“[Adalah wajib bagi manusia] untuk tidak bersikap munafik. Misalnya jika ada seorang Hindu (apakah itu penguasa ataupun pejabat) mengataan bahwa Rām (Tuhan orang Hindu -pent.) dan Rahīm (Maha Penyayang) itu satu adanya, maka pada kesempatan seperti itu janganlah bersikap mudahinah (mengiya-iyakan). Allah Ta’ala tidak melarang kita dari peradaban (tata-krama).
Berikanlah jawaban yang sesuai dengan peradaban (tata-krama). Hikmah itu bukanlah berarti supaya kita melakukan pembicaraan tanpa sebab yang menimbulkan amarah serta peperangan. Janganlah sekali-kali menyembunyikan kebenaran, sebab dengan cara mudahinah (mengiya-iyakan)_ manusia bisa mennjadi kafir”:
[Syair:] Yaare Ghaalib syaw keh taa ghaalib
………………….
Hendaknya kita harus menjaga dan memelihara perasaan Allah Ta’ala. Di dalam agama kita tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan peradaban (tata-krama)” (Malfuzāt, Jld. I, hlm. 6-7).
Berikanlah jawaban yang sesuai dengan peradaban (tata-krama). Hikmah itu bukanlah berarti supaya kita melakukan pembicaraan tanpa sebab yang menimbulkan amarah serta peperangan. Janganlah sekali-kali menyembunyikan kebenaran, sebab dengan cara mudahinah (mengiya-iyakan)_ manusia bisa mennjadi kafir”:
[Syair:] Yaare Ghaalib syaw keh taa ghaalib
………………….
Hendaknya kita harus menjaga dan memelihara perasaan Allah Ta’ala. Di dalam agama kita tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan peradaban (tata-krama)” (Malfuzāt, Jld. I, hlm. 6-7).