“Sekarang kondisiku sudah sedemikian rupa, sehingga jika tampak suatu mimpi maka aku tidak mengartikannya secara khusus untuk pribadi atau diriku sendiri, melainkan aku pahami hal itu sebagai sesuatu yang berkaitan dengan Islam dan Jemaatku. Dan dengan bersumpah aku dapat mengatakan bahwa aku sedikit pun tidak mempedulikan diriku.
Malam tadi aku melihat mimpi meminum syarbat (jus) dalam sebuah mangkuk besar. Kelezatannya sedemikian rupa, sehingga perasaanku tidak sanggup menanggungnya, namun demikian tetap saja meminumnya. Dan di dalam hatiku pun sampai timbul pikiran bahwa banyak sekali saya buang air kecil, tetapi mengapa aku meminum syarbat yang begitu manis dan begitu banyak? Tetapi tetap saja aku meneguk mangkuk itu.
Ada pun yang dimaksud dengan syarbat adalah kesuksesan, dan hal itu merupakan isyarah kabar suka tentang kesuksesan Islam dan Jemaat kita. Sebenarnya, sejauh mana keluasn hubungan-hubungan seorang manusia, seluas itu pulalah wawasan mimpinya, sesuai hubungan-hubungan itu. Misalnya, jika ada seseorang di Kalkuta, yang kita sendiri tidak kenal maka tidak akan ada mimpi yang berkaitan dengan orang itu.
Demikianlah, beberapa tahun lalu, ketika hubunganku dengan beberapa orang saja, maka pada waktu itu mimpi yang datang pun hanya sebatas mereka saja. Sedangkan kini hubungan sudah dengan ribuan orang.”
(Malfuzhat, jld. I, hlm. 275-276)
0 komentar:
Post a Comment