻦﻣﺣﺮﻟﺍﻪﻠﻟﺍﻢﺳﺑ
Kehadapan
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, 
Khalifatul Masih V atba

ﺍﻠﺴﻼﻡﻋﻠﻴﻜﻡﻭﺭﺤﻤﺔﺍﷲﻭﺒﺭﻜﺎﺘﻪ
Dengan ini saya menyampaikan Pernyataan Bai’at yang telah saya lengkapi dan tanda tangani. Saya mohon diterima kedalam Jemaat Islam Ahmadiyah dan do’akanlah saya.
ﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻵﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻭﺤﺩﻩﻻﺸﺭﻴﻙﻟﻪﻭﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻤﺤﻤﺩﺍﻋﺒﺩﻩﻭﺭﺴﻭﻠﻪ
ﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻵﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻭﺤﺩﻩﻻﺸﺭﻴﻙﻟﻪﻭﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻤﺤﻤﺩﺍﻋﺒﺩﻩﻭﺭﺴﻭﻠﻪ
Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. 
Dia Tunggal dan tiada mempunyai sekutu. 
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya

Hari ini saya masuk kedalam Jemaat Islam Ahmadiyah, ditangan Masroor. (50)
Saya memiliki keyakinan yang teguh bahwa Hadhrat Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Khataman-Nabiyyin, cap (yang mengesahkan), semua nabi. Saya juga percaya bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihis-salam adalah Imam Mahdi dan Al-Masihil Mau’ud (Al-Masih Yang Dijanjikan), yang kedatangannya telah dikabar-ghaibkan oleh Hadhrat Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Saya berjanji bahwa:

  • Saya akan selalu berusaha sekuat tenaga untuk mematuhi Sepuluh Syarat Bai’at sesuai yang ditetapkan oleh Hadhrat Al-Masihil Mau’ud ‘alaihis-salam.
  • Saya akan mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan dunia
  • Saya akan tetap setia pada Nizham Khilafah Ahmadiyah, dan akan mentaati Huzur sebagai Khalifatul Masih dalam setiap kebaikan yang Huzur serukan kepada saya. Insya Allah.
ﺃﺳﺗﻐﻓﺭﺍﷲﺭﺑﻲﻣﻥﻛﻝﺫﻧﺐﻮﺃﺗﻭﺏﺇﻟﻳﻪ
ﺃﺳﺗﻐﻓﺭﺍﷲﺭﺑﻲﻣﻥﻛﻝﺫﻧﺐﻮﺃﺗﻭﺏﺇﻟﻳﻪ
ﺃﺳﺗﻐﻓﺭﺍﷲﺭﺑﻲﻣﻥﻛﻝﺫﻧﺐﻮﺃﺗﻭﺏﺇﻟﻳﻪ
Saya mohon ampun kepada Allah, Tuhan-ku, dari semua dosaku, dan hamba bertobat kepada-Nya.
ﺭﺏﺇﻧﻲﻅﻟﻣﺕﻧﻓﺳﻰﻭﺍﻋﺗﺭﻓﺕﺑﺫﻧﺑﻲﻓﻐﻔﺭﻟﻲﺫﻧﻭﺑﻲﻓﺈﻧﻪﻻﻳﻐﻔﺮﺍﻟﺫﻨﻭﺏﺇﻵﺃﻧﺖ
Ya Allah, Tuhanku, saya telah menganiaya jiwaku dan saya akui seluruh dosaku, ampunilah dosa-dosaku, sebab tiada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Amin!

Bersamaan dengan ikrar kalimah syahadat (bai’at), mereka yang menyatakan ikrar bai’at, juga diminta agar berjanji dengan hati yang jujur, bahwa:

  1. Di masa yang akan datang hingga masuk kedalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik.
  2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya. 
  3. Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, Muhammad Saw, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat tahajjud, dan mengirim shalawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah Muhammad Saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan. 
  4. Tidak akan mendatangkan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, biar dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara apapun juga. 
  5. Akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan susah atau pun senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan rela atas keputusan Allah Ta’ala. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka. 
  6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah Al-Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya, Muhammad Saw.  itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya. 
  7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun. 
  8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya. 
  9. Akan selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya. 
  10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al-Masih Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf (segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, atau pun ikatan kerja.(51)
Teks ikrar bai’at masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah, merupakan bukti otentik:

  1. Kalimah syahadat yang diikrarkan Jemaat Ahmadiyah saat setiap orang hendak menyatakan bergabung kedalam Jemaat Ahmadiyah, sama dengan kalimah syahadat yang diikrarkan umat Islam lain umumnya, dua kalimah, yakni: ﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻵﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻭﺤﺩﻩﻻﺸﺭﻴﻙﻟﻪﻭﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻤﺤﻤﺩﺍﻋﺒﺩﻩﻭﺭﺴﻭﻠﻪ, berisi pengakuan kepada Allah Yang Esa, dan pengakuan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai hamba dan Rasul-Nya. 
  2. Jemaat Ahmadiyah meyakini dengan teguh, Nabi Muhammad, Rasulullah Saw, adalah Khaatamun-Nabiyyin, cap (yang mengesahkan), semua nabi. 
  3. Jemaat Ahmadiyah meyakini, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih al-Mau’ud (Al-Masih Yang Dijanjikan), yang kedatangannya telah dikabarghaibkan oleh Nabi Muhammad, Rasulullah  shalallahu ‘alaihi wa sallam, bukan sebagai nabi baru yang membawa agama baru dan kitab suci baru, seperti yang diisukan dan disangkakan.
Sepuluh syarat bai’at masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah juga memberikan petunjuk yang terang benderang:

  1. Apa yang dibawa, diajarkan, dan ditekankan Pendiri Jemaat Ahmadiyah, sebagaimana terangkum dalam sepuluh butir syarat-syarat bai’at masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah, seutuhnya adalah ajaran Islam, ajaran Nabi Muhammad Saw. 
  2. Butir ke-10: “akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al-Masih Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf (segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya.....”, bukan pengkultusan terhadap Pendiri Jemaat Ahmadiyah, tetapi itu merupakan bentuk ketaatan yang seharusnya ditunjukan seorang mukmin terhadap seorang Amir/Imam/Pemimpin, sepeninggal Nabi Muhammad Saw, sebagaimana Sabda Nabi Saw: “Aku berwasiat kepada kamu sekalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, mendengar dan tha’at, sekalipun yang memimpinmu seorang budak Habsyi....” .(52)
b. Shalat
Sebagaimana janji mereka saat menyatakan ikrar bai’at: “Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, Muhammad Saw, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat tahajjud, dan mengirim shalawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah Muhammad Saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan”,(53) seperti itulah warga Jemaat Ahmadiyah mengaplikasikan shalat, rukun Islam ke-2. 
Shalat adalah media komunikasi harian dengan Allah swt. Melalui shalat segala keluh kesah, harapan dan doa disampaikan kepada Allah swt. Shalat, seperti kata para sufi, dapat mengakibatkan Tazkiya-e-Nafs (pensucian jiwa). Karena itu Jemaat Ahmadiyah menjalankan shalat dengan penuh khusyuk dan tawaddu’. Shalat bukan hanya menjadi kewajiban, tetapi menjadi keperluan harian. 
Dalam Jemaat Ahmadiyah ada empat macam shalat: 1) shalat fardhu (shalat lima waktu), 2) shalat wajib (shalat Jumat dan shalat Iedul Fitri-Iedul Adha), 3) shalat sunnah (shalat tahiyatul masjid, shalat qabla-ba’da shalat fardhu), dan 4) shalat nafal (shalat tahajud, shalat dhuha, shalat tarawih, shalat tasbih, dll).
Shalat Jumat didalam Jemaat Ahmadiyah tidak hanya wajib bagi kaum pria tapi juga wajib bagi kaum wanita yang sedang tidak berhalangan. Karena itu, pada hari Jumat, masjid-masjid Jemaat Ahmadiyah, selalu dipadati kaum wanita untuk mengikuti dan mendirikan shalat jumat.
Dikalangan masyarakat non-Ahmadi berkembang anggapan, shalat sunnah dikerjakan dapat pahala, tidak dikerjakan tidak apa-apa. Dampak dari pemahaman ini, kalangan masyarakat non-Ahmadi lebih banyak yang tidak mengerjakan shalat sunnah daripada yang mengerjakannya. 
Jemaat Ahmadiyah beranggapan, shalat sunnah, dikerjakan dapat pahala, tidak dikerjakan dosa. Dampak dari pemahaman ini, semua jenis shalat: fardhu, wajib sunnah, dan nafal, di kalangan Jemaat Ahmadiyah, menjadi lebih hidup. Jemaat Ahmadiyah mendirikan shalat dengan penuh rasa ketakutan dan pemusatan pikiran, seakan-akan mereka melihat wajah Ilahi dihadapanya, atau merasa, mereka sedang dilihat oleh Tuhan-nya. []

c. Puasa
Puasa adalah ibadah yang dapat menimbulkan gelora api kecintaan kepada Allah dan kepada sesama manusia. Di dalam Al-Quran bulan puasa disebut bulan Ramadhan.(54)  Ramadhan artinya dua panas. Disebut bulan Ramadhan, karena: berpuasa di bulan itu menimbulkan panas disebabkan haus, membakar habis karat-karat dosa, menimbulkan dalam hati kehangatan cinta kepada Allah dan kepada sesama manusia.(55) Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as: Bulan puasa sangat baik untuk Tanwirul Qulub (penyinaran kalbu). Didalamnya banyak sekali terjadi mukasyafat (pemandangan-pemandangan kasyaf). Shalat mengakibatkan Tazkiya-e-Nafs (pensucian jiwa), sedangkan puasa mengakibatkan Tajalli-e-Qulub (pencerahan qalbu melalui mukasyafat).(56) Jika shalat dapat mengakibatkan Tazkiya-e-Nafs (pensucian jiwa-berhasil melampaui tahap dorongan-dorongan Nafsu Amarah), maka puasa dapat mengakibatkan Tajalli-e-Qulub (berhasil melampaui tahap Nafs Lawwamah dan memasuki tahap Nafs Mutmainnah, mencapai liqa, mendapat pencerahan qalbu melalui mukasyafah, mukallamah mukhatabah ilahiyah, ilham, dan wahyu). Pada tahap ini,  ia mendekati Allah, lalu Dia, Allah, pun kian dekat kepadanya, maka jadilah ia, seakan-akan, seutas tali dua buah busur, bahkan lebih dekat lagi, lalu Allah mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang diwahyukan-Nya.(57)  Keberhasilan melampaui tahap Nafs Lawwamah dan memasuki tahap Nafs Mutmainnah ini,  di dalam Al-Quran disebut Lailaul Qadar (malam takdir), yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan.(58)
Bagitu agungnya bulan Ramadhan, sehingga kepada para pengikutnya, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah pun berpesan: “Jalanilah hari-hari puasamu karena Allah dengan penuh ketulusan”.(59) Terdorong keinginan mencapai tahap Tajalli-e-Qulub (berhasil melampaui tahap Nafs Lawwamah dan memasuki tahap Nafs Mutmainnah, mencapai liqa, mendapat pencerahan qalbu melalui mukasyafah, mukallamah mukhatabah ilahiyah, ilham, dan wahyu), dan menjalankan pesan Sang Imam, maka Jemaat Ahmadiyah menjalani hari-hari puasa dengan imanan dan ihtisaban, dengan penuh kesungguhan dan ketulusan. 
Jemaat Ahmadiyah tidak pernah meributkan kapan tanggal satu Ramadhan atau satu Syawal. Jemaat Ahmadiyah memasuki satu Ramadhan atau satu Syawal selalu mengikuti keputusan Pemerintah.  Sama atau beda satu Ramadhan atau satu Syawal-nya dengan pemerintah, bagi Jemaat Ahmadiyah tidak penting. Yang penting adalah berpuasa dan meraih karunia puasa sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya,  yakni mencapai tahap Tajalli-e-Qulub (berhasil melampaui tahap Nafs Lawwamah dan memasuki tahap Nafs Mutmainnah, mencapai liqa, mendapat pencerahan qalbu melalui mukasyafah, mukallamah mukhatabah ilahiyah, ilham, dan wahyu).[]

d. Zakat
Di dalam Al-Quran perintah mendirikan shalat selalu dirangkai dengan perintah membayar zakat: “Dan, dirikanlah shalat dan bayarlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk”. (60) Dikatakan juga, orang-orang yang tidak membayar zakat mereka itu termasuk orang-orang yang ingkar kepada akhirat.(61) Zakat bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan diri dan harta, (62) mengentaskan kemiskinan,(63) menumbuhkan solidaritas terhadap golongan masyarakat yang keadaan ekonominya kurang beruntung, dan mencegah penimbunan uang dan bahan-bahan keperluan, menjamin kelancaran perputaran kedua-duanya, sehingga tercipta keseimbangan ekonomi yang sehat.(64)
Dirangkainya perintah shalat dengan zakat mengindikasikan, hubungan vertikal dengan Allah (hablum-minallah), dan hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablum-minannas), harus selalu sejalan beriringan. Atau, bisa juga bermakna, menarik perhatian langit dengan shalat saja tampaknya tidak cukup. Perlu dibarengi dengan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial kepada sesama. 
Karena begitu eratnya hubungan shalat dengan zakat, maka seperti halnya shalat, zakat pun senantiasa dihidupkan dan ditunaikan oleh Jemaat Ahmadiyah. Dalam Jemaat Ahmadiyah, zakat - pembayaran dan penggunaannya, berada dibawah pengawasan langsung Khalifatul Masih, Imam Jemaat Ahmadiyah. Hal ini sesuai dengan urgensinya, dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw, dan para khulafaur-rasyidin.
Bahkan, tidak hanya zakat, infaq yang bertujuan untuk jihad fi sabilillah,(65)  juga ditunaikan Jemaat Ahmadiyah. Infaq – sesuai dengan petunjuk Al-Quran, wajib dibayarkan setiap bulan bagi mereka yang berpenghasilan bulanan atau setiap musim bagi mereka yang berpenghasilan musiman.(66) Besarnya mulai dari 1/16, 1/10, 1/5, hingga 1/3. Infaq dihimpun Jemaat Ahmadiyah untuk keperluan jihad fi sabilillah, yakni menyebarluaskan kebenaran-dakwah Islam diseluruh penjuru dunia. Dari dana infaq inilah Jemaat Ahmadiyah memiliki dana dan menjadi organisasi Islam yang mandiri, bukan dibantu Inggris seperti yang diisukan.[]

e. Haji
Ibadah haji adalah rukun Islam ke-5. Al-Quran mengatakan: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah  karena Allah. Tetapi  jika kamu terhalang,  maka sembelihlah hewan  yang mudah di dapat, dan janganlah mencukur kepalamu sebelum hewan kurban sampai ke tempat penyembelihannya. Dan, barangsiapa di antaramu sakit atau ada gangguan sakit di kepala, maka ia harus membayar fidyah dengan puasa, atau sedekah atau kurban. Lalu apabila kamu telah aman, barangsiapa mengambil faedah mengerjakan umrah bersama-sama  dengan ibadah haji, hendaklah ia berkurban dengan yang mudah didapat. Dan barangsiapa yang tidak mendapatkannya, hendaklah ia berpuasa tiga hari di musim haji, dan tujuh hari setelah kamu kembali. Inilah sepuluh hari yang sempurna.  Yang  demikian itu bagi  orang  yang keluarganya tidak tinggal dekat Masjidilharam.  Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah keras dalam menghukum”.(67) 
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, berkata: “Barangsiapa telah memenuhi syarat untuk menunaikan ibadah haji, dan tidak ada yang menghalangi, hendaklah ia menunaikan ibadah haji”.(68)
Pemerintah Arab Saudi melarang Jemaat Ahmadiyah menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Alasannya,  Ahmadiyah bukan Islam, karena itu Ahmadiyah haram memasuki tanah suci.(69)  
Pemprov Jabar via Kementerian Agama Jabar mengikuti kebijakan Pemerintah Saudi itu. Kemenag Jabar mensyaratkan, bagi pendaftar calon jamaah haji reguler  mereka diwajibkan melampirkan surat keterangan yang menyatakan bukan Jemaat Ahmadiyah. Ketentuan tersebut dimuat di banner-banner yang dipasang di Kantor Kementerian Agama Kota Tasikmalaya dan di Kantor-kantor KUA Kota/Kab. Tasikmalaya. Bank-Bank penerima dana ONH juga diberikan warning agar tidak menerima dana ONH bagi pendaftar yang tidak melampirkan surat keterangan yang menyatakan bukan Jemaat Ahmadiyah. Bank Syari’ah Mandiri Kota Tasikmalaya bahkan menerbitkan selebaran yang memuat ketentuan Kemenag Kota Tasikmalaya tersebut.(70) Kemenag Jabar rupanya lupa, Indonesia adalah Negara yang merdeka dan berdaulat, berdiri diatas kaki sendiri, tidak seharusnya tunduk patuh pada kebijakan asing. Kemenag Jabar juga rupanya lupa, seharusnya membela hak-hak warga negaranya jika ada hak-hak warga negaranya yang terganggu. Alih-alih membela hak-hak warga negaranya, Kemenag Jabar malah mengekor dan tunduk pada kebijakan asing. 
Bagi yang bukan Ahmadiyah melampirkan surat keterangan yang menyatakan bukan Jemaat Ahmadiyah, tentu bukan masalah. Tetapi, bagi Jemaat Ahmadiyah, syarat tersebut merupakan problem, menyangkut masalah prinsip: hak berkeyakinan, hak yang paling asasi, yang sejatinya dijamin oleh konstitusi.
Namun, Walaupun Pemerintah Arab Saudi melarang Jemaat Ahmadiyah berhaji ke tanah suci, Kemenag Jabar juga memberikan batasan-batasan, warga Jemaat Ahmadiyah tetap berusaha menjalankan ibadah haji ke tanah suci. Ada kasus, Jemaat Ahmadiyah, sudah masuk asrama haji, diketahui Ahmadiyah, lalu dipulangkan, tidak jadi berangkat ke tanah suci. Tetapi, tak terbilang juga warga Jemaat Ahmadiyah – termasuk Amir Nasional dan Rais-ut-Tabligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia, dapat menjalankan ibadah haji ke tanah suci. Tahun 2008, saya sendiri berangkat ke tanah suci menjalankan ibadah haji. Dari berangkat, sampai di tanah suci, menjalani rukun dan wajib haji: thawaf, sya’i, wukuf, lempar jumrah, dll, hingga kembali lagi ke tanah air, lancar aman, tidak ada suatu gangguan apa pun. Tidak ada yang bertanya kamu mazhab apa, aliran apa, semua menjalankan ibadah – bahkan jika saya lihat, sesuai dengan faham mazhabnya masing-masing. Dan satu sama lain tidak ada yang saling menegur kenapa begitu. Berikut sertifikat haji atas nama saya sendiri, sekedar sebagai bukti, saya orang Ahmadiyah berhaji ke tanah suci. []

Ahmadiyah: 100% Islam
Dari uraian diatas, mulai dari aspek nama  – yang mereferensi kepada nama lain Nabi Muhammad Saw: Ahmad, sumber ajaran – yang seutuhnya berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw, akidah dan syari’ah – yang berlandaskan pada akidah enam rukun iman dan lima rukun Islam, hingga implementasi enam rukun iman dan lima rukun Islam, dapat dipastikan Ahmadiyah adalah 100% Islam.
Jika ada perbedaan, hanya terletak pada:

  1. Umat Islam umumnya (khususnya ahli sunnah wal jamaah), meyakini, sepeninggal Nabi Muhammad Saw, Islam dipimpin Khulafa al-Rasyidin – Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra, dan Ali ra, dilanjut para Imam Mazhab -  Imam Hanafi, Imam Syafie, Imam Maliki dan Imam Hambali. Jemaat Ahmadiyah meyakini, sepeninggal Nabi Muhammad Saw, Islam dipimpin Khulafa al-Rasyidin – Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra, dan Ali ra, dilanjut para Mujaddid yang tampil pada setiap permulaan abad hingga kehadiran Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud (Al-Masih Yang Dijanjikan) kedatangannya oleh Baginda Nabi Muhammad Saw.
  2. Umat Islam umumnya (khususnya ahli sunnah wal jamaah), meyakini, pada setiap permulaan abad, Allah akan membangkitkan seorang Mujaddid. Tetapi, hanya sebatas meyakini, tidak mengikuti. Jemaat Ahmadiyah meyakini dan mengikuti. Mujadid abad XIV H, dalam keyakinan Ahmadiyah, adalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah.
  3. Umat Islam umumnya (khususnya ahli sunnah wal jamaah), meyakini, Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud, akan datang pada akhir zaman, tetapi belum datang, masih menunggu kedatangannya. Jemaat Ahmadiyah meyakini,  Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud telah datang dalam sosok pribadi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah.[]

Ahmadiyah: Persamaan dan Perbedaan Mengenai Kedatangan Imam Mahdi dan Nabi Isa as di Akhir Zaman
Selisih pemahaman mengenai waktu kedatangan dan sosok Imam Mahdi dan Al-Masih al-Mau’ud antara Ahmadiyah dan Umat Islam lain umumnya, bisa dimaklum, sebab latar pemahamannya juga sudah berbeda.

  1. Umat Islam umumnya memahami, saat ini belum akhir zaman. Jemaat Ahmadiyah memahami,  saat ini sudah akhir zaman. 
  2. Umat Islam umumnya memahami, Al-Masih al-Mau’ud yang dijanjikan akan datang adalah Al-Masih Isa ibnu Maryam yang dahulu yang pernah diutus Allah kepada Bani Israil yang diyakini masih hidup di langit dan kelak akan turun pada akhir zaman. Jemaat Ahmadiyah memahami, Al-Masih al-Mau’ud yang dijanjikan akan datang bukan Al-Masih Isa ibnu Maryam yang dahulu yang pernah diutus Allah kepada Bani Israil. Al-Masih Isa ibnu Maryam yang dahulu tidak diangkat dan tidak hidup di langit melainkan sudah wafat dalam usia 120 tahun, dan berkubur di Desa Kanyar, Srinagar, Kasmir, India.  Al-Masih Isa ibnu Maryam yang dahulu tidak bisa dan tidak boleh datang, sebab selain sudah wafat, jika datang, ia akan merusak segel Khaatamun-Nabiyyin Nabi Muhammad Saw. Al-Masih Isa ibnu Maryam yang diyakini Ahmadiyah akan datang ialah Isa ibnu Maryam yang oleh Nabi Muhammad Saw. dikatakan: fii kum, wa imaamukum minkum – di dalam lingkungan kamu (umat Islam), akan menjadi imam kamu (umat Islam), dan dari antara kamu (umat Islam),(71) yakni, Isa ibnu Maryam ummati nabi Muhammad Saw,  yang juga disebut Isa ibnu Maryam matsalan,(72)  yang seutuhnya menjadi hamba dan berpedoman teguh serta hanya melaksanakan syari’at Nabi Muhammad Saw. (Al-Qur’an). Sebab, sesudah Nabi Muhammad Saw, hanya ummati Nabi Muhammad Saw-lah, yang bisa dan boleh tampil mengemban risalah Nabi Muhammad Saw. (Islam-Al-Quran).(73) Ia disebut Isa ibnu Maryam, karena ia mencapai derajat Isa ibnu Maryam, memiliki spirit Nabi Isa ibnu Maryam as, sehingga ia menjadi dhil – bayangan, Nabi Isa ibnu Maryam as, dan menyandang gelar Isa ibnu Maryam.(74) 
  3. Umat Islam umumnya  memahami, Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud, adalah dua sosok yang berbeda: Imam Mahdi lain, Isa ibnu Maryam lain. Jemaat Ahmadiyah memahami, Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud, adalah satu orang yang sama seperti disabdakan Nabi Muhammad Saw: Laa Mahdiya illa Isa – tiada Mahdi kecuali Isa.(75) 
  4. Umat Islam umumnya memahami, Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud yang dijanjikan akan datang adalah nama orang. Jemaat Ahmadiyah meyakini Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud, adalah nama jabatan atau gelar yang disandang oleh seseorang.
Walaupun ada selisih pemahaman mengenai waktu kedatangan dan person Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud, namun satu hal yang pasti, Ahmadiyah dan Umat Islam lain umumnya, mempunyai akar kepercayaan yang sama: sama-sama meyakini Imam Mahdi dan Al-Masih Isa ibnu Maryam akan datang pada akhir zaman.
Berikut keyakinan umat Islam umumnya berkenaan dengan kedatangan Imam Mahdi dan Al-Masih al-Mau’ud:
Adapun mengingkari sama sekali kedatangan Mahdi yang dijanjikan, sebagaimana  anggapan sementara golongan mutaakhirin adalah pendapat yang salah. Karena Hadits-hadits tentang kedatangannya di akhir zaman dan tentang ia akan mengisi bumi ini dengan keadilan dan kejujuran, karena telah penuh kezaliman, adalah mutawatir dari segi isi dan artinya dan terdapat dalam jumlah banyak”.(76)   
“Beriman kepada datangnya Imam Mahdi itu wajib, sebagaimana telah dibenarkan oleh para Ulama dan telah dijelaskan dalam aqidah-aqidah Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah dan juga diakui oleh Ahlusy-Syi’ah”.(77)   
Soal: Bagaimana pendapat muktamar tentang Nabi Isa as., setelah turun kembali ke dunia. Apakah tetap sebagai Nabi dan Rasul? Padahal Nabi Muhammad SAW, adalah Nabi terakhir? Dan apakah mazhab empat itu akan tetap ada pada waktu itu? 
Jawab: ”Kita wajib berkeyakinan bahwa Nabi Isa as, itu akan diturunkan kembali pada akhir zaman nanti sebagai Nabi dan Rasul yang melaksanakan syariat Nabi Muhammad Saw, dan hal itu, tidak berarti menghalangi Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir, sebab Nabi Isa as, hanya akan melaksanakan syariat Nabi Muhammad Saw.  Sedangkan mazhab empat pada waktu itu hapus (tidak berlaku)”.(78)   
“Tentang kedatangan tuan Yezuz kedoenia kembali, memang rata-rata kaum Moeslimin mempertjayainya. Hal kepertjayaan Moeslimin tentang kedatangan Yezuz ke dunia lagi itoe demikianlah : Sungguh Baginda Nabi Isa (Yezuz Kristus), itu akan toeroen ke doenia lagi pada akhir zaman dan beliau itu akan menghoekoemi dengan syari’at Nabi Moehammad SAW., tidak dengan syari’atnya; karena syari’at Yezuz itoe, telah terhapoes sebab soedah lalunya waktoe jang sesoeai oentoek mendjalankannya. Maka kedatangan Yezuz itoe nanti menjadi sebagai khalifah ataoe pengganti Nabi kita, di dalam menjalankan syri’at Beginda Nabi SAW., pada ini oemat”.(79) 
Beda memahami waktu kedatangan, dan beda memahami person Imam Mahdi-Al-Masih al-Mau’ud, tidak seharusnya di vonis bukan Islam, sesat menyesatkan, dan orang yang mengikutinya murtad keluar dari Islam.(80) Selama Ahmadiyah berakidah sesuai dengan akidah enam rukun Iman dan beribadah sesuai dengan lima rukun Islam, maka ia adalah mukmin dan muslim sebagaimana di definisikan Nabi Muhammad Saw.
Beliau bahkan memberikan definisi lebih sederhana lagi: “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, menganut kiblat kita (ka’bah), shalat sebagaimana shalat kita, dan memakan daging sembelihan sebagaimana sembelihan kita, maka dialah orang Islam. Ia mempunyai hak sebagaimana orang-orang Islam lainnya. Dan ia mempunyai kewajiban sebagaimana orang Islam lainnya”.(81)  []

Ahmadiyah: Keyakinan Kepada  Nabi Muhammad Sebagai Khaatamun-Nabiyyin
Jika standar Islam adalah keyakinan: Allah itu Esa dan Muhammad adalah Nabi terakhir (Khaatamun-Nabiyiin) – seperti di definisikan para ulama tanah air belakangan ini, Jemaat Ahmadiyah tetap 100% Islam, sebab Jemaat Ahmadiyah juga meyakini dengan teguh: Allah itu Esa, dan Nabi Muhammad Saw, adalah Khaatamun-Nabiyyiin. 
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as: 
“Inti dari kepercayaan kami ialah: Laa Ilaaha Illallaahu, Muhammadur-Rasulullaahu (Tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Kepercayaan kami yang menjadi pergantungan dalam hidup ini, dan yang pada-Nya kami, dengan rahmat dan karunia Allah, berpegang sampai saat terakhir dari hayat kami di bumi ini, ialah bahwa junjungan dan penghulu kami, Nabi Muhammad SAW., adalah Khaataman-Nabiyyin dan Khairul Mursalin, yang termulia dari antara nabi-nabi. Di tangan beliau hukum syari’at telah disempurnakan. Karunia yang sempurna ini pada waktu sekarang adalah satu-satunya penuntun ke jalan yang lurus dan satu-satunya sarana untuk mencapai “kesatuan” dengan Tuhan Yang Maha Kuasa”.(82) 
“Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya kami beriman kepada Allah sebagai Tuhan, dan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang nabi, serta kami beriman, beliau adalah “Khaataman-nabiyyin”.(83)  
“Dengan sungguh-sungguh saya percaya bahwa Nabi Muhammad Saw, adalah Khaatamul Anbiya. Seorang yang tidak percaya pada Khatamun Nubuwwah beliau (Rasulullah Saw), adalah orang yang tidak beriman dan berada diluar lingkungan Islam”.(84)   
Yang mengatakan Ahmadiyah tidak meyakini Nabi Muhammad Saw, sebagai Khaatamun-Nabiyyin hingga memvonis Ahmadyah sebagai bukan Islam, sesat dan menyesatkan, dan orang yang mengikutinya murtad (keluar dari Islam), adalah mengada-ada dan fitnah, dan tidak paham Ahmadiyah.[]

Ahmadiyah: Potensi Kenabian Tasyri’-Ghair Tasyri’ Mustaqil Telah Berakhir
Ahmadiyah meyakini, karena Nabi Muhammad Saw, adalah Khãtamun-Nabiyyîn, maka potensi kenabian tasyri’-ghairi tasyri’ mustaqil (nabi haqiqi), telah berakhir pada diri Baginda Nabi Muhammad Saw. Sesudah beliau, nabi yang membawa syari’at ataupun nabi yang tidak membawa syari’at dan berdiri sendiri – tasyri-ghairi tasyri’ mustaqil (nabi haqiqi), nabi lama – seperti nabi Isa yang diyakini akan datang pada akhir zaman, atau pun nabi baru – nabi yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru, tidak ada lagi, tidak bisa dan tidak boleh datang, sebab kalau datang, akan merusak segel Khãtamun-Nabiyyîn Nabi Muhammad Saw.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as: 
“Saya dengan sangat yakin dan dengan pendakwaan mengatakan bahwa potensi-potensi nubuwwat/kenabian telah berakhir pada wujud Rasulullah Saw. Orang yang menegakkan suatu silsilah baru menentang beliau Saw. dan yang memisahkan diri dari kenabian beliau Saw. lalu memaparkan suatu kebenaran dan meninggalkan mata air kenabian itu, adalah pendusta dan penipu. Saya katakan dengan sejelas-jelasnya bahwa terkutuklah orang yang meyakini orang lain diluar Rasulullah Saw. sebagai nabi sesudah beliau Saw. dan yang merubuhkan Khaatamun-Nubuwwat beliau Saw. Itulah sebabnya sesudah Rasulullah Saw. tidak bisa datang lagi nabi yang tidak memiliki cap/stempel kenabian Nabi Muhammad Saw”.(85)   
“Untuk itu, hal ini telah ditetapkan hingga hari Kiamat, bahwa seseorang yang tidak membuktikan kedudukannya sebagai ummati, melalui sikap mengikuti secara hakiki dan tidak menjadikan segenap wujudnya mabuk dalam mengikuti beliau Saw, orang seperti itu sampai hari Kiamat tidak akan dapat memperoleh suatu wahyu sempurna dan tidak pula dia dapat menjadi mulham kamil (penerima ilham sempurna). Sebab, kenabian mustaqil, telah berakhir pada wujud Rasulullah Saw”.(86)  

“..........Untuk sampai kepada-Nya, semua pintu tertutup, kecuali sebuah pintu yang dibukakan oleh Quran Majid. Dan semua kenabian dan semua Kitab-kitab yang terdahulu tidak perlu lagi diikuti, sebab kenabian Muhammadiyah mengandung dan meliputi kesemuanya itu. Selain ini, semua jalan tertutup. Semua jalan yang sampai kepada Tuhan terdapat didalamnya. Sesudahnya tidak akan datang kebenaran baru, dan tidak pula sebelumnya ada suatu kebenaran yang tidak terdapat didalamnya.  Sebab itu, diatas kenabian ini habislah semua kenabian. Memang, sudah sepantasnya demikian, sebab sesuatu yang ada permulaannya, tentu ada pula kesudahanya”.(87)  
“Dan hakikat yang sebenarnya, saya berikan kesaksian sepenuhnya, Nabi kita, Muhammad Saw, adalah Khaatamul Anbiyaa dan sesudah beliau Saw, tidak ada lagi nabi yang datang, baik nabi lama maupun nabi baru”.(88)  []

Ahmadiyah: Kenabian Yang Mungkin Datang Adalah Kenabian Ummaty-Dhilly-Buruzy
Diatas telah dijelaskan, karena Nabi Muhammad Saw adalah Khãtamun-Nabiyyîn, maka kenabian tasyri’-ghair tasyri’ mustaqil (nabi haqiqi), telah berakhir, pintunya telah tertutup dan tidak akan ada lagi.
Nabi lama – seperti nabi Isa yang diyakini akan datang pada akhir zaman, juga  nabi baru – nabi yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru, pintunya telah tertutup, tidak ada lagi, tidak bisa dan tidak boleh datang. Sebab, jika datang, ia akan merusak segel Khãtamun-Nabiyyîn Nabi Muhammad Saw.
Jika sepeninggal Nabi Muhammad Saw, harus ada nabi, maka kenabian yang bisa dan boleh dicapai adalah kenabian ghair tasyri’-ghair mustaqil (nabi dhilly), yaitu nabi yang tidak membawa syari’at dan tidak berdiri sendiri, nabi yang menjadi nabi semata-mata karena mengikut nabi (fanaa fir-Rasul Saw), nabi yang menjadi bayangan dari Nabi Muhammad Saw. Bentuk kenabian seperti ini dalam istilah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, disebut nabi ummaty, nabi dhilly,dan nabi buruzy.
Kenabian ghair tasyri’-ghair mustaqil (nabi ummaty, dhilly buruzy), bisa dicapai tetapi harus melalui dan di dalam Nabi Muhammad Saw, melalui pintu penyerahan, pintu fana seluruhnya kepada Nabi Muhammad Saw, melalui jendela sirat siddiqi atau jendela fana fir Rasul Saw. melalui pintu ittiba’i, Nabi Saw. 
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as:
“Lembaga Kenabian telah tertutup, kecuali melalui dan di dalam Nabi Muhammad Saw., Nabi pembawa syari’at tidak mungkin lagi datang. Seorang Nabi tanpa syari’at baru bisa datang, tetapi lebih dulu ia harus seorang ummati, yakni seorang pengikut Nabi Muhammad Saw”. (89) 
“Semua pintu kenabian telah tertutup kecuali pintu penyerahan seluruhnya kepada Nabi Muhammad Saw, dan pintu fana seluruhnya kedalam beliau”.(90)
“Sesudah Nabi Muhammad Saw, tidak boleh lagi mengenakan istilah Nabi kepada seseorang, kecuali bila ia lebih dahulu menjadi seorang ummati dan pengikut dari Nabi Muhammad Saw”.(91) 

“Setelah Rasulullah Saw, segenap pintu kabar ghaib telah ditutup. Dan tidak mungkin sekarang ada orang Hindu, atau Yahudi, atau Kristen, atau orang Muslim yang tidak sejati dapat membuktikan kata nabi bagi dirinya. Segenap jendela nubuwat (kenabian) telah ditutup”.(92) 
“Namun, ada satu jendela sirat siddiqi yang terbuka, yakni jendela Fana fir Rasul SAW, (mabuk dalam kecintaan kepada Rasulullah SAW). Jadi, seseorang yang memuji Allah lewat jendela ini, maka kepadanya dipakaikan jubah kenabian itu secara bayangan, yakni jubah kenabian Muhamad SAW. Oleh karena itu kedudukan orang itu sebagai nabi bukanlah sesuatu yang harus dikecam. Sebab kenabian tersebut dia peroleh bukan karena dirinya sendiri, melainkan dia peroleh dari mata air nabi-nya. Dan itu bukan untuk dirinya, melainkan untuk keperkasaan Nabi SAW, itu juga. Itulah sebabnya di Langit orang itu dinamakan Muhammad dan Ahmad. Artinya, kenabian Muhammad SAW, itu akhirnya hanya diraih oleh Muhammad juga, Walaupun dalam bentuk bayangan, dan tidak diraih oleh orang lain”.(93) 
“Sekarang pangkat kenabian hanya dapat diraih oleh orang yang didalam amal perbuatannya terdapat stempel ittiba’ Nabawi Saw, (mengikuti Rasulullah Saw). Dan, dengan demikian, orang itu merupakan putra Rasulullah Saw, serta merupakan ahli-waris Beliau Saw”.(94) []

Ahmadiyah: Kedudukan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as dalam Keyakinan Jemaat Ahmadiyah
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Islam  Ahmadiyah, dalam keyakinan Jemaat Ahmadiyah, bukan nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, kalimah syahadat baru, seperti yang selama ini diisukan, disangkakan, dan dipropagandakan beberapa kalangan umat Islam non-Ahmadiyah.(95) 
Jemaat Ahmadiyah meyakini, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah sufi besar abad XIV. Beliau adalah orang yang fana fillah – larut tenggelam dalam kecintaan kepada Allah, dan fana fir-Rasul Saw – larut tenggelam dalam kecintaan kepada Rasulullah Muhammad Saw.
Ke-fana-annya kepada Allah Swt, dan ke-fana-annya kepada Rasulullah Saw, telah memungkinkan beliau mendapat kehormatan diberi amanat sebagai Mujaddid Abad XIV H, sebagai Imam Mahdi, dan sebagai manifestasi Isa ibnu Maryam Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Nabi Muhammad Saw, (Masih Mau’ud), yang kedatangannya telah dikabar-ghaibkan oleh Nabi Muhammad Saw, dan ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam – sunni atau pun syi’ah.(96)   
Ke-fana-annya yang begitu rupa kepada Allah swt, dan kepada Rasulullah Saw,  tidak ada lagi hijab yang membatasi, telah memungkinkan beliau – sesuai dengan janji-Nya: Wa may-yuti’ilãha war-rasûla fa ulãika ma’al-ladzîna an’amallãhu ‘alaihim minan-nabiyîna wa shiddiqîna wa syuhadâ-i wa-shâlihîna wa hasuna ulâika rafîqa. Dzâlikal fadhlu minallâhi wa kafâ billâhi ‘alîma (An-Nisa, 4:70-71), mencapai maqam-maqam rohani tertinggi: sebagai putra rohani, sebagai pewaris haqiqi Nabi Muhammad Saw, sebagai: ummaty – pengikut sejati, dhilly - bayangan, buruzy - cerminan, madhar kamil Muhammad – penampakan sempurna Nabi Muhammad Saw, sebagai manifestasi kedatangan kedua kali Nabi Muhammad Saw,(97) dan mendapat kehormatan mengenakan  jubah kenabian Nabi Muhammad Saw, serta banyak mendapat anugerah pengalaman spiritual: mukallamah mukhathabah Ilahiyah.
Sebagai Mujaddid, sebagai Imam Mahdi, sebagai manifestasi Isa ibnu Maryam Yang Dijanjikan (Masih Mau’ud as), sebagai putra rohani dan pewaris haqiqi Nabi Muhammad Saw, sebagai ummaty, sebagai dhilly, sebagai buruzy, sebagai madhar kamil Nabi Muhammad Saw, sebagai manifestasi kedatangan kedua kali Nabi Muhammad Saw, dan sebagai orang yang mendapat kehormatan mengenakan jubah kenabian Nabi Muhammad Saw, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, seutuhnya dan sepenuhnya mengimani Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai Agama, Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya,  dan seutuhnya berpedoman kepada, serta melaksanakan Al-Quran, dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. 
Sebagai Mujaddid, Imam Mahdi, Masih Mau’ud, sebagai putra rohani dan pewaris haqiqi Nabi Muhammad Saw, sebagai ummaty, dhilly, buruzy, sebagai madhar kamil Nabi Muhammad Saw, sebagai manifestasi kedatangan kedua kali Nabi Muhammad Saw,  dan sebagai orang yang mendapat kehormatan mengenakan jubah kenabian Nabi Muhammad Saw, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, hanya mengusung Islam yang diusung Nabi Muhammad Saw, yaitu: Islam yang santun, Islam yang toleran, Islam yang damai, Islam rahmatal-lil’âlamîn – Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh umat di seluruh alam. (98) [] 

Ahmadiyah: Bentuk Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as
Diatas telah dijelaskan, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as,  adalah sufi besar abad XIV, orang yang fana fillah dan fana fir-Rasul Saw. Ke-fana-annya kepada Nabi Muhammad Saw, telah memungkinkan beliau mendapat amanat sebagai Mujaddid, Imam Mahdi, dan manifestasi Isa ibnu Maryam Yang Dijanjikan (Masih Mau’ud), dan mencapai maqam-maqam rohani tertinggi: sebagai putra rohani, sebagai pewaris haqiqi Nabi Muhammad Saw, sebagai: ummaty – pengikut sejati, dhilly - bayangan, buruzy - cerminan, madhar kamil Muhammad – penampakan sempurna Nabi Muhammad Saw, sebagai manifestasi kedatangan kedua kali Nabi Muhammad Saw, dan mendapat kehormatan mengenakan  jubah kenabian Nabi Muhammad Saw, serta banyak mendapat anugerah pengalaman spiritual: mukallamah mukhathabah Ilahiyah.
Jubah kenabian yang dikenakan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah jubah kenabian Nabi Muhammad Saw. Karena itu, jika dalam berbagai tulisannya beliau mengemukakan diri sebagai nabi, kenabian yang beliau maksud, bukan kenabian mustaqil  (nabi haqiqi) - berdiri sendiri, terpisah dari Islam dan Nabi Muhammad Saw, melainkan kenabian ghairi tasyri-ghairi mustaqil  (nabi dhilly) – tidak membawa syari’at, tidak berdiri sendiri, tidak terpisahkan dari kenabian Nabi Muhammad Saw. 
Kenabian  Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah kenabian yang dicapai melalui dan didalam Nabi Muhammad Saw, melalui shirat-i-shiddiqi - jalan shiddiqiya, melalui jendela fana fir-Rasul Saw - meleburkan diri secara sempurna dengan penuh kecintaan kepada Rasulullah Saw.(99)   Diriku sendiri tidak ada. Diriku telah diliputi Nabi Muhammad Saw. Itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan Ahmad”, kata beliau dalam Ek Ghalati Ka Izalah, salah satu buku karya tulisnya, terbit pada 1901. (100)
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, tidak pernah memproklamirkan diri sebagai nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. 
Dan, Jemaat Ahmadiyah, juga tidak pernah meyakini Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, sebagai nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. 
Jemaat Ahmadiyah meyakini dengan teguh, karena Nabi Muhammad Saw adalah Khaatamun-Nabiyyin, maka sesudah Nabi Muhammad Saw. tidak akan ada lagi nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. 
Sungguh, sangat keliru, dan salah sama sekali, jika ada yang mengatakan beliau adalah nabi baru ke-26, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. Mereka yang mengatakan, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru, tidak paham  Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan tidak paham Ahmadiyah. 
Bagi Ahmadiyah, meyakini ada lagi nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, kalimah syahadat baru, adalah sebuah kekufuran yang sekufur-kufurnya dan kesesatan yang sesat-sesatnya serta menyimpang dari pokok ajaran Islam. Keyakinan Ahmadiyah ini final dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.[]

Ahmadiyah: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Menolak Disebut Nabi Yang Membawa Agama dan Syariat, Berdiri Sendiri, Terpisah Dari Islam. 
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Ahmadiyah, menolak disebut nabi yang membawa agama dan syariat, nabi yang berdiri sendiri (mustaqil) – terpisah dari Islam dan Rasulullah Saw.
Hadhrat Ahmad bersabda : 
“Tuduhan yang dilemparkan kepada saya ialah bahwa bentuk kenabian yang saya akui buat diri saya menyebabkan saya keluar dari Islam. Dengan perkataan lain saya dituduh mempercayai bahwa saya adalah nabi yang berdiri sendiri, seorang nabi yang tak perlu mengikuti Al-Quran Suci, dan bahwa kalimah saya lain dan qiblat saya berubah. Juga saya disangkakan menghapus syari’at dan memutuskan tali kesetiaan kepada Nabi Muhammad Saw. Tuduhan itu sama sekali palsu. Sesuatu pengakuan kenabian seperti itu adalah kufur; ini jelas. Bukan hanya kini, tetapi dari sejak permulaan sekali, saya selalu mengemukakan dalam buku-buku saya, bahwa saya tidak mengakui kenabian seperti itu untuk saya. Itu sama sekali adalah tuduhan kosong dan suatu cercaan terhadap saya. Keadaan sebenarnya hanyalah ini: Bila saya menyebutkan diri saya seorang nabi, saya maksudkan hanya bahwa Allah swt, berbicara dengan saya dan Dia bercakap-cakap dengan saya dan menerima pengabdian saya, dan mewahyukan kepada saya hal-hal ghaib, dan membukakan kepada saya rahasia-rahasia yang berhubungan dengan masa datang dan yang tidak akan Dia bukakan kepada seseorang yang tidak Dia cintai dan dekat kepada-Nya. Sesungguhnya, Dia mengangkat saya sebagai nabi, dalam arti itu”.(101) []

Ahmadiyah: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Menentang Kehadiran Nabi Baru 
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, sangat menentang dan menolak kehadiran nabi baru, yang membawa agama baru, syari’at baru, mustaqil – independen, berdiri sendiri, terpisah dari Islam dan Nabi Muhammad Saw, yang dalam istilah lain beliau disebut: nabi hakiki
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as:
“Akidah kami adalah, seseorang yang mendakwakan kenabian secara hakiki dan melepaskan dirinya dari karunia/berkat-berkat Rasulullah SAW, serta memisahkan diri dari mata air suci itu, lalu dia ingin secara langsung menjadi nabi Allah, berarti dia itu sesat dan tidak beragama. 
Dan orang seperti itu akan membuat suatu kalimat syahadat tersendiri dan akan menciptakan cara baru dalam peribadatan serta akan mengadakan perubahan dalam hukum-hukum. 
Jadi, tidak disangsikan lagi, dia adalah saudara bagi Musailamah Kadzzab.
Dan, tidak diragukan lagi sedikitpun mengenai kekafirannya. 
Mengenai orang bejad seperti itu bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa dia mempercayai Quran Syarif”.(102)  
“Barangsiapa berkata sesudah Rasulullah SAW., bahwa ‘Aku adalah nabi dan rasul dalam makna hakiki’, sedangkan dia berdusta dan dia meninggalkan Al-Quran serta hukum-hukum Syari’at yang mulia (Al-Quran), berarti dia kafir dan pendusta”.(103) []

Ahmadiyah: Teologi Kenabian Ahmadiyah
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, mengemukakan sebuah teologi kenabian yang sebelumnya belum pernah dikemukakan para ulama Islam pada umumnya. Menurut beliau, Nabi terdiri dari dua macam, yakni: nabi tasyri’ dan nabi ghairi tasyri’.(104)  Menurut beliau lagi, nabi tasyri’ mempunyai satu corak, yaitu: mustaqil. Sedangkan nabi ghairi tasyri’, mempunyai dua corak, yaitu: mustaqil dan ghairi mustaqil. (105) 
Nabi tasyri’ dan nabi ghairi tasyri mustaqil, dalam istilah lain Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, disebut nabi haqiqi
Sedangkan nabi ghairi tasyri ghairi mustaqil dalam istilah lain Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, disebut nabi ummaty, nabi dhilly, nabi buruzy
Disebut nabi ghaiiri tasyri’-ghairi mustaqil, karena ia tidak membawa syariat dan tidak berdiri sendiri, menjadi nabi semata-mata karena mengikut, karena ketaatan kepada nabi (dalam hal ini Nabi Muhammad Saw). 
Disebut Nabi  Ummaty, Nabi Dhilly, Nabi Buruzy, karena kepengikutan, ketaatan, kefanaannya yang sempurna tiada lagi hijab yang membatasi sehingga ia menjadi pengikut sejati, menjadi bayangan dan cerminan dari Nabi Muhammad Saw.
Semua nabi, mulai dari Adam as, hingga Nabi Muhammad SAW., menurut Pendiri Jamaah Ahmadiyah, semuanya mustaqqil -  independen, berdiri sendiri, menjadi nabi bukan karena mengikut nabi sebelumnya, melainkan karena potensi, karena quad qudsiyah – daya pensucian yang yang dimiliki dirinya, sehingga Allah mengangkatnya sebagai nabi. 
Nabi tasyri’ dan nabi ghairi tasyri’ mustaqil (nabi haqiqi), menurut Pendiri Jamaah Ahmadiyah, pintunya sudah tertutup rapat, putus, habis, telah berakhir, dan tidak akan ada lagi, karena Nabi Muhammad Saw, adalah Khaatamun-Nabiyyiin,(106) dan Islam adalah agama yang paripurna dan lengkap.(107)  
Kenabian yang mungkin bisa datang sepeninggal Nabi Muhammad Saw, adalah kenabian ghaiiri tasyri’ ghairi mustaqil (nabi dhilly).(108)   Kenabian jenis ini bisa dicapai, bisa datang, tetapi  harus melalui dan didalam Nabi Muhammad Saw, melalui jendela Fana Fir-Rasul, melalui pintu penyerahan, pintu fana, pintu ittiba’i, seluruhnya kedalam Nabi Muhammad Saw. 
Bentuk kenabian seperti ini, menurut Pendiri Ahmadiyah, jika datang, tidak akan mengurangi martabat Nabi Muhammad Saw, sebagai Khaatamun-Nabiyyin, dan tidak akan merusak Segel Khaatamun-Nabiyyin” Nabi Muhammad Saw. Sebab, pada hakikatnya, kenabian seperti ini bukan kenabian dia lagi, melainkan kenabian Rasulullah Saw, juga yang zahir dalam satu cara yang baru. Wujud mereka bukan wujud mereka lagi. Dalam kaca kefanaan mereka terbayang wujud Yang Mulia Rasulullah Saw. Kenabiannya, bukan karena dirinya, melainkan karena mata air dari Nabi-nya. Kenabiannya, bukan untuk dirinya, melainkan untuk keperkasaan Nabi-nya Saw.(109)  
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as:
“Akan tetapi jika seseorang yang benar-benar telah bersatu meleburkan dirinya dalam “khaataman nabiyyiin,” menghilangkan usaha pemisahan dirinya serta menjadi pantulan dari semua keindahan dan kesempurnaan Nabi Muhammad s.a.w. bagaikan cermin yang bersih, ia akan disebut nabi tanpa memecahkan (merusak) Meterai milik Nabi s.a.w., karena ia adalah cerminan gambar Muhammad dan Muhammad sendiri dalam bentu dhilly (bayangan).(110) 

“Ringkasnya, kenabian dan kerasulan saya adalah berdasarkan kedudukan sebagai Muhammad Saw, dan Ahmad Saw, bukan berdasarkan diri saya sendiri. Dan nama itu saya peroleh karena Fana Fir Rasul Saw, (mabuk dalam kecintaan terhdap Rasulullah Saw). Oleh karena itu makna khaataman-nabiyyin tidak terganggu”.(111) 
“Ya, ini pun hendaknya harus diingat dan jangan sekali-kali dilupakan, yakni Walaupun saya dipanggil dengan kata nabi dan rasul, kepada saya telah diberitahukan oleh Allah bahwa segenap karunia/berkat itu bukan tanpa perantara telah turun pada saya, melainkan di Langit terdapat satu wujud suci yang berkat-berkat rohaninya telah meliputi diri saya, yakni Muhammad Musthafa shalallaahu ‘alaihi wasallam. Dengan menjunjung perantaraan (hubungan) itu, dan dengan menyatu didalamnya, dan dengan menyandang namanya – Muhammad dan Ahmad, saya juga adalah seorang rasul dan seorang nabi. Yakni, saya telah diutus dan saya juga telah memperoleh kabar-kabar ghaib. Dan dengan cara demikian, stempel/segel Khaataman-Nabiyyin tetap terpelihara. Sebab saya telah memperoleh nama itu secara pantulan dan bayangan melalui cermin kecintaan. Jika ada orang yang murka atas wahyu Ilahi ini, yakni mengapa Allah Ta’ala menamakan saya sebagai nabi dan rasul, berarti itu kebodohannya. Sebab dengan kedudukan saya sebagai nabi dan rasul (seperti itu), tidak meruntuhkan stempel/segel Allah”.(112) 
“Jika saya bukan umat Rasulullah SAW., dan tidak mengikuti beliau SAW., maka Walaupun amal-amal saya sama dengan segenap gunung di dunia ini, tetap saja saya sekali-kali tidak akan pernah memperoleh anugerah mukaalamah mukhaatabah. Sebab, sekarang selain kenabian Muhammad SAW., segenap kenabian telah tertutup”.(113) 
“Dan aku bersumpah atas nama Dia bahwa seperti Dia telah bermukaalamah-mukhaathabah dengan Ibrahim as, kemudian dengan Ishak as, dan dengan Yusuf as, dan dengan Musa as, dan dengan Masih Ibnu Maryam as, dan sesudah beliau-beliau itu dengan Nabi kita Muhammad Saw, yang demikian rupa keadaannya hingga kepada beliau telah turun wahyu yang paling cemerlang dari semuanya dan paling suci pula. Begitu pula Dia telah menganugerahkan kehormatan mukaalamah-mukhaathabah kepada diriku.  
Akan tetapi kehormatan ini kuperoleh hanya semata-mata karena mengikuti Rasulullah Saw. Seandainya aku bukan umat Rasulullah Saw. dan tidak mengikuti beliau, maka sekiranya ada amal-amalku besarnya seperti sejumlah gunung-gunung, namun demikian sekali-kali aku tidak akan mendapat kehormatan mukallamah mukhatabah itu. Sebab, pada waktu sekarang, kecuali kenabian Muhammad, semua kenabian sudah tertutup. Nabi yang membawa syariat tidak dapat datang lagi, akan tetapi nabi yang tidak membawa syariat adalah mungkin, namun syaratnya ialah ia ummati (bukan dari umat lain). 
Ringkasnya, atas dasar itu, aku adalah ummati lagi nabi. Dan kenabianku, yakni mukaalamah-mukhaathabah Ilahiyah adalah bayangan dari kenabian Rasulullah Saw dan tanpa itu kenabianku tiada artinya”.(114)  

Teologi kenabian yang dikemukakan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, jika dituangkan dalam bentuk diagram, dapat dikemukakan, sbb :


Kedudukan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, jika dituangkan dalam bentuk diagram adalah sbb:


Semoga menambah pencerahan dan bermanfaat.[]

Tasikmalaya, 23 Nopember 2014/Shafar 1436H

Baca Artikel Mln. H. Syaeful Uyun:
AHMADIYAH ISLAM INDONESIA BUKAN ISLAM DI INDONESIA

Catatan Kaki

  1. Disajikan dalam Focus Group Discussion ISAIs UIN Sunan Kalijaga-Jemaat Ahmadiyah Yogyakarta, di Ruang Pertemuan Gedung Rektorat Lt. 1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis, 27/11/2014.
  2. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2010, hal. iii
  3. Al-Quran Surah Ash-Shaf, 61:7 (Kutipan ayat Al-Quran dalam makalah ini diambil dari Al-Quran yang mencantumkam Bismillah sebagai ayat 1 pada setiap suratnya, dari Al-Fatihah hingga An-Nas kecuali surat At-Taubah. Oleh karena itu kutipan ayat dalam makalah ini selisih satu angka dengan ayat Al-Quran yang beredar pada umumnya. Misal, Surah Ash-Shaf, 61:7, dalam Al-Quran umumnya, berarti: Surah Ash-Shaf, 61:6).
  4. Al-‘aqib, nabi yang terakhir datang, juga berarti yang mengakhiri kenabian, yakni mengakhiri kenabian mandiri (mustaqil), yang membawa syari’at maupun yang tidak membawa syari’at (tasyri’ – ghairi tasyri’ mustaqil). Dengan kedatangan Nabi Muhammad saw, kenabian tasyri’ mustaqil atau pun ghairi tasyri’ mustaqil telah berakhir. Sesudah Nabi Muhammad saw, kini tiada nabi lagi kecuali yang secara buruzi (bayangan), dikenakan jubah kenabian Nabi Muhammad saw.
  5. H.R. Bukhari dan Muslim
  6. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Ruhani Khazain, Jld 15, hal. 526-528, Darsus|Volume VII, Nomor 2-3, Edisi Februari-Maret 2012
  7. Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir Seruan Kepada Kebenaran, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2007, hal. 1-2
  8. Mirza Ghulam Ahmad, Anjami Atham, hal. 143
  9. Mirza Ghulam Ahmad, Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld.5, No. 4
  10. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, hal. 20-21
  11. Al-Quran Surah An-Nisa, 4:95
  12. H.R. Muslim, Bab Kitabul Iman, HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal
  13. Mirza Ghulam Ahmad,  Anwarul-Islam, hal. 34
  14. Mirza Ghulam Ahmad, Izalah Auham, 1891, hal.137
  15. Mirza Ghulam Ahmad, Anjami Atham, hal. 143
  16. Mirza Ghulam Ahmad,  Ruhani Khazain, Jld 14, Ayyamul Suluh, hal. 323
  17. Mirza Ghulam Ahmad, Mawahiburrahman, hal. 315
  18. Al-Quran Surah Al-Ikhlas, 112:1-5
  19. Al-Quran Surah Al-Baqarah, 2:256
  20. Al-Quran Surah Al-Fatihah, 1:2-4
  21. Al-Quran Surah Al-Hasyr, 59:23-25
  22. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2010, hal. 15-16
  23. Mirza Ghulam Ahmad, Syarat-Syarat Bai’at Dalam Jemaat Ahmadiyah, butir ke-1 dan ke-5, Isytihar Takmil Tabligh, 12 Januari 1889
  24. Al-Quran Surah Al-A’la, 87:19-20
  25. Al-Quran Surah Al-Maidah, 5:45,  Al-Mukmin, 40:54
  26. Al-Quran Surah Bani Israil, 17:56, An-Nisa, 4:164
  27. Al-Quran Surah Al-Maidah, 5:47, Al-Hadid, 57:28
  28. Al-Quran Surah Al-Maidah, 5:49, Al-Waqi’ah, 56:78-81
  29. Mirza Ghulam Ahmad, Al-Wasiyat, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2006, hal. 24
  30. Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld.5, No. 4
  31. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2010, hal. 20-21
  32. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2010, hal. 40-41
  33. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2010, hal. 41-42
  34. Mirza Ghulam Ahmad, Syarat-Syarat Bai’at Dalam Jemaat Ahmadiyah, butir ke-1 dan ke-5, Isytihar Takmil Tabligh, 12 Januari 1889
  35. Al-Quran Surah An-Nisa, 4:165, Al-Mukmin, 40:79
  36. Musnad Ahmad bin Hambal, hal. 266
  37. Al-Quran Surah  Ali Imran, 3:85, Al-Baqarah, 2:137, dan 286
  38. H.R. Abu Dawud, dalam Misykatul Mashãbih, hal. 36
  39. Shahih Bukhari 4/356, Shahih Muslim 2/189,192, Imam Jalaluddin Abdur Rahman As Suyuti, Turunnya Isa bin Maryam Pada Akhir Zaman, CV. Hajji Masagung, Jakarta 1990, hal. 58
  40. Ibid
  41. H.R. Musnad Ahmad bin Hambal, Jld. II, hal. 411
  42. Al-Quran Surah  Ali Imran, 3:49
  43. Al-Quran Surah  Al-Maidah, 5:116-117, Ali Imran, 3: 144,  dan Kanzul ‘Ummal, Alauddin Alhindi, Muassatur Riaslah, Beirut 1989, Jld IX, hal. 479
  44. Shahih Bukhari, 6/358, Shahih Muslim, 2/193, Musnad Ahmad, 1/336, Sunan Baihaqi, /424, Imam Jalaluddin Abdur Rahman As Suyuti, Turunnya Isa bin Maryam Pada Akhir Zaman, CV. Hajji Masagung, Jakarta 1990, hal. 58
  45. Lihat, Az-Zuhruf, 43:57
  46. Berkenaan dengan kedatangan seorang nabi sesudah Nabi Muhammad saw, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, mengatakan: “Saya dengan sangat yakin dan dengan pendakwaan mengatakan bahwa potensi-potensi nubuwwat/kenabian telah berakhir pada wujud Rasulullah saw. Orang yang menegakkan suatu silsilah baru menentang beliau saw, lalu memaparkan suatu kebenaran dan yang meninggalkan mata air kenabian itu, adalah pendusta dan penipu. Saya katakan dengan sejelas-jelasnya bahwa terkutuklah orang yang meyakini orang lain di luar Rasulullah saw sebagai nabi sesudah Rasulullah saw, dan yang merubuhkan Khaatamun-Nubuwwat beliau saw. Itulah sebabnya sesudah Rasulullah saw, tidak bisa datang lagi nabi yang tidak memiliki cap/stempel kenabian Muhammad saw.” (Al-Hakam, 10 Juni 1905, hal. 2, Mahzarnamah : 81-82)
  47. Al-Quran Surah Al-A’raf, 7:157
  48. Syarat-Syarat Bai’at Dalam Jemaat Ahmadiyah, butir ke-3, Isytihar Takmil Tabligh, 12 Januari 1889
  49. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2010, hal. 22-23
  50. Masroor adalah nama Imam Jemaat Ahmadiyah, Khalifatul Masih V ke-5 saat ini. Nama lengkapnya, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, atba – ayadahullaahu ta’ala binashrihil aziz.
  51. Mirza Ghulam Ahmad, Syarat-Syarat Bai’at Dalam Jemaat Ahmadiyah, Isytihar Takmil Tabligh, 12 Januari 1889
  52. Musnad Ahmad, juz 4, hal. 126-127, Sunan Abu Dawud, Kitabus Sunnah, juz 4, hal. 200-201, hadits nomor 4607.
  53. Syarat-Syarat Bai’at Dalam Jemaat Ahmadiyah, butir ke-3, Isytihar Takmil Tabligh, 12 Januari 1889
  54. Al-Quran Surah Al-Baqarah, 2:186
  55. Al-Quran Dengan Terjemah dan Tafsir Singkat, Neraca Press 2014, hal. 132, catatan kaki no. 207A
  56. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Hakam, 10 Desember 1902, Nur Islam, Juni 2014, hal. 15-16
  57. Al-Quran Surah An-Najm, 53:9-10
  58. Al-Quran Surah Al-Qadr, 97:4
  59. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2010, hal. 22
  60. Al-Quran Surah Al-Baqarah, 2:44, lihat juga: Surah An-Nur, 24:57, Surah Al-Haj, 22:79,  dll
  61. Al-Quran Surah Ha Mim As-Sajdah, 41:8
  62. Al-Quran Surah At-Taubah, 9:103,
  63. Al-Quran Surah At-Taubah, 9:60
  64. Lihat, Al-Quran Dengan Terjemah dan Tafsir Singkat, Neraca Pres 2014, hal. 1197-1198, catatan kaki no. 1981
  65. Al-Quran Surah  Al-Baqarah, 2:196, 255, Surah Al-Saff, 61:11-12, dll
  66. Al-Quran Surah  Al-Baqarah, 2:4
  67. Al-Quran Surah  Al-Baqarah, 2:197
  68. Mirza Ghulam Ahmad, Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2010, hal. 22
  69. Lihat, http://www.indonesiamedia.com/2011/03/13/ahmadiyah-dilarang-berhaji-ke-mekah/ http://inpasonline.com/new/karena-dianggap-kafir-saudi-larang-ahmadiyah-berhaji/, dll.
  70. Photo banner dan Copy Selebaran Bank Syari’ah Mandiri terlampir
  71. Shahih Bukhari, 6/358, Shahih Muslim, 2/193, Musnad Ahmad, 1/336, Sunan Baihaqi, /424, Imam Jalaluddin Abdur Rahman As Suyuti, Turunnya Isa bin Maryam Pada Akhir Zaman, CV. Hajji Masagung, Jakarta 1990, hal. 58
  72. Lihat, Az-Zuhruf, 43:57
  73. Lihat, Pendapat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, tentang kedatangan Nabi sepeninggal Nabi Muhammad saw, dalam catatan kaki no. 46 makalah ini.
  74. Untuk memudahkan memahami konsep ini, silahkan buka Al-Quran Surah At-Tahrim, 66:11-13
  75. Sunan Ibnu Majah, Darul Fikr, tt, jld. II, hal. 362, H. Mahmud Ahmad Cheema H.A. Tiga Masalah Penting, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001, hal. 44
  76. Akhbaarul ‘Alamil Islaami, 21 Muharram tahun 1400 Hijriyah, hal. 7, Kami Orang Islam, Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2007, hal. 75
  77. Lawami’ul-Anwaril-Bahiyah, 1882, Juz II, hal. 84 
  78. Ahkam al Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, LTN-NU-Khalista, Cet. Ketiga, Pebruari 2007: 47-48, Pengantar : DR. KH. MA. Sahal Mahfudh, Ketua Umum Majlis ‘Ulama Indonesia (MUI). 
  79. Windon Nomer “Mutiara”, Madjlis H.B. Moehammadiyah Taman Pustaka, Pebruari 1940/Moeharram 1359 Th. Ke IX, hal. 32-34, Sinar Islam, Edisi Juli 1985, hal. 26-27
  80. Tahun 2005, MUI menegaskan kembali fatwa 1980, yang menyatakan Ahmadiyah berada diluar Islam, sesat dan menyesatkan, dan orang Islam yang mengikutinya murtad (keluar dari Islam). Lihat, Fatwa dan Syarah Fatwa MUI hasil Munas MUI 2005, tentang : Aliran Ahmadiyah, http/www.mui.or.id
  81. H.R. Bukhari, Kitabul Shalat, Bab Fadhlistiqbaalil Qiblah
  82. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Izalah Auham, 1891, hal. 137
  83. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Tuhfatu Baghdad : 23
  84. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Taqrir wajibul I’lan, 1891
  85. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Hakam, 10 Juni 1905, hal. 2
  86. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Hakikatul Wahyu, hal. 27-28
  87. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Wasiyat, hal. 24-27
  88. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Anjam-e-Atham, catatan kaki, hal. 27-28
  89. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Tajalliyat-i Ilahiyah, 1906, hal. 20
  90. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Ek Ghalti ka Izala, 1901, hal. 3
  91. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Tajalliyat-i-Ilahiyah, 1906, hal. 9
  92. Mahzarnamah, Penjelasan/Pembuktian Akidah Jemaat Ahmadiyah, Islam International Publikacations 2002, hal. 86
  93. Mahzarnamah, Penjelasan/Pembuktian Akidah Jemaat Ahmadiyah, Islam International Publications 2002, hal. 86
  94. Mirza Ghulam Ahmad, Ek Galati Ka Izalah : 6, Mahzarnamah Penjelasan/Pembuktian Akidah Jemaat Ahmadiyah, Islam International Publications 2002 : 90
  95. Pasca fatwa MUI 2005, KH Amidhan, Ketua MUI Pusat, dalam berbagai kesempatan dialog di Televisi berulang-ulang mengatakan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah nabi baru, bahkan disebutnya sebagai nabi baru ke-26
  96. Keyakinan akan datangnya Isa ibnu Maryam di akhir zaman adalah keyakinan umum umat Islam, bukan monopoli keyakinan Ahmadiyah. Lihat, Ahkam al Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Diantama-LTN-NU, Cet. Ketiga, Pebruari 2007: 47-48, Pengantar: KH. M.A. Sahal Mahfudz, Ketua Umum Majlis ‘Ulama Indonesia
  97. Al-Quran menubuwatkan Nabi Muhammad saw, akan diutus dua kali. Pertama, diutus kepada kaum umiyyin, dan kedua, diutus kepada kaum akharin  yang belum pernah bertemu dengan mereka kaum umiyyin. (Al-Jum’ah, 62:4). Kedatangan pertama, kepada kaum umiyyin,  adalah beliau sendiri langsung, haqiqi Muhammad. Sedang kedatangan kedua, kepada kaum akharin, bukan beliau sendiri, tetapi  akan diwakili oleh wakil agung beliau yang menjadi bayangan beliau, dhilly Muhammad. Alquran dan hadis kedua-duanya sepakat, nubuwat ayat ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Muhammad saw, di akhir zaman, dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud as, yang menjadi dhilly Muhammad.
  98. Lihat, Al-Anbiya, 21:108
  99. Lihat, Mirza Ghulam Ahmad, Ek Galati ka Izalah, hal. 5-6.
  100. Lihat, Mirza Ghulam Ahmad, Ek Galati ka Izalah, hal. 27
  101. Mirza Ghulam Ahmad, Akhbar-i-Am, 26 Mei 1908 : 7; Tabligh-i-Risalat, t.t. : 132-134
  102. Mirza Ghulam Ahmad, Anjam-e-Atham, catatan kaki, hal. 27-28, Mahzarnamah, hal. 84
  103. Mirza Ghulam Ahmad, Anjam-e-Atham, catatan kaki, hal. 27-28, Mahzarnamah, hal. 84 
  104. Nabi Tasyri’ artinya Nabi yang membawa syari’at, dan Nabi Ghairi Tasyri’ artinya Nabi yang tidak membawa syari’at.
  105. Mustaqil artinya berdiri sendiri, menjadi nabi bukan karena mengikut nabi sebelumnya, melainkan karena potensi, karena quad qudsiyah – daya pensucian yang dimiliki dirinya, sehingga Allah menganugerahi pangkat Nabi. Sedangkan Ghairi Mustaqil ialah Nabi yang tidak berdiri sendiri, menjadi nabi semata-mata karena ketaatan kepada seorang nabi, dan karena mengikut nabi. 
  106. Lihat, Al-Ahzab, 33:40
  107. Lihat, Al-Maidah, 5:3
  108. Lihat, janji Allah didalam Al-Quran Surah An-Nisa, 4:70-71
  109. Mirza Ghulam Ahmad, Al-Wasiat, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2006 : 26
  110. Mirza Ghulam Ahmad, Ek Ghalati Ka Izalah, Alih bahasa. M.A. Suryawan, hal. 9-10
  111. Mirza Ghulam Ahmad, Ek Ghalati Ka Izalah, sekarang dalam Mazharnamah, hal. 87
  112. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Ek Ghalati Ka Izalah, hal. 6-7, Mahzarnamah, hal. 84-85
  113. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Tajalliyat-e-Ilahiyyah, hal. 24-25, Mazharnamah, hal. 94
  114. Hadrat Mirza Ghulam Ahmad, TajalliyatiIlahiyyah/Penampakan Kebesaran Tuhan, hal. 38-39