Inilah segenap upaya dan gejolak dalam diriku yaitu aku berdoa kepada Allah Taala. Banyak harapan-harapan besar dalam keterkabulan doa.” Bahkan ada janji yang jelas dari Tuhan-ku kepadaku, yaitu "Ujību kulla du'a-ika – Aku akan mengabulkan seluruh doa engkau.
Akan tetapi aku benar-benar mengerti, bahwa yang dimaksud dengan kul (seluruh) adalah hal-hal yang dengan tidak mendengarnya (tidak mengabulkannya) akan menimbulkan kemudaratan. Akan tetapi jika Allah Ta'ala menginginkan tarbiyat dan ishlah (perbaikan) maka penolakan itu sendiri merupakan pengabulan doa.
Kadang-kadang manusia tidak berhasil dalam suatu doa dan dia beranggapan bahwa Allah Ta'ala menolak doanya. Padahal Allah Ta'ala mendengar doanya, dan pengabulan tersebut adalah dalam bentuk penolakan itu sendiri. Sebab baginya -- baik secara terselubung maupun hakikat – manfaat dan kebaikan terdapat dalam penolakan itu sendiri.
Dikarenakan manusia berpandangan sempit dan tidak berpikiran (berwawasan) luas – dan hanya percaya pada hal-hal yang zahir -- karena itu tepat baginya, agar ketika dia berdoa kepada Allah Ta’ala – dan pada kenyataannya tidak memberikan hasil yang bermanfaat kepadanya – maka hendaknya ia jangan berprasngka buruk terhadap Allah Ta’ala bahwa, “Dia tidak mendengarkan doaku”.
Dia mendengar doa setiap orang, “Ud’ūni astajib lakum (berdoalah kepada-Ku, Aku kabulkan bagi kamu). Rahasia dan hikmahnya adalah bahwa manfaat dan kebaikan bagi orang yang berdoa itu terletak dalam penolakan doa itu sendiri. Inilah asas dari doa. Dalam mengabulkan doa Allah Ta’ala tidak mengikuti kehendak dan pikiran kita.
Lihatlah, betapa sayangnya seorang ibu terhadap anak-anaknya, dan sang ibu berkeinginan supaya jangan sampai mereka mendapat kesusahan apapun. Akan tetapi jika anak-anak merengek-rengek meminta hal-hal yang tidak bermanfaat dan menangis meminta pisau tajam atau bara api yang menyala-nyala, maka dalam keadaan adanya kecintaan yang halal serta kasih-sayang yang sejati, apakah seorang ibu akan pernah dapat membiarkan supaya anaknya mengambil bara api lalu membakar tangannya? Atau menghunjamkan tangannya pada mata pisau yang tajam lalu memotong tangannya? Samasekali tidak. Dari dasar inilah dapat dipahami mengenai asas pengabulan doa”.
(Malfuzāt, Jld. I, hlm. hlm. 106-107).
0 komentar:
Post a Comment