Tim penanganan JAI Pemkot Banjar melalui suratnya tertanggal 20 November 2014 yang bernomor: 07/TP-JH/XI/2014 dan baru diterima JAI Banjar Sabtu tgl 22 Nopember 2014, mengundang JAI Kota Banjar untuk menghadiri rapat penanganan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Kota Banjar yang dilaksanakan Hari Sabtu Tanggal 22 Nopember 2014 bertempat di kantor MUI Kota Banjar dimana surat itu ditandatangani ketua tim Penanganan Drs. H. Undang Munawar M.Pd
Hadir Dalam pertemuan tersebut selain ketua tim penanganan JAI Pemkot Banjar, Hadir pula Drs. Kaswad Kabid Kesos Pemkot Banjar yang juga merupakan sekertaris Tim penanganan dan merangkap sekertaris FKUB, Ketua MUI Banjar KH. Ridwan Mansyur, AKP Rosidi Kasat Intel Polresta Banjar, perwakilan dari Satpol PP, dan beberapa perwakilan ormas dari Muhamadiyah, Persis, dan FPI.
Hadir Dalam pertemuan tersebut selain ketua tim penanganan JAI Pemkot Banjar, Hadir pula Drs. Kaswad Kabid Kesos Pemkot Banjar yang juga merupakan sekertaris Tim penanganan dan merangkap sekertaris FKUB, Ketua MUI Banjar KH. Ridwan Mansyur, AKP Rosidi Kasat Intel Polresta Banjar, perwakilan dari Satpol PP, dan beberapa perwakilan ormas dari Muhamadiyah, Persis, dan FPI.
Dalam Rapat tersebut ketua tim
Penanganan JAI Pemkot Banjar H. Undang Munawar menyatakan latar belakang
pertemuan tersebut adalah menyikapi adanya surat dari Pengurus Ahmadiyah Banjar
kepada Walikota Banjar Nomor: 03/JAIBJR/17/11/20014 yang isinya akan menggunakan kembali Mesjid
Istiqamah Banjar. Menurut pria yang juga merangkap jadi kepala Kandepag Kota
Banjar ini meminta kepada Jemaat Ahmadiyah Kota Banjar untuk sabar menunggu
sikap walikota untuk kasus ini.” Segala sesuatu terkait masalah ini karena ini
menyangkut SK Walikota maka harus menunggu keputusan Walikota. Jangan membuka
segel dan jangan menggunakan Masjid tersebut sebelum ada keputusan Walikota”,
Ujarnya. Dia menambahkan sebenarnya Surat Keputasan Walikota tersebut targetnya
untuk menjaga Kondusifitas Kota Banjar. Selanjutnya Drs. H. Kaswad M.Pd.I
sekertaris tim penanganan JAI Pemkot Banjar mengatakan bahwa segala aktifitas
Ahmadiyah itu telah dilarang baik oleh SKB 3 Menteri, Pergub Jabar, dan SK
Wlikota sendiri. Dan selain itu dalam aktifitasnya menurut Arsad Ahmadiyah Banjar telah melakukan penyebaran
paham Ahmadiyah dan itu dilarang SKB 3 Menteri, “Saya sudah punya bukti-
buktinya diantaranya beberapa buku, pamplet, dan brosur” tegasnya.
Sementara itu Hendra yang mengaku
perwakilan dari Ormas FPI menegaskan bahwa Ahmadiyah Kota Banjar harus taati SK
Walikota tentang pembekuan aktifitas Ahmadiyah di kota Banjar. “jika Ahmadiyah
dengan sengaja membuka segel lagi maka kami Ormas Islam dan Masyarakat akan
membuat perhitungan dan akan meminta pertanggunganjawab kepada Ahmadiyah kota
Banjar dan tentu ada prosedur mainnya” ancamnya. Hendar juga mempersilahkan
membuka segel Mesjid Istiqomah apabila sudah ada keputusan yang jelas dari
Walikota Banjar.
Menanggapi itu semua beberapa
perwakilan dari Ahmadiyah Kota Banjar angkat bicara. Diantaranya datang dari H.
Muhamad Syaiful Uyun. Menurutnya, dirinya yang aseli putera banjar asal Desa Pasirnagara,
Kecamatan Pamarican Kota Banjar sangat tahu persis kondisi Ahmadiyah Banjar
dari dulu. Menurut Pria yang merupakan
alumni salahsatu Madrasah Tsanawiyah
Kota Banjar lulusan Tahun 1980 ini memaparkan, dari Tahun 1980 sampai dengan
2005 kondisi Ahmadiyah Banjar sangat kondusif. Amadiyah sejak dulu belum pernah
melakukan makar, demo, dan tidak pernah berbuat keributan. Selanjutnya menambahkan
seperti halnya SKB 3 Menteri dan juga karena alasan semuanya untuk menjaga
kondusifitas, Syaiful Uyun mengusulkan agar Pemkot Banjar pun menerbitkan
Peraturan yang sama kepada masyarakat terutama kepada masyarakat yang
menyatakan tidak senang kepada Ahmadiyah yang membuat kegaduhan, provokatif.
“Jangan hanya peraturan itu ditujukan kepada Ahmadiyah saja harus kepada
keduanya”. Paparnya. Selain itu juga Mubaligh Wilayah Priangan Timur ini
menanggapi dan mengoreksi apa yang di paparkan oleh sekertaris tim penanganan
Drs. H. Kaswad bahwa Ahmadiyah Banjar telah menyebarkan paham melalui buku-buku
dan brosur. Menurutnya itu tidak benar, buku-buku dan brosur itu beredar hanya
untuk kalangan internal Ahmadiyah
sendiri tidak untuk diberikan keluar dan itu diperbolehkan. “Yang dilarang itu
kan menyebarkannya keluar kecuali ada yang minta sendiri ya kita kasih” Jelas Syaiful Uyun.
Tanggapan kedua dari pihak
Ahmadiyah disampaikan oleh Dadan Andriana SH. Dadan menjelaskan bahwa Ahmadiyah sudah
berbadan hukum. Baik Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur harus berdasar
pada UUD dan SKB 3 Menteri. Selanjutnya dalam menafsirkan SKB 3 menteri harus
mengacu kepada Surat Edaran Bersama Sekretaris Jendral Departemen Agama, Jaksa
Agung Muda Intelijen, dan direktur Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik
Departemen Dalam Negeri Nomor : SE/SJ/1322/2008, Nomor :
SE/B-1065/D/Dsp.4/08/2008, Nomor : SE/119/921.D.III/2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008; Nomor KEP-033/A/JA/2008; Nomor
199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI) dan warga Masyarakat. Menurut Dadan disini di jelaskan
diantaranya di dalam point ke 3, Sosialisasi kepada warga masyarakat, diktum
keempat, pada kalimat terakhir
dikatakan, “Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat mematuhi hukum dengan tidak melakukan tindakan anarkis
seperti penyegelan, perusakan, pembakaran, dan perbuatan melawan hukum lainnya
terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI) serta harta bendanya. Dadan menjelaskan dalam point tersebut
sudah jelas siapapun masyarakat tidak melakukan tindakan anarkis seperti
penyegelan, perusakan, dan pembakaran. “ini sudah jelas Penyegelan dilarang”
paparnya rinci.
Menyikapi itu semua pengurus
Ahmadiyah Kota Banjar dalam waktu dekat ini akan melayangkan surat keberatan
atas SK Peraturan walikota Banjar Tahun 2011
tentang pembekuan aktifitas Ahmadiyah di kota Banjar dan meminta supaya
ditinjau kembali Peraturan Walikota tersebut dan meminta kepada Pemkot Banjar
agar mencabutnya karena tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 dan 29 dan SKB 3
Menteri itu sendiri. (Red)
0 komentar:
Post a Comment