Oleh: H.M. Syaeful ‘Uyun
Disajikan sebagai siraman rohani dalam Jalsah Salanah Wilayah Jateng Timur-Barat dan DIY, di Krucil, Bawang, Banjarnegara, Jawa Tengah
28-29-30 Juni 2013
Sejenak, mari kita perhatikan dan kita telaah simbol-simbol Liwa-e-Ahmadiyah:
Warna Hitam, menggambarkan alam rohani saat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dibangkitkan, dan Ahmadiyah didirikan, sedang pekat diliputi kegelapan. Dan, bisa juga menggambarkan, suasana alam bagi Ahmadiyah seolah-olah menjadi gelap, karena perlawanan terhadap Ahmadiyah, tak pernah kunjung padam.
Bulan Purnama, menggambarkan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Beliau bersinar terang menerangi seluruh alama mayapada, karena beliau telah berhasil menyerap sinar matahari rohani Nabi Muhammad Saw, - sehingga beliau menjadi Dhilli, dan Buruzi, Nabi Muhammad Saw, seperti bulan bersinar karena ia menyerap sinar matahari.
Bulan Sabit, mengilustrasikan Kudrat Tsaniyah – para Khalifatul Masih, dhil dari dhilli-nya Nabi Muhammad Saw. Mereka bersinar karena mendapat pancaran sinar bulan rohani, dhilli Muhammad Saw, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan pancaran sinar matahari rohani, Haqiqi Nabi Muhammad Saw.
Bintang, mengilustrasikan, para cantrik – santri - murid-murid setia Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Mereka bersinar karena mendapat pancaran sinar bulan rohani, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan pancaran sinar matahari rohani, Nabi Muhammad Saw.
Menara, mengilustrasikan, keagungan Allah dikumandangkan, panggilan kepada Allah, panggilan kepada kebaikan dan kebenaran, dengan santun, dengan toleran, dengan damai, dengan hikmah dan mau’idhah hasanah, diserukan.
Wa Laqad Nashara kumul-laahu bi badriw-wa antum adillah,(Ali Imran 3:124) merupakan sebuah kabar suka, Allah Swt, pasti akan memberikan pertolongan kepada Dhilli Muhammad (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as), dan kepada Dhil dari Dhilli Muhammad (Para Khalifatul Masih), dan kepada Bintang (para cantrik murid-murid setia Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as), untuk mengusir kegelapan dengan kilau cahaya kebenarannya, sebagaimana Allah Swt, telah memberikan pertolongan kepada Haqiqi Muhammad Saw, dan para pengikut setianya, dalam perang Badar yang amat dahsyat.
Bulan Purnama, Bulan Sabit, Bintang, tanpa pamrih, tanpa mengenal lelah, tanpa hirau apakah ada yang peduli atau tidak, terus bercahaya dan memancarkan cahayanya menerangi alam mayapada walau kegelapan – penentangan dan penolakan, menyelimutinya.
Menara, juga tanpa pamrih, tanpa mengenal lelah, tanpa hirau apakah ada yang peduli atau tidak, terus mengumandangkan keagungan Allah, memanggil manusia kepada Allah, menyeru manusia kepada kebaikan dan kebenaran.
Itulah makna simbol-simbol Liwa-e-(Bendera) Ahmadiyah, yang sejatinya mencerminkan jati diri sesungguhnya Jemaat Ahmadiyah.
Riak dan gelombang penolakan memang selalu menghadang Jemaat Ahmadiyah dimanapun ia tumbuh. Penolakan datang dari perorangan, kelompok, lembaga, bahkan hingga negara. Warna penolakan juga beragam dari adu argumentasi, fatwa, fitnah, teror fisik, hingga teror politik.
Namun, karena wajahnya yang santun, toleran dan damai, rahmatal-lil’aalamiin, perlahan tapi pasti, Jemaat Ahmadiyah, terus tumbuh dan berkembang diseluruh dunia, persis seperti yang diilustrasikan Al-Quran: “Dan, perumpaman mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat; kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya”. (Al Fath 48:30)
Dengan wajah utuh Nabi Muhammad Saw dan wajah utuh Islam: santun, toleran, dan damai, rahmatal-lil’aalamin, Jemaat Ahmadiyah dapat tumbuh di lima benua di seluruh dunia. Jemaat Ahmadiyah tumbuh di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negeri tirai bambu China, Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negeri tirai besi Rusia, Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negara-negara Aprika, dan Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negeri-negeri barat sekuler Eropa dan Amerika.
Imam Jemaat Ahmadiyah ke-V, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba, dalam pidato Jalsah Salanah Qadian 2012 lalu, menyampaikan, Jemaat Ahmadiyah, kini telah berkembang di 203 negara di dunia, dengan jumlah pengikut lebih 200 juta jiwa. Allaahu Akbar!
Ahmadiyah Islam Indonesia Bukan Islam di Indonesia
Sidang Jalsah Yang Di Rahmati Allah!
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Ahmadiyah Internasional yang didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., yang dulu berpusat di Qadian, India, dan sekarang di Rabwah, Pakistan.
Setelah Hadhrat Murza Ghulam Ahmad as, wafat (1908), Jemaat Ahmadiyah di Pimpin seorang Khalifatul Masih.
Hadhrat Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin ra. (Khalifatul Masih I – 1908-1914).
Hadhrat Al-Haj Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra (Khalifatul Masih II – 1914-1965).
Hadhrat Mirza Nasir Ahmad ra (Khalifatul Masih III – 1965-1982).
Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rha (Khalifatul Masih IV – 1982-2003).
Dan, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba (Khalifatul Masih V – 2003-Sekarang).
Jemaat Ahmadiyah Indonesia berdiri tahun 1925, 20 tahun sebelum Indonesia merdeka. Jemaat Ahmadiyah Indonesia pertama kali bersemi di Tapak Tuan, Aceh, kemudian melebar ke Padang, Sumatera Barat, kemudian ke Batavia (Jakarta sekarang), dan kemudian ke seluruh daratan Jawa, dan akhirnya tersebar diseluruh wilayah NKRI. Kini, Jemaat Ahmadiyah Indonesia memiliki lebih 350 Cabang di 33 Provinsi di seluruh wilayah Indonesia.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah organisasi legal formal berbadan hukum dengan SK Menteri Kehakiman RI No. JA.5/23/13 Tgl 13-3-1953. Dengan Badan Hukum tersebut berarti Jemaat Ahmadiyah Indonesia mempunyai hak untuk hidup di seluruh wilayah NKRI.
Sebagai bagian dari Jemaat Ahmadiyah Internasional, Jemaat Ahmadiyah Indonesia tidak mempunyai wajah lain kecuali wajah utuh Nabi Muhammad Saw, dan Islam: santun, toleran, dan damai, yang oleh Al-Quran dilukiskan sebagai: rahmatal-lil’aalamin.
Panji yang dikibarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga sama, yaitu panji Islam: ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻤﺤﻤﺪﺮﺴﻮﻞﺍﷲ - Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah. Jemaat Ahmadiyah Indonesia meyakini: Islam adalah Khaatamud-diin, Muhammad adalah Khaataman-Nabiyyin, dan, Al-Quran adalah Khaatamul Kutuub.
Oleh karena itu, seperti halnya Jemaat Ahmadiyah Internasional, Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga sama mengkampanyekan: Loyalty – Kesetiaan (kepada bangsa dan negara). Freedom – Kemerdekaan (kemerdekaan dari penjajah, kemerdekaan dari nafsu, kemerdekaan beragama dan beribadah menurut ajaran agama dan kepercayaan). Equality – Kesetaraan (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara bangsa berkulit putih atau hitam, anatara laki-laki dan perempuan). Respect – Menghargai, Menghormati (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, antara satu aliran dengan aliran agama yang lain). Peace – Damai, (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, dan antara satu aliran dengan aliran agama yang lain). Love for all hatred for none – mencintai semua orang, tidak membenci siapa pun.
Meskipun Jemaat Ahmadiyah berasal dari Hindustan dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Ahmadiyah internasional, namun Jemaat Ahmadiyah Indonesia tumbuh bersama iklim Indonesia, bersama dengan adat istiadat Bangsa Indonesia, bersama dengan kultur budaya Bangsa Indonesia, bahkan bersama dengan semangat revolusi perjuangan bangsa Indonesia. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, bersama dengan segenap kompenen Bangsa Indonesia yang lain, terjun dalam kancah revolusi berjuang merebut kemerdekaan.
Berikut, sebuah kesaksian seorang pelaku sejarah: “Ketika Belanda menyerahkan kedaulatan ke tangan Republik Indonesia, Bung Karno harus pindah lagi dari Yogyakarta ke Jakarta. Saya mendapat kehormatan terpilih dalam rombongan 12 orang pengantar beliau ke Jakarta dengan plane pertama “Garuda”, di mana saya satu-satunya orang yang bukan warga negara RI. Di antara ke-12 orang itu terdapat antara lain Ki Hajar Dewantara, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sri Paku Alam, Raden Mas Haryoto dan lain-lain”. Kejadian-kejadian itu menjadi kenangan yang indah dan memberikan suatu perasaan bangga karena perintah dari Imam Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Khalifatul Masih II ra. Dengan demikian merasa sebagai suatu kewajiban yang suci untuk mempertahankan kemerdekaan dan kehormatan Bangsa Indonesia, sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw: “Hubbul wathan minal iimaan” – kecintaan kepada tanah air adalah sebagian dari iman”, demikian keskasian Maulana Sayid Syah Muhammad Al-Jailani, Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia berkebangsaan India, yang bersama dengan komponen Bangsa yang lain ikut berjuang dalam kancah revolusi, sebelum dan sesudah Republik Indonesia merdeka.
Keyakinan, kepedulian dan keikutsertaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam kancah revolusi perjuangan Bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, menjunjukan: Jemaat Ahmadiyah Indonesia 100 % Islam dan 100 % Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, meskipun Jemaat Ahmadiyah berasal dari Hindustan, dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Ahmadiyah internasional, namun Jemaat Ahmadiyah Indonesia, menghargai dan menghormati adat istiadat Bangsa Indonesia, menghargai dan menghormati kultur budaya Bangsa Indonesia, bahkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia menerima, mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara.
Dalam Anggaran Dasar Perubahan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1989), dijelaskan sbb:
Bab II.
Asas
Pasal 2
Jemaat Ahmadiyah Indonesia berasaskan Pancasila.
Bab III.
Tujuan
Pasal 3
(1) Jemaat Ahmadiyah Indonesia menghayati, mengamalkan dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (seribu sembilan ratus empat puluh lima)
(2) Jemaat Ahmadiyah Indonesia bertujuan :
a) Mengembangkan Agama Islam, ajaran Nabi Muhammad Shollallaahu Alaihi Wasalam menurut Al-Quran, Sunnah dan Hadits.
b) Membina dan memelihara persatuan dan kesatuan Bangsa serta meningkatkan kemampuan para anggautanya baik dalam bidang sosial, pendidikan, kebudayaan, akhlak, amal bakti maupun kerohanian.
Sikap Jemaat Ahmadiyah terhadap negara dan Bangsa Indonesiasia, sangat sesuai dengan petunjuk Al-Quran:
Sebagai Bangsa Indonesia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, menghargai dan menghormati adat istiadat Bangsa Indonesia, menghargai dan menghormati kultur budaya Bangsa Indonesia, menghargai, menghormati dan mengakui keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menerima Pancasila sebagai Dasar Negara, dan Undang-Undang Dasar 1945.
Hal-hal penting bagi Jemaat Ahmadiyah dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara:
Islam : Yes! Agama terakhir dan tersempurna
Pancasila : Yes!
UUD 1945 : Yes!
NKRI : Yes!
Bhineka Tunggal Ika : Yes!
Demokrasi : Oke!
Pluralisme : Oke!
Fakta-fakta ini menunjukan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia.
Kenapa Jemaat Ahmadiyah Indonesia disebut Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia?
Sidang Jalsah yang rahmati Allah!
Sejak Bangsa Indonesia memasuki era reformasi (1998), fenomena Islam di Indonesia ada dua katagori. Ada Islam Indonesia, dan ada Islam di Indonesia.
Islam Indonesia, datang dari Timur Tengah atau dari Hindustan sana. Mengadopsi semua ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Tumbuh di Indonesia sesuai dengan iklim, adat istiadat, dan budaya Indonesia.
Sebagai umat beragama, sepenuhnya berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw, sumber pokok ajaran Islam. Sebagai warga negara, sepenuhnya berpedoman kepada Dasar Negara: Pancasila dan UUD 1945. Ia 100 % Islam tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip kebangsaannya, dan 100 % Bangsa Indonesia tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip keagamaannya.
Disajikan sebagai siraman rohani dalam Jalsah Salanah Wilayah Jateng Timur-Barat dan DIY, di Krucil, Bawang, Banjarnegara, Jawa Tengah
28-29-30 Juni 2013
“Muhammad adalah Rasul Allah. Dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih-sayang di antara mereka, engkau melihat mereka rukuk, sujud mencari karunia Allah dan kerihdaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka, dari bekas-bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat, dan perumpaman mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat; kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal shaleh di antara mereka
ampunan dan ganjaran yang besar” (Al Fath 48:30)
Sidang Jalsah yang berbahagia, para tamu Hadhrat Masih Mau’ud as, yang di rahmati dan di muliakan Allah. Merupakan kehormatan dan kebahagiaan bagi saya dapat berdiri dimimbar ini dihadapan para tamu Hadhrat Masih Mau’ud as, dalam sidang Jalsah Salanah Jateng Timur-Barat dan DIY 2013 ke-1.
Tema pidato yang diberikan kepada saya berjudul: “Ahmadiyah Islam Indonesia Bukan Islam di Indoneseia”. Sebuah topik yang sangat menarik dan berat sebenarnya. Tetapi, karena ini adalah amanat yang diberikan kepada saya, maka bagaimana pun, saya akan mencoba menyampaikannya. Semoga, materi pidato saya hari ini menjadi hidangan rohani yang lezat, mencerahkan, dan memberikan khazanah pengetahuan baru kepada hadirin-hadirat peserta Jalsah, tamu-tamu Hadhrat Imam Mahdi-Masih Mu’ud as. Amiien, allaahumma amiien!
Sidang Jalsah yang berbahagia, dan dirahmati Allah!
Nabi Muhammad SAW. diriwayatkan pernah bersabda: “Aku mempunyai lima nama: aku Muhammad, aku Ahmad, aku al-Mahyi, aku al-Hasyir, dan aku al-‘aqib" (HR Bukhari Muslim)
Muhammad artinya yang terpuji
Ahmad artinya yang memuji
Al-Mahyi artinya yang menghapus kekafiran
Al-Hasyir artinya yang mengumpulkan (mengumpulkan semua manusia dibawah telapak kakinya sepeninggalnya)
Al-‘Aqib artinya yang terakhir datang (nabi yang terakhir datang)
Satu, dari lima nama itu, Muhammad, adalah nama diri. Empat lainnya, Ahmad, al-Mahyi, al-Hasyir, al-‘Aqib, adalah nama sifat.
Muhammad menampilkan sifat Jalal – gagah-perkasa (kegagahan-keperkasaan). Ahmad menampilkan sifat Jamal – cantik- indah (kecatikan-keindahan).
Kalam Ilahi yang saya tilawatkan diawal uraian ini, dikutip dari Al-Quran Surah Al-Fath, 48:30.
Ayat ini, mengilustrasikan dua warna yang ditampilkan Nabi Muhammad Saw, dan Umat Islam, pada dua periode kebangkitannya, yaitu pada periode pertama kebangkitannya – ketika beliau diutus kepada kaum umiyyin (bangsa Arab), dan periode kedua kebangkitannya - ketika beliau diutus kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab), di akhir zaman.
Al-Quran, memang, mengemukakan bahwa Nabi Muhammad Saw, akan diutus dua kali. Pertama, kepada kaum umiyyin (bangsa Arab), dan Kedua, kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab).
Allah Swt. berfirman:
Pada periode pertama kebangkitannya, terbagi dua periode: periode Mekkah, dan periode Madinah. Pada periode Mekkah, Ahmad yang menampilkan sifat Jamal – cantik- indah (kecatikan-keindahan), menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan umat Islam. Sedang pada periode Madinah, Muhammad - yang menampilkan sifat Jalal – gagah-perkasa (kegagahan-keperkasaan), menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan umat Islam.
Dua warna: Ahmad dan Muhammad, menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan Umat Islam, pada periode pertama kebangkitannya ketika beliau diutus kepada kaum umiyyin (bangsa Arab).
Pada periode kedua kebangkitannya - ketika beliau diutus kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab), menurut nubuwat ayat itu, Ahmad - yang menampilkan sifat Jamal – cantik- indah (kecatikan-keindahan), akan menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan umat Islam.
Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih Tsani ra, mengomentari ayat tersebut dalam tafsir Al-Quran-nya mengemukakan:
ﺫﻠﻙﻤﺜﻠﻬﻡﻓﻰﺍﻠﺘﻭﺭﺔ - demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat” dapat ditunjukan kepada pelukisan yang diberikan oleh Bible, yakni: “Kelihatanlah ia dengan gemerlap cahayanya dari gunung Paran, lalu datang hampir dari bukit Kades” (terjemahan ini dikutip “Alkitab” dalam bahasa Indonesia, terbitan “Lembaga Alkitab Indonesia” tahun 1958). Dalam bahasa Inggrisnya berbunyi, “Heshined fort from mount paran and he came with ten thausands of saints”. Ia nampak dengan gemerlap cahayanya dari gunung paran dan ia datang dengan sepuluh ribu orang kudus” (Ulangan 33:2)
ﻭﻤﺜﻠﻬﻡﻔﻰﺍﻻﻨﺠﻴﻝﻜﺯﺭﻉ - Dan perumpamaan mereka dalam injil adalah laksana tanaman, dapat ditujukan kepada perumpamaan lain Bible, yaitu: “Adalah seorang penabur keluar hendka menabur benih; maka sedang ia menabur, ada separuh jatuh di tepi jalan, lalu datanglah burung-burung makan, sehingga habis benih itu, ada separuh jatuh di tempat yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya. maka dengan segera benih itu tumbuh, sebab tanahnya tidak dalam. Akan tetapi ketika matahari naik, layulah ia, dan sebab ia tiada berakar, keringlah ia, Ada juga separuh jatuh di tanah semak dari mana duri itu pun tumbuh serta membantutkan benih itu. Dan ada pula separuh jatuh di tanah yang baik, sehinga mengeluarkan buah, ada yang seratus, ada yang enam puluh, ada yang tiga puluh kali ganda banyaknya” (Matius 13:3 – 8).
Perumpamaan yang pertama, agaknya dikenakan kepada para sahabat Rasulullah Saw., dan perumpamaan yang kedua, dikenakan kepada para pengikut rekan sejawat dan misal Nabi Isa a.s., ialah Hadhrat Masih Mau’ud a.s., yang berangkat dari suatu permulaan yang sangat kecil dan tidak berarti, telah ditakdirkan berkembang menjadi suatu organisasi perkasa, dan berangsur-angsur tetapi tetap maju, menyampaikan tabligh Islam ke seluruh pelosok dunia, sehingga Islam akan mengungguli dan menang atas semua agama, dan lawan-lawannya akan merasa heran dan iri hati terhadap kekuatan dan pamornya.
Mengomentari ayat 3 dan 4 Surah Al-Jum’ah, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra, mengemukakan:
Ayat 3: ﻫﻭﺍﻠﺫﻯﺒﻌﺙﻓﻰﺍﻻﻤﻴﻥﺭﺴﻭﻻﻤﻨﻬﻡ - Dia-lah Yang telah membangkitkan di tengah-tengah bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, menunjuk pada diutusnya Rasulullah Saw kepada Bangsa Arab. Ummiyyin artinya orang yang berasal dari Mekkah yang dikenal sebagai Ummul Qura, yakni induk kota-kota.
Ayat 4: ﻭﺍﺨﺭﻴﻥﻤﻨﻬﻡﻠﻤﺎﻴﻠﺤﻘﻭﺍﺒﻬﻡ - Dan, Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka, mengisyaratkan dan menunjuk kepada pengutusan kedua kali, atau kedatangan kedua kali Rasulullah saw. dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud a.s.
Jadi, menurut Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Imam Jemaat Ahmadiyah, Khalifatul Masih II ra :
ﺫﻠﻙﻤﺜﻠﻬﻡﻓﻰﺍﻠﺘﻭﺭﺔ - demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat, mengisyaratkan pada periode pertama kebangkitan Nabi Muhammad Saw, - yang diwarnai dengan sifat Ahmad dan Muhammad, ketika beliau diutus kepada kaum umiyyin (bangsa Arab).
ﻭﻤﺜﻠﻬﻡﻔﻰﺍﻻﻨﺠﻴﻝﻜﺯﺭﻉ - dan perumpamaan mereka dalam injil adalah laksana tanaman, menisyaratkan pada periode kedua kebangkitan Nabi Muhammad Saw, - yang diwarnai dengan sifat Ahmad, ketika beliau diutus kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab), dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud as.
Kebangkitan kedua kali Nabi Muhammad Saw, dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud as, penuh dengan warna sifat Ahmad, yang diilustrasikan sebagai: ﻜﺯﺭﻉﺍﺨﺭﺝﺸﻁﺌﻪﻓﺎﺯﺭﻩﻓﺎﺴﺘﻐﻠﻅﻓﺎﺴﺘﻭﻯﻋﻠﻰﺴﻭﻗﻪ - laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat; kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, sama persis dengan nama orang yang menjadi perwujudan kedatangan kedua kali Nabi Muhammad Saw, atau Madhar Kamil Nabi Muhammad Saw, Hadhrat Masih Mau’ud as, yaitu: Ahmad, dan sama persis dengan nama organisasi, wadah perjuangan, yang didirikan oleh Madhar Kamil Nabi Muhammad Saw, Masih Mau’ud, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, yaitu: Ahmadyah.
Sidang Jalsah Yang Di Rahmati Allah!
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, adalah orang yang fana fillah dan fana fir-Rasul Saw.
Karena ke-fana-annya kepada Nabi Muhammad Saw, beliau telah menjadi dhil – bayangan, Nabi Muhammad Saw., atau buruz – cerminan, Nabi Muhammad Saw.
Karena ke-fana-annya kepada Nabi Muhammad Saw, beliau telah mendapat kehormatan dikenakan jubah kenabian kenabian Nabi Muhammad Saw, oleh Allah Swt.
Jubah kenabian yang dikenakan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah jubah kenabian Nabi Muhammad Saw.
Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, bukan kenabian mustaqil - berdiri sendiri, terpisah dari Islam dan Nabi Muhammad Saw.
Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah kenabian yang tidak terpisahkan dari kenabian Nabi Muhammad Saw.
Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah kenabian yang dicapai melalui dan di dalam Nabi Muhammad Saw, melalui shirat-i-shiddiqui - jalan shiddiqiya, melalui jendela fanaa fir-Rasul Saw - meleburkan diri secara sempurna dengan penuh kecintaan kepada Rasulullah saw.
“Diriku sendiri tidak ada. Diriku telah diliputi Nabi Muhammad Saw. Itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan Ahmad”, kata beliau dalam Ek Ghalati Ka Izalah, salah satu buku karya tulisannya, terbit pada 1901.
Sungguh, sangat keliru, dan salah sama sekali, jika ada yang mengatakan beliau adalah nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. Mereka yang mengatakan, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru, tidak faham Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan tidak faham Ahmadiyah.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, tidak pernah memproklamirkan diri sebagai nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. Dan, Jemaat Ahmadiyah, juga tidak pernah meyakini Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, sebagai nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru.
Berkenaan dengan nama Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud as, mengemukakan:
“Mengapa golongan ini diberi nama Ahmadiyah? Sebabnya karena Nabi Besar Muhammad saw., memiliki dua nama, yaitu Muhammad dan Ahmad. Nama Muhammad adalah nama yang bersifat Jalali (gagah) yang didalamnya mengandung nubuwatan bahwa Beliau saw., akan menghukum para musuh dengan pedang karena mereka telah menyerang Islam dengan pedang pula dan telah membunuh banyak sekali orang Islam. Akan tetapi nama Ahmad adalah nama yang bersifat Jamali (lemah-lembut) yang memiliki maksud bahwa Yang Mulia saw., akan menyebarkan kedamaian dan keindahan (Islam) ke seluruh dunia. Singkatnya Allah Ta’ala telah memberikan dua nama tersebut dengan tujuan: Pertama, Yang Mulia Rasulullah Muhammad saw., menzahirkan nama Ahmad-nya pada masa awal kehidupan Islam di Makkah, yang mengajarkan keteguhan dan kesabaran. Kedua, kemudian Beliau saw., menzahirkan nama Muhammad-nya dalam masa kehidupan di Madinah dan di sana berdasarkan kebijakan Allah Ta’ala sesuai kondisinya terpaksa harus membalas, menghukum dan menghancurkan para penentang Islam. Akan tetapi sudah dinubuwatkan bahwa nanti di Akhir Zaman nama Ahmad akan dizahirkan kembali melalui seseorang yang dengan perantaraannya sifat Ahmad (lemah-lembut) dari Rasulullah Muhammad saw., akan di zahirkan kembali. Dan beliau akan menghabiskan (menghilangkan) semua peperangan. Maka berdasarkan hal inilah nama golongan ini sangat tepat diberi nama Jemaat Ahmadiyah supaya setiap orang begitu mendengar nama ini dapat memahami bahwa golongan ini datang ke dunia untuk menyebarkan perdamaian dan persaudaraan serta golongan ini sedikit pun tidak ada hubungannya dengan peperangan, perkelahian, dan tindakan anarki. Maka, wahai Saudara-saudara! Nama ini penuh berkah bagi anda dan bagi setiap orang yang mencari aman dan kedamaian. Nama golongan ini memberikan kabar suka tentang keamanan dan kedamaian. Golongan yang penuh berkah ini sudah banyak ditulis dan disebut dalam kitab para Nabi terdahulu serta banyak sekali isyarat atau tanda-tanda akan kemunculannya. Tuhan telah memberkahi nama ini. Wahai Tuhan! Masukanlah orang-orang Islam di seluruh belahan bumi ke dalam golongan yang berberkah ini supaya racun pertumpahan darah manusia hilang sirna secara total dari hati mereka dan mereka menjadi abdi-abdi Engkau. Wahai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana! Jadikanlah demikian”.
Sidang Jalsah Yang Di Rahmati Allah!
Jemaat Ahmadiyah didirikan dengan tujuan untuk mengibarkan panji Islam: ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻤﺤﻤﺪﺮﺴﻮﻞﺍﷲ - Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah, ke seluruh dunia. Jemaat Ahmadiyah meyakini: Islam adalah Khaatamud-diin, Nabi Muhammad adalah Khairul Mursaliin dan Khaataman-Nabiyyin, dan, Al-Quran adalah Khaatamul Kutuub.
Berlatar nama Ahmad, nama lain Nabi Muhammad Saw, - yang menampilkan sifat jamal – kelembutan, keindahan dan kecantikan, dan Sang Pendiri, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, berlatar sebagai seorang fanaa fil-laah, dan fanaa fir-Rasul Saw, sebagai dhil (bayangan), buruz (cerminan), dan seorang yang mengenakan jubah kenabian Nabi Muhammad Saw, Jemaat Ahmadiyah tampil mengibarkan panji Islam: ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻤﺤﻤﺪﺮﺴﻮﻞﺍﷲ - Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah, dan mengembangkan sayap-sayap dakwahnya ke seluruh penjuru dunia, dengan wajah utuh Nabi Muhammad Saw, dan Islam: santun, toleran, dan damai, yang oleh Al-Quran dilukiskan sebagai: rahmatal-lil’aalamin , tidak ada paksaan, tidak ada sabetan pedang.
Santun, dalam arti, lemah lembut, handap asor, tidak berangasan, tidak radikal.
Toleran, dalam arti, menghargai dan menghormati sesama umat manusia, sesama pemeluk agama dan aliran/kelompok agama apa pun, bahkan kepada yang tidak beragama sekalipun.
Damai, dalam arti, siapa pun, yang duduk bersamanya ia merasa aman dan nyaman, tidak khawatir disakiti, diintimidasi, dan didholimi.
Wajah santun, toleran, dan damai Ahmadiyah, merupakan perwujudan dan cerminan dari wajah Islam yang sempurna, dan merupakan perwujudan dan cerminan (dhil-buruz) Nabi Muhammad dan Ahmad Rahmatal-lil’aalamin - rahmat bagi seluruh makhluk penghuni semesta alam.
Tidak mengherankan jika Jemaat Ahmadiyah, dalam upaya mengibarkan panji Islam: Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah dimana-mana, dan kemana-mana, diseluruh dunia, selalu mengkampanyekan:
• Loyalty – Kesetiaan (kepada bangsa dan negara)
• Freedom – Kemerdekaan (kemerdekaan dari penjajah, kemerdekaan dari nafsu, kemerdekaan beragama dan beribadah menurut ajaran agama dan kepercayaan)
• Equality – Kesetaraan (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara bangsa berkulit putih atau hitam, anatara laki-laki dan perempuan)
• Respect – Menghargai, Menghormati (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, dan antara satu aliran dengan aliran agama yang lain)
• Peace – Damai, (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, dan antara satu aliran dengan aliran agama yang lain)
• Love for all hatred for none – mencintai semua orang, tidak membenci siapa pun.
Berikut antara lain cara Ahmadiyah berdakwah di jalan-jalan di kota Lodon, Inggris, dan New York, Amerika Serikat
Tema pidato yang diberikan kepada saya berjudul: “Ahmadiyah Islam Indonesia Bukan Islam di Indoneseia”. Sebuah topik yang sangat menarik dan berat sebenarnya. Tetapi, karena ini adalah amanat yang diberikan kepada saya, maka bagaimana pun, saya akan mencoba menyampaikannya. Semoga, materi pidato saya hari ini menjadi hidangan rohani yang lezat, mencerahkan, dan memberikan khazanah pengetahuan baru kepada hadirin-hadirat peserta Jalsah, tamu-tamu Hadhrat Imam Mahdi-Masih Mu’ud as. Amiien, allaahumma amiien!
Sidang Jalsah yang berbahagia, dan dirahmati Allah!
Nabi Muhammad SAW. diriwayatkan pernah bersabda: “Aku mempunyai lima nama: aku Muhammad, aku Ahmad, aku al-Mahyi, aku al-Hasyir, dan aku al-‘aqib" (HR Bukhari Muslim)
Muhammad artinya yang terpuji
Ahmad artinya yang memuji
Al-Mahyi artinya yang menghapus kekafiran
Al-Hasyir artinya yang mengumpulkan (mengumpulkan semua manusia dibawah telapak kakinya sepeninggalnya)
Al-‘Aqib artinya yang terakhir datang (nabi yang terakhir datang)
Satu, dari lima nama itu, Muhammad, adalah nama diri. Empat lainnya, Ahmad, al-Mahyi, al-Hasyir, al-‘Aqib, adalah nama sifat.
Muhammad menampilkan sifat Jalal – gagah-perkasa (kegagahan-keperkasaan). Ahmad menampilkan sifat Jamal – cantik- indah (kecatikan-keindahan).
Kalam Ilahi yang saya tilawatkan diawal uraian ini, dikutip dari Al-Quran Surah Al-Fath, 48:30.
Ayat ini, mengilustrasikan dua warna yang ditampilkan Nabi Muhammad Saw, dan Umat Islam, pada dua periode kebangkitannya, yaitu pada periode pertama kebangkitannya – ketika beliau diutus kepada kaum umiyyin (bangsa Arab), dan periode kedua kebangkitannya - ketika beliau diutus kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab), di akhir zaman.
Al-Quran, memang, mengemukakan bahwa Nabi Muhammad Saw, akan diutus dua kali. Pertama, kepada kaum umiyyin (bangsa Arab), dan Kedua, kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab).
Allah Swt. berfirman:
Dia-lah Yang telah membangkitkan di tengah-tengah bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda- tanda-Nya, dan mensucikan mereka,
dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah,
walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Dan, Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka,
yang belum bertemu dengan mereka.
Dan, Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha bijaksana.(Al Juma'ah 62:3-4)
Pada periode pertama kebangkitannya, terbagi dua periode: periode Mekkah, dan periode Madinah. Pada periode Mekkah, Ahmad yang menampilkan sifat Jamal – cantik- indah (kecatikan-keindahan), menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan umat Islam. Sedang pada periode Madinah, Muhammad - yang menampilkan sifat Jalal – gagah-perkasa (kegagahan-keperkasaan), menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan umat Islam.
Dua warna: Ahmad dan Muhammad, menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan Umat Islam, pada periode pertama kebangkitannya ketika beliau diutus kepada kaum umiyyin (bangsa Arab).
Pada periode kedua kebangkitannya - ketika beliau diutus kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab), menurut nubuwat ayat itu, Ahmad - yang menampilkan sifat Jamal – cantik- indah (kecatikan-keindahan), akan menjadi warna perjuangan Nabi Muhammad Saw, dan umat Islam.
Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih Tsani ra, mengomentari ayat tersebut dalam tafsir Al-Quran-nya mengemukakan:
ﺫﻠﻙﻤﺜﻠﻬﻡﻓﻰﺍﻠﺘﻭﺭﺔ - demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat” dapat ditunjukan kepada pelukisan yang diberikan oleh Bible, yakni: “Kelihatanlah ia dengan gemerlap cahayanya dari gunung Paran, lalu datang hampir dari bukit Kades” (terjemahan ini dikutip “Alkitab” dalam bahasa Indonesia, terbitan “Lembaga Alkitab Indonesia” tahun 1958). Dalam bahasa Inggrisnya berbunyi, “Heshined fort from mount paran and he came with ten thausands of saints”. Ia nampak dengan gemerlap cahayanya dari gunung paran dan ia datang dengan sepuluh ribu orang kudus” (Ulangan 33:2)
ﻭﻤﺜﻠﻬﻡﻔﻰﺍﻻﻨﺠﻴﻝﻜﺯﺭﻉ - Dan perumpamaan mereka dalam injil adalah laksana tanaman, dapat ditujukan kepada perumpamaan lain Bible, yaitu: “Adalah seorang penabur keluar hendka menabur benih; maka sedang ia menabur, ada separuh jatuh di tepi jalan, lalu datanglah burung-burung makan, sehingga habis benih itu, ada separuh jatuh di tempat yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya. maka dengan segera benih itu tumbuh, sebab tanahnya tidak dalam. Akan tetapi ketika matahari naik, layulah ia, dan sebab ia tiada berakar, keringlah ia, Ada juga separuh jatuh di tanah semak dari mana duri itu pun tumbuh serta membantutkan benih itu. Dan ada pula separuh jatuh di tanah yang baik, sehinga mengeluarkan buah, ada yang seratus, ada yang enam puluh, ada yang tiga puluh kali ganda banyaknya” (Matius 13:3 – 8).
Perumpamaan yang pertama, agaknya dikenakan kepada para sahabat Rasulullah Saw., dan perumpamaan yang kedua, dikenakan kepada para pengikut rekan sejawat dan misal Nabi Isa a.s., ialah Hadhrat Masih Mau’ud a.s., yang berangkat dari suatu permulaan yang sangat kecil dan tidak berarti, telah ditakdirkan berkembang menjadi suatu organisasi perkasa, dan berangsur-angsur tetapi tetap maju, menyampaikan tabligh Islam ke seluruh pelosok dunia, sehingga Islam akan mengungguli dan menang atas semua agama, dan lawan-lawannya akan merasa heran dan iri hati terhadap kekuatan dan pamornya.
Mengomentari ayat 3 dan 4 Surah Al-Jum’ah, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra, mengemukakan:
Ayat 3: ﻫﻭﺍﻠﺫﻯﺒﻌﺙﻓﻰﺍﻻﻤﻴﻥﺭﺴﻭﻻﻤﻨﻬﻡ - Dia-lah Yang telah membangkitkan di tengah-tengah bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, menunjuk pada diutusnya Rasulullah Saw kepada Bangsa Arab. Ummiyyin artinya orang yang berasal dari Mekkah yang dikenal sebagai Ummul Qura, yakni induk kota-kota.
Ayat 4: ﻭﺍﺨﺭﻴﻥﻤﻨﻬﻡﻠﻤﺎﻴﻠﺤﻘﻭﺍﺒﻬﻡ - Dan, Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka, mengisyaratkan dan menunjuk kepada pengutusan kedua kali, atau kedatangan kedua kali Rasulullah saw. dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud a.s.
Jadi, menurut Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Imam Jemaat Ahmadiyah, Khalifatul Masih II ra :
ﺫﻠﻙﻤﺜﻠﻬﻡﻓﻰﺍﻠﺘﻭﺭﺔ - demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat, mengisyaratkan pada periode pertama kebangkitan Nabi Muhammad Saw, - yang diwarnai dengan sifat Ahmad dan Muhammad, ketika beliau diutus kepada kaum umiyyin (bangsa Arab).
ﻭﻤﺜﻠﻬﻡﻔﻰﺍﻻﻨﺠﻴﻝﻜﺯﺭﻉ - dan perumpamaan mereka dalam injil adalah laksana tanaman, menisyaratkan pada periode kedua kebangkitan Nabi Muhammad Saw, - yang diwarnai dengan sifat Ahmad, ketika beliau diutus kepada kaum akharin (bangsa yang bukan bangsa Arab dan belum pernah bertemu dengan bangsa Arab), dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud as.
Kebangkitan kedua kali Nabi Muhammad Saw, dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud as, penuh dengan warna sifat Ahmad, yang diilustrasikan sebagai: ﻜﺯﺭﻉﺍﺨﺭﺝﺸﻁﺌﻪﻓﺎﺯﺭﻩﻓﺎﺴﺘﻐﻠﻅﻓﺎﺴﺘﻭﻯﻋﻠﻰﺴﻭﻗﻪ - laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat; kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, sama persis dengan nama orang yang menjadi perwujudan kedatangan kedua kali Nabi Muhammad Saw, atau Madhar Kamil Nabi Muhammad Saw, Hadhrat Masih Mau’ud as, yaitu: Ahmad, dan sama persis dengan nama organisasi, wadah perjuangan, yang didirikan oleh Madhar Kamil Nabi Muhammad Saw, Masih Mau’ud, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, yaitu: Ahmadyah.
Sidang Jalsah Yang Di Rahmati Allah!
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, adalah orang yang fana fillah dan fana fir-Rasul Saw.
Karena ke-fana-annya kepada Nabi Muhammad Saw, beliau telah menjadi dhil – bayangan, Nabi Muhammad Saw., atau buruz – cerminan, Nabi Muhammad Saw.
Karena ke-fana-annya kepada Nabi Muhammad Saw, beliau telah mendapat kehormatan dikenakan jubah kenabian kenabian Nabi Muhammad Saw, oleh Allah Swt.
Jubah kenabian yang dikenakan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah jubah kenabian Nabi Muhammad Saw.
Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, bukan kenabian mustaqil - berdiri sendiri, terpisah dari Islam dan Nabi Muhammad Saw.
Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah kenabian yang tidak terpisahkan dari kenabian Nabi Muhammad Saw.
Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah kenabian yang dicapai melalui dan di dalam Nabi Muhammad Saw, melalui shirat-i-shiddiqui - jalan shiddiqiya, melalui jendela fanaa fir-Rasul Saw - meleburkan diri secara sempurna dengan penuh kecintaan kepada Rasulullah saw.
“Diriku sendiri tidak ada. Diriku telah diliputi Nabi Muhammad Saw. Itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan Ahmad”, kata beliau dalam Ek Ghalati Ka Izalah, salah satu buku karya tulisannya, terbit pada 1901.
Sungguh, sangat keliru, dan salah sama sekali, jika ada yang mengatakan beliau adalah nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. Mereka yang mengatakan, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru, tidak faham Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan tidak faham Ahmadiyah.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, tidak pernah memproklamirkan diri sebagai nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru. Dan, Jemaat Ahmadiyah, juga tidak pernah meyakini Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, sebagai nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru dan kalimah syahadat baru.
Berkenaan dengan nama Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud as, mengemukakan:
“Mengapa golongan ini diberi nama Ahmadiyah? Sebabnya karena Nabi Besar Muhammad saw., memiliki dua nama, yaitu Muhammad dan Ahmad. Nama Muhammad adalah nama yang bersifat Jalali (gagah) yang didalamnya mengandung nubuwatan bahwa Beliau saw., akan menghukum para musuh dengan pedang karena mereka telah menyerang Islam dengan pedang pula dan telah membunuh banyak sekali orang Islam. Akan tetapi nama Ahmad adalah nama yang bersifat Jamali (lemah-lembut) yang memiliki maksud bahwa Yang Mulia saw., akan menyebarkan kedamaian dan keindahan (Islam) ke seluruh dunia. Singkatnya Allah Ta’ala telah memberikan dua nama tersebut dengan tujuan: Pertama, Yang Mulia Rasulullah Muhammad saw., menzahirkan nama Ahmad-nya pada masa awal kehidupan Islam di Makkah, yang mengajarkan keteguhan dan kesabaran. Kedua, kemudian Beliau saw., menzahirkan nama Muhammad-nya dalam masa kehidupan di Madinah dan di sana berdasarkan kebijakan Allah Ta’ala sesuai kondisinya terpaksa harus membalas, menghukum dan menghancurkan para penentang Islam. Akan tetapi sudah dinubuwatkan bahwa nanti di Akhir Zaman nama Ahmad akan dizahirkan kembali melalui seseorang yang dengan perantaraannya sifat Ahmad (lemah-lembut) dari Rasulullah Muhammad saw., akan di zahirkan kembali. Dan beliau akan menghabiskan (menghilangkan) semua peperangan. Maka berdasarkan hal inilah nama golongan ini sangat tepat diberi nama Jemaat Ahmadiyah supaya setiap orang begitu mendengar nama ini dapat memahami bahwa golongan ini datang ke dunia untuk menyebarkan perdamaian dan persaudaraan serta golongan ini sedikit pun tidak ada hubungannya dengan peperangan, perkelahian, dan tindakan anarki. Maka, wahai Saudara-saudara! Nama ini penuh berkah bagi anda dan bagi setiap orang yang mencari aman dan kedamaian. Nama golongan ini memberikan kabar suka tentang keamanan dan kedamaian. Golongan yang penuh berkah ini sudah banyak ditulis dan disebut dalam kitab para Nabi terdahulu serta banyak sekali isyarat atau tanda-tanda akan kemunculannya. Tuhan telah memberkahi nama ini. Wahai Tuhan! Masukanlah orang-orang Islam di seluruh belahan bumi ke dalam golongan yang berberkah ini supaya racun pertumpahan darah manusia hilang sirna secara total dari hati mereka dan mereka menjadi abdi-abdi Engkau. Wahai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana! Jadikanlah demikian”.
Sidang Jalsah Yang Di Rahmati Allah!
Jemaat Ahmadiyah didirikan dengan tujuan untuk mengibarkan panji Islam: ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻤﺤﻤﺪﺮﺴﻮﻞﺍﷲ - Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah, ke seluruh dunia. Jemaat Ahmadiyah meyakini: Islam adalah Khaatamud-diin, Nabi Muhammad adalah Khairul Mursaliin dan Khaataman-Nabiyyin, dan, Al-Quran adalah Khaatamul Kutuub.
Berlatar nama Ahmad, nama lain Nabi Muhammad Saw, - yang menampilkan sifat jamal – kelembutan, keindahan dan kecantikan, dan Sang Pendiri, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, berlatar sebagai seorang fanaa fil-laah, dan fanaa fir-Rasul Saw, sebagai dhil (bayangan), buruz (cerminan), dan seorang yang mengenakan jubah kenabian Nabi Muhammad Saw, Jemaat Ahmadiyah tampil mengibarkan panji Islam: ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻤﺤﻤﺪﺮﺴﻮﻞﺍﷲ - Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah, dan mengembangkan sayap-sayap dakwahnya ke seluruh penjuru dunia, dengan wajah utuh Nabi Muhammad Saw, dan Islam: santun, toleran, dan damai, yang oleh Al-Quran dilukiskan sebagai: rahmatal-lil’aalamin , tidak ada paksaan, tidak ada sabetan pedang.
Santun, dalam arti, lemah lembut, handap asor, tidak berangasan, tidak radikal.
Toleran, dalam arti, menghargai dan menghormati sesama umat manusia, sesama pemeluk agama dan aliran/kelompok agama apa pun, bahkan kepada yang tidak beragama sekalipun.
Damai, dalam arti, siapa pun, yang duduk bersamanya ia merasa aman dan nyaman, tidak khawatir disakiti, diintimidasi, dan didholimi.
Wajah santun, toleran, dan damai Ahmadiyah, merupakan perwujudan dan cerminan dari wajah Islam yang sempurna, dan merupakan perwujudan dan cerminan (dhil-buruz) Nabi Muhammad dan Ahmad Rahmatal-lil’aalamin - rahmat bagi seluruh makhluk penghuni semesta alam.
Tidak mengherankan jika Jemaat Ahmadiyah, dalam upaya mengibarkan panji Islam: Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah dimana-mana, dan kemana-mana, diseluruh dunia, selalu mengkampanyekan:
• Loyalty – Kesetiaan (kepada bangsa dan negara)
• Freedom – Kemerdekaan (kemerdekaan dari penjajah, kemerdekaan dari nafsu, kemerdekaan beragama dan beribadah menurut ajaran agama dan kepercayaan)
• Equality – Kesetaraan (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara bangsa berkulit putih atau hitam, anatara laki-laki dan perempuan)
• Respect – Menghargai, Menghormati (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, dan antara satu aliran dengan aliran agama yang lain)
• Peace – Damai, (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, dan antara satu aliran dengan aliran agama yang lain)
• Love for all hatred for none – mencintai semua orang, tidak membenci siapa pun.
Berikut antara lain cara Ahmadiyah berdakwah di jalan-jalan di kota Lodon, Inggris, dan New York, Amerika Serikat
Bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan Ahmadiyah adalah perwujudan dan cerminan (dhil-buruz) Nabi Muhammad dan Ahmad, Rahmatal-lil’aalamin, tampak dalam Liwa-e- (Bendera) Ahmadiyah, yang merupakan simbol existensi dan identitas Jemaat Ahmadiyah.
Sejenak, mari kita perhatikan dan kita telaah simbol-simbol Liwa-e-Ahmadiyah:
Warna Hitam, menggambarkan alam rohani saat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dibangkitkan, dan Ahmadiyah didirikan, sedang pekat diliputi kegelapan. Dan, bisa juga menggambarkan, suasana alam bagi Ahmadiyah seolah-olah menjadi gelap, karena perlawanan terhadap Ahmadiyah, tak pernah kunjung padam.
Bulan Purnama, menggambarkan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Beliau bersinar terang menerangi seluruh alama mayapada, karena beliau telah berhasil menyerap sinar matahari rohani Nabi Muhammad Saw, - sehingga beliau menjadi Dhilli, dan Buruzi, Nabi Muhammad Saw, seperti bulan bersinar karena ia menyerap sinar matahari.
Bulan Sabit, mengilustrasikan Kudrat Tsaniyah – para Khalifatul Masih, dhil dari dhilli-nya Nabi Muhammad Saw. Mereka bersinar karena mendapat pancaran sinar bulan rohani, dhilli Muhammad Saw, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan pancaran sinar matahari rohani, Haqiqi Nabi Muhammad Saw.
Bintang, mengilustrasikan, para cantrik – santri - murid-murid setia Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Mereka bersinar karena mendapat pancaran sinar bulan rohani, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, dan pancaran sinar matahari rohani, Nabi Muhammad Saw.
Menara, mengilustrasikan, keagungan Allah dikumandangkan, panggilan kepada Allah, panggilan kepada kebaikan dan kebenaran, dengan santun, dengan toleran, dengan damai, dengan hikmah dan mau’idhah hasanah, diserukan.
Wa Laqad Nashara kumul-laahu bi badriw-wa antum adillah,(Ali Imran 3:124) merupakan sebuah kabar suka, Allah Swt, pasti akan memberikan pertolongan kepada Dhilli Muhammad (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as), dan kepada Dhil dari Dhilli Muhammad (Para Khalifatul Masih), dan kepada Bintang (para cantrik murid-murid setia Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as), untuk mengusir kegelapan dengan kilau cahaya kebenarannya, sebagaimana Allah Swt, telah memberikan pertolongan kepada Haqiqi Muhammad Saw, dan para pengikut setianya, dalam perang Badar yang amat dahsyat.
Bulan Purnama, Bulan Sabit, Bintang, tanpa pamrih, tanpa mengenal lelah, tanpa hirau apakah ada yang peduli atau tidak, terus bercahaya dan memancarkan cahayanya menerangi alam mayapada walau kegelapan – penentangan dan penolakan, menyelimutinya.
Menara, juga tanpa pamrih, tanpa mengenal lelah, tanpa hirau apakah ada yang peduli atau tidak, terus mengumandangkan keagungan Allah, memanggil manusia kepada Allah, menyeru manusia kepada kebaikan dan kebenaran.
Itulah makna simbol-simbol Liwa-e-(Bendera) Ahmadiyah, yang sejatinya mencerminkan jati diri sesungguhnya Jemaat Ahmadiyah.
Riak dan gelombang penolakan memang selalu menghadang Jemaat Ahmadiyah dimanapun ia tumbuh. Penolakan datang dari perorangan, kelompok, lembaga, bahkan hingga negara. Warna penolakan juga beragam dari adu argumentasi, fatwa, fitnah, teror fisik, hingga teror politik.
Namun, karena wajahnya yang santun, toleran dan damai, rahmatal-lil’aalamiin, perlahan tapi pasti, Jemaat Ahmadiyah, terus tumbuh dan berkembang diseluruh dunia, persis seperti yang diilustrasikan Al-Quran: “Dan, perumpaman mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat; kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya”. (Al Fath 48:30)
Dengan wajah utuh Nabi Muhammad Saw dan wajah utuh Islam: santun, toleran, dan damai, rahmatal-lil’aalamin, Jemaat Ahmadiyah dapat tumbuh di lima benua di seluruh dunia. Jemaat Ahmadiyah tumbuh di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negeri tirai bambu China, Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negeri tirai besi Rusia, Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negara-negara Aprika, dan Jemaat Ahmadiyah tumbuh di negeri-negeri barat sekuler Eropa dan Amerika.
Imam Jemaat Ahmadiyah ke-V, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba, dalam pidato Jalsah Salanah Qadian 2012 lalu, menyampaikan, Jemaat Ahmadiyah, kini telah berkembang di 203 negara di dunia, dengan jumlah pengikut lebih 200 juta jiwa. Allaahu Akbar!
Ahmadiyah Islam Indonesia Bukan Islam di Indonesia
Sidang Jalsah Yang Di Rahmati Allah!
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Ahmadiyah Internasional yang didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., yang dulu berpusat di Qadian, India, dan sekarang di Rabwah, Pakistan.
Setelah Hadhrat Murza Ghulam Ahmad as, wafat (1908), Jemaat Ahmadiyah di Pimpin seorang Khalifatul Masih.
Hadhrat Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin ra. (Khalifatul Masih I – 1908-1914).
Hadhrat Al-Haj Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra (Khalifatul Masih II – 1914-1965).
Hadhrat Mirza Nasir Ahmad ra (Khalifatul Masih III – 1965-1982).
Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rha (Khalifatul Masih IV – 1982-2003).
Dan, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba (Khalifatul Masih V – 2003-Sekarang).
Jemaat Ahmadiyah Indonesia berdiri tahun 1925, 20 tahun sebelum Indonesia merdeka. Jemaat Ahmadiyah Indonesia pertama kali bersemi di Tapak Tuan, Aceh, kemudian melebar ke Padang, Sumatera Barat, kemudian ke Batavia (Jakarta sekarang), dan kemudian ke seluruh daratan Jawa, dan akhirnya tersebar diseluruh wilayah NKRI. Kini, Jemaat Ahmadiyah Indonesia memiliki lebih 350 Cabang di 33 Provinsi di seluruh wilayah Indonesia.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah organisasi legal formal berbadan hukum dengan SK Menteri Kehakiman RI No. JA.5/23/13 Tgl 13-3-1953. Dengan Badan Hukum tersebut berarti Jemaat Ahmadiyah Indonesia mempunyai hak untuk hidup di seluruh wilayah NKRI.
Sebagai bagian dari Jemaat Ahmadiyah Internasional, Jemaat Ahmadiyah Indonesia tidak mempunyai wajah lain kecuali wajah utuh Nabi Muhammad Saw, dan Islam: santun, toleran, dan damai, yang oleh Al-Quran dilukiskan sebagai: rahmatal-lil’aalamin.
Panji yang dikibarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga sama, yaitu panji Islam: ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲﻤﺤﻤﺪﺮﺴﻮﻞﺍﷲ - Laa ilaaha Ilallah Muhammadur-Rasulullah. Jemaat Ahmadiyah Indonesia meyakini: Islam adalah Khaatamud-diin, Muhammad adalah Khaataman-Nabiyyin, dan, Al-Quran adalah Khaatamul Kutuub.
Oleh karena itu, seperti halnya Jemaat Ahmadiyah Internasional, Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga sama mengkampanyekan: Loyalty – Kesetiaan (kepada bangsa dan negara). Freedom – Kemerdekaan (kemerdekaan dari penjajah, kemerdekaan dari nafsu, kemerdekaan beragama dan beribadah menurut ajaran agama dan kepercayaan). Equality – Kesetaraan (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara bangsa berkulit putih atau hitam, anatara laki-laki dan perempuan). Respect – Menghargai, Menghormati (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, antara satu aliran dengan aliran agama yang lain). Peace – Damai, (antara satu suku bangsa dengan bangsa lain, antara satu agama dengan agama lain, dan antara satu aliran dengan aliran agama yang lain). Love for all hatred for none – mencintai semua orang, tidak membenci siapa pun.
Meskipun Jemaat Ahmadiyah berasal dari Hindustan dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Ahmadiyah internasional, namun Jemaat Ahmadiyah Indonesia tumbuh bersama iklim Indonesia, bersama dengan adat istiadat Bangsa Indonesia, bersama dengan kultur budaya Bangsa Indonesia, bahkan bersama dengan semangat revolusi perjuangan bangsa Indonesia. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, bersama dengan segenap kompenen Bangsa Indonesia yang lain, terjun dalam kancah revolusi berjuang merebut kemerdekaan.
Berikut, sebuah kesaksian seorang pelaku sejarah: “Ketika Belanda menyerahkan kedaulatan ke tangan Republik Indonesia, Bung Karno harus pindah lagi dari Yogyakarta ke Jakarta. Saya mendapat kehormatan terpilih dalam rombongan 12 orang pengantar beliau ke Jakarta dengan plane pertama “Garuda”, di mana saya satu-satunya orang yang bukan warga negara RI. Di antara ke-12 orang itu terdapat antara lain Ki Hajar Dewantara, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sri Paku Alam, Raden Mas Haryoto dan lain-lain”. Kejadian-kejadian itu menjadi kenangan yang indah dan memberikan suatu perasaan bangga karena perintah dari Imam Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Khalifatul Masih II ra. Dengan demikian merasa sebagai suatu kewajiban yang suci untuk mempertahankan kemerdekaan dan kehormatan Bangsa Indonesia, sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw: “Hubbul wathan minal iimaan” – kecintaan kepada tanah air adalah sebagian dari iman”, demikian keskasian Maulana Sayid Syah Muhammad Al-Jailani, Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia berkebangsaan India, yang bersama dengan komponen Bangsa yang lain ikut berjuang dalam kancah revolusi, sebelum dan sesudah Republik Indonesia merdeka.
Keyakinan, kepedulian dan keikutsertaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam kancah revolusi perjuangan Bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, menjunjukan: Jemaat Ahmadiyah Indonesia 100 % Islam dan 100 % Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, meskipun Jemaat Ahmadiyah berasal dari Hindustan, dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Ahmadiyah internasional, namun Jemaat Ahmadiyah Indonesia, menghargai dan menghormati adat istiadat Bangsa Indonesia, menghargai dan menghormati kultur budaya Bangsa Indonesia, bahkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia menerima, mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara.
Dalam Anggaran Dasar Perubahan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1989), dijelaskan sbb:
Bab II.
Asas
Pasal 2
Jemaat Ahmadiyah Indonesia berasaskan Pancasila.
Bab III.
Tujuan
Pasal 3
(1) Jemaat Ahmadiyah Indonesia menghayati, mengamalkan dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (seribu sembilan ratus empat puluh lima)
(2) Jemaat Ahmadiyah Indonesia bertujuan :
a) Mengembangkan Agama Islam, ajaran Nabi Muhammad Shollallaahu Alaihi Wasalam menurut Al-Quran, Sunnah dan Hadits.
b) Membina dan memelihara persatuan dan kesatuan Bangsa serta meningkatkan kemampuan para anggautanya baik dalam bidang sosial, pendidikan, kebudayaan, akhlak, amal bakti maupun kerohanian.
Sikap Jemaat Ahmadiyah terhadap negara dan Bangsa Indonesiasia, sangat sesuai dengan petunjuk Al-Quran:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya,
dan kepada orang-orang yang memegang kekuasaan di antara kamu”. (An Nisa 4:60)
Sebagai orang Islam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, seutuhnya berpedoman dan berpegang teguh kepada kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. Sebagai Bangsa Indonesia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, menghargai dan menghormati adat istiadat Bangsa Indonesia, menghargai dan menghormati kultur budaya Bangsa Indonesia, menghargai, menghormati dan mengakui keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menerima Pancasila sebagai Dasar Negara, dan Undang-Undang Dasar 1945.
Hal-hal penting bagi Jemaat Ahmadiyah dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara:
Islam : Yes! Agama terakhir dan tersempurna
Pancasila : Yes!
UUD 1945 : Yes!
NKRI : Yes!
Bhineka Tunggal Ika : Yes!
Demokrasi : Oke!
Pluralisme : Oke!
Fakta-fakta ini menunjukan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia.
Kenapa Jemaat Ahmadiyah Indonesia disebut Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia?
Sidang Jalsah yang rahmati Allah!
Sejak Bangsa Indonesia memasuki era reformasi (1998), fenomena Islam di Indonesia ada dua katagori. Ada Islam Indonesia, dan ada Islam di Indonesia.
Islam Indonesia, datang dari Timur Tengah atau dari Hindustan sana. Mengadopsi semua ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Tumbuh di Indonesia sesuai dengan iklim, adat istiadat, dan budaya Indonesia.
Sebagai umat beragama, sepenuhnya berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw, sumber pokok ajaran Islam. Sebagai warga negara, sepenuhnya berpedoman kepada Dasar Negara: Pancasila dan UUD 1945. Ia 100 % Islam tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip kebangsaannya, dan 100 % Bangsa Indonesia tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip keagamaannya.
Karakter Islam Indonesia: santun, toleran dan damai. Ia menghargai, dam menghormati agama, kepercayaan, tradisi, adat istiadat dan budaya Bangsa Indonesia. Ia menghargai, menghormati: Indonesia sebagai sebuah Bangsa dan sebuah Negara, dan menerima Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD 1945.
Bagi Islam Indonesia:
• Islam : Yes
• Indonesia : Yes
• Pancasila : Yes
• UUD 1945 : Yes
• NKRI : Yes
• Bhineka Tunggal Ika : Yes
• Demokrasi : Yes
• Pluralisme : Yes
Dengan alasan-alasan seperti yang telah dikemukakan diatas, saya menyimpulkan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, termasuk dalam katagori Islam Indonesia.
Islam di Indonesia, datang dari Arab atau Timur Tengah atau dari Hindustan sana. Mengadopsi semua pola, dari pola politik, tradisi, adat istiadat Arab dan Timur Tengah umumnya, hingga ke bentuk pakaian dan penutup kepala, yang konon disebutnya sebagai pola agama,.
Bagi Islam Indonesia:
• Islam : Yes
• Indonesia : Yes
• Pancasila : Yes
• UUD 1945 : Yes
• NKRI : Yes
• Bhineka Tunggal Ika : Yes
• Demokrasi : Yes
• Pluralisme : Yes
Dengan alasan-alasan seperti yang telah dikemukakan diatas, saya menyimpulkan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, termasuk dalam katagori Islam Indonesia.
Islam di Indonesia, datang dari Arab atau Timur Tengah atau dari Hindustan sana. Mengadopsi semua pola, dari pola politik, tradisi, adat istiadat Arab dan Timur Tengah umumnya, hingga ke bentuk pakaian dan penutup kepala, yang konon disebutnya sebagai pola agama,.
Karakter Islam di Indonesia: intoleran dan radikal. Menganggap semua orang yang tidak sefaham adalah kafir. Bom bunuh diri halal dengan alasan jihad. Ia Datang di Indonesia dengan ingin mengetrapkan segala pola politik, tradisi, adat istiadat Arab dan Timur Tengah umumnya, tanpa menghargai dan menghormati sedikitpun tradisi, adat istiadat dan budaya Bangsa Indonesia, bahkan dengan Indonesia sebagai sebuah Negara.
Bagi Islam di Indonesia:
• Indonesia : Negeri Kafir, dan Negeri Thagut
• Pancasila : Haram
• UUD 1945 : Haram
• NKRI : Haram
• Bhineka Tunggal Ika : Haram
• Demokrasi : Sistem Kufur: Haram
• Pluralisme : Haram
Karena mereka beranggapan Indonesia negeri kafir, Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Demokrasi, Pluralisme: haram, maka mereka pun bercita-cita ingin merubah bentuk negara menjadi negara Islam, dan mengganti Pancasila dengan syari’ah, dengan khilafah, dll.
Berikut jargon-jargon propaganda mereka:
“Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Hanya dengan Khilafah, syariat Islam yang dirindukan dapat diterapkan ditengah kalian. Hanya dengan Khilafah kalian dapat merajut kembali benang-benang kejayaan dan keemasan seperti sejarah umat terdahulu”.
“Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Ingatlah bahwa Allah mewajibkan kalian taat pada satu Ulil Amri yang kalian bai’at sendiri sebagai Khalifah/Imam. Allah juga mewajibkan kalian mengemban dakwah dan jihad ke seantero dunia. Dan semua itu hanya dapat terwujud dengan tegaknya Khilafah Islamiyah”.
Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Kehidupan yang kalian jalani dengan menjauhi Islam nyatanya tidak membawa kesejahteraan hidup. Sebaliknya, semua hanya menuai kesengsaraan dan kesempatan serta tumbuh suburnya kemaksiatan dan kemungkaran”.
“Tolak Kepemimpinan Sekuler. Tegakan Khilafah. Terapkan Syari’ah. Ganti Sistemnya. Jangan Cuma Orangnya. Satukan Pikiran dan Langkah. Angkat Kepala Negara Yang Mau Menegakan Syari’ah”.
(Selebaran Hizbut Tahrir Indonesia, Jumat 25 Maret 2005)
Bagi Islam di Indonesia:
• Indonesia : Negeri Kafir, dan Negeri Thagut
• Pancasila : Haram
• UUD 1945 : Haram
• NKRI : Haram
• Bhineka Tunggal Ika : Haram
• Demokrasi : Sistem Kufur: Haram
• Pluralisme : Haram
Karena mereka beranggapan Indonesia negeri kafir, Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Demokrasi, Pluralisme: haram, maka mereka pun bercita-cita ingin merubah bentuk negara menjadi negara Islam, dan mengganti Pancasila dengan syari’ah, dengan khilafah, dll.
Berikut jargon-jargon propaganda mereka:
“Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Hanya dengan Khilafah, syariat Islam yang dirindukan dapat diterapkan ditengah kalian. Hanya dengan Khilafah kalian dapat merajut kembali benang-benang kejayaan dan keemasan seperti sejarah umat terdahulu”.
“Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Ingatlah bahwa Allah mewajibkan kalian taat pada satu Ulil Amri yang kalian bai’at sendiri sebagai Khalifah/Imam. Allah juga mewajibkan kalian mengemban dakwah dan jihad ke seantero dunia. Dan semua itu hanya dapat terwujud dengan tegaknya Khilafah Islamiyah”.
Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Kehidupan yang kalian jalani dengan menjauhi Islam nyatanya tidak membawa kesejahteraan hidup. Sebaliknya, semua hanya menuai kesengsaraan dan kesempatan serta tumbuh suburnya kemaksiatan dan kemungkaran”.
“Tolak Kepemimpinan Sekuler. Tegakan Khilafah. Terapkan Syari’ah. Ganti Sistemnya. Jangan Cuma Orangnya. Satukan Pikiran dan Langkah. Angkat Kepala Negara Yang Mau Menegakan Syari’ah”.
(Selebaran Hizbut Tahrir Indonesia, Jumat 25 Maret 2005)
Dalam forum ini, saya tidak akan menyebutkan siapa dan apa nama kelompok yang masuk dalam katagori Islam di Indonesia. Tidak pada tempatnya saya menyebutkan kelompok-kelompok yang masuk dalam katagori Islam di Indonesia dalam forum ini. Saya percaya, hadirin-hadirat, sudah dapat menebak kelompok-kelompok Islam apa saja yang masuk dalam katagori Islam di Indonesia.
Dalam forum ini, saya hanya ingin menyampaikan:
• Kepada masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam yang telah menjadi Islam Indonesia, lanjutkan, dan ajak serta jugalah warga masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam yang lain agar mereka mengikuti jejak anda menjadi Islam Indonesia, Islam yang toleran, santun, dan damai, Islam yang menjadi rahmat bagi segenap umat manusia dan alam.
• Kepada masyarakat Bangsa Indonesia yang terlanjur mengikuti faham/gerakan Islam di Indonesia, ingatlah, Islam adalah agama rahmatal-lil’aalamiin dan kaafatal-linnas, bukan agama lil arab, sehingga semua harus di arabisasi. Islam adalah agama fitrah – agama yang sesuai dengan fitrat manusia, manusia bersuku, berbangsa, dan berbahasa apa saja. Tinggalkan Islam di Indonesia. Jadilah Islam Indonesia. Kita bisa menjadi Islam yang kaaffah tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip kebangsaan kita. Dan kita bisa menjadi Bangsa Indonesia utuh, Bangsa Indonesia yang tulen, tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip keagamaan atau ke-Islam-an kita.
• Kepada para penyelenggara negara yang ditangannya ada kekuasaan, reformasi selain telah melahirkan sebuah harapan Indonesia Baru, juga telah melahirkan berbagai krisis multi dimensi: sosial, politik, ekonomi, budaya, juga agama. Berhati-hatilah bersikap dan mengambil kebijakan. Jangan sampai masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam dengan Islam Indonesia, yang santun, toleran, damai, demi pamor dan kekuasaan, mereka dibatasi, tidak diberi ruang dinegeri ini, karena minoritas, padahal sesungguhnya merekalah yang loyal kepada Bangsa dan Negara, kepada Pancasila dan UUD 1945. Sementara, masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam dengan Islam di Indonesia, yang intoleran radikal, demi pamor dan kekuasaan, justru mereka dirangkul, diberikan ruang dan tempat, karena suara mereka nyaring hingga tampak seperti mayoritas padahalah sebenarnya minoritas, padahal sesungguhnya mereka membayakan Bangsa dan Negara, mereka menolak Pancasila, menolak UUD 1945, menolak NKRI, menolak Bhineka Tunggal Ika, menolak Demokrasi, menolak Pluralisme.
Menutup uraian ini, saya hanya bisa berharap dan berdoa:
Semoga masyarakat Bangsa Indonesia tidak salah memilih Islam.
Semoga para penguasa negara bersikap arif dan bijaksana
Semoga Islam Indonesia: Islam yang santun, Islam yang toleran, Islam yang
damai, membumi di Indonesia di Bumi Pancasila.
Amiin, allaahumma amiien!
Hidup Indonesia!
Hidup Islam Indonesia!
Hidup Ahmadiyah Indonesia!
Semarang, Juni 2013
Dalam forum ini, saya hanya ingin menyampaikan:
• Kepada masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam yang telah menjadi Islam Indonesia, lanjutkan, dan ajak serta jugalah warga masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam yang lain agar mereka mengikuti jejak anda menjadi Islam Indonesia, Islam yang toleran, santun, dan damai, Islam yang menjadi rahmat bagi segenap umat manusia dan alam.
• Kepada masyarakat Bangsa Indonesia yang terlanjur mengikuti faham/gerakan Islam di Indonesia, ingatlah, Islam adalah agama rahmatal-lil’aalamiin dan kaafatal-linnas, bukan agama lil arab, sehingga semua harus di arabisasi. Islam adalah agama fitrah – agama yang sesuai dengan fitrat manusia, manusia bersuku, berbangsa, dan berbahasa apa saja. Tinggalkan Islam di Indonesia. Jadilah Islam Indonesia. Kita bisa menjadi Islam yang kaaffah tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip kebangsaan kita. Dan kita bisa menjadi Bangsa Indonesia utuh, Bangsa Indonesia yang tulen, tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip keagamaan atau ke-Islam-an kita.
• Kepada para penyelenggara negara yang ditangannya ada kekuasaan, reformasi selain telah melahirkan sebuah harapan Indonesia Baru, juga telah melahirkan berbagai krisis multi dimensi: sosial, politik, ekonomi, budaya, juga agama. Berhati-hatilah bersikap dan mengambil kebijakan. Jangan sampai masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam dengan Islam Indonesia, yang santun, toleran, damai, demi pamor dan kekuasaan, mereka dibatasi, tidak diberi ruang dinegeri ini, karena minoritas, padahal sesungguhnya merekalah yang loyal kepada Bangsa dan Negara, kepada Pancasila dan UUD 1945. Sementara, masyarakat Bangsa Indonesia beragama Islam dengan Islam di Indonesia, yang intoleran radikal, demi pamor dan kekuasaan, justru mereka dirangkul, diberikan ruang dan tempat, karena suara mereka nyaring hingga tampak seperti mayoritas padahalah sebenarnya minoritas, padahal sesungguhnya mereka membayakan Bangsa dan Negara, mereka menolak Pancasila, menolak UUD 1945, menolak NKRI, menolak Bhineka Tunggal Ika, menolak Demokrasi, menolak Pluralisme.
Menutup uraian ini, saya hanya bisa berharap dan berdoa:
Semoga masyarakat Bangsa Indonesia tidak salah memilih Islam.
Semoga para penguasa negara bersikap arif dan bijaksana
Semoga Islam Indonesia: Islam yang santun, Islam yang toleran, Islam yang
damai, membumi di Indonesia di Bumi Pancasila.
Amiin, allaahumma amiien!
Hidup Indonesia!
Hidup Islam Indonesia!
Hidup Ahmadiyah Indonesia!
Semarang, Juni 2013
0 komentar:
Post a Comment