Ahmadiyya Priangan Timur

.

Friday 16 May 2014

Al Baqarah

Surah 2
AL-BAQARAH
Diturunkan : Sesudah Hijrah
Ayatnya      : 287, dengan bismillah
Rukuknya   : 40.

READ ONLINE VIA ALISLAM.ORG


Nama, Waktu Diturunkan dan Hubungan dengan Lainnya

Surah ini, yaitu Surah Alquran terpanjang, diwahyukan di Medinah dalam empat tahun pertama
sesudah Hijrah dan dikenal sebagai Al-Baqarah. Nama itu disebut oleh Rasulullah s.a.w. sendiri. Surah ini agaknya mendapat nama dari ayat-ayat 68 - 72, ketika peristiwa penting dalam kehidupan kaum Yahudi dituturkan dengan singkat. Untuk masa yang panjang, orang-orang Yahudi pernah tinggal di Mesir sebagai hamba dan budak di bawah perbudakan yang sangat keji para firaun, penyembah sapi. Seperti kebiasaan kaum terjajah, mereka pun telah mengambil dan meniru secara membabi-buta, banyak kebiasaan dan adat orang-orang Mesir, dan akibatnya mereka mempunyai kecintaan yang begitu mendalam kepada lembu, sehingga mendekati penyembahan. Ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan mereka, agar mengorbankan lembu tertentu yang menjadi lambang persembahan mereka, mereka ingar-bingar tentang perintah itu.
Peristiwa itulah yang dituturkan oleh ayat-ayat 68 - 72. Di samping nama Al-Baqarah, Surah ini
mempunyai nama lain — yaitu Az-Zahra. Surah Al-Baqarah ini dan Ali’ Imran bersama-sama dikenal sebagai Az-Zahrawan — Sang Dwi Cemerlang (Muslim). Rasulullah s.a.w. diriwayatkan telah bersabda,
“Segala sesuatu mempunyai puncaknya, dan puncak Alquran ialah Al-Baqarah” (Tirmidzi). Surah ini
ditempatkan sesudah Al-Fatihah karena Surah ini mengandung jawaban terhadap semua persoalan penting, yang tiba-tiba dihadapkan kepada pembaca, bila sesudah mempelajari Al-Fatihah ia mulai memasuki Kitab yang pokok, ialah, Alquran. Meskipun Al-Fatihah pada umumnya mempunyai hubungan dengan semua Surah lainnya, tetapi ia mempunyai perhubungan khusus dengan Al-Baqarah yang merupakan pengabulan doa, “Tunjukilah kami pada jalan yang lurus.” Sungguh, Al-Baqarah dengan uraian-uraiannya mengenai Tanda-tanda (Ilahi), Al-Kitab, hikmah dan jalan untuk mencapai kesucian (2 : 130) merupakan jawaban yang tepat lagi padat terhadap doa agung itu.
Ikhtisar Surah
Kadang-kadang dikatakan bahwa Alquran itu mulai dengan Surah ini, seperti ditunjukkan oleh ayat pembukaannya, ialah, “Inilah Kitab yang sempurna; tiada keraguan di dalamnya;” sedang Al-Fatihah
yang dalam kedudukannya seakan-akan Alquran dalam bentuk kecil, meskipun merupakan bagian yang tak terpisahkan, mempunyai kedudukan mandiri dan istimewa (15 : 88). Isi Surah yang panjang ini disimpulkan dalam ayat ke-130. Ayat itu berisi doa Nabi Ibrahim a.s. yang di dalamnya beliau memohon kepada Tuhan, agar membangkitkan seorang Rasul di antara kaum Mekkah yang akan (1) membacakan kepada mereka Tanda-tanda Tuhan; (2) memberi kepada dunia suatu Kitab yang berisikan hukum syariat yang sempurna; (3) menerangkan hikmah yang menjadi dasarnya; dan (4) akan menetapkan pokok-pokok dan peraturan-peraturan tingkah-laku manusia, yang akan menimbulkan perubahan spiritual yang lengkap dalam kehidupan mereka dan akan menjadikan mereka satu bangsa yang besar dan berkuasa, cakap memimpin seluruh dunia. Keempat tujuan agung yang untuk itu Nabi Ibrahim a.s. mendoa, telah dibahas dalam Surah ini dalam tertib yang sama, seperti beliau mendoakan bagi mereka. “Tanda-tanda” itu dikupas dalam ayat-ayat 1 - 168, “Kitab” dan “Hikmah” dalam ayat-ayat 169 - 243, dan akhirnya “Sarana-sarana kemajuan nasional” dalam ayat-ayat 244 - 287. “Pembacaan Tanda-tanda” menunjuk kepada bukti-bukti  kebenaran Rasulullah s.a.w., “Ajaran Kitab dan Hikmah” kepada hukum-hukum syariat yang ditetapkan dalam Surah ini dan hikmah atau falsafah yang mendasarinya, dan terakhir sekali sebagai penjelasan masalah perubahan rohani yang disebut dalam doa Nabi Ibrahim a.s. Surah itu menyebutkan asas-asas yang mendatangkan kebangkitan nasional.
Surah ini mempunyai 40 rukuk dan 287 ayat. Surah ini mulai dengan pernyataan mengenai tiga dasar keimanan-beriman kepada Tuhan, wahyu dan kehidupan sesudah mati, dan dua peraturan amal shalat dan zakat, lain-lainnya berupa pemekaran dan penjelasan asas-asas dan peraturan-peraturan itu. Sebagai jawaban terhadap doa untuk mendapat petunjuk, Alquran mengemukakan peraturan-peraturan hukum, yang meliputi segala kebenaran yang terdapat dalam Kitab-kitab wahyu terdahulu, dengan lebih banyak lagi kebenaran yang tidak termuat dalam Kitab-kitab itu dan mendakwakan pula, membimbing manusia ke puncak-puncak tertinggi keagungan rohani. Rukuk kedua, mengecam dan mencela pernyataan iman yang hanya dalam mulut belaka dan tidak berakar secara mendalam dalam hati. Sedang rukuk ketiga, menetapkan patokan-patokan dan tolok-tolok ukur, yang dengan itu kebenaran Alquran dapat diuji dan diperiksa. Dan untuk tujuan itu, rukuk ini menarik perhatian kepada proses evolusi yang berlaku dalam alam semesta. Berlakunya hukum evolusi itu, dapat dilihat pula dalam alam rohani. Kemudian dituturkan mata-rantai pertama dalam silsilah rohani — ialah, Nabi Adam a.s., orang pertama dalam masanya, yang kepadanya Tuhan mewahyukan kehendak-Nya. Dalam rukuk keempat, kita diberitahukan bahwa kecaman-kecaman tengah dilancarkan terhadap Rasulullah s.a.w. tetapi kecaman-kecaman itu, tidak dapat melemahkan dan memperkecil arti kebenaran beliau sebagaimana kecaman-kecaman itu tidak dapat melemahkan dan memperkecil arti kebenaran Nabi Adam a.s. Duabelas rukuk berikutnya — kelima sampai dengan keenambelas — menyanggah kecaman apa perlunya wahyu baru, kalau Tuhan telah menyatakan Diri-Nya kepada Nabi Adam a.s.? Dinyatakan bahwa sesuai dengan evolusi yang terus berkembang dalam tatanan rohani, Tuhan telah menurunkan wahyu-Nya dalam tiap-tiap zaman; setiap wahyu yang datangnya kemudian, merupakan kemajuan dari yang mendahuluinya. Nabi Musa a.s. itu Pendiri syariat baru. Beliau diikuti oleh serangkaian Utusan-utusan Ilahi yang ditentang dan dianiaya oleh kaum Yahudi. Perlawanan yang gigih dari pihak Bani Israil terhadap perintah-perintah Allah dan pelanggaran-pelanggaran mereka menyebabkan mereka kehilangan hak mereka atas rahmat Ilahi. Kemudian, sesuai dengan nubuatan-nubuatan Bible, kenabian dipindahkan kepada keturunan Nabi Ismail a.s., dan Rasulullah s.a.w. dibangkitkan di lembah Mekkah yang kering-gersang, membawa syariat yang sempurna lagi lengkap. Hal itu menimbulkan kemarahan kaum Bani Israil, meskipun sebenarnya mereka tak berhak sama sekali untuk marah atas kehilangan nikmat kenabian. Mereka menentang Rasulullah s.a.w. dan tak melewatkan satu usaha pun untuk merugikan beliau. Tetapi, perlawanan terhadap rencana Ilahi tak pernah berhasil.
Dua rukuk berikutnya, menjawab kecaman-kecaman kaum Bani Israil mengapa Rasulullah s.a.w.
meninggalkan kiblat semua nabi terdahulu dan menggantikannya dengan Ka’bah. Kepada mereka diterangkan bahwa pertama-tama, menghadap ke arah tertentu dalam shalat atau menetapkan suatu tempat khusus sebagai kiblat, tidak dapat menjadi tujuan yang harus dikejar, karena kiblat hanya menciptakan dan memelihara kesatuan umat. Kedua, dalam doa-doa yang telah dipanjatkan Nabi Ibrahim a.s. untuk para putra Nabi Ismail a.s., telah dinubuatkan bahwa, Mekkah pada suatu hari akan menjadi tempat ibadah haji untuk mereka dan Ka’bah akan dijadikan kiblat mereka. Dan rukuk kesembilanbelas diterangkan bahwa, Rasulullah s.a.w. akan menjumpai perlawanan hebat dari orang-orang kafir, dalam menunaikan tugas beliau yang sulit lagi sukar itu dan perlawanan itu akan terus berlangsung hingga Mekkah takluk. Rukuk ke-20 menarik perhatian kepada kebenaran agung bahwa, apa-apa yang dinyatakan di atas bukan hanya prakiraan dan terkaan hampa atau angan-angan belaka; dijadikannya langit dan bumi, pergantian siang dan malam, dan keajaiban-keajaiban lain mengandung bukti-bukti yang tak dapat dibantah bahwa, apa-apa yang dinyatakan di atas itu benar adanya. Oleh karena di satu pihak hukum alam menunjuk kepada adanya hukum rohani dan kepada berlakunya evolusi yang terus berkembang di atas alam, dan di pihak lain seluruh alam semesta, kelihatan bekerja membantu dan mendukung Rasulullah s.a.w. Dengan rukuk ke-21 mulai dijelaskan peraturan syariat dan hikmah yang mendasarinya; dan pertama-tama telah ditetapkan peraturan-peraturan, untuk mempergunakan makanan yang halal dan baik (thayyib) sebab perbuatan manusia dikuasai oleh keadaan mentalnya dan keadaan mentalnya sangat dipengaruhi oleh makanan yang disantapnya.
Dalam rukuk ke-23, dibeberkan pokok-pokok ajaran Islam yang terdiri atas keimanan kepada Tuhan, hidup sesudah mati, Kitab-kitab Suci dan Rasul-rasul Tuhan. Berbuat baik kepada orang lain, beribadah, dan memberi sumbangan untuk dana-dana nasional, disebut pula sebagai bagian yang tak terpisahkan dari amal saleh. Bersabar dalam percobaan-percobaan dan menyempurnakan janji yang sungguh-sungguh telah ditambahkan kepada hal-hal tersebut. Menegakkan keadilan, bantuan wajib kepada kaum kerabat dan melaksanakan hukum-hukum sosial yang di dalamnya hukum warisan mengambil tempat utama, dipandang penting pula. Dalam rukuk berikutnya, ditekankan pentingnya latihan-latihan rohani yang tujuannya dipenuhi oleh puasa. Rukuk ke-24 dan ke-25, menguraikan upacara dan peraturan mengenai naik haji yang memainkan peranan penting sekali guna menimbulkan persatuan dan kerukunan di antara umat Islam.

Terjemah surah 2

1. Aku bacaa dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.

a1 : 1.

2. Aku Allah Yang lebih Mengetahui.16

3. Inilah17 Kitab yang sempurna;17A atiada keraguan18 di dalamnya; bpetunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.19

a2 : 24; 10 : 38; 32 : 3; 41 : 43.  b2 : 186; 3 : 139; 31 : 4.

4. Yaitu mereka yang beriman kepada ayang gaib,20 dan tetap bmendirikan shalat21 dan dari apa-apa yang telah Kami rezekikan22 kepada mereka, mereka cmembelanjakan.

a5 : 95; 6 : 104; 21 : 50; 35 : 19; 36 : 12; 50 : 34; 57 : 26; 67 : 13.

b2 : 44, 84, 111, 278; 5 : 56; 8 : 4; 9 : 71; 20 : 15; 27 : 4; 30 : 32; 31 : 5; 73 : 21.

c2 : 196, 255, 263, 268; 3 : 93; 8 : 4; 9 : 34; 13 : 23; 14 : 32; 22 : 36; 28 : 55; 32 : 17; 42 : 39.

5. Dan mereka yang beriman kepada apa yang telah aditurunkan kepada engkau23 dan kepada apa yang telah diturunkan sebelum engkau24 dan kepada apa-apa byang telah dijanjikan akan datang,25 mereka pun yakin.

a2 : 137, 286; 3 : 200; 4 : 61, 137, 163; 5 : 60.  b6 : 93; 27 : 4; 31 : 5.

6. Mereka itulah yang tetap berada di atas cpetunjuk dari Tuhan mereka dan mereka itulah dorang-orang yang menang.

c2 : 158; 31 : 6.  d23 : 2; 28 : 68; 31 : 6; 87 : 15; 91 : 10.


7. Sesungguhnya orang-orang yang tidak percaya asama saja bagi mereka, apakah mereka engkau     peringatkan atau tidak engkau peringatkan, mereka tidak akan beriman.26

a26 : 137; 36 : 11.

8. Allah btelah mencap27 hati mereka serta telinga mereka, sedang di atas mata mereka ada tutupan dan bagi mereka ada siksaan yang amat besar.

b4 : 156; 6 : 26, 47; 7 : 102, 180; 10 : 75; 16 : 109; 45 : 24; 83 : 15.

9. Dan di antara manusia ada yang mengatakan, c”Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian;” padahal mereka bukan orang-orang yang beriman.28 

c2 : 178; 3 : 115; 4 : 40, 60; 6 : 95; 58 : 23.

10. Mereka ahendak menipu29 Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka tidak menipu selain diri mereka sendiri; namun mereka tidak menyadari.

a4 : 143.

11. bDalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit mereka;30 dan bagi mereka ada azab yang pedih disebabkan mereka berdusta.

b5 : 53; 9 : 125; 74 : 32.

12. Dan apabila dikatakan kepada mereka, c”Janganlah kamu berbuat kekacauan di bumi;” berkata mereka, “Sesungguhnya kami hanya orang-orang yang memberbaiki.”

c2 : 28, 221.

13. Ingatlah, sesungguhnya mereka itu pembuat kekacauan tetapi mereka tidak menyadari.

14. Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang telah beriman;” berkata mereka, “Apakah kami harus beriman sebagaimana orang-orang bodoh telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya mereka itu orang-orang bodoh31, tetapi mereka tidak mengetahui.

15. Dan aapabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, “Kami  telah beriman.” Tetapi, manakala mereka pergi kepada pemimpin-pemimpin mereka,32 berkata mereka, “Sesungguhnya kami beserta kamu, bkami hanya berolok-olok.”

a2 : 77; 3 : 120; 5 : 62.  b9 : 64, 65.

16. aAllah akan menghukum33 perolokan mereka dan akan bmembiarkan mereka berkelana33A bingung dalam kedurhakaan mereka.34

a9 : 79; 11 : 9; 21 : 42.  b6 : 111; 7 : 187; 10 : 12.

17. Mereka itulah orang-orang yang ctelah menukar kesesatan dengan petunjuk;35 karena itu tidak beruntung perniagaan mereka dan tidak pula mereka mendapat petunjuk.

c2 : 87, 176; 3 : 178; 14 : 4; 16 : 108.

18. Keadaan mereka seperti seorang yang menyalakan api,36 dan tatkala api itu telah menyinari apa yang ada disekelilingnya, maka Allah melenyapkan cahaya mereka dan amembiarkan mereka dalam kegelapan,37 mereka tidak dapat melihat.

a6 : 40, 123; 24 : 41.

19. Mereka btuli, bisu, buta; maka mereka tidak akan kembali.38

b2 : 172; 6 : 40; 7 : 180; 8 : 23; 10 : 43; 11 : 25; 17 : 98; 21 : 46; 27 : 81; 30 : 53, 54; 43 : 41.

20. Atau keadaan mereka seperti hujan lebat dari langit39 cyang di dalamnya gelap-gulita, guruh, dan dkilat; mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinga mereka disebabkan petir, karena takut mati.40 Dan Allah mengepung orang-orang kafir.

c6 : 40, 123; 24 : 41. d13 : 13; 24 : 44; 30 : 25.

21. Nyaris kilat itu menyambar penglihatan mereka; setiap kali kilat menyinari mereka, mereka berjalan di dalamnya; dan aapabila gelap meliputi mereka, berhentilah mereka. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka.41 Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.41A

a4 : 73, 74.

22. Hai manusia,42 asembahlah Tuhan-mu Yang telah menjadikan kamu dan orang-orang yang sebelummu supaya kamu bertakwa.

a4 : 2, 37; 5 : 73, 118; 16 : 37; 22 : 78; 51 : 57.

23. Dia-lah, bYang menjadikan bumi bagimu sebagai hamparan, dan clangit sebagai atap,43 dan menurunkan air dari awan, maka dengan itu Dia mengeluarkan buah-buahan sebagai rezeki bagimu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.

b20 : 54; 27 : 62; 43 : 11; 51 : 49; 71 : 20; 78 : 7. c51 : 48; 78 : 13; 79 : 28, 29.

24. Dan jika kamu dalam keraguan tentang apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka dbuatlah satu Surah yang semisalnya, dan ajaklah pembantu-pembantumu selain Allah, sekiranya kamu memang orang-orang yang benar.44

d10 : 39; 11 : 14; 17 : 89; 52 : 35.

25. Tetapi, jika kamu tidak dapat membuatnya, dan sekali-kali tidak akan dapat membuatnya, maka takutlah kamu akan Api ayang bahan bakarnya45 manusia46 dan batu, disediakan untuk orang-orang kafir.

a3 : 11; 66 : 7.

26. Dan berilah kabar suka kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, sesungguhnya buntuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, berkata mereka, “Inilah rezeki yang telah diberikan kepada kami dahulu,” dan akan diberikan kepada mereka yang serupa. Dan, bagi mereka di dalamnya ada ajodoh-jodoh yang suci,46A dan mereka akan kekal di dalamnya.47

b3 : 16, 134, 196, 199; 4 : 14, 58, 123; 5 : 13, 86; 7 : 44; 9 : 72, 89, 100; 10 : 10; 13 : 36; 22 : 15, 24; 25 : 11; 32 : 18; 47 : 16; 58 : 23; 61 : 13; 64 : 10.

a3 : 16; 4 : 58.

27. Sesungguhnya Allah atidak segan bmengemukakan suatu perumpamaan48 nyamuk48A atau yang lebih dari itu.48B Adapun orang-orang yang beriman mengetahui bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka; dan adapun orang-orang yang ingkar berkata, “Apakah yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” Sebenarnya dengan ini aDia menyatakan sesatnya49 banyak  orang dan dengan ini juga Dia memberikan petunjuk kepada banyak orang dan tiada yang Dia nyatakan sesat dengan itu kecuali orang-orang durhaka.

a33 : 54.  b14 : 25; 16 : 76, 113; 47 : 4; 66 : 12.

a6 : 118; 7 : 187; 13 : 28; 16 : 94; 40 : 35.

28. Orang-orang yang bmelanggar janji kepada Allah sesudah meneguhkannya dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya, dan mereka membuat kekacauan di bumi; mereka itulah orang-orang yang rugi.

b2 : 101; 4 : 156; 5 : 14; 13 : 26.

29. Bagaimanakah kamu dapat mengingkari Allah? Padahal dahulu kamu tidak bernyawa,50 lalu cDia menghidupkan kamu,51kemudian Dia akan mematikan kamu, kemudian Dia akan menghidupkan kamu,52kemudian kepada-Nya kamu akan dikembalikan.53

c19 : 34; 22 : 67; 30 : 41; 40 : 12; 45 : 27.

30. aDia-lah Yang menciptakan untukmu segala yang ada di bumi; kemudian Diab mengarah ke54 langit lalu Dia menyempurnakan-Nya55 tujuh56 langit; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.56A

a22 : 66, 31 : 21; 45 : 14.  b7 : 55; 10 : 4; 41 : 10-13.

31. Dan ketika Tuhan engkau berkata57 kepada para malaikat,57A “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang akhalifah di bumi;” berkata mereka, “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya orang yang akan membuat kekacauan di dalamnya dan akan menumpahkan darah?58 Padahal kami bertasbih dengan pujian Engkau59 dan kami mensucikan60 Engkau.” Berkata Dia, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”61

a7 : 130; 10 : 15; 15 : 29; 24 : 56; 38 : 27.

32. Dan, Dia mengajarkan kepada Adam semua62 anama,62A kemudian Dia mengemukakannya62B kepada para malaikat dan berfirman, “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama ini jika kamu berkata benar.

a7 : 181; 17 : 111; 20 : 9; 59 : 24, 25.

33. Berkata mereka, “Mahasuci Engkau! Kami tidak mempunyai ilmu selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”63

34. Dia berfirman, “Hai Adam, sebutkanlah kepada mereka nama-nama itu;” maka tatkala disebutkannya kepada mereka nama-nama itu, berfirman Dia, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, sesungguhnya Aku mengetahui segala rahasia langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu zahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?”64

35. Dan ingatlah aketika Kami berkata kepada para malaikat, “Tunduklah65 kamu kepada Adam,” maka  mereka tunduk kecuali66 iblis.67 Ia menolak dan takabur; memang ia termasuk yang ingkar.

a7 : 12, 13; 15 : 29, 33; 17 : 62, 18 : 51; 20 : 117; 38 : 72 - 77.

36. Dan Kami berkata, “Hai Adam, atinggallah engkau dan isterimu dalam kebun ini,68 dan makanlah darinya sepuas hati di mana pun kamu berdua suka,68A tetapi janganlah kamu berdua mendekati pohon ini,69 jangan-jangan kamu berdua termasuk orang-orang aniaya.

a7 : 20, 23; 20 : 117, 118.

37. Akan tetapi asyaitan70 telah menggelincirkan keduanya dari tempat itu dan ia mengeluarkan keduanya dari keadaan mereka semula. Dan Kami berkata, b”Pergilah kamu dari sini; sebagian dari kamu adalah musuh bagi yang lain, dan cbagimu di bumi ini ada tempat kediaman71 dan bekal hidup sampai suatu masa tertentu.

a7 : 21, 28; 20 : 121.  b7 : 25; 20 : 124.  c7 : 25, 26; 20 : 56; 77 : 26, 27.

38. Kemudian Adam menerima akalimat-kalimat doa dari Tuhan-nya, lalu bDia menerima tobatnya. Sesungguhnya, Dia Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

a7 : 24.  b20 : 123.

39. Kami berkata, “Pergilah kamu sekalian dari sini. Kemudian, jika cdatang kepadamu suatu petunjuk dari Aku maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku niscaya tak akan ada ketakutan72 menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.”73

c7 : 36; 20 : 124.

40. Dan dorang-orang yang tidak percaya serta mendustakan Tanda-tanda Kami, mereka adalah penghuni neraka, mereka tinggal lama di dalamnya.74

d7 : 37.

41. Hai Bani Israil!75 Ingatlah enikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan tepatilah janji-Ku, niscaya Aku tepati janjimu76 dan hanya Aku-lah yang harus kamu takuti.

e2 : 48, 123; 5 : 21; 14 : 7.

42. Dan, berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan yang amenggenapi77 apa yang ada padamu, dan janganlah kamu menjadi orang-orang byang pertama-tama ingkar kepadanya, dan cjanganlah kamu menjual Ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah77A dan hanya kepada Aku-lah kamu harus bertakwa.

a2 : 90, 98, 102; 3 : 4, 82; 4 : 48; 5 : 49.  b7 : 102; 10 : 75.

c2 : 80, 175; 3 : 200; 5 : 45; 9 : 9; 16 : 96.

43. Dan, janganlah kamud mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, dan jangan pula kamu menyembunyikan yang hak itu padahal kamu mengetahui.78

d3 : 72.

44. Dan, adirikanlah shalat dan bbayarlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.79

aLihat 2 : 4.  b2 : 84, 111, 178; 4 : 163; 5 : 56; 9 : 11; 21 : 74; 23 : 5.

45. cApakah kamu menyuruh orang berbuat kebaikan80 dan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Alkitab81 itu? Apakah kamu tidak menggunakan akal?

c26 : 227; 61 : 3, 4.

46. Dan, dmohonlah pertolongan  dengan sabar82 dan doa;83 dan esesungguhnya hal itu berat kecuali bagi orang-orang yang merendahkan diri.

d2 : 154; 7 : 129.  e4 : 143; 9 : 54.

47. Orang-orang yang yakin bahwa amereka akan bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwa kepada-Nya juga mereka akan kembali.

a2 : 224, 250; 11 : 30; 18 : 111; 29 : 6; 84 : 7.

48. Hai Bani Israil, bingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan bahwa telah cAku muliakan kamu di atas seluruh alam.84

bLihat 2 : 41. c2 : 123; 3 : 34; 5 : 31; 6 : 87; 7 : 141; 45 : 17.

49. Dan takutlah hari itu dbilamana suatu jiwa tak akan dapat menggantikan jiwa yang lain sedikit  pun, dan etidak akan diterima untuknya suatu syafaat,85 dan tidak akan diambil suatu tebusan86 darinya dan tidak pula mereka akan ditolong.

d2 : 124; 31 : 34; 82 : 20.

e2 : 124; 256; 19 : 88; 20 : 110; 21 : 29; 34 : 24; 39 : 45; 43 : 87; 53 : 27; 74 : 49.

50. Dan, ingatlah ketika Kami amembebaskan kamu dari kaum87 Firaun88 yang menimpakan azab yang pedih88A kepadamu bdengan membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu; dan dalam hal itu adalah suatu cobaan besar dari Tuhan-mu.

a14 : 7; 20 : 81; 44 : 31, 32.  b7 : 128, 142; 28 : 5.

51. Dan, ingatlah ketika Kami membelah laut89 untukmu lalu Kami menyelamatkan kamu dan aKami menenggelamkan kaum Firaun, sedang kamu menyaksikannya.

a7 : 137; 8 : 55; 20 : 78, 81; 26 : 64-67; 28 : 41; 44:25.

52. Dan, ingatlah ketika Kami amenjanjikan kepada Musa90 empat puluh malam,91 kemudian sepeninggalnya, kamu bmenjadikan anak lembu92 sebagai sembahan dan kamu  orang-orang aniaya.

a7 : 143.  b2 : 55, 93; 4 : 154; 7 : 149, 153; 20 : 89.

53. Lalu,  cKami mengampuni kamu sesudah itu, supaya kamu bersyukur.

c4 : 154.

54. Dan, ingatlah ketika dKami memberikan kepada Musa Alkitab93  dan eFurqan94 supaya kamu mendapat petunjuk.

d2 : 88; 23 : 50; 32 : 24; 37 : 118; 40 : 54.  e21 : 49.

55. Dan, ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu dengan menjadikan anak lembu sebagai sembahan; karena itu kembalilah kepada Penciptamu, kemudian bunuhlah hawa-nafsumu;95 yang demikian itu amat baik bagimu pada sisi Penciptamu.” Lalu, Dia menerima tobatmu. Sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

56. Dan, ingatlah ketika kamu berkata, “Hai Musa, sekali-kali kami tidak akan percaya kepada engkau asebelum kami melihat Allah bermuka-muka;” lalu kamu ditimpa azab yang mematikan, sedang kamu menyaksikan.

a4 : 154.

57. Kemudian, bKami bangkitkan kamu sesudah kematian rohanimu96 supaya kamu bersyukur.

b2 : 260; 6 : 123.

58. Dan, Kami jadikan awan97 menaungimu dan Kami aturunkan manna,98 dan salwa99 untukmu.  bMakanlah makanan yang baik-baik yang telah Kami rezekikan kepadamu. Dan tidaklah mereka merugikan Kami, akan tetapi mereka hanya merugikan diri sendiri.

a7 : 161.  b7 : 161; 20 : 81.

59. Dan, ingatlah aketika Kami berkata, “Masuklah ke negeri100 ini dan makanlah darinya di mana kamu sukai sepuas hati; dan masukilah pintunya dengan tunduk sambil mengucapkan, ‘Tuhan, bebaskanlah kami dari dosa kami.’ Kami akan ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan akan Kami lipatgandakan anugerah kepada orang-orang yang berbuat baik.”

a7 : 162.

60. Maka, borang-orang aniaya menukar ucapan itu dengan apa yang tidak dikatakan kepada mereka. Lalu, Kami menurunkan kepada orang-orang aniaya itu azab dari langit, disebabkan mereka durhaka.

b7 : 163.

R.7

61. Dan, ingatlah cketika Musa memohonkan air untuk kaumnya, dan Kami berkata, “Pukullah batu itu dengan tongkat engkau;” maka memancarlah darinya dua belas mata air,”101 sehingga tiap-tiap suku mengetahui tempat minum mereka. “Makan dan minumlah dari rezeki Allah, dan janganlah kamu berlaku sewenang-wenang di muka bumi dengan menimbulkan kekacauan.”

c7 : 161.

62. Dan, ingatlah ketika kamu berkata, “Hai Musa, sungguh kami tak sabar dengan satu macam makanan saja; karena itu mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhan engkau supaya Dia mengadakan untuk kami dari apa-apa yang ditumbuhkan bumi, sayur‑mayurnya, mentimunnya, bawang putihnya/gandumnya, kacang-kacangan dan bawang merahnya.” Lalu berfirman Dia, “Apakah kamu mau meminta yang lebih buruk sebagai ganti yang lebih baik? Pergilah ke suatu kota, niscaya akan kamu peroleh apa yang kamu minta.”102 Maka aditimpakan kepada mereka kehinaan dan kemiskinan, dan bmereka kembali dengan mendapat kemurkaan dari Allah; yang demikian itu karena mereka ingkar kepada Ayat-ayat Allah dan mereka membunuh103 cnabi-nabi tanpa hak. Yang demikian itu mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.

a3 : 113.  b2 : 91; 3 : 113; 5 : 61. c2 : 88;  3 : 22, 113, 184;  5 : 71.

R.8

63. aSesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabi,104 barangsiapa di antara mereka bberiman kepada Allah dan Hari Kemudian serta mengerjakan amal saleh, maka untuk mereka ada ganjaran pada sisi Tuhan mereka, dan ctak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.

a5 : 70; 22 : 18.  b4 : 137; 6 : 93.  c2 : 113, 278; 6 : 49; 10 : 63.

64. Dan, ingatlah ketika aKami mengambil janji yang teguh dari kamu dan bKami menjulang tinggikan Gunung Thur105 di atas kamu. Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan camkanlah apa yang ada di dalamnya supaya kamu menjadi orang yang bertakwa.

a2 : 84, 94; 4 : 155.  b7 : 172.

65. Kemudian kamu berpaling sesudah itu; maka sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya106 atasmu, niscaya kamu termasuk orang-orang yang merugi.

66. Dan sesungguhnya, kamu telah mengetahui orang-orang di antaramu yang amelanggar mengenai Hari Sabat. Maka Kami katakan kepada mereka, b”Jadilah kamu sekalian kera yang hina.”107

a4 : 48, 155; 7 : 164; 16 : 125.  b5 : 61; 7 : 167.

67. Maka Kami menjadikan itu cperingatan bagi orang-orang   yang ada pada masanya dan bagi orang-orang yang datang di belakangnya, dan nasihat bagi  orang-orang yang bertakwa.

c5 : 39.

68. Dan, ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor lembu betina, berkata mereka, ‘Apakah engkau menjadikan kami sasaran olok-olok?’ Berkata ia, ‘Aku berlidung kepada Allah dari menjadi seorang di antara orang-orang jahil.”

69. Mereka berkata, “Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau supaya Dia menjelaskan bagi kami macam apakah itu.” Ia, berkata, “Sesungguhnya Dia berfirman bahwa itu adalah lembu betina, tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu; maka lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”

70. Mereka berkata, “Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau supaya Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” Ia menjawab, “Sesungguhnya Dia berfirman bahwa lembu betina itu kuning, cemerlang warnanya, menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”

71. Mereka berkata, “Mohonkanlah lagi untuk kami kepada Tuhan engkau supaya Dia menjelaskan kepada kami bagaimanakah itu, karena lembu macam itu serupa saja bagi kami; dan jika Allah menghendaki, kami sesungguhnya akan menerima petunjuk.

72. Ia berkata, “Sesungguhnya Tuhan berfirman bahwa lembu itu lembu betina yang abelum dijinakkan untuk membajak tanah dan tidak pula mengairi sawah; mulus, tak ada cacatnya.” Kata mereka, “Sekarang baru engkau mengemukakan hal sebenarnya.” Maka mereka menyembelih lembu itu, sebenarnya mereka tidak mau mengerjakannya.108

a67 : 16.

73. Dan, ingatlah ketika kamu  berusaha membunuh109 seseorang109A lalu kamu berselisih mengenai hal itu; padahal Allah akan menyingkapkan apa yang kamu sembunyikan.109B

74. Maka Kami berkata, “Bandingkanlah110 peristiwa ini dengan beberapa peristiwa semacamnya, baru akan kamu ketahui kebenarannya.” Demikianlah aAllah menghidupkan yang mati110A dan memperlihatkan Tanda-tanda-Nya kepadamu supaya kamu menggunakan akal.

a2 : 180.

75. Lalu, ahatimu menjadi keras sesudah itu hingga ia seperti batu atau lebih keras111 lagi; dan sesungguhnya di antara batu-batu pun ada yang mengalir darinya sungai-sungai, dan sesungguhnya di antaranya ada yang terbelah lalu keluar air darinya. Dan sesungguhnya di antaranya ada yang jatuh tersungkur karena takut kepada Allah. Dan, Allah sekali-kali tidak lalai terhadap apa yang kamu kerjakan.112

a5 : 14; 6 : 44; 57 : 17.

76. Apakah kamu mengharapkan bahwa mereka, akan percaya kepadamu? Padahal ada satu golongan di antara mereka yang mendengar firman Allah lalu mereka amengubahnya sesudah memahaminya, padahal mereka mengetahui akibat perbuatan itu.

a3 : 79; 4 : 47; 5 : 14, 42.

77. Dan, bapabila mereka bertemu dengan orang-orang beriman, berkata mereka, “Kami telah beriman,” dan apabila mereka bertemu satu sama lain berkata mereka, “Apakah kamu memberitahukan kepada mereka, apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, karena dengan itu nanti mereka dapat berbantah dengan  kamu di hadapan Tuhan-mu. Tidakkah kamu berakal?”113

b2 : 15; 3 : 120; 5 : 62.

78. Tidakkah mereka mengetahui bahwa cAllah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan.

c11 : 6; 35 : 39.

79. Dan di antara mereka ada yang buta huruf,113A mereka tidak mengetahui Alkitab kecuali beberapa khayalan palsu belaka, bahkan mereka hanya menduga-duga.

80.  Maka,  celakalah orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian berkata mereka, “Ini dari Allah,” supaya mereka memperoleh asedikit keuntungan dengan itu. Celakalah mereka disebabkan apa yang dituliskan oleh tangan mereka dan celaka pulalah mereka karena apa yang diusahakan mereka.114

a2 : 175; 3 : 200.

81. Dan mereka berkata : “Api atidak akan menyentuh kami kecuali beberapa hari saja.” 115 Katakanlah, b”Adakah kamu telah menerima suatu janji dari Allah? Kalau demikian, maka Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Atau kamu berkata terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”

a3 : 25;   b54 : 44.

82. Memang, barangsiapa mengerjakan kejahatan, dosanya meliputinya, maka mereka adalah penghuni Api; mereka akan tinggal lama di dalamnya.

83. Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh mereka itulah penghuni sorga; mereka akan menetap di dalamnya.

84. Dan, ingatlah ketika aKami mengambil janji teguh dari Bani Israil, bahwa, “Janganlah kamu menyembah sesuatu selain Allah dan berbuatlah kebaikan terhadap ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan ucapkanlah kata-kata baik kepada manusia dan bdawamlah mendirikan shalat dan bayarlah zakat;116 kemudian kamu berpaling, kecuali sedikit diantara kamu dan kamu selalu berpaling.

a4 : 155; 5 : 13.  b2 : 44, 111; 4 : 78; 6 : 73; 22 : 79; 24 : 57; 30 : 32.

85. Dan, ingatlah ketika Kami mengambil janji teguh dari kamu, bahwa, “Janganlah kamu menumpahkan darah sesamamu dan janganlah kamu mengusir kaummu dari kampung halamanmu,”117 kemudian kamu mengikrarkannya; dan kamu selalu menjadi saksi atasnya.

86. Kemudian kamulah orang-orang yang membunuh satu sama lain dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung-halaman mereka, sambil membantu musuh-musuh mereka dalam dosa dan pelanggaran. Dan, jika mereka datang kepadamu selaku tawanan, kamu menebus mereka, padahal pengusiran mereka telah diharamkan bagimu. Adakah kamu beriman kepada sebagian Alkitab dan ingkar kepada sebagian lainnya? Maka tak ada balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu kecuali kehinaan di dalam kehidupan dunia; dan pada Hari Kiamat mereka akan dikembalikan kepada azab yang sangat keras; dan sesungguhnya Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.118

87. Mereka inilah orang-orang yang telah membeli kehidupan dunia dengan akhirat; karena itu tidak diringankan dari mereka azab, dan mereka tidak akan ditolong.

88. Dan, sesungguhnya aKami memberikan Alkitab kepada Musa dan Kami bmengikutkan rasul-rasul di belakangnya, dan cKami memberikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan Kami memperkuatnya  dengan  dRohul-kudus.119 Maka apakah setiap datang kepadamu seorang rasul yang tidak disukai oleh dirimu, kamu menyombongkan dan sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?

aLihat 2 : 54.  b5 : 47; 57 : 28.  c2 : 254; 3 : 185; 5 : 111; 43 : 64.  d16 : 103.

89. Dan mereka berkata, e”Hati kami tertutup.” Bukan demikian, tetapi Allah telah mengutuk mereka karena kekufuran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.

e4 : 156; 41 : 6.

90. Dan, ketika datang kepada mereka sebuah Kitab dari Allah amenggenapi yang ada pada mereka itu, dan sebelum itu mereka telah memohon   kemenangan120  atas orang-orang ingkar, namun ketika datang kepada mereka bapa yang mereka mengetahuinya sebagai kebenaran, ingkarlah mereka kepadanya.  Maka laknat Allah atas orang-orang kafir.

a2 : 42, 92, 98, 102; 3 : 82; 4 : 48; 35 : 32; 46 : 13.  b2 : 147.

91. Alangkah buruknya hal yang demikian itu, mereka telah menjual diri mereka, yakni mereka ingkar kepada apa yang diturunkan Allah, disebabkan iri hati karena Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Maka cmereka ditimpa kemurkaan demi kemurkaan; dan bagi orang-orang kafir ada azab yang menghinakan.

c3 : 113; 5 : 61.

92. Dan, aapabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kepada apa yang diturunkan Allah,” berkata mereka, “Kami beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kami;” dan mereka ingkar kepada yang diturunkan sesudahnya, padahal  itulah kebenaran yang menggenapi yang ada pada mereka. Katakanlah b”Jika demikian, mengapakah kamu  membunuh nabi-nabi Allah sebelum ini, jika kamu orang-orang yang beriman?”

a2 : 171; b3 : 113, 182.

93. Dan, sesungguhnya telah datang kepadamu Musa dengan Tanda-tanda nyata, kemudian se-peninggalnya ckamu menjadikan anak lembu sebagai sembahan dan kamu orang-orang aniaya.

c2 : 52; 4 : 154; 7 : 149, 153; 20 : 98.

94. Dan, ingatlah dketika Kami mengambil janji teguh dari kamu dan Kami menjulang tinggikan Gunung Thur121 di atas kamu. Pegang teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah. Berkata mereka,121A “Kami dengar, tetapi kami tidak taat; dan hati mereka diresapkan dengan kecintaan kepada anak lembu122 karena kekufuran mereka. Katakanlah, “Alangkah buruknya tentang apa yang diperintahkan imanmu kepadamu, jika kamu orang-orang   yang beriman.”

d2 : 64; 4 : 155; 7 : 172.

95. Katakanlah, a”Jika tempat kediaman akhirat di sisi Allah itu semata-mata untukmu, bukan untuk orang lain, maka cobalah kamu mengharap mati, sekiranya kamu orang benar122A.”

a2 : 112; 62 : 7.

96. Dan, mereka bsekali-kali tidak akan mengingini maut itu selama-lamanya, disebabkan apa yang telah dikerjakan tangan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang aniaya.

b62 : 8.

97. Dan, pasti akan engkau dapati mereka manusia paling serakah pada kehidupan dunia dan bahkan lebih daripada orang-orang musyrik;122B masing-masing mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal diberi umur selama itu atidak dapat menjauhkannya dari azab; dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

a62 : 9.

98. Katakanlah, “Barangsiapa menjadi musuh bagi Jibril,123 karena sesungguhnya dialah yang bmenurunkan Kitab ke dalam hati engkau dengan seizin Allah cmenggenapi Kalam yang ada sebelumnya; dan merupakan petunjuk dan khabar suka bagi orang-orang mukmin.

b26 : 194, 195.  cLihat 2 : 90.

99. a”Barangsiapa menjadi musuh Allah dan malaikat-malaikat-Nya dan rasul-rasul-Nya dan Jibril dan Mikail,124 maka sesungguhnya Allah itu musuh bagi orang-orang ingkar.125”

a58 : 6.

100. Dan, sesungguhnya, Kami telah menurunkan kepada engkau Tanda-tanda yang nyata, dan tidaklah seorang pun ingkar kepadanya kecuali orang-orang durhaka.

101. Adakah bsetiap kali mereka membuat janji, segolongan dari mereka membuangnya? Bahkan, kebanyakan dari mereka tidak beriman.

b3 : 188.

102. Dan  tatkala datang kepada mereka seorang rasul dari Allah, cmenggenapi apa yang ada pada mereka, segolongan dari orang-orang yang diberi Alkitab dmembuang Kitab Allah ke belakang punggung mereka, seolah-olah mereka tidak mengetahui.

cLihat 2 : 90.  d3 : 188.

103. Dan mereka mengikuti apa yang diikuti126 oleh pemberontak-pemberontak di masa127 kerajaan Sulaiman, dan bukanlah Sulaiman yang ingkar melainkan pemberontak-pemberontaklah yang ingkar; mereka mengajarkan sihir128 kepada manusia. Dan mereka mengaku bahwa mereka mengikuti apa yang telah diturunkan kepada dua129 malaikat, Harut dan Marut,130 di Babil. Dan keduanya tidaklah mengajar seorang pun sebelum mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan dari Tuhan, karena itu janganlah kamu ingkar.”  Maka orang-orang belajar dari keduanya hal yang dengan itu mereka membuat perbedaan di antara laki-laki dan istrinya, dan mereka tidak mendatangkan mudarat kepada seorang pun dengan itu kecuali dengan seizin Allah; dan mereka ini  belajar hal yang mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak bermanfaat130A bagi mereka. Dan sesungguhnya mereka mengetahui bahwa barangsiapa berniaga dengan cara ini tiada baginya suatu bagian keuntungan di akhirat; dan sungguh amat buruk hal yang untuk itu mereka menjual diri mereka; sekiranya  mereka mengetahui.

104. Dan asekiranya mereka beriman dan bertakwa, tentu ganjaran yang terbaik adalah di sisi Allah, sekiranya mereka mengetahui.

a3 : 180; 5 : 66, 67.

R.13

105. Hai orang-orang yang beriman, bjangan kamu katakan kepada Nabi, “Ra’ina”,131 tetapi katakanlah, “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.

b4 : 47.

106. Orang-orang yang ingkar di antara Ahlikitab dan orang-orang musyrik tidak suka suatu kebaikan dari Tuhan-mu diturunkan kepadamu, dan Allah amengkhususkan rahmat-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Yang Empunya karunia yang besar.

a3 : 75.

107. bAyat131A mana pun yang Kami mansukhkan132 atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya. Tidak tahukah engkau bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

b16 : 102.

108. Tidak tahukah engkau bahwa kepunyaan-Nya-lah aKerajaan langit dan bumi? Dan tiada bagimu selain Allah pelindung dan penolong.

a3 : 190; 5 : 41; 7 : 159; 9 : 116; 43 : 86; 57 : 6.

109. bAdakah kamu hendak menanyai133 Rasulmu sebagaimana Musa telah ditanya dahulu? Dan barangsiapa menukar iman dengan kekufuran, maka sesungguhnya ia sesat dari jalan lurus.

b4 : 154.

110. Kebanyakan dari Ahlikitab menginginkan asupaya mereka dapat mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman, karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran itu. Maka bmaafkanlah dan biarkanlah mereka hingga cAllah mendatangkan keputusan-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

a3 : 101, 150; 4 : 90. b5 : 14. c5 : 53; 16 : 34.

111. Dan ddirikanlah shalat dan bayarlah zakat; dan  ekebaikan apa saja yang kamu dahulu kerjakan untuk dirimu, kamu akan memperolehnya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala yang kamu kerjakan.

dLihat 2 : 4. e73 : 21.

112. Dan mereka berkata, f”Tidak ada yang akan masuk sorga, kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani.”134 Ini hanya angan-angan mereka belaka. Katakanlah, “Kemukakanlah bukti-buktimu, jika kamu orang-orang benar.”

f2 : 95; 62 : 7.

113. Mengapa tidak, abarangsiapa menyerahkan dirinya135 kepada Allah dan ia berbuat kebaikan, maka bagi dia ada ganjarannya di sisi Tuhan-nya. Dan, btak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.

a4 : 126.  bLihat 2 : 63.

R.14

114. Dan orang-orang Yahudi mengatakan, c”Orang-orang Nasrani tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran,” dan orang-orang Nasrani mengatakan, d”Orang-orang Yahudi tidak berdiri di atas136 sesuatu kebenaran.” Padahal mereka membaca Alkitab yang sama. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui mengatakan seperti perkataan mereka itu. Maka Allah akan menghakimi di antara mereka pada Hari Kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan.

c5 : 69.  d5 : 69.

115. Dan siapakah yang lebih aniaya dari orang yang menghalangi menyebut nama-Nya adi dalam masjid-masjid Allah dan berupaya merusaknya?137 Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut. Bagi mereka di dunia ada kehinaan dan bagi mereka di akhirat tersedia azab yang besar.

a9 : 17, 18; 22 : 26; 72 : 19, 20.

116. Dan, akepunyaan Allah timur dan barat;138 jadi kemana pun kamu menghadap, di sanalah perhatian Allah. Sesungguhnya,  Allah Maha Luas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.

a2 : 143; 26 : 29; 55 : 18.

117. Dan, mereka berkata, b”Allah mengambil seorang anak.”139 Maha Suci Dia.Bahkan, Dia-lah Yang Empunya segala sesuatu di langit dan di bumi. cSemuanya tunduk kepada-Nya.

b4 : 172; 6 : 101, 102; 10 : 69; 17 : 112; 18 : 5; 19 : 36, 89, 90; 21 : 27; 25 : 3; 39 : 5; 43 : 82. c30 : 27.

118. Dia-lah dYang menciptakan140 langit dan bumi tanpa contoh. Dan apabila Dia memutuskan mengadakan sesuatu maka eDia hanya berfirman kepadanya, “Jadilah!” Maka terjadilah ia.

d6 : 102. e3 : 48; 6 : 74; 16 : 41; 36 : 83; 40 : 69.

119. Dan, berkatalah orang-orang yang tidak berpengetahuan, “Mengapakah Allah tidak berkata-kata dengan kami, atau  mendatangkan asatu Tanda141 kepada kami?” Demikian pula orang-orang sebelum mereka mengatakan seperti perkataan mereka itu. Hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada suatu kaum yang yakin.

a6 : 38; 20 : 135; 21 : 6; 43 : 54.

120. Sesungguhnya, Kami mengutus engkau dengan hak, bselaku pembawa khabar suka dan pemberi ingat. Dan, engkau tidak akan ditanyai tentang penghuni neraka.

b5 : 20; 6 : 49; 17 : 106; 33 : 46.

121. Dan orang Yahudi sekali-kali tidak akan senang kepada   engkau dan tidak pula orang Nasrani hingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itu petunjuk yang sebenarnya.” aDan jika engkau menuruti kemauan mereka setelah ilmu datang kepada engkau, niscaya engkau tidak akan mempunyai dari Allah seorang teman pun dan tidak pula penolong.

a2 : 146; 13 : 38.

122. bOrang-orang yang kepada mereka Kami berikan Kitab dan mereka membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya;142 mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barangsiapa ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

b3 : 114.

R.15

123. Hai Bani Israil! cIngatlah nikmat-Ku yang Aku anugerahkan kepadamu dan bahwa telah dAku muliakan kamu di atas semesta alam.

cLihat 2 : 41.  dLihat 2 : 48.

124. Dan, takutlah Hari itu, asuatu jiwa tidak akan dapat menggantikan jiwa yang lain sedikit  pun, dan tidak akan diterima darinya tebusan, bdan tidak akan bermanfaat baginya syafaat, dan tidak pula mereka akan ditolong.

aLihat 2 : 49.  bLihat 2 : 49.

125. Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji142A oleh Tuhan-nya dengan beberapa perintah,142B lalu dipenuhinya. Dia berfirman, “Sesungguhnya cAku menjadikan engkau imam143 bagi manusia.” Ia, Ibrahim memohon, “Dan dari antara keturunanku juga.” Berfirman Dia, “Janji-Ku  tidak  akan sampai kepada orang-orang aniaya.”

c2 : 131; 16 : 121, 122; 60 : 5.

126. Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah itu tempat berkumpul144 bagi manusia dan tempat aman.145  Dan ajadikanlah tempat berdiri Ibrahim itu tempat shalat. Dan Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang i’tikaf, yang rukuk dan yang sujud.”

a3 : 98; 22 : 27.

127. Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhan-ku, bjadikanlah tempat ini kota yang aman dan berilah rezeki buah-buahan kepada penduduknya di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.” Allah berfirman, “Dan siapa yang ingkar, maka akan Aku beri sedikit kesenangan kepadanya; kemudian Aku akan memaksanya ke dalam azab Api, dan seburuk-buruk tempat kembali.”

b3 : 98; 14 : 36; 27 : 92; 28 : 58.

128. Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Ismail meninggikan146 pondasi-pondasi Rumah itu sambil mendoa, “Ya Tuhan kami, aterimalah  ini dari kami; sesungguhnya Engkau-lah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

a14 : 41

129. “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang menyerahkan diri kepada Engkau, dan jadikanlah dari antara keturunan kami satu umat yang menyerahkan diri kepada Engkau. Dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara ibadah dan terimalah tobat kami; sesungguhnya Engkau-lah Penerima Tobat, Maha Penyayang.”

130. “Ya Tuhan kami, bangkitkanlah di tengah-tengah mereka aseorang rasul dari antara mereka yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka dan yang mengajarkan Kitab dan hikmah147 kepada mereka dan akan mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau-lah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

a2 : 152; 3 : 165; 62 : 3.

R.16

131. Dan, siapakah yang berpaling dari aagama Ibrahim selain orang yang berlaku bodoh atas dirinya?148 Dan, sesungguhnya telah bKami pilih dia di dunia dan sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk di antara orang-orang saleh.

a3 : 96; 4 : 126; 6 : 162. b2 : 125; 3 : 34; 16 : 121, 122; 60 : 5.

132. Ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya, “Berserah dirilah,” ia berkata c”Aku telah berserah diri kepada Tuhan semesta alam.”

c3 : 68; 4 : 126.

133. Dan, Ibrahim mewasiatkan demikian kepada anak-anaknya dan juga Ya’kub, sambil berkata, “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah memilih agama ini bagimu; dmaka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan menyerahkan diri.”149

d3 : 103.

134. Adakah kamu hadir di saat kematian menjelang Ya’kub, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apakah yang akan kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhan engkau dan Tuhan bapak-bapak engkau,150 Ibrahim, Ismail, dan Ishak, yaitu Tuhan Yang Esa; dan kepada-Nya kami menyerahkan diri.”151

135. aItulah umat yang telah mati, bagi mereka apa yang diusahakan mereka dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan ditanya mengenai apa yang mereka telah kerjakan.

a2 : 142.

136. Dan mereka berkata, b“Jadilah kamu Yahudi atau Nasrani, barulah kamu akan mendapat petunjuk.” Katakanlah, “Tidak, bahkan turutilah agama Ibrahim ayang hatinya selalu condong kepada Allah,152 dan  ia bukan dari antara orang-orang musyrik.”

b2 : 112.

a3 : 68; 6 : 80; 16 : 124; 22 : 32.

137. Katakanlah olehmu, “Kami bberiman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya’kub dan keturunannya,153 dan kepada yang diberikan kepada Musa dan Isa, dan kepada apa yang diberikan kepada sekalian nabi154 dari Tuhan mereka; ckami tidak membedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nya kami menyerahkan diri.

b3 : 85.  c2 : 286; 3 : 85; 4 : 153.

138. Maka, ajika mereka beriman sebagaimana kamu beriman155 kepada ajaran ini, niscaya mereka mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka bertekad menimbulkan perpecahan, dan tentu Allah akan memadai bagi engkau menghadapi mereka;  dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

a3 : 21.

139. Katakanlah, “Kami menganut agama156 Allah; dan siapakah yang lebih baik dari Allah dalam mengajarkan agama; dan kepada-Nya kami menyembah.”

140. Katakanlah, “Apakah kamu berbantah dengan kami tentang Allah, padahal Dia Tuhan kami dan Tuhan kamu juga? Dan abagi kami amal kami dan bagi kamu amal kamu; dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan diri.”

a28 : 56; 42 : 16; 109 : 7.

141. Adakah kamu berkata, “Sesungguhnya bIbrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya’kub dan keturunannya adalah Yahudi dan Nasrani.”157 Katakanlah, “Apakah kamu yang lebih tahu ataukah  Allah?” Dan csiapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menyembunyikan kesaksian yang dimilikinya dari Allah? Dan, Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.

b3 : 85; 4 : 164.  c2 : 284.

142. aItulah umat yang telah mati; bagi mereka apa yang diusahakan mereka dan bagimu apa yang kamu usahakan;158 dan kamu tidak akan ditanya mengenai apa-apa yang  mereka kerjakan.

a2 : 135.



JUZ II

R.17

143. Orang-orang bodoh di antara manusia akan berkata, “Apakah yang menyebabkan mereka berpaling dari kiblat mereka, yang mereka telah berada di atasnya?” Katakanlah, b”Timur dan Barat kepunyaan Allah;159 Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.”

bLihat 2 : 116.

144. Dan, demikianlah aKami menjadikan kamu satu umat yang mulia160 bsupaya kamu menjadi penjaga manusia dan agar Rasul itu menjadi penjaga161 kamu. Dan, tidak Kami jadikan162 kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya.163 Dan, sesungguhnya hal ini berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan, Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia.

a3 : 111.  b22 : 79.

145. Sesungguhnya, Kami sering melihat wajah engkau menengadah ke langit;164 maka niscaya akan Kami palingkan165 engkau ke arah Kiblat yang engkau menyukainya. Maka apalingkanlah wajah engkau ke arah Masjidilharam; dan di mana saja kamu berada, hadapkanlah wajahmu ke arahnya.166 Dan, sesungguhnya  orang-orang yang di beri Alkitab tentu mereka mengetahui bahwa  ini kebenaran dari Tuhan mereka.167 Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.

a2 : 150, 151.

146. Dan sekalipun engkau membawa segala Tanda kepada orang-orang yang diberi Alkitab  niscaya amereka tidak akan mengikuti Kiblat engkau dan engkau pun tidak akan menjadi pengikut Kiblat mereka; dan sebagian mereka tidak akan menjadi pengikut Kiblat sebagian yang lain.168 bDan jika sesudah ilmu datang kepada engkau, engkau menuruti juga keinginan mereka, niscaya engkau akan termasuk orang-orang aniaya.

a109 : 3, 7.  b6 : 57;  13 : 38.

147. aOrang-orang yang telah Kami beri Alkitab, mereka mengenalnya,169 sebagaimana mereka mengenal170 anak-anak mereka,  dan sesungguhnya segolongan dari mereka bmenyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.

a6 : 21.  b2 : 175; 5 : 16; 6 : 92.

148. cKebenaran ini dari Tuhan engkau; maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu.

c3 : 61; 6 : 115; 10 : 95.

R.18

149. Dan, bagi tiap orang ada suatu tujuan yang kepadanya ia menghadapkan perhatiannya; maka dberlomba-lombalah dalam kebaikan.171 Di mana pun kamu berada, Allah akan mengumpulkan kamu semua. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

d3 : 134; 5 : 49; 35 : 33; 57 : 22

150. Dan dari mana pun engkau keluar, ahadapkanlah perhatianmu172 ke arah Masjidilharam, dan sesungguhnya ini adalah kebenaran173 dari Tuhan-mu. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.

aLihat 2 : 145.

151. Dan bdari mana pun engkau keluar, hadapkanlah perhatian engkau ke arah Masjidilharam;174 dan di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah ke arahnya, supaya orang-orang jangan mempunyai alasan terhadap kamu,175 kecuali orang-orang yang aniaya di antara mereka, maka janganlah kamu atakut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku, dan bsupaya Aku menyempurnakan nikmat-Ku atas-mu;176 dan supaya kamu mendapat petunjuk.

b2 : 145, 150.

a5 : 4.  b5 : 4;  12 : 7

152. Sebagaimana telah aKami utus kepadamu seorang Rasul dari antara kamu yang membacakan Ayat-ayat Kami kepadamu dan mensucikan kamu dan mengajar kamu Kitab dan hikmah,177 dan mengajar kamu apa yang belum kamu ketahui.

aLihat 2 : 130.

153. Maka, bingatlah178 kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu; dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah engkau tidak bersyukur kepada-Ku.

b2 : 204; 8 : 46; 62 : 11.

R.19

154. Hai orang-orang yang beriman, cmohonlah pertolongan dengan sabar179 dan shalat; sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.180

cLihat 2 : 46.

155. Dan, ajanganlah mengatakan tentang orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mereka mati; tidak, bahkan mereka hidup,181 tetapi kamu tidak menyadari.

a3 : 170.

156. Dan pasti akan bKami menguji kamu dengan sesuatu ketakutan dan kelaparan, dan kekurangan dalam harta dan jiwa dan buah-buahan;182 dan berikanlah kabar suka kepada  orang-orang yang sabar.

b3 : 187.

157. Orang-orang yang aapabila  suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata, b”Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali.”183

a22 : 36.  b7 : 126; 26 : 51.

158. Mereka inilah yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah yang mendapat petunjuk.

159. Sesungguhnya, Shafa dan Marwah184 adalah di antara cTanda-tanda Allah, maka barangsiapa menunaikan haji ke Rumah itu, atau umrah, maka tiada dosa baginya jika ia tawaf di antara keduanya. Dan, barangsiapa berbuat kebaikan dengan kerelaan hati,185 maka sesungguhnya Allah Maha Menghargai amal-amal baik, Maha Mengetahui.

c22 : 33.

160. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan186 apa yang Kami turunkan berupa Tanda-tanda kebenaran dan petunjuk sesudah Kami membuatnya jelas bagi manusia di dalam Alkitab, amerekalah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk pula oleh orang-orang yang mengutuk.

a2 : 175.

161. Kecuali amereka yang bertobat, memperbaiki diri, dan menyatakan kebenaran dengan tegas, maka kepada mereka itulah Aku kembali dengan ampunan dan Aku Penerima tobat, Maha Penyayang.

a3 : 90;  : 147; 5 : 40; 24 : 6.

162. Sesungguhnya, orang-orang yang ingkar dan mati dalam keadaan mereka kafir, itulah orang-orang yang batas mereka laknat Allah dan malaikat dan manusia semuanya.

b3 : 88.

163. cMereka akan tinggal lama di dalamnya. Azab tidak akan diringankan dari mereka, dan mereka tidak akan diberi tangguh.

c3 : 89.

164. Dan, dTuhan-mu ialah Tuhan Yang Maha Esa;187 tiada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang.

d2 : 256; 16 : 23; 22 : 35; 37 : 5; 59 : 23, 24; 112 : 2.

R.20

165. eSesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi dan pertukaran malam dan siang, dan  kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa apa yang bermanfaat bagi manusia, dan dari air yang diturunkan Allah dari langit, lalu dengan itu Dia menghidupkan bumi sesudah matinya dan Dia menyebarkan di dalamnya segala macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang ditugaskan di antara seluruh langit dan bumi, sesungguhnya ada Tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akal.188

e3 : 191; 10 : 7; 30 : 23; 45 : 6.

166. Dan di antara manusia ada yang mengambil sekutu-sekutu189 selain dari Allah, mencintai mereka itu seperti  mencintai Allah. Tetapi, orang-orang yang beriman lebih kuat kecintaannya kepada Allah.190 Dan sekiranya orang-orang aniaya dapat melihat ketika mereka akan menyaksikan azab, mereka akan mengetahui bahwa segala kekuatan itu kepunyaan Allah dan sesungguhnya azab Allah sangat keras.

167. aKetika orang-orang yang diikuti akan berlepas diri dari orang-orang yang pernah mengikutinya dan mereka akan menyaksikan azab dan putuslah191 segala hubungan dengan mereka.

a28 : 64, 65;  34 : 33, 34.

168. Dan orang-orang yang telah mengikuti mereka berkata, a“Seandainya kami dapat kembali, niscaya kami pun akan berlepas diri dari mereka sebagaimana mereka  berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah akan memperlihatkan kepada mereka, perbuatan-perbuatan mereka menjadi dasar penyesalan bagi mereka, dan tidaklah mereka akan keluar dari Api.

a23 : 100; 26 : 103.

R.21

169. Hai manusia, makanlah dari apa byang halal dan baik192 di bumi; dan cjanganlah mengikuti langkah-langkah syaitan;193 sesungguhnya, dia bagimu musuh yang nyata.

b5 : 89; 8 : 70; 16 : 115.  c2 : 209; 6 : 143; 24 : 22. d7 : 23. 12 : 6; 28 : 16; 35 : 7; 36 : 61.

170. Sesungguhnya, ia hanya amenyuruh kamu berbuat jahat dan keji,194 dan kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

a2 : 269; 24 : 22.

171. Dan bapabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang diturunkan Allah;” berkata mereka, “Tidak, bahkan kami hanya mengikuti yang kami dapati pada bapak-bapak kami,”195 Apa! walaupun bapak-bapak mereka tidak mengerti suatu apa pun, dan tidak pula mereka mendapat petunjuk?

b5 : 105; 10 : 79; 21 : 53, 54; 31 : 22.

172. Dan perumpamaan  orang-orang ingkar itu seperti keadaan seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar selain panggilan dan seruan.196 aMereka tuli, bisu, dan buta, karena mereka itu tidak dapat menggunakan akal.

aLihat 2 : 19.

173. bHai orang-orang yang beriman, makanlah dari antara barang-barang baik197 yang Kami rezekikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.

b5 : 6; 16 : 115; 23 : 52; 40 : 65.

174. cSesungguhnya, yang diharamkan bagimu hanya bangkai, darah, dan daging babi,198 dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi, barangsiapa terpaksa, bukan melanggar peraturan dan tidak melampaui batas, maka tiada dosa199 atasnya. Sesungguhnya, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

c5 : 4; 6 : 146; 16 : 116.

175. aSesungguhnya, mereka yang menyembunyikan apa yang diturunkan Allah dalam Alkitab dan bmenukarnya dengan harga sedikit, mereka itulah yang tidak memakan dalam perut mereka kecuali api.200 cDan Allah tidak akan berbicara dengan mereka pada Hari Kiamat dan tidak akan mensucikan mereka. Dan bagi mereka siksaan yang pedih.

aLihat 2 : 147.  bLihat 2 : 42.  c2 : 160.

176. Mereka itulah ayang telah menukar kesesatan dengan petunjuk, dan azab dengan ampunan. Maka, alangkah sabarnya201 mereka terhadap Api.

a2 : 17; 3 : 178; 4 : 45.

177. Azab itu adalah karena bAllah telah menurunkan Kitab dengan hak; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih mengenai Kitab itu bertindak  terlalu jauh dalam permusuhan.

b17 : 106.

R.22

178. cBukanlah kebaikan bahwa kamu menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat, tetapi yang sebenarnya kebaikan ialah yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan malaikat-malaikat dan Kitab dan nabi-nabi, dan dmemberikan harta atas kecintaan kepada-Nya,202 kepada kaum kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan orang musafir, dan mereka yang meminta sedekah dan untuk memerdekakan hamba sahaya; dan orang-orang yang mendirikan shalat dan membayar zakat; dan aorang-orang yang menepati janji mereka bila mereka berjanji, dan mereka yang sabar dalam bkesusahan202A dan kesengsaraan, dan tabah dalam masa perang; cmerekalah orang-orang yang  benar dan merekalah orang-orang yang bertakwa.203

c2 : 190.  d76 : 9.

a9 : 4; 13 : 21.  b2 : 215; 6 : 43; 7 : 95.  c49 : 16.

179. Hai orang-orang yang beriman, adiwajibkan atasmu pembalasan yang setimpal mengenai orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, dan hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. Tetapi, barangsiapa mendapat sesuatu ampunan dari pihak saudaranya yang dibunuh maka hendaklah ahli waris yang dibunuh  menuntut uang darah dengan cara yang layak, dan pembayaran oleh si pembunuh hendaklah dilakukan kepadanya dengan cara sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah satu keringanan dan rahmat dari Tuhan-mu. Dan barangsiapa melampaui batas sesudah ini maka baginya siksaan yang pedih.204

a2 : 195; 5 : 46.

180. Dan dalam hukum pembalasan ini adalah kehidupan bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu terpelihara.204A

181. aDiwajibkan atasmu, apabila maut menjelang seseorang di antaramu, jika ia meninggalkan harta, hendaklah ia berwasiat untuk ibu-bapak dan kaum kerabat dengan cara yang wajar.205 Ini adalah kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.

a4 : 12, 13, 177; 5 : 107.

182. Tetapi barangsiapa mengubahnya sesudah didengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya atas mereka yang mengubahnya.205A Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

183. Tetapi barangsiapa mengkhawatirkan orang yang berwasiat akan beratsebelah atau berbuat dosa, lalu mengadakan perdamaian di antara mereka, maka tak ada dosa atasnya.205B Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

R.23

184. Hai orang-orang yang beriman, puasa diwajibkan atasmu sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelummu,206 supaya kamu terpelihara dari keburukan rohani dan jasmani.

185. Hari-hari yang telah aditentukan bilangannya, maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan, maka hendaknya berpuasa sebanyak itu pada hari-hari lain; dan bagi mereka yang tidak sanggup berpuasa,207 membayar fidyah,  memberi makan kepada seorang miskin. Dan, barangsiapa berbuat kebaikan dengan rela hati maka hal itu lebih baik baginya. Dan, berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

a2 : 204.

186. Bulan Ramadhan207A ialah bulan yang di dalamnya Al-quran207B diturunkan208 sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata mengenai petunjuk dan aFurqan. Maka, barangsiapa di antaramu hadir pada bulan ini hendaklah ia berpuasa di dalamnya. Tetapi, barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka hendaklah  berpuasa sebanyak bilangan itu pada hari-hari lain.209 bAllah menghendaki keringanan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, dan Dia menghendaki supaya kamu menyempurnakan bilangan itu dan supaya ckamu mengagungkan Allah, karena Dia memberi petunjuk kepadamu dan supaya kamu bersyukur.

a2 : 54; 3 : 4; 8 : 42; 21 : 49; 25 : 2.  b2 : 287; 5 : 7; 22 : 79.  c22 : 38.

187. Dan, apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, katakanlah a”Sesungguhnya Aku dekat.210 bAku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman211 kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk.

a11 : 62; 34 : 51; 50 : 17.  b27 : 63.

188. Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka bagaikan pakaian212 bagimu, dan kamu bagaikan pakaian bagi mereka. Allah mengetahui sesungguhnya kamu telah mengkhianati dirimu sendiri, maka Dia kembali213 kepadamu dengan kasihsayang dan Dia memperbaiki kesalahanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditentukan Allah bagimu; dan makanlah dan minumlah hingga tampak jelas kepadamu benang-putih dari benang-hitam fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai malam214 dan janganlah kamu mencampuri mereka ketika kamu beri’tikaf dalam masjid-masjid.215 Inilah batas-batas ketentuan Allah maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menjelaskan hukum-hukum-Nya bagi manusia supaya mereka terpelihara dari keburukan rohani dan jasmani.

189. Dan, ajanganlah makan hartamu215A di antara kamu dengan jalan batil,216 dan jangan pula kamu serahkan harta itu sebagai suapan kepada para penguasa dengan tujuan supaya kamu dapat memakan sebagian harta dengan cara berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.

a4 : 30, 162; 9 : 34.

R.24

190. Mereka bertanya kepada engkau mengenai bulan sabit. Katakanlah, b”Itu adalah sarana penentuan waktu217 bagi manusia dan untuk ibadah haji.” Dan bukanlah kebaikan kalau kamu memasuki rumah-rumah dari belakangnya,218 akan tetapi ckebaikan ialah orang yang bertakwa. Dan  masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu berjaya.

b2 : 198; 9 : 36.  c2 : 178.

191. Dan aperangilah219 di jalan Allah, orang-orang yang memerangimu, namun jangan kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.

a4 : 76; 8 : 40; 9 : 13; 22 : 40; 60 : 9, 10.

192. Dan bunuhlah mereka220 di mana pun mereka kamu dapati, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusirmu,221 dan afitnah itu lebih buruk daripada pembunuhan. Dan, janganlah kamu memerangi mereka di dekat Masjidilharam sebelum mereka memerangimu di sana. Tetapi, jika mereka memerangimu, maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.

a2 : 218.

193. Tetapi bjika mereka berhenti, maka sesungguhnya  Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

b8 : 40.

194. Dan aperangilah mereka sehingga tak ada fitnah lagi, dan agama itu hanya untuk  Allah.222 Tetapi, jika mereka berhenti, maka tidak ada lagi  permusuhan223 kecuali terhadap orang-orang aniaya.

a8 : 40

195. Bulan Suci224 dibalas dengan Bulan Suci, dan untuk segala barang suci itu ada hukum pembalasan.a Maka, barangsiapa menyerang kamu, seranglah dia sepadan225 dengan serangannya kepadamu; dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang bertakwa.

aLihat 2 : 179.

196. Dan, bbelanjakanlah harta pada jalan Allah, dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu dengan tanganmu ke dalam kebinasaan,226 dan berbuat baik-lah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.

b2 : 225; 14 : 32; 47 : 39; 57 : 11; 63 : 11.

197. Dan sepurnakanlah ibadah haji227 dan umrah228 karena Allah; tetapi ajika kamu terhalang,229 maka sembelihlah hewan kurban yang mudah didapat; dan janganlah mencukur kepalamu sebelum hewan kurban sampai ke tempat penyembelihannya. Dan, barangsiapa di antaramu sakit atau ada gangguan sakit di kepala, maka ia harus membayar fidyah dengan puasa, atau sedekah atau kurban. Maka, apabila kamu telah aman, kemudian barangsiapa  mengambil faedah mengerjakan umrah bersama-sama230 dengan ibadah haji, hendaklah ia berkurban yang mudah didapat. Dan barangsiapa tidak mendapatkannya, hendaklah ia berpuasa tiga hari di musim haji,231 dan tujuh hari setelah kamu kembali. Inilah sepuluh hari yang sempurna. Yang demikian itu bagi orang yang keluarganya tidak tinggal dekat Masjidilharam.232 Dan, bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah keras dalam menghukum.

a48 : 26.

R.25

198. aIbadah haji dilakukan dalam bulan-bulan yang dikenal; maka bbarangsiapa telah bertekad akan menunaikan ibadah haji dalam bulan-bulan itu, maka janganlah membicarakan hal yang tidak senonoh,233 jangan melanggar peraturan dan jangan bertengkar pada musim haji. Dan kebaikan apa pun yang kamu kerjakan, tentu Allah mengetahuinya. Dan sediakanlah perbekalan dan sesungguhnya sebaik-baik perbekalan ialah takwa; dan bertakwalah kepada-Ku, hai  orang-orang yang berakal.

a2 : 190; 9 : 36.  b3 : 98; 22 : 28.

199. Tiada dosa atasmu cmencari karunia234 dari Tuhan-mu. Tetapi, apabila kamu bertolak dari Arafah235 berzikirlah kepada Allah dekat Al Masy’arulharam;236 dan aberzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia memberi petunjuk kepadamu; meskipun sebelumnya kamu sesungguhnya termasuk orang-orang sesat.

c62 : 11.

a2 : 153, 204; 8 : 46; 62 : 11.

200. Kemudian,237 bertolaklah kamu dari tempat238 bertolaknya orang-orang dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

201. Maka setelah kamu menunaikan acara-cara ibadah hajimu, bberzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu mengingat bapak-bapakmu atau berzikirlah lebih banyak lagi. Dan cdi antara manusia ada yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahilah kami kesenangan baik di dunia ini dan tiada bagi orang itu mendapati bagian di akhirat.

a2 : 129.  bLihat 2 : 153.  c4 : 135; 42 : 21.

202. Dan ddi antara mereka ada yang mengatakan, “Ya Tuhan kami, berilah kami segala yang baik di dunia dan segala yang baik di akhirat,239 dan hindarkanlah kami dari azab Api.”

d42 : 21.

203. Mereka inilah yang akan memperoleh bagian sebagai pahala dari apa yang mereka usahakan. Dan Allah Mahacepat dalam menghisab.

204. Dan, aberzikirlah kepada Allah dalam hari-hari yang ditentukan bilangannya;240 maka barangsiapa segera pulang dalam dua hari, maka tak ada dosa baginya; dan barangsiapa terlambat, maka tidak pula ada dosa baginya. Petunjuk ini adalah bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah241 kamu kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu semua akan dikumpulkan kepada-Nya.242

aLihat 2 : 153.

205. Dan, adi antara manusia ada orang yang ucapannya243 mengagumkan engkau mengenai kehidupan dunia dan ia menjadikan Allah sebagai saksi atas apa yang ada dalam hatinya; padahal ia petengkar yang sekeras-kerasnya.

a63 : 5.

206. Dan apabila ia berkuasa, berkeliaranlah ia di muka bumi untuk membuat kekacauan di dalamnya dan membinasakan sawah-ladang244 dan keturunan, dan Allah tidak menyukai kekacauan.

207. Dan apabila dikatakan kepadanya, “Takutlah kepada  Allah,” rasa sombong mendorongnya untuk berbuat dosa.245 Maka cukuplah baginya Jahannam.246 Sungguh buruk tempat kediaman itu.247

208. Dan di antara manusia ada yang menjual248 dirinya untuk mencari keridhaan Allah; dan aAllah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya.

a3 : 31; 9 : 117; 57 : 10.

209. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu sekalian249 ke dalam kepatuhan seutuhnya dan bjanganlah mengikuti langkah-langkah syaitan; sesungguhnya, ia musuh yang nyata bagimu.

bLihat 2 : 169.

210. Tetapi, jika kamu tergelincir sesudah datang kepadamu Tanda-tanda nyata, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

211. cHal apakah yang mereka tunggu kecuali agar Allah datang250 kepada mereka dalam naungan awan251 bersama malaikat-malaikat252 dan agar perkara itu diputuskan? Dan kepada Allah segala perkara dikembalikan.

c6 : 159; 16 : 34; 89 : 23.

R.26

212. Tanyakanlah kepada Bani Israil aberapa banyak Tanda-tanda nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Dan barangsiapa mengubah nikmat Allah setelah  datang kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras dalam menghukum.253

a17 : 102; 28 ; 37.

213. Ditampakkan indah bkehidupan dunia ini bagi orang-orang ingkar dan mereka mencemoohkan orang-orang yang beriman. Tetapi orang-orang yang bertakwa berada di atas mereka pada Hari Kiamat; dan cAllah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.

b3 : 15; 18 : 47; 57 : 21.  c3 : 38; 24 : 39; 35 : 4; 40 : 41.

214. Tadinya manusia merupakan satu umat,254  lalu Allah mengutus nabi-nabi sebagai apembawa kabar suka dan pemberi ingat; dan Dia menurunkan beserta mereka Alkitab yang hak supaya Dia menghakimi di antara manusia dalam hal-hal yang diperselisihkan oleh mereka. Tetapi, kemudian mereka mulai berselisih tentang Alkitab itu dan tiada yang memperselisihkan255 hal itu kecuali orang-orang yang diberi Alkitab itu sesudah Tanda-tanda yang nyata datang kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka. Maka, Allah dengan perintah-Nya telah menunjuki orang-orang yang beriman kepada kebenaran yang diperselisihkan oleh mereka itu; dan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.

a4 : 166; 6 : 49; 18 : 57.

215. aApakah kamu menyangka bahwa kamu akan masuk sorga padahal belum datang kepadamu seperti keadaan orang-orang yang dahulu sebelum kamu?256 bKesusahan dan kesengsaraan menimpa mereka dan mereka digoncang dengan hebatnya csehingga256A rasul itu dan orang-orang yang beriman besertanya berkata, “Kapankah pertolongan Allah?”257 Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah  itu dekat.

a3 : 143; 9 : 16.  bLihat 2 : 178.  c12 : 111.

216. Mereka bertanya kepada engkau apa yang harus dibelanjakan oleh mereka. Katakanlah, a“Apa saja yang kamu belanjakan dari harta yang baik258 hendaklah untuk ibu-bapak, kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang musafir. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentang itu.

a2 : 178; 4 : 37.

217. Diwajibkan atasmu bberperang, padahal perang itu sesuatu yang kamu tidak sukai;259 dan boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal hal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal hal itu buruk bagimu. Dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui.

b8 : 6.

R.27

218. Mereka bertanya kepada engkau tentang berperang dalam Bulan Suci. Katakanlah, “Berperang di dalam bulan ini adalah suatu dosa besar; tetapi menghalangi orang dari jalan Allah dan ingkar kepada-Nya dan kepada Masjidilharam dan mengusir penghuninya dari tempat itu adalah suatu dosa yang lebih besar lagi di sisi Allah;260 dan afitnah itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan. Dan, mereka tidak akan berhenti memerangi kamu hingga mereka memalingkan kamu dari agamamu jika mereka sanggup. Dan, bbarangsiapa di antaramu berpaling dari agamanya dan ia mati sedang ia masih dalam keadaan kufur, maka mereka itulah yang camalannya akan menjadi sia-sia di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni Api dan mereka akan tinggal lama di dalamnya.

a2 : 192.  b3 : 87, 91; 4 : 138; 5 : 55; 47 : 26.  c3 : 23; 7 : 148; 18 : 106.

219. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan aorang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat  Allah; dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

a8 : 75; 9 : 20.

220. Mereka bertanya kepada engkau tentang barak261 dan judi.262 Katakanlah, “Di dalam keduanya ada dosa dan kerugian besar263 dan juga beberapa manfaat264 bagi manusia, dan dosa serta kerugiannya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan, mereka bertanya kepada engkau tentang apa yang harus mereka belanjakan. Katakanlah, “Apa yang tidak mendatangkan kesusahan.”265 Demikianlah  Allah menjelaskan hukum-hukum-Nya bagimu supaya kamu berfikir.

b5 : 91, 92.

221. Tentang dunia ini dan akhirat. Dan mereka bertanya pula kepada engkau mengenai a anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki mereka adalah sangat baik,266 dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka itu saudara-saudaramu. Dan Allah mengetahui yang berbuat kerusakan daripada yang berbuat perbaikan. Dan sekiranya Allah menghendaki niscaya Dia akan menyusahkan kamu. Sesungguhnya Allah itu Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

a4 : 128; 89 : 18; 93 : 10; 107 : 3.

222. Dan ajanganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman; dan sebenarnya hamba-sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menawan hatimu. Dan, janganlah kamu menikahkan perempuan yang beriman dengan laki-laki musyrik sebelum mereka beriman, dan sebenarnya hamba-sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, meskipun ia menawan hatimu.267 Mereka mengajak ke Api, dan Allah mengajak ke Sorga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan, Dia menjelaskan Tanda-tanda-Nya kepada manusia supaya mereka dapat meraih nasihat.

a60 : 11.

R.28

223. Dan mereka itu bertanya kepada engkau tentang haid. Katakanlah, “Itu hal yang memudaratkan, maka jauhilah perempuan-perempuan di waktu haid, dan janganlah kamu menghampiri mereka sebelum mereka suci.268 Dan apabila mereka telah mensucikan diri, maka datangilah mereka sebagaimana Allah telah memerintahkan269 kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang banyak bertobat, dan Dia mencintai mereka yang mensucikan diri.

224. Istri-istrimu bagaikan sawah-ladang270 bagimu, maka datangilah sawah-ladangmu bilamana271 kamu sukai; dan kirimkanlah lebih dahulu kebaikan untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan bertemu dengan-Nya; dan berilah kabar suka kepada orang-orang mukmin.272

225. Dan janganlah kamu menjadikan Allah sasaran273 bagi sumpah-sumpahmu untuk berbuat kebaikan dan bertakwa, dan memperbaiki di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

226. aAllah tidak akan menuntut kamu atas sumpah-sumpahmu yang sia-sia,274 akan tetapi Dia akan menuntut kamu atas apa yang sengaja diusahakan oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.

a5 : 90.

227. Bagi mereka yang bersumpah memisahkan diri dari istri-istri mereka, hendaknya menunggu empat bulan;275 kemudian jika mereka kembali untuk berdamai, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

228. Dan jika mereka telah bertekad untuk atalak,276 maka sesungguhnya  Allah Maha Men-dengar, Maha Mengetahui.

a2 : 230; 33 : 50; 65 : 2.

229. Dan bperempuan-perempuan yang ditalak harus menahan diri mereka tiga kali masa haid;277 dan tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang telah diciptakan Allah dalam kandungan mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Dan suami-suami mereka lebih berhak kembali rujuk dalam masa itu, jika mereka menghendaki perbaikan.278 Dan perempuan-perempuan mempunyai hak yang sama dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf; tetapi claki-laki mempunyai satu derajat lebih279 atas mereka. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

b2 : 235; 65 : 5.  c4 : 35.

R.29

230. aTalak itu dua kali; kemudian bboleh menahan perempuan-perempuan itu dengan ma'ruf atau lepaskanlah mereka dengan baik.280 Dan tidak dihalalkan bagimu mengambil kembali sesuatu dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka,281 kecuali kalau kedua mereka itu khawatir tidak akan dapat menegakkan peraturan-peraturan Allah. Maka, jika kamu mengkhawatirkan keduanya tidak akan dapat menegakkan peraturan-peraturan Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya di dalam apa yang diberikan oleh perempuan itu untuk penebus dirinya.282 Demikianlah peraturan-peraturan Allah, maka janganlah kamu melanggar-Nya dan barang-siapa melanggar peraturan-peraturan Allah, maka mereka itulah orang-orang aniaya.

aLihat 2 : 228.  b2 : 232; 4 : 130; 65 : 3.

231. Dan jika ia menjatuhkan talak kepadanya283 ketiga kalinya, maka sesudah itu tidak halal baginya perempuan itu hingga ia menikah dengan suami lain. Dan jika ia, suami kedua itu, menjatuhkan talak kepadanya, maka tak ada dosa atas mereka berdua untuk kembali kepada satu sama lain jika mereka berdua yakin akan dapat menegakkan peraturan-peraturan Allah. Dan, demikianlah peraturan-peraturan Allah yang dijelaskan-Nya kepada kaum yang mau mengetahui.

232. Dan apabila kamu menjatuhkan talak kepada perempuan-perempuan lalu amereka mendekati283A akhir masa 'idahnya,  maka btahanlah mereka secara ma'ruf, atau lepaskanlah mereka secara ma'ruf ;284 tetapi, janganlah kamu menahan mereka sehingga menyusahkan dengan melanggar hak mereka. Dan, barangsiapa berbuat demikian, maka sesungguhnya ia menganiaya dirinya sendiri. Dan, janganlah kamu menjadikan hukum-hukum Allah sebagai perolokan, dan aingatlah nikmat Allah kepadamu, dan apa yang diturunkan kepadamu, yakni Kitab dan Hikmah yang dengan itu Dia menasehati kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

a2 : 229; 65 : 5.  bLihat 2 : 230.

a3 : 104.

R.30

233. Dan, apabila kamu menalak perempuan-perempuan itu lalu mereka menyempurnakan waktu 'idah mereka, maka janganlah kamu menghalangi mereka untuk menikah dengan suami-suami mereka yang lama,285 jika antara mereka ada persetujuan yang ma'ruf. Yang demikian itu nasehat bagi siapa di antaramu yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Inilah yang lebih berbarkat bagimu dan lebih suci. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

234. Dan, aibu-ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka dua tahun genap;  bagi bsiapa yang hendak menyempurnakan masa menyusui. Dan atas laki-laki yang punya anaklah tanggung-jawab memberi mereka makan dan pakaian dengan cara ma'ruf. cTiada seseorang dibebani kecuali menurut kadar kemampuannya. Janganlah seorang ibu disusahkan286 karena anaknya, dan jangan pula seorang bapak disusahkan karena anaknya.287 Dan demikian pula wajib atas ahli waris dari pihak bapak seperti itu.288 Dan, jika mereka berdua menghendaki penyapihan anak itu atas kerelaan dan perundingan bersama-sama,288A maka tak ada dosa atas mereka berdua dalam hal itu. Dan, jika kamu berkehendak anak-anakmu disusui perempuan lain, maka tidak ada dosa atasmu asal kamu membayar apa yang telah kamu sepakati secara layak. Dan, bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah melihat segala apa yang kamu kerjakan.

a31 : 15; 46 : 16.  b65 : 7.  c2 : 287; 6 : 153; 7 : 43; 23 : 63; 65 : 8.

235. Dan, mengenai aorang-orang yang wafat di antaramu dan meninggalkan istri-istri, bistri-istri mereka itu harus menahan diri mereka empat bulan sepuluh hari. Dan, apabila mereka telah mencapai jangka waktu 'idah mereka yang ditentukan,289 maka tak ada dosa terhadapmu atas apa yang diperbuat mereka mengenai diri mereka290 secara patut. Dan, Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.

a2 : 241.  b2 : 229.

236. Dan, tidak ada dosa atasmu dalam apa yang kamu isyarahkan untuk meminang perempuan-perempuan ini atau dalam keinginan yang kamu sembunyikan dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu tentu akan mengingat mereka dalam hubungan ini. Akan tetapi, jangan kamu membuat perjanjian dengan mereka secara rahasia,291 kecuali kamu mengucapkan kepada mereka perkataan yang ma'ruf. Dan, janganlah kamu bertekad untuk mengikat pernikahan sebelum 'idah itu mencapai jangka waktunya yang ditetapkan. Dan, ketahuilah bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam hatimu, karena itu takutlah kepada-Nya. Dan, ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.

R.31

237. Tak ada dosa atasmu, jika kamu menalak perempuan-perempuan yang belum kamu sentuh atau belum kamu memastikan maskawin bagi mereka. Akan tetapi, berikanlah292 kepada mereka, yang kaya menurut kadar kemampuannya, dan bagi yang berkekurangan menurut kadar kemampuannya, suatu pemberian dengan cara yang ma'ruf. Inilah kewajiban atas orang-orang yang berbuat baik.

238. Dan, jika kamu menjatuhkan talak kepada mereka sebelum kamu menyentuh mereka, sedangkan telah kamu tetapkan maskawin bagi mereka, maka kamu berikan seperdua293 dari apa yang telah kamu tetapkan, kecuali jika mereka memaafkan atau dimaafkan294 oleh orang yang di tangannya ada ikatan perkawinan.294A Dan, bahwa kamu memaafkan adalah lebih dekat kepada takwa. Dan, janganlah kamu lupa berbuat kebaikan di antaramu. Sesungguhnya Allah melihat segala sesuatu yang kamu kerjakan.

239. aPeliharalah295 semua shalat dan khususnya shalat tengah-tengah,296 dan berdirilah di hadapan Allah dengan patuh.

a23 : 10; 70 : 35.

240. Dan, ajika kamu dalam keadaan takut, maka shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan;297 dan bapabila kamu telah aman, maka ingatlah Allah sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.

a4 : 102.  b4 : 104.

241. Dan, corang-orang yang  meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri-istri, hendaklah mewasiatkan untuk istri-istri mereka perbekalan untuk setahun298 tanpa menyuruh mereka keluar dari rumah. Tetapi, jika mereka keluar sendiri, maka tak ada dosa atasmu tentang apa yang wajar mereka lakukan terhadap diri mereka. Dan, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

c2 : 235.

242. Dan, bagi perempuan-perempuan yang ditalak juga harus disediakan aperbekalan yang ma'ruf,299 kewajiban atas mereka yang bertakwa.

a2 : 242; 65 : 8.

243. Demikianlah Allah menjelaskan Hukum-hukum-Nya  bagimu supaya kamu mengerti.

R.32

244. Tidakkah engkau mendengar ihwal orang-orang yang keluar300 dari kampung halaman mereka, dan mereka itu beribu-ribu,301 karena takut mati?302 Lalu, Allah berfirman kepada mereka, b”Matilah!”303 Kemudian Dia menghidupkan mereka. Sesungguhnya, Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.

b5 : 27.

245. Dan aberperanglah304 kamu di jalan Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

a2 : 191; 4 : 85.

246. bSiapakah yang mau memberi305 pinjaman yang baik kepada Allah agar Dia melipatgandakannya baginya berlipat-lipat ganda? Dan, Allah mengambil dan memperbanyak harta, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.

b57 : 12, 19; 64 : 18.

247. Tidakkah engkau memperhatikan ihwal para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Berkata ia, a”Apakah barangkali kamu tidak akan berperang jika berperang diwajibkan atasmu?” Berkata mereka, “Mengapakah kami tidak akan berperang306 di jalan Allah jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi, tatkala diwajibkan atas mereka berperang, berpalinglah mereka kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang aniaya.

a4 : 78.

248. Dan, berkata nabi mereka kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut307 menjadi raja bagimu.” Berkata mereka, “Bagaimana ia bisa mempunyai kerajaan atas kami, padahal kami lebih berhak mempunyai kerajaan daripadanya, dan ia tidak diberi berlimpah-limpah harta?” Berkata ia, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya atasmu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan aAllah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.

a3 : 27.

249. Dan, berkata nabi mereka kepada mereka, “Sesungguhnya tanda kerajaannya ialah, akan datang kepadamu suatu Tabut,308 yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan-mu dan harta pusaka309 yang ditinggalkan oleh keluarga Musa dan keluarga Harun yang dipikul oleh malaikat-malaikat. Sesungguhnya, dalam hal ini ada suatu Tanda bagimu, jika kamu orang-orang mukmin.”

R.33

250. Kemudian, tatkala Thalut berangkat dengan balatentaranya, berkata ia, “Sesungguhnya Allah akan mencobaimu dengan sebuah sungai. Maka, barangsiapa minum darinya ia bukan dariku; dan  barangsiapa tidak mencicipinya, maka sesungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk310 dengan tangannya.” Tetapi, mereka minum darinya kecuali sebagian kecil dari mereka. Maka, tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya, berkata mereka, “Tak ada kekuatan pada kami hari ini untuk menghadapi Jalut310A dan bala-tentaranya.” Tetapi, mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah aberkata, “Banyak golongan yang kecil telah mengalahkan golongan yang besar dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang sabar.”

a3 : 124; 8 : 66.

251. Dan ketika mereka maju untuk menghadapi Jalut311 dan balatentaranya, berkata mereka, “Ya Tuhan kami, aanugerahkan  ketabahan atas kami, dan teguhkan langkah-langkah kami dan btolonglah kami terhadap kaum kafir.”

a3 : 148, 201; 7 : 127.  b2 : 287; 3 : 148.

252. Maka, mereka mengalahkan312 mereka itu dengan izin Allah; dan Dawud membunuh Jalut dan Allah memberinya kerajaan dan kebijakan dan mengajarkan kepadanya apa yang Dia kehendaki.

Dan, asekiranya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusuhan,313 tetapi Allah mempunyai limpahan karunia atas sekalian alam.

a22 : 41.

253. Inilah Ayat-ayat Allah. Kami membacakannya kepada engkau dengan hak. Dan, sesungguhnya engkau seorang dari  rasul-rasul.

JUZ III

254. bInilah rasul-rasul yang telah Kami lebihkan sebagian dari mereka di atas yang lain; cdi antara mereka ada yang kepada mereka Allah bercakap-cakap dan dDia meninggikan sebagian dari mereka dalam derajatnya.314 Dan eKami memberi Isa ibnu Maryam keterangan-keterangan nyata dan Kami memperkuat dia dengan Ruhulkudus.  Dan, jika dikehendaki Allah,  orang-orang yang sesudah mereka tidak akan perang-memerangi setelah datang kepada mereka Tanda-tanda nyata; akan tetapi mereka tetap berselisih. Maka, adi antara mereka ada yang beriman dan ada pula yang ingkar. Dan, jika dikehendaki Allah, mereka tidak akan perang-memerangi; tetapi Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.

b17 : 56.  c4 : 165.  d4 : 159; 19 : 58.  e2 : 88.

a4 : 56; 10 : 41.

R.34

255. Hai orang-orang yang beriman, bbelanjakanlah apa yang telah Kami rezekikan kepadamu sebelum datang hari yang tak ada jual-beli315 di dalamnya, dan ctidak pula persahabatan316 dan dtidak pula syafaat;317 dan orang-orang kafir itulah mereka yang aniaya.

b2 : 196; 14 : 32; 47 : 39; 57 : 11; 63 : 11. c14 : 32; 43 : 68.  dLihat 2 : 49.

256. Allah, tiada tuhan selain Dia, aYang Maha Hidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur. Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. bSiapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya? cDia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka; dan mereka tidak meliputi barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Ilmu-Nya318 meliputi seluruh langit dan bumi; dan tidaklah memberatkan-Nya menjaga keduanya; dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.

a3 : 3; 20 : 112; 25 : 59.  bLihat 2 : 49.  c20 : 111.

257. dTidak ada paksaan319 dalam agama. Sesungguhnya jalan benar itu nyata bedanya dari kesesatan; dan barangsiapa menolak ajakan orang-orang yang sesat320 dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia etelah berpegang kepada suatu pegangan yang kuat dan tak kenal putus. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

d10 : 100; 11 : 119; 18 : 30; 76 : 4.  e31 : 23.

258. aAllah itu Sahabat orang-orang beriman; bDia mengeluarkan mereka dari pelbagai kegelapan kepada cahaya. Dan, orang-orang kafir, csahabat mereka adalah orang-orang sesat yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada pelbagai kegelapan. Mereka adalah penghuni Api, mereka tinggal lama di dalamnya.

a45 : 20.  b5 : 17; 65 : 12.  c7 : 28; 16 : 101.

R.35

259. Tidakkah engkau mendengar orang yang berbantah dengan Ibrahim tentang Tuhan-nya, karena Allah telah memberi kerajaan kepadanya? Ketika berkata Ibrahim, d”Tuhan-ku Yang menghidupkan dan mematikan,” berkata ia, “Aku pun menghidupkan dan mematikan.” Berkata Ibrahim, “Sesungguhnya Allah mendatangkan matahari dari timur; maka datangkanlah  matahari itu dari barat!” Maka terdiamlah321 orang yang ingkar itu. Dan, Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum aniaya.

d3 : 157; 9 : 116; 40 : 69; 57 : 3.

260. Atau, tidakkah engkau mendengar perumpamaan seperti orang yang melalui suatu kota322 yang telah runtuh atas atap-atapnya, kemudian ia berkata, “Bilakah Allah akan menghidupkan kembali kota ini sesudah matinya?” Maka, Allah mematikannya seratus tahun323 lamanya; kemudian Dia membangkitkannya lagi dan berfirman, “Berapa lamakah engkau tinggal dalam keadaan seperti ini?”

Berkata ia, “Aku tinggal sehari atau sebagian hari.323A Berfirman Dia, “Sungguh,323B akan tetapi engkau pun telah tinggal seratus tahun324 lamanya dalam keadaan seperti ini. Maka, lihatlah makanan engkau dan minuman engkau; benda-benda itu tidak membusuk.

Dan, lihatlah keledai engkau.325 Maka, Kami melakukan demikian itu supaya Kami menjadikan engkau Tanda bagi manusia. Dan, alihatlah tulang-belulang itu, betapa Kami menatanya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka, setelah kenyataan ini menjadi terang baginya, berkatalah ia, “Aku mengetahui bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu.”326

a23 : 15.

261. Dan, ingatlah, ketika berkata Ibrahim, “Ya Tuhan-ku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang mati.” Dia berfirman, “Tidakkah engkau percaya?” Berkata ia, “Ya, namun kutanyakan hal ini supaya tenteram hatiku.”327 Berfirman Dia, “Maka, jika demikian, ambillah empat ekor burung dan jinakkanlah328 mereka kepada engkau, kemudian letakkanlah setiap329 burung itu di atas tiap-tiap gunung; kemudian panggillah mereka, niscaya mereka akan datang kepada engkau dengan segera. Dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

R.36

262. aTamsil orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah, adalah seumpama sebuah biji menumbuhkan tujuh bulir; pada setiap bulir terdapat seratus biji. Dan Allah melipat-gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.330

a2 : 266; 30 : 40.

263. Orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah, lalu mereka tidak mengiringi bapa yang dibelanjakan mereka dengan menyebut-nyebut kebaikan dan tidak pula menyakiti,331 bagi mereka ada ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, dan tak ada ketakutan pada mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.

b2 : 265; 74 : 7.

264. aTutur kata yang baik dan ampunan332 adalah lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti. Dan Allah Maha Kaya, Maha Penyantun.

a47 : 22.

265. Hai orang-orang yang beriman, ajanganlah kamu menjadikan sedekah-sedekahmu sia-sia dengan menyebut-nyebut jasa baik dan menyakiti seperti halnya orang byang membelanjakan hartanya untuk dilihat333 manusia, dan ia tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Maka, keadaannya adalah semisal batu licin yang di atasnya tertutup tanah, lalu hujan lebat menimpanya dan meninggalkannya licin. cMereka tidak akan memperoleh sesuatu dari apa yang mereka usahakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.

aLihat 2 : 263.  b4 : 39; 8 : 48.  c14 : 19.

266. Dan, misal orang-orang yang membelanjakan harta mereka demi mencari keridhaan Allah dan memperteguh334 jiwa mereka adalah semisal sebidang kebun yang terletak di tempat tinggi.335 Hujan lebat menimpanya dan ia menghasilkan abuahnya dua kali lipat. Dan, jika hujan lebat tidak menimpanya, maka gerimis pun memadai. Dan, Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

aLihat 2 : 262.

267. Adakah seorang dari antara kamu ingin mempunyai sebidang kebun korma dan anggur, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai? Baginya di dalam kebun itu ada segala macam buah-buahan, sedangkan hari tua telah menjelangnya dan ia mempunyai keturunan yang tidak berdaya, lalu kebun itu ditimpa angin puyuh yang mengandung api, dan terbakarlah kebun itu.336 Demikianlah Allah menjelaskan Tanda-tanda-Nya bagimu supaya kamu berfikir.

R.37

268. Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah barang-barang baik yang kamu usahakan dan segala sesuatu yang Kami keluarkan dari bumi bagimu; dan janganlah kamu memilih yang buruk darinya lalu kamu membelanjakannya; padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya.337 Dan, ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.

269. aSyaitan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan,338 dan menyuruh kamu berbuat kekejian,339 dan Allah menjanjikan kepadamu ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui.

aLihat 2 : 170; 24 : 22.

270. aDia memberi kebijakan340 kepada siapa yang Dia kehendaki dan barangsiapa diberi kebijakan, maka sungguh ia telah diberi berlimpah-limpah kebaikan; dan tiada yang dapat menarik pelajaran kecuali orang-orang berakal.

a17 : 40.

271. bDan belanja apa pun yang kamu belanjakan atau nazar apa pun yang kamu nazarkan di jalan Allah341 maka sesungguhnya Allah mengetahuinya; dan bagi orang-orang aniaya tak ada seorang penolong.

b22 : 30; 76 : 8.

272. Jika kamu memberikan csedekah-sedekah dengan terang-terangan, maka hal itu baik; dan jika kamu sembunyikan itu, dan kamu memberikannya kepada fakir miskin, maka hal itu lebih baik342 bagimu dan dDia akan menghapuskan dari kesalahan-kesalahanmu.343  Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

c9 : 60, 103, 104.  d4 : 32; 8 : 30; 29 : 8; 64 : 10; 66 : 9.

273. aBukanlah tanggung-jawab engkau memberi petunjuk kepada mereka, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan harta344 apa pun yang kamu belanjakan maka manfaatnya adalah untuk dirimu, dan sebenarnya tidaklah kamu belanjakan melainkan untuk mencari keridhaan Allah.345 Dan harta apa pun yang kamu bbelanjakan niscaya akan dikembalikan kepadamu dengan penuh dan kamu tidak akan dianiaya.

a28 : 57; 92 : 13.  b2 : 282; 4 : 174; 8 : 61; 39 : 11.

274. Infak tersebut bagi orang-orang fakir yang terikat346 di jalan Allah, mereka tidak mampu bergerak bebas di muka bumi. Orang yang tidak tahu menganggap mereka kaya, disebabkan mereka menghindarkan diri dari meminta-minta. aEngkau dapat mengenali mereka dari raut muka mereka,347 dan mereka tidak suka meminta kepada manusia dengan mendesak-desak.348 Dan harta348A apa pun yang kamu belanjakan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui hal itu.349

a48 : 30.

R.38

275. aOrang-orang yang membelanjakan harta mereka pada malam dan siang dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, bagi mereka ada ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka; dan tak ada ketakutan pada mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.

a13 : 23; 14 : 32; 16 : 76; 35 : 30.

276. Orang-orang byang memakan riba350 tidak berdiri melainkan seperti berdiri orang yang syaitan merasuknya dengan penyakit gila.351 Hal demikian adalah karena mereka berkata, “Sesungguhnya jual-beli itu juga serupa riba;” padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka siapa yang kepadanya telah sampai peringatan dari Tuhan-nya lalu berhenti dari pelanggaran itu, maka untuknyalah apa yang diterimanya di masa lalu; dan urusannya terserah kepada  Allah. Dan barangsiapa kembali lagi makan riba, maka mereka adalah penghuni Api, mereka akan tinggal lama di dalamnya.

b3 : 131; 30 : 40.

277. Allah akan menghapuskan352 riba dan amengembangkan sedekah-sedekah. Dan, Allah tidak menyukai setiap orang kafir yang pekat, banyak berbuat dosa.

a30 : 40.

278. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan bmendirikan shalat, dan membayar zakat, bagi mereka ada ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, dan tak ada ketakutan pada mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.

bLihat 2 : 4.

279. Hai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah yang masih tersisa dari riba, jika kamu adalah orang-orang mukmin.

280. Dan, jika kamu tidak berbuat demikian, maka waspadalah terhadap perang dari Allah dan Rasul-Nya; dan jika kamu bertobat maka untuk kamu asal hartamu; dengan demikian kamu tidak akan menganiaya dan tidak pula kamu akan dianiaya.

281. Dan, jika orang yang berhutang itu dalam kesempitan, maka berilah dia tangguh sampai ia merasa lapang.353 Dan, jika kamu menyedekahkannya maka akan lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

282. Dan, takutlah kamu terhadap hari itu ketika kamu akan dikembalikan kepada Allah; akemudian, setiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya, dan mereka tidak akan dianiaya.

aLihat 2 : 273.

R.39

283. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang pada sesamamu untuk masa tertentu, hendaklah menuliskannya. Dan hendaklah seorang juru tulis di antaramu menuliskan dengan jujur; dan janganlah juru tulis itu menolak untuk menuliskan, seperti bAllah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah ia menuliskan. Dan, hendaklah orang yang berhak itu mendiktekan354 dan ia harus takut kepada Allah, Tuhan-nya dan janganlah ia mengurangi darinya sedikit pun. Maka, jika orang yang berhak itu kurang berakal atau lemah, atau ia tidak mampu mendiktekan, maka walinya harus mendiktekan dengan jujur. Dan carilah saksi dua orang di antara laki-lakimu; tetapi, jika tak ada dua orang laki-laki, maka  seorang laki-laki dan dua orang wanita dari antara saksi-saksi yang kamu sukai; supaya jika seorang dari kedua wanita keliru, maka seorang lagi dapat mengingatkan yang lain. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila mereka dipanggil. Dan janganlah kamu enggan menuliskannya, baik kecil maupun besar, beserta batas waktu pembayarannya. Hal demikian adalah lebih adil di sisi Allah dan lebih menegakkan kesaksian dan lebih dekat supaya kamu tidak ragu; akecuali jika perdagangan tunai yang kamu lakukan di antaramu, maka tak ada dosa atasmu jika kamu tidak menuliskannya.354A Dan, adakanlah saksi apabila kamu berjual-beli,354B dan janganlah disusahkan juru tulis maupun saksi. Dan, jika kamu mengerjakan demikian, maka sesungguhnya itu suatu  kefasikan dari diri kamu. Dan bertakwalah kepada Allah. Dan Allah akan mengajarmu, karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

b96 : 5.

a4 : 30.

284. Dan, jika kamu dalam perjalanan, dan kamu tidak memperoleh seorang juru tulis maka hendaklah ada barang jaminan sebagai pegangan.355 Jika seorang di antaramu mempercayai kepada yang lain, maka orang yang dipercaya itu hendaklah menyerahkan kembali amanatnya, dan hendaklah ia bertakwa kepada  Allah, Tuhan-nya.  Dan  ajanganlah  kamu  menyembunyikan kesaksian; dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya hatinya berdosa. Dan Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.

a2 : 141; 5 : 107.

R.40

285. Kepunyaan Allah segala apa yang ada di seluruh langit dan yang di bumi; dan jika kamu menzahirkan apa yang terdapat di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, Allah akan menghisabmu mengenainya.356  aKemudian Dia akan mengampuni siapa yang  Dia kehendaki dan akan menjatuhkan siksaan kepada siapa yang Dia kehendaki; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.357

a5 : 19, 41; 48 : 15.

286. Rasul ini beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya, dan begitu pula  orang-orang mukmin; semuanya beriman kepada Allah dan Malaikat-malaikat-Nya, dan Kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya,358 mereka mengatakan, b”Kami tidak membeda-bedakan di antara seorang pun dari Rasul-rasul-Nya yang satu terhadap yang lainnya;” dan mereka berkata,“Kami dengar dan kami taat. Ya Tuhan kami, ckami mohon ampunan Engkau dan kepada Engkau kami akan kembali.”

bLihat 2 : 137.  c3 : 148, 194; 60 : 6.

287. aAllah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.359 Baginya ganjaran untuk apa yang diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa yang diusahakannya. Dan mereka berkata,360 “Ya Tuhan kami, janganlah  Engkau menghukum kami jika  kami lupa atau kami berbuat salah.361 Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani362 kami tanggung jawab seperti telah Engkau bebankan atas orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani kami apa yang kami tidak kuat menanggungnya; dan maafkanlah kami dan ampunilah kami serta kasihanilah kami karena Engkau-lah Pelindung kami, bmaka tolonglah kami terhadap kaum kafir.”

aLihat 2 : 234.  b3 : 148.



Tafsir Surah 2 Al-Baqarah



16. Singkatan seperti Alif Lam Mim dikenal sebagai al-muqaththa’at (huruf-huruf yang dipakai dan dilisankan secara mandiri) terdapat pada permulaan Surah-surah yang jumlahnya tidak kurang dari 28 Surah dan terbentuk dari satu huruf atau lebih, paling banyak lima huruf abjad Arab. Huruf-huruf yang membentuk singkatan itu ada empat belas jumlahnya : alif, lam, mim, shad, ra, kaf, ha,1), ya, ain, tha, sin, ha2), qaf, dan nun. Dari huruf-huruf itu qaf dan nun berdiri sediri pada permulaan Surah Qaf dan Qalam, sisanya ada dalam paduan dua atau lebih pada permulaan Surah-surah tertentu. Muqaththa’at itu, lazim dipakai di kalangan orang-orang Arab. Mereka memakainya dalam syair-syair dan percakapan. Seorang ahli syair Arab mengatakan, Qulna qifi lana, faqalat qaf, artinya, “Kami katakan kepada perempuan itu, ‘Berhentilah sejenak untuk kami’ dan ia (perempuan) berkata bahwa, ia (perempuan) sedang berhenti.” Di sini huruf qaf menampilkan kata waqaftu (aku berhenti). Ada pula sabda Rasulullah s.a.w. seperti diriwayatkan oleh Qurthubi demikian : Kafa bis saifi sya, artinya, cukuplah pedang sebagai obat penyembuh. Sya menampilkan syafiyan. Di dunia barat modern dan juga di negeri-negeri timur, juga peniruan singkatan itu telah menjadi umum dan luas. Tiap kamus memuat daftar singkatan-singkatan itu. Muqaththa’at itu singkatan-singkatan untuk sifat-sifat Tuhan tertentu. Pokok masalah suatu Surah yang pada permulaannya ditempatkan singkatan itu, mempunyai perhubungan yang mendalam dengan sifat Tuhan yang ditampilkannya.

Catatan : 1) ha seperti pada rahim

               2) ha seperti pada hijrah



Huruf-huruf itu tidak ditempatkan serampangan saja, pada permulaan berbagai Surah, tidak pula huruf-huruf itu digabungkan semaunya saja. Ada perhubungan yang mendalam dan jauh jangkauannya antara berbagai pasangan. Huruf-huruf yang membentuknya pun, mempunyai tujuan tertentu. Pokok masalah Surah-surah yang tidak mempunyai huruf-huruf singkatan bernaung di bawah dan mengikuti pokok masalah Surah-surah yang memilikinya. Mengenai arti yang dikenakan pada muqaththa’at itu, ada dua yang nampak lebih beralasan : (a) bahwa tiap-tiap huruf mempunyai nilai angka tertentu (Jarir). Huruf-huruf alif lam mim mempunyai nilai 71 (alif bernilai 1 lam 30 dan mim 40). Jadi, penempatan alif lam mim pada permulaan Surah dapat berarti bahwa, pokok masalahnya ialah, tegak berdirinya Islam secara istimewa di masa permulaan akan memakan waktu 71 tahun untuk berkembang selengkapnya. (b) Huruf-huruf itu seperti dinyatakan di atas, adalah singkatan dari sifat-sifat khusus Tuhan, dan Surah yang pada permulaannya muqaththa’at itu ditempatkan dalam pokok masalahnya, mempunyai hubungan dengan sifat-sifat Ilahi yang ditampilkan oleh huruf muqaththa’at yang khas itu. Jadi, singkatan Alif Lam Mim yang dicantumkan di sini dan pada permulaan Surah-surah ke-3, 29, 30, 31, dan 32 berarti, “Aku Allah Yang Lebih Mengetahui.” Arti itu dikuatkan oleh Ibn’ Abbas dan Ibn Mas’ud, Alif singkatan dari Ana, Lam singkatan dari Allah, dan Mim singkatan dari a’lamu; atau menurut beberapa sumber lain Alif singkatan dari Allah, Lam singkatan dari Jibrail dan Mim singkatan dari Muhammad, mengisyaratkan bahwa inti Surah ini adalah, makrifat Ilahi yang dianugerahkan kepada Muhammad s.a.w. oleh Allah dengan perantaraan malaikat Jibrail. Huruf-huruf singkatan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari wahyu Alquran (Bukhari).

17. Dzalika terutama dipakai dalam arti “itu”, tetapi kadang-kadang digunakan juga dalam arti “ini” (Aqrab). Kadang-kadang dipakai untuk menyatakan pangkat tinggi dan kemuliaan wujud yang dimaksud. Di sini, kata itu mempunyai arti bahwa Kitab itu seolah-olah jauh dari pembaca, ditilik dari segi faedahnya yang luarbiasa dan agung (Fath).

17A. Al dipakai untuk menyatakan suatu tujuan pasti yang diketahui oleh pembaca. Dalam arti ini kata dzalikal Kitab akan berarti, inilah Kitab atau inilah Kitab itu — Kitab yang dijanjikan itu. Kata al dipakai juga untuk menyatakan gabungan semua sifat yang mungkin ada pada seseorang. Jadi, ungkapan itu berarti, inilah Kitab yang memiliki segala sifat luhur yang seyogianya dimiliki oleh suatu Kitab yang sempurna. atau, dapat juga ungkapan itu berarti, hanya inilah Kitab yang sempurna.

18. Raib berarti kegelisahan atau ketidak tenteraman hati; keraguan; malapetaka atau bencana atau pendapat jahat; tuduhan palsu atau fitnah (Aqrab). Ayat ini tak berarti bahwa, tidak akan ada yang merasa ragu-ragu mengenai Alquran. Ayat itu hanya mengandung arti bahwa, ajarannya begitu masuk akal sehingga orang berpikir sehat yang menelaahnya dengan pikiran tidak berat sebelah dan tanpa purbasangka akan mendapatkannya sebagai petunjuk yang aman dan pasti.

19. Muttaqi diserap dari kata waqa yang mempunyai pengertian menjaga diri terhadap apa-apa yang merugikan dan memudaratkan. Wiqayah berarti perisai dan ittaqa bihi (Muttaqi itu bentuk ism fa’il dari Ittaqa) berarti, ia menganggap dia atau sesuatu sebagai perisai (Lane). Ubayy bin Ka’ab, sahabat Rasulullah s.a.w. yang kenamaan, tepat benar menerangkan kata taqwa dengan memisalkan muttaqi sebagai seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri. Dengan segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut dan sobek oleh duri-durinya (Katsir). Maka seorang muttaqi ialah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Tuhan sebagai perisainya atau pelindungnya dan sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya. Kata-kata, “petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa” berarti bahwa petunjuk yang termuat dalam Alquran tidak terbatas. Alquran membantu manusia mencapai taraf kesempurnaan rohani dan menjadikannya semakin layak mendapat rahmat Tuhan.

20. Al-ghaib berarti, sesuatu yang tersembunyi atau tidak nampak; sesuatu yang tak terlihat, tidak hadir, atau jauh sekali (Aqrab). Tuhan, para malaikat dan hari kiamat itu, semuanya al-ghaib. Lagi pula, kata yang digunakan dalam Alquran tidak berarti hal-hal yang hayali dan tidak nyata, melainkan hal-hal yang nyata dan telah dibenarkan adanya, meskipun tak nampak (32 : 7; 49 : 19). Maka, keliru sekali menyangka, seperti dikira oleh beberapa kritikus Alquran dari Barat, bahwa Islam memaksakan kepada para pengikutnya beberapa kepercayaan aneh yang tidak dapat dipahami dan mengajak mereka mempercayainya dengan membabi buta. Kata itu berarti hal-hal yang, meskipun di luar jangkauan indera manusia, dapat dibuktikan oleh akal atau pengalaman. Yang tidak tertangkap oleh pancaindera tidak senantiasa tak dapat diterima oleh akal. Tiada dari hal-hal “gaib” yang orang Muslim diminta agar beriman kepadanya itu, di luar jangkauan akal. Banyak benda-benda di dunia yang, meskipun tak nampak, terbukti adanya dengan keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang kuat dan tiada seorang pun dapat menolak kehadiran benda-benda itu.

21. Anak kalimat, “mendirikan shalat,” berarti, mereka melakukan shalat dengan segala syarat yang telah ditetapkan; aqama berarti, ia menempatkan benda atau perkara itu pada keadaan yang tepat (Lane). Beribadah itu ungkapan lahiriah dari perhubungan batin manusia dengan Tuhan. Tambahan pula, karunia Tuhan itu meliputi baik badan maupun roh. Maka, ibadah yang sempurna itu ialah saat jasmani dan rohani keduanya sama-sama berperan. Tanpa keduanya, jiwa sejati ibadah itu tidak dapat dipelihara, sebab meskipun pemujaan oleh hati itu merupakan isinya dan pemujaan badan itu hanya kulitnya saja, namun isi, tidak dapat dipelihara tanpa kulit. Jika kulitnya binasa, isinya pun pasti mengalami nasib yang sama.

22. Rizq berarti, sesuatu yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, baik anugerah itu, bersifat kebendaan atau selain itu (Mufradat). Ayat itu menentukan tiga petunjuk dan menjelaskan tiga tingkat kesejahteraan rohani manusia; (1) Ia harus beriman kepada kebenaran yang tersembunyi dari pandangan mata dan di luar jangkauan pancaindera, sebab kepercayaan demikian yang menunjukkan bahwa ia mempunyai ketakwaan yang sejati. (2) Bila ia merenungkan keajaiban alam semesta dan tertib serta rancangan menakjubkan yang terdapat di dalamnya dan bila, sebagai hasil dari renungan itu, ia menjadi yakin akan adanya Dzat Yang menjadikan, maka suatu hasrat yang tidak dapat ditahan untuk mempunyai perhubungan nyata dan benar dengan Dzat itu menguasai dirinya. Hasrat itu terpenuhi dengan mendirikan shalat. (3) Akhirnya, ketika orang beriman itu berhasil menegakkan perhubungan yang hidup dengan Khalik-nya, ia merasakan adanya dorongan batin, untuk berbakti kepada sesama manusia.

23. Iman kepada Rasulullah s.a.w. merupakan inti sejauh menyangkut hubungan iman kepada Rasul-rasul Tuhan (2 : 286; 4 : 66, 137).

24. Islam mewajibkan para pengikutnya beriman bahwa ajaran semua nabi yang terdahulu bersumber dari Tuhan, sebab Tuhan mengutus utusan-utusan-Nya kepada semua kaum (13 : 8; 35 : 25).

25. Al-akhirah (akhirat) berarti : (a) tempat tinggal ukhrawi, ialah, kehidupan di hari kemudian; (b) al-akhirah dapat juga berarti wahyu yang akan datang. Arti kedua kata itu lebih lanjut diuraikan dalam 62 : 3, 4; di sana Alquran menyebut dua kebangkitan Rasulullah s.a.w. Kedatangan beliau untuk pertama kali terjadi di tengah orang-orang Arab dalam abad ke-7 Masehi, ketika Alquran diwahyukan kepada beliau; dan yang kedua terjadi di akhir zaman dalam wujud seorang dari antara para pengikut beliau. Nubuatan ini menjadi sempurna dalam wujud Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud a.s, Pendiri Jemaat Ahmadiyah.

26. Ayat ini membicarakan orang-orang kafir, yang sama sekali tidak mengindahkan kebenaran dan keadaan mereka tetap sama, baik mereka mendapat peringatan atau pun tidak. Mengenai orang-orang semacam itu dinyatakan bahwa, selama keadaan mereka tetap demikian, mereka tidak akan beriman.

27. Bagian tubuh manusia yang tidak digunakan untuk waktu yang lama, berangsur-angsur menjadi merana dan tak berguna. Orang-orang kafir yang disebut di sini menolak penggunaan hati dan telinga mereka untuk memahami kebenaran. Akibatnya daya pendengaran dan daya tangkap mereka hilang. Apa yang dinyatakan dalam anak kalimat, Allah telah mencap, hanya merupakan akibat wajar dari sikap mereka sendiri yang sengaja tidak mau mengacuhkan. Karena semua hukum datang dari Tuhan dan tiap-tiap sebab diikuti oleh akibatnya yang wajar menurut kehendak Tuhan, maka pencapan hati dan telinga orang-orang kafir itu, dikaitkan kepada Tuhan.

28. Hanya Tuhan dan Hari Kemudian yang dibicarakan di sini. Sedangkan rukun iman lainnya tidak disebut karena Tuhan dan Hari Kemudian itu masing-masing rukun pertama dan terakhir, dalam Rukun Iman pada ajaran Islam. Pernyataan iman kepada kedua hal itu, dengan sendirinya mengandung pernyataan iman kepada rukun-rukun lainnya. Di tempat lain Alquran menyatakan, bahwa iman kepada Hari Kemudian meliputi iman kepada para malaikat, seperti juga kepada Kitab-kitab Suci (6 : 93).

29. Khaada’a-hu berarti, ia berusaha atau ingin menipu dia, tetapi tidak berhasil dalam usaha itu. Khadaa’a-hu berarti, ia berhasil dalam usaha menipunya; ia meninggalkan dia atau sesuatu (Baqa). Yang pertama dipakai mengenai seseorang, bila ia tidak mencapai keinginannya; dan yang kedua bila ia mencapainya (Lane).

30. Tuhan telah memperlihatkan begitu banyak Tanda (mukjizat) untuk mendukung Islam dan berangsur-angsur Islam telah menjadi begitu berkuasa, sehingga orang-orang munafik telah menjadi makin lama makin takut terhadap kaum Muslimin, dan sebagai akibatnya telah bertambah dalam kemunafikan mereka.

31. Orang-orang munafik memandang orang-orang Muslim sebagai sekumpulan orang-orang bodoh, karena mereka — demikian pikir orang-orang munafik — sia-sia saja mengorbankan jiwa dan harta untuk perkara yang pasti akan gagal. Mereka sendirilah yang bodoh, kata ayat ini, sebab perjuangan Islam telah ditakdirkan, akan mencapai kemajuan dan kemenangan.

32. Syayaathin berarti, para pemimpin pendurhaka (Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Qatadah dan Mujahid). Rasulullah s.a.w. diriwayatkan telah bersabda, “Seorang pengendara sendirian adalah syaithan, dua pengendara pun sepasang syaithan, tetapi tiga orang pengendara, adalah satu pasukan pengendara (Daud). Hadis ini mendukung pandangan bahwa, kata syaithan tidak selamanya berarti setan.

33. Yastahziu bihim berarti, akan menghukum mereka. Dalam bahasa Arab hukuman untuk perbuatan jahat, kadang-kadang dinyatakan dengan kata yang dipakai untuk kejahatan itu sendiri. “Hukuman untuk perbuatan jahat adalah kejahatan yang setimpal dengan itu” (42 : 41). Ahli syair Arab yang termasyhur ‘Amr bin Kultsum berkata, Ala la yajhalan ahadun ‘alaina, fanajhal fauqa jahl al-jahilina, artinya, “Awas! Jangan ada yang berani berbuat kejahilan terhadap kami. Jika berani, kami akan memperlihatkan kejahilan yang lebih besar, artinya, kami akan membalas kejahilannya” (Mu’allaqat).

33A. Kata-kata itu tidak berarti bahwa, Tuhan memberi masa tenggang kepada orang-orang munafik dan membiarkan mereka dalam kedurhakaan. Arti demikian bertentangan dengan 35 : 38 yang menyatakan bahwa, Tuhan memberikan kesempatan agar mereka memperbaiki diri.

34. ‘Umyun itu jamak dari a’ma, yang berasal dari al-’ama. Al-’amah berarti, buta rohani dan al’ama berarti, buta rohani maupun jasmani (Aqrab).

35. (1) Mereka telah melepaskan petunjuk dan mengambil kesesatan sebagai gantinya; (2) petunjuk dan kesesatan ditawarkan kepada mereka, tetapi mereka memilih kesesatan dan menolak petunjuk.

36. Kata “api” kadang-kadang dipakai untuk peperangan. “Seorang yang menyalakan api” dalam ayat ini dapat dimaksudkan, orang-orang munafik yang berserikat dengan orang-orang kafir untuk mengadakan peperangan terhadap Islam atau Rasulullah s.a.w. yang atas perintah Tuhan menyalakan Nur Ilahi. Beliau diriwayatkan pernah bersabda, “Misalku ialah seperti orang yang menyalakan api” (Bukhari).

37. Ungkapan ini berarti bahwa orang-orang munafik mengobarkan peperangan untuk menegakkan kembali pengaruh mereka yang telah lenyap dan hasil yang sebenarnya peperangan itu ialah, terbukanya kedok kemunafikan mereka dan sebagai akibatnya, kekacauan pikiran dan kebingungan menimpa mereka. Kata zhulumat yang senantiasa dipakai dalam Alquran dalam bentuk jamak, mengandung arti kegelapan akhlak dan rohani. Dosa dan kejahatan tak pernah berpisah dan berdiri sendiri. Suatu kejahatan menarik kejahatan lain dan suatu kemalangan menarik kesialan yang lain. Artinya ialah, orang-orang munafik ditimpa oleh bahaya dan malapetaka yang berlipat ganda banyaknya.

38. Oleh karena mereka tidak mengacuhkan peringatan Rasulullah s.a.w. dan tidak pula berusaha mengungkapkan keragu-raguan mereka agar dapat dihilangkan dan mereka telah menjadi tidak peka terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh Islam di hadapan mata mereka sendiri, maka mereka disebut tuli, bisu, dan buta.

39. Sama’ berarti sesuatu yang tergantng di atas dan memberi naungan; cakrawala atau langit, mega atau awan (Lane).

40. Ayat ini dan ayat-ayat yang mendahuluinya menyebut dua golongan orang munafik : (1) orang-orang kafir yang pura-pura menjadi Muslim, dan (2) orang-orang beriman — buruk dalam kepercayaan dan lebih buruk lagi dalam pekerjaan mereka — yang mempunyai kecenderungan kepada kekafiran. Maksud ayat ini agaknya bahwa, keadaan golongan terakhir kaum munafik itu seperti orang-orang penakut, yang hanya karena hujan turun disertai guruh dan petir menjadi ketakutan dan tidak mengambil faedah dari kejadian itu.

41. Orang-orang munafik yang dilukiskan sebagai orang-orang lemah iman sangat dekat kepada kehilangan penglihatan. Mereka tidak benar-benar kehilangan mata, tetapi jika mereka berulang-ulang dihadapkan kepada keadaan yang meminta keberanian dan pengorbanan yang dilambangkan dengan petir dan guruh, mereka sangat boleh jadi akan kehilangan matanya — imannya. Tetapi, kasih-sayang Tuhan telah mengatur demikian, sehingga kilat itu tidak selamanya disertai halilintar. Seringkali kilat hanya sekilas kilau yang menyingkapkan selimut kegelapan dan menolong sang musafir untuk bergerak ke muka. Manakala Islam nampaknya mencapai kemajuan, orang-orang munafik mengadakan kerjasama dengan kaum Muslimin. Tetapi, kalau kilat diikuti oleh guntur, ialah, bila keadaan menghendaki pengorbanan jiwa dan harta-benda, dunia menjadi gelap bagi mereka; mereka menjadi kehilangan akal lalu berhenti, enggan bergerak maju bersama-sama dengan orang-orang yang beriman.

41A. Sya’i berarti apa yang dikehendaki dan diingini.

42. Ayat ini mengandung perintah Tuhan yang pertama dalam Alquran. Seperti kata-kata itu sendiri menunjukkan, perintah itu ditujukan kepada seluruh umat manusia dan bukan untuk orang-orang Arab saja, hal mana menegaskan bahwa Islam dari awal mula mendakwakan diri sebagai agama universal. Islam menghapuskan paham agama-nasional dan memandang umat manusia sebagai satu ikatan persaudaraan.

43. Ungkapan itu mengisyaratkan bahwa persis seperti suatu bangunan atau atap merupakan alat keselamatan untuk mereka yang tinggal di dalam atau di bawahnya, demikian pula bagian-bagian dari alam semesta yang jauh itu berperan sebagai keselamatan bagi planit kita (bumi). Mereka yang telah mempelajari ilmu perbintangan, awan, dan gejala-gejala atmosfir lainnya mengetahui bagaimana benda-benda langit lainnya, menempuh jalan peredaran mereka melalui ruang tanpa batas, jauh tinggi di atas bumi di semua jurusan, memberi keamanan dan kekokohan kepada bumi. Pula diisyaratkan di sini bahwa penyempurnaan alam kebendaan itu tergantung dari koordinasi, antara kekuatan-kekuatan bumi dan langit.

44. Masalah keindahan Alquran yang tiada bandingannya telah dibicarakan pada lima tempat yang berlainan, ialah dalam 2 : 24; 10 : 39; 11 : 14; 17 : 89; dan 52 : 34, 35. Dalam dua dari kelima ayat itu (2 : 24 dan 10 : 39) tantangannya serupa, sedang dalam tiga ayat lainnya, tiga tuntutan terpisah dan berbeda telah dimintakan dari kaum kafir. Sepintas lalu perbedaan dalam bentuk tantangan di tempat yang berlainan itu, nampaknya seolah-olah tidak sama. Tetapi, keadaan yang sebenarnya tidak demikian. Pada hakikatnya, ayat-ayat itu mengandung tuntutan-tuntutan tertentu yang berlaku untuk selama-lamanya. Tantangan itu berlaku, bahkan hingga sekarang juga dalam semua bentuk yang berbeda-beda itu, seperti tertera dalam Alquran sebagaimana dahulu berlaku di zaman Rasulullah s.a.w.

Sebelum menerangkan berbagai bentuk tantangan itu, baiklah diperhatikan bahwa disebutnya tantangan-tantangan dalam Alquran itu, senantiasa disertai oleh pembicaraan tentang harta kekayaan dan kekuasaan, kecuali dalam ayat ini yang seperti telah dinyatakan di atas, tidak berisikan tantangan baru tetapi hanya mengulangi tantangan yang dikemukakan dalam 10 : 39. Dari kenyataan itu dapat diambil kesimpulan dengan aman bahwa, ada perhubungan erat antara perkara kekayaan dan kekuasaan dengan tantangan untuk membuat kitab seperti Alquran atau sebagiannya. Perhubungan itu terletak dalam kenyataan bahwa, Alquran ditawarkan kepada orang-orang kafir sebagai khazanah yang sangat berharga. Ketika orang-orang kafir meminta kekayaan yang bersifat kebendaan dari Rasulullah s.a.w. (11 : 13), mereka diberi penjelasan bahwa beliau mempunyai kekayaan yang tidak ada bandingannya dalam bentuk Alquran dan ketika mereka bertanya, “Mengapakah tidak diturunkan kepadanya suatu khazanah atau datang bersamanya seorang malaikat?” (11 : 13), dikatakan kepada mereka sebagai jawaban bahwa, para malaikat memang telah turun kepada beliau, sebab tugas mereka ialah, membawa Firman Tuhan, dan memang Firman itu telah dilimpahkan kepada beliau. Jadi, kedua tuntutan untuk harta kekayaan dan untuk turunnya para malaikat telah bersama-sama dipenuhi oleh Alquran yang merupakan khazanah yang tiada tara bandingannya, diturunkan oleh para malaikat; dan tantangan untuk membuat semisalnya diajukan sebagai bukti keagungannya yang tiada taranya. Sekarang mari kita ambil berbagai ayat yang berisi tantangan itu satu persatu. Tuntutan terbesar telah dibuat pada 17 : 89, tempat orang-orang kafir diminta, untuk membuat kitab seperti Alquran seutuhnya dengan segala sifatnya yang beraneka-ragam itu. Dalam ayat itu orang-orang kafir tidak diminta mengemukakan buatan mereka seperti Kalamullah. Mereka boleh mengajukannya sebagai gubahannya sendiri, dan menyatakannya sama atau lebih baik daripada Alquran. Tetapi, oleh karena pada waktu tantangan itu dibuat Alquran belum seluruhnya diwahyukan, orang-orang kafir tidak diminta untuk mendatangkan tandingan Alquran pada waktu itu juga; dan dengan demikian tantangan itu berisikan nubuatan bahwa mereka tidak akan mampu membuat yang serupanya, tidak dalam bentuk yang ada pada waktu itu dan tidak pula sesudah Alquran menjadi lengkap. Lagi, tantangan itu tidak terbatas kepada orang-orang kafir di zaman Rasulullah s.a.w. saja, tetapi meluas kepada semua orang yang ragu-ragu dan menaruh keberatan di setiap zaman. Alasan mengapa orang-orang kafir dalam 11 : 14 diminta membuat sepuluh Surah dan bukan seluruh Alquran ialah, karena persoalan dalam ayat itu tidak bertalian dengan penyempurnaan Alquran seutuhnya dalam segala segi, melainkan hanya dengan sebagian saja. Orang-orang kafir telah menuduh bahwa beberapa bagiannya cacat. Oleh karena itu mereka tidak diminta membuat kitab yang lengkap seperti Alquran seutuhnya melainkan hanya sepuluh Surah sebagai ganti bagian-bagian Alquran yang dianggap mereka bercacat, agar kebenaran dari pernyataan mereka dapat diuji. Adapun mengenai pemilihan jumlah khusus sepuluh untuk tujuan itu, baik diperhatikan di sini, bahwa oleh karena dalam 17: 89 Alquran seutuhnya didakwakan Kitab yang sempurna, maka para penentangnya diminta membuat yang serupa seutuhnya; tetapi, karena dalam 11: 14 pokok persoalannya ialah bagian-bagiannya yang tertentu dicela, maka mereka diminta memilih sepuluh bagian demikian yang nampaknya kepada mereka sangat cacat dan kemudian membuat suatu gubahan yang seperti bagian-bagian yang dicela itu. Dalam 10 : 39 orang-orang kafir diminta membuat yang serupa dengan, hanya satu Surah Alquran. Hal itu disebabkan bahwa berlainan dengan dua ayat tersebut di atas, tantangan dalam ayat itu, berupa dukungan pada pengakuan Alquran sendiri dan bukan sebagai bantahan terhadap suatu tuduhan dari orang-orang kafir. Dalam 10 : 38 Alquran mendakwakan memiliki lima sifat yang menonjol. Sebagai dukungan kepada pengakuan itu, ayat 10 : 39 mengajukan tantangan kepada mereka yang menolak atau meragukannya untuk membuat satu Surah saja, yang mengandung sifat-sifat itu sama sempurnanya seperti yang ada dalam Surah ke-10. Tantangan kelima ialah, agar membuat tandingan Alquran seperti terkandung dalam ayat ini (2 : 24), dan di sini pun seperti dalam 10: 39 orang-orang kafir diminta mengemukakan satu Surah yang serupa dengan salah satu Surah Alquran. Tantangan ini didahului oleh pengakuan bahwa Alquran membimbing orang-orang muttaqi ke tingkat-tingkat tertinggi kemajuan rohani. Orang-orang kafir diseru bahwa, bila mereka ada dalam keraguan mengenai berasalnya Alquran dari Tuhan, maka mereka hendaknya menampilkan satu Surah yang kiranya dapat menandinginya dalam pengaruh rohani terhadap para pengikutnya. Lihat pula Edisi Besar Tafsir Bahasa Inggeris, halaman 58 - 62.

Keterangan-keterangan di atas memperlihatkan bahwa, semua tantangan yang menyeru orang-orang kafir membuat buku sebagai tandingan Alquran itu berbeda sekali dan terpisah dari satu sama lain, dan semuanya berlaku untuk sepanjang zaman, tiada yang melebihi atau membatalkan yang lain. Tetapi, karena Alquran itu mengandung gagasan-gagasan yang mulia dan agung, maka tak dapat tidak, sudah seharusnya dipilih kata-kata yang sangat indah dan tepat serta gaya bahasa yang paling murni, sebagai wahana untuk membawakan gagasan-gagasan itu; jika tidak demikian, pokok pembahasannya mungkin akan tetap gelap dan penuh keragu-raguan, dan keindahan paripurna Alquran niscaya akan ternoda. Jadi, dalam bentuk dan segi apa pun orang-orang kafir telah ditantang untuk mengemukakan suatu gubahan seperti Alquran, tuntutan akan keindahan gaya bahasa dan kecantikan pilihan kata-katanya yang setanding dengan Alquran, merupakan pula bagian tantangan itu.

45. Kata “bahan bakar” dapat diambil dalam artian kiasan dan berarti bahwa siksaan neraka itu disebabkan oleh menyembah berhala. Jadi, berhala-berhala itu bagaikan “bahan bakar” untuk api neraka, karena menjadi sarana untuk menghidupkan api neraka atau, “batu” berarti berhala-berhala yang dipuja orang-orang musyrik sebagai dewa-dewa, maksudnya ialah orang-orang musyrik akan dihinakan dengan menyaksikan sendiri dewa-dewa mereka, dilemparkan ke dalam api.

46. Kata-kata an-naas (manusia) dan al-hijaarah (batu) dapat pula dianggap menunjuk kepada dua golongan penghuni neraka; an-naas dapat menunjuk kepada orang-orang kafir yang masih mempunyai semacam kecintaan kepada Tuhan dan al-hijaarah (batu), mereka yang di dalam hati mereka, sama sekali tidak ada kecintaan kepada Tuhan. Orang-orang semacam itu memang tidak lebih dari batu. Kata hijaarah itu jamak dari hajar yang berarti, batu, karang, emas, dan juga seseorang tanpa tanding, ialah, orang besar, pemimpin (Lane).

46.A. Alquran mengajarkan bahwa, tiap-tiap makhluk memerlukan pasangan untuk perkembangannya yang sempurna. Di sorga orang-orang muttaqi laki-laki dan perempuan akan mendapat jodoh suci untuk menyempurnakan perkembangan rohani dan melengkapkan kebahagiaan mereka. Macam apakah jodoh itu, hanya dapat diketahui kelak di akhirat.

47. Ayat ini memberikan gambaran singkat mengenai ganjaran yang akan diperoleh orang-orang beriman di akhirat. Para kritikus Islam telah melancarkan berbagai keberatan atas lukisan itu. Kecaman-kecaman itu disebabkan oleh karena sama sekali, tidak memahami ajaran Islam tentang nikmat-nikmat sorgawi. Alquran dengan tegas mengemukakan bahwa, ada di luar kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat mengenal hakikatnya (32 : 18). Rasulullah s.a.w. diriwayatkan pernah bersabda, “Tiada mata telah melihatnya, tiada pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat mengirakannya” (Bukhari). Dengan sendirinya timbul pertanyaan, mengapa nikmat-nikmat sorga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di bumi ini? Hal demikian adalah, karena seruan Alquran itu tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju dalam bidang ilmu. Maka itu Alquran mempergunakan kata-kata sederhana yang dapat dipahami semua orang. Dalam menggambarkan karunia Ilahi, Alquran telah mempergunakan nama benda yang pada umumnya dipandang baik di bumi ini dan orang-orang mukmin diajari bahwa, mereka akan mendapat hal-hal itu semuanya dalam bentuk yang lebih baik di alam yang akan datang. Untuk menjelaskan perbedaan penting itulah, maka dipakainya kata-kata yang telah dikenal; selain itu tiada persamaan antara kesenangan duniawi dengan karunia-karunia ukhrawi. Tambahan pula, menurut Islam, kehidupan di akhirat itu tidak rohaniah dalam artian bahwa, hanya akan terdiri atas keadaan rohani. Bahkan, dalam kehidupan di akhirat pun, roh manusia akan mempunyai semacam tubuh, tetapi tubuh itu tidak bersifat benda. Orang dapat membuat tanggapan terhadap keadaan itu dari gejala-gejala mimpi. Pemandangan-pemandangan yang disaksikan orang dalam mimpi tidak dapat disebut keadaan pikiran atau rohani belaka, sebab dalam keadaan itu pun, ia punya jisim dan kadang-kadang ia mendapatkan dirinya berada dalam kebun-kebun dengan sungainya, makan buah-buahan, dan minum susu. Sukar mengatakan bahwa, isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi tiada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa, minuman itu susu biasa yang ada di dunia ini dan diminumnya. Nikmat-nikmat rohani kehidupan di akhirat bukan akan berupa, hanya penyuguhan subyektif dari anugerah Tuhan yang kita nikmati di dunia ini. Apa yang kita peroleh di sini malahan, hanya gambaran anugerah nyata dan benar dari Tuhan yang akan dijumpai orang di akhirat. Tambahan pula, “kebun-kebun“ itu gambaran iman; dan “sungai-sungai” adalah amal saleh. Kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa sungai-sungai; begitu pula iman, tidak dapat segar dan sejahtera tanpa perbuatan baik. Maka, iman dan amal saleh tak dapat dipisahkan, untuk mencapai najat (keselamatan). Di akhirat kebun-kebun itu, akan mengingatkan orang mukmin akan imannya dalam kehidupan ini dan sungai-sungai, akan mengingatkan kembali kepada amal salehnya. Maka, ia akan mengetahui bahwa iman dan amal salehnya tidak sia-sia. Keliru sekali mengambil kesimpulan dari kata-kata, inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu, bahwa di sorga orang-orang mukmin akan dianugerahi buah-buahan semacam yang dinikmati mereka di bumi ini; sebab, seperti telah diterangkan di atas, keduanya tidak sama. Buah-buahan di akhirat sesungguhnya akan berupa gambaran mutu keimanannya sendiri. Ketika mereka hendak memakannya, mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa buah-buahan itu adalah hasil imannya di dunia; dan karena rasa syukur atas nikmat itu, mereka akan berkata, “inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti, “apa yang telah dijanjikan kepada kami.”

Kata-kata “yang hampir serupa” tertuju kepada persamaan antara amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang mukmin di bumi ini dan buah atau hasilnya di sorga. Amal ibadah dalam kehidupan sekarang, akan nampak kepada orang-orang mukmin sebagai hasil atau buah di akhirat. Makin sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah manusia, makin banyak pula ia menikmati buah-buah yang menjadi bagiannya di sorga, dan makin baik pula buah-buah itu dalam nilai dan mutunya. Jadi, untuk meningkatkan mutu buah-buahan yang dikehendakinya, terletak pada kekuatannya sendiri. Ayat ini berarti pula bahwa makanan rohani orang-orang mukmin di sorga, akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan rohaninya masing-masing.

Kata-kata, “mereka akan kekal di dalamnya” berarti bahwa orang-orang mukmin di sorga, tidak akan mengalami sesuatu perubahan atau kemunduran. Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi, karena makanan sorgawi akan benar-benar cocok untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana, akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai, maka kematian dan kemunduran dengan sendrinya akan lenyap.

Orang-orang mukmin akan juga mempunyai jodoh-jodoh suci di sorga. Istri yang baik itu sumber kegembiraan dan kesenangan. Orang-orang mukmin berusaha mendapatkan istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat. Meskipun demikian, kesenangan di sorga tidak bersifat kebendaan. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat sorga, lihat pula Surah Ath-Thur, Ar-Rahman, dan Al-Waqi’ah.

48. Dharaba al-matsala berarti, ia memberi gambaran atau pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lane, Taj, dan 14 : 46).

48A. Tuhan telah menggambarkan sorga dan neraka dalam Alquran, dengan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan. Perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan melukiskan mendalamnya arti yang tidak dapat diungkapkan sebaik-baiknya dengan jalan lain; dan dalam hal-hal kerohanian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan itu, agaknya memberikan satu-satunya cara untuk dapat menyampaikan buah pikiran dengan baik. Kata-kata yang dipakai untuk menggambarkan sorga, mungkin tidak cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk yang dianggap oleh orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah dan memang pada hakikatnya demikian. Orang-orang Arab berkata, Adh ‘afu min ba’udhatin, artinya, ia lebih lemah dari nyamuk. Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan itu membantu untuk memunculkan dalam angan-angan, gambaran nikmat-nikmat sorga itu. Orang-orang mukmin mengetahui bahwa kata-kata itu hanya perumpamaan dan mereka berusaha menyelami kedalaman artinya; tetapi, orang-orang kafir mulai mencela perumpamaan-perumpamaan itu dan makin bertambah dalam kesalahan dan kesesatan.

48B. Fauq berarti dan bermakna “lebih besar” dan “lebih kecil” dan dipakai dalam artian yang sesuai dengan konteksnya (letaknya, ujung pangkalnya) — (Mufradat).

49. Adhallahullah berarti, (1) Tuhan menetapkan dia berada dalam kekeliruan; (2) Tuhan meninggalkan atau membiarkan dia sehingga ia tersesat (Kasysyaf); (3) Tuhan mendapatkan atau meninggalkan dia dalam kekeliruan atau membiarkan dia tersesat (Lane).

50. Amwat itu jamak dari mayyit yang berarti, benda mati atau tidak bernyawa. Jadi, kata itu dipakai untuk benda yang sebegitu jauh, belum punya nyawa dan pula untuk benda yang bernyawa, tetapi sekarang sudah mati. Kata itu dipakai juga tentang orang yang sedang sekarat atau hampir mati, tetapi belum meninggal (Lane).

51. Hayat berarti, (1) daya tumbuh; (2) daya rasa; (3) daya pikir; (4) kebebasan dari kesedihan atau kesusahan; (5) kehidupan kekal di akhirat; (6) laba atau keuntungan atau sarana untuk memperolehnya; (7) keadaan yang menunjukkan kegiatan dan kekuasaan (Lane).

52. Ayat ini menunjuk kepada kebenaran agung bahwa kehidupan manusia tidak berhenti dengan lenyapnya atau leburnya badan jasmaninya. Sebab, hidup itu terlalu besar artinya untuk berakhir dengan kehancuran jasmani dan kematian. Jika hidup tidak mempunyai tujuan agung, niscaya Tuhan tidak akan menjadikannya dan, sesudah menjadikannya, niscaya tidak akan membuatnya tunduk kepada maut, sekiranya kehidupan-sesudah-mati tidak ada. Jika mati berarti berakhirnya segala kehidupan maka dijadikannya manusia itu hanya “permainan dan pengisi waktu belaka” dan hal itu akan merupakan cela besar terhadap kebijaksanaan Tuhan. Kenyataan bahwa Tuhan, Sumber segala hikmah dan kecerdasan, telah melakukan semua itu menunjukkan bahwa, Tuhan tidak menjadikan manusia kembali menjadi debu sesudah melewati hidup 60 atau 70 tahun saja. Sebaliknya, Tuhan telah menjadikannya untuk kehidupan lebih baik, lebih berisi, dan kekal yang harus dialami manusia sesudah ia menanggalkan wujud jasmaninya yang telah menjadi beban baginya.

53. Sesudah mati, roh manusia tidak akan segera masuk ke sorga atau neraka. Ada semacam keadaan peralihan yang disebut barzakh, tempat roh manusia disuruh merasakan sekelumit hasil baik atau buruk perbuatannya; dan Hari Kebangkitan yang mempermaklumkan pembalasan penuh dan lengkap akan terjadi kemudian.

54. Istawa berarti, ia menjadi teguh atau berada dalam keadaan mantap. Istawa ilasy Syai berarti, ia berpaling kepada suatu benda atau ia menunjukan perhatiannya ke situ (Lane).

55. Sawwa-hu berarti, ia menjadikannya seragam atau sama, sesuai atau serasi dalam beberapa bagiannya; ia membentuknya dengan cara yang pantas; ia menjadikannya cocok menurut keperluannya; ia menyempurnakannya; atau ia meletakkannya dalam keadaan yang tepat atau baik (Lane).

56. Dalam bahasa Arab “tujuh” umumnya dipakai sebagai lambang kesempurnaan; dan kata ini, begitu pula “tujuh puluh” atau “tujuh ratus” berarti jumlah besar. Ketiga kata itu, semuanya dipakai dalam arti itu dalam Alquran (9 : 80; 15 : 45). Di tempat lain kata-kata “tujuh langit” telah diganti dengan “tujuh tingkat” (23 : 18).

56A. Matahari, bulan, dan benda-benda langit lainnya sangat besar faedahnya bagi manusia. Ilmu pengetahuan modern telah membuat banyak penemuan dalam hubungan ini — dan lebih banyak lagi akan ditemukan — kesemuanya menjadi bukti atas kebenaran dan kepadatan ajaran Alquran. Ilmu pengetahuan pun terus-menerus menemukan makin lama makin banyak sifat, khasiat, atau faedah benda-benda di bumi ini; banyak zat yang mula-mula disangka tak berguna, sekarang dikenal sangat berfaedah bagi manusia.

57. Qala perkataan bahasa Arab yang lazim dan berarti, ia berkata. Tetapi, kadang-kadang dipakai dalam arti kiasan, bila yang dimaksudkannya bukan pernyataan kata kerja, tetapi keadaan yang sesuai dengan arti kata kerja itu. Ungkapan, Imtala’a al-haudhu wa qala qathni (Kolam itu menjadi penuh dan ia berkata, “Aku sudah penuh”) tidak berarti bahwa kolam itu benar-benar berkata demikian; hanya keadaannya mengandung arti bahwa kolam itu sudah penuh.

Percakapan antara Tuhan dan para malaikat tidak perlu diartikan, secara harfiah sebagai sungguh-sungguh telah terjadi. Seperti dinyatakan di atas, kata qala itu kadang-kadang dipakai dalam arti kiasan, untuk mengemukakan hal yang sebenarnya bukan suatu ungkapan lisan, melainkan hanya keadaan yang sama dengan ungkapan lisan. Maka ayat ini hanya berarti bahwa para malaikat itu dengan peri keadaan mereka, menyiratkan jawaban yang di sini dikaitkan kepada kata-kata yang diucapkan mereka.

57A. Mala’ikah (para malaikat) yang adalah jamak dari malak diserap dari malaka, yang berarti, ia mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya, ia mengirimkan. Para malaikat disebut demikian, sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka membawa wahyu Ilahi kepada utusan-utusan Allah dan pembaharu-pembaharu samawi.

58. Para malaikat tidak mengemukakan keberatan terhadap rencana Ilahi atau mengaku diri mereka lebih unggul dari Adam a.s. Pertanyaan mereka didorong oleh pengumuman Tuhan mengenai rencana-Nya, untuk mengangkat seorang khalifah. Wujud khalifah diperlukan bila tertib harus ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan. Keberatan semu para malaikat menyiratkan bahwa, akan ada orang-orang di bumi yang akan membuat kekacauan dan menumpahkan darah. Karena manusia dianugerahi kekuatan-kekuatan besar untuk berbuat baik dan jahat, para malaikat menyebut segi gelap tabiat manusia; tetapi, Tuhan mengetahui bahwa manusia dapat mencapai tingkat akhlak yang demikian tingginya, sehingga ia dapat menjadi cermin sifat-sifat Ilahi. Kata-kata, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, menyebutkan segi terang tabiat manusia.

59. Pertanyaan para malaikat, bukan sebagai celaan terhadap perbuatan Tuhan, melainkan sekedar mencari ilmu yang lebih tinggi mengenai sifat dan hikmah pengangkatan itu. Untuk arti nusabbihu lihat catatan no. 2981.

60. Sementara tasbih (memuji) dipakai bertalian dengan sifat-sifat, maka taqdis (menyanjung kekudusan Tuhan) dipergunakan tentang tindakan-tindakan-Nya.

61. Adam a.s., yang hidup kira-kira 6000 tahun yang lalu, umumnya dipercayai sebagai orang yang pertama sekali, dijadikan oleh Tuhan di atas muka bumi. Tetapi, pandangan itu tidak didukung oleh Alquran. Dunia telah melalui berbagai daur (peredaran) kejadian dan peradaban; dan Adam a.s. leluhur umat manusia zaman ini, hanya merupakan mata rantai pertama dalam daur peradaban sekarang dan bukan orang pertama makhluk ciptaan Tuhan. Bangsa-bangsa telah timbul tenggelam, peradaban telah muncul dan lenyap. Adam-adam lain telah lewat, sebelum Adam a.s. kita; bangsa-bangsa lain telah hidup dan binasa, dan daur-daur peradaban lainnya telah datang dan pergi. Muhyiddin Ibn Arabi, seorang sufi besar mengatakan bahwa, sekali peristiwa beliau melihat diri beliau dalam mimpi sedang tawaf di Ka’bah. Dalam mimpi itu seorang yang menyatakan dirinya sebagai seorang dari nenek moyangnya nampak di hadapan beliau. “Berapa lamanya sudah lewat sejak Anda meninggal?” tanya Ibn Arabi. “Lebih dari empat puluh ribu tahun”, jawab orang itu.” Tetapi masa itu jauh lebih lama, dari masa yang memisahkan kita dari Adam,” kata Ibn Arabi lagi. Orang itu menjawab, “Tentang Adam yang mana engkau bicara? Tentang Adam yang terdekat kepada engkau atau tentang Adam lain?” “Maka aku ingat,” kata Ibn Arabi, “suatu sabda Rasulullah s.a.w. yang maksudnya bahwa, Tuhan telah menjadikan tidak kurang dari seratus ribu Adam dan saya berkata dalam hati, “barangkali orang yang mengaku dirinya datukku ini seorang dari Adam-adam terdahulu” (Futuhat, II, hal. 607).

Tidak dikatakan bahwa keturunan yang hidup sebelum Adam a.s. seluruhnya telah lenyap, sebelum beliau dilahirkan. Mungkin sekali ketika itu masih ada sedikit sisa yang tertinggal dari keturunan purba itu, dan Adam a.s. itu seorang dari antara mereka. Kemudian, Tuhan memilih beliau menjadi leluhur keturunan baru dan pelopor serta pembuka jalan peradaban baru. Dijadikan seakan-akan dari yang telah mati, beliau melambangkan terbitnya fajar zaman kehidupan baru. Karena khalifah berarti penerus, maka jelas sekali manusia telah ada hidup di bumi ini, sebelum Adam a.s. yang menggantikan mereka, dan kita tak dapat mengatakan apakah penduduk asli Amerika, Australia, dan sebagainya itu, keturunan Adam a.s. terakhir ini atau dari Adam lain yang telah lewat sebelum beliau.

Banyak telah dibicarakan mengenai tempat kelahiran Adam a.s. atau di mana beliau diangkat sebagai mushlih (pembaharu). Pandangan umum ialah beliau ditempatkan di suatu tempat di sorga, namun kemudian diusir dari situ, lalu ditempatkan di suatu tempat di dunia. Tetapi, kata-kata “di bumi” menyangkal pandangan itu, dan secara pasti mengemukakan bahwa, Adam a.s. hidup di bumi dan di bumi pula beliau diangkat sebagai Pembaharu. Sangat besar kemungkinan bahwa, beliau untuk pertama kali tinggal di Irak, tetapi kemudian diperintahkan berhijrah ke suatu negeri tetangga. Lihat pula Edisi Besar Tafsir Bahasa Inggeris pada ayat ini.

62. Kata “semua” di sini, tidak meliputi keseluruhan secara mutlak. Kata itu hanya berarti, semua yang perlu. Alquran memakai kata itu dalam arti ini juga di tempat lain (6 : 45; 27 : 17, 24; 28 : 58).

62A. Asma itu jamak dari ism yang berarti, nama atau sifat; ciri atau tanda sesuatu (Lane dan Mufradat). Para ahli tafsir berbeda paham, mengenai apa yang dimaksudkan dengan kata asma (nama-nama) di sini. Sebagian menyangka bahwa Tuhan mengajar Adam a.s. nama berbagai barang dan benda, yaitu, Tuhan mengajar beliau dasar-dasar bahasa. Tidak diragukan bahwa orang memerlukan bahasa untuk menjadi beradab dan Tuhan tentu telah mengajari Adam a.s. dasar-dasarnya, tetapi Alquran menunjukkan bahwa ada asma (nama atau sifat) yang harus dipelajari manusia untuk penyempurnaan akhlaknya. Nama-nama itu disinggung dalam 7 : 181. Ini menunjukkan bahwa orang tidak dapat meraih makrifat Ilahi tanpa tanggapan dan pengertian yang tepat tentang sifat-sifat Tuhan dan bahwa sifat-sifat itu hanya dapat diajarkan oleh Tuhan. Maka, sangat perlu bahwa Tuhan mula-mula memberi Adam (manusia) ilmu tentang sifat-sifat-Nya supaya ia mengetahui dan mengenal Tuhan dan mencapai kedekatan kepada Tuhan dan jangan melantur jauh dari Dia. Menurut Alquran manusia berbeda dari malaikat dalam hal bahwa, manusia dapat menjadi bayangan atau pantulan dari al-asma ul-husna, yaitu semua sifat Tuhan yang sempurna, sedang para malaikat hanya sedikit saja mencerminkan sifat-sifat itu. Pada malaikat tidak punya kehendak sendiri, tetapi secara pasif menjalankan tugas yang telah diserahkan kepadanya oleh Yang Maha Kuasa (66 : 7). Sebaliknya, manusia yang dianugerahi kemauan dan kebebasan memilih, berbeda dengan para malaikat dalam hal bahwa, manusia mempunyai kemampuan yang menjadikan dia penjelmaan sempurna semua sifat Ilahi. Pendek kata, ayat ini menunjukkan bahwa, Tuhan mula-mula menanamkan pada Adam a.s. kemauan yang bebas dan kemampuan yang diperlukan untuk memahami berbagai sifat Ilahi, dan kemudian memberikan ilmu tentang sifat-sifat itu kepadanya. Asma dapat berarti pula, sifat-sifat berbagai benda alam. Karena manusia harus mempergunakan kekuatan-kekuatan alam, Tuhan menganugerahkan kepadanya kemampuan dan kekuasaan untuk mengetahui sifat-sifat dan khasiat-khasiatnya.

62B. Kata pengganti hum (mereka) menunjukkan bahwa, apa-apa yang disebut di sini bukan benda-benda tak-bernyawa; sebab, dalam bahasa Arab kata pengganti dalam bentuk ini hanya dipakai untuk wujud-wujud berakal saja. Jadi arti ungkapan itu akan berarti bahwa, Tuhan menganugerahkan kepada para malaikat kemampuan melihat siapa yang menonjol ketakwaannya dari antara keturunan Adam a.s. yang akan menjadi penjelmaan sifat-sifat Ilahi kelak hari. Kemudian para malaikat ditanya apakah mereka sendiri dapat menjelmakan sifat-sifat Ilahi seperti mereka itu. Atas pertanyaan itu mereka menyatakan ketiakmampuan. Itulah yang dimaksud dengan kata-kata “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama ini”, yang tercantum pada ayat ini.

63. Karena para malaikat menyadari batas-batas pembawaan alam mereka, mereka mengakui dengan terus-terang bahwa, mereka tak mampu mencerminkan semua sifat Tuhan seperti dicerminkan oleh manusia, artinya, mereka hanya dapat mencerminkan sifat-sifat Ilahi yang untuk itu Tuhan — sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang kekal-abadi — telah menganugerahkan kepada mereka kekuatan mencerminkan.

64. Ketika para malaikat mengakui ketidakmampuan untuk menjelmakan dalam diri mereka sendiri, semua sifat Ilahi yang dapat dijelmakan Adam a.s., maka Adam a.s. dengan patuh kepada kehendak Ilahi menjelmakan berbagai kemampuan tabi’i (alami) yang telah tertanam dalam dirinya dan menampakkan kepada para malaikat pekerti mereka yang luas. Jadi kejadian Adam membuktikan perlunya penciptaan suatu wujud yang mendapat kemampuan dari Tuhan untuk berkehendak atau beriradah sehingga ia dapat dengan kehendak sendiri, memilih jalan kebaikan (atau keburukan) dan karena itu dapat menampakkan kemuliaan dan keagungan Tuhan.

65. Setelah Adam a.s. menjadi cerminan sifat-sifat Tuhan dan sudah mencapai pangkat nabi, Tuhan memerintahkan para malaikat untuk mengkhidmatinya. Ungkapan dalam bahasa Arab usjudu, tidak berarti “bersujudlah di hadapan Adam,” sebab Alquran tegas melarang bersujud di hadapan sesuatu selain Tuhan (41 : 38), dan perintah semacam itu tidak mungkin diberikan kepada para malaikat. Perintah itu berarti “bersujudlah di hadapan-Ku sebagai tanda bersyukur, karena Aku telah menjadikan Adam.”

66. Illa (kecuali) dipakai untuk memberi arti “kekecualian.” Dalam bahasa Arab istitsna (kekecualian) ada dua macam : (1) Istitsna muttashil artinya kekecualian pada saat sesuatu yang dikecualikan itu termasuk golongan atau jenis yang sama dengan golongan atau jenis yang darinya hendak dibuat kekecualian itu; (2) Istitsna munqathi, ialah kekecualian pada saat sesuatu yang dikecualikan itu termasuk golongan atau jenis lain. Dalam ayat ini kata illa menunjuk kepada kekecualian terakhir, karena iblis itu bukan salah seorang malaikat.

67. Kata iblis berasal dari ablasa, yang berarti, (1) kebaikan dan kebajikannya berkurang; (2) ia sudah melepaskan harapan atau jadi putus asa akan kasih-sayang Tuhan; (3) telah patah semangat; (4) telah bingung dan tak mampu melihat jalannya; dan (5) ia tertahan dari mencapai harapannya. Berdasarkan akar-katanya, arti kata iblis itu, suatu wujud yang sedikit sekali memiliki kebaikan tapi banyak kejahatan, dan disebabkan oleh rasa putus asa akan kasih-sayang Tuhan oleh sikap pembangkangannya sendiri, maka ia dibiarkan dalam kebingungan lagi pula tidak mampu melihat jalannya. Iblis seringkali dianggap sama dengan syaitan, tetapi dalam beberapa hal berlainan dari dia. Harus dipahami bahwa iblis itu bukan salah seorang dari para malaikat, sebab ia di sini dilukiskan sebagai tidak patuh kepada Tuhan, sedangkan para malaikat dilukiskan sebagai senantiasa “tunduk” dan “patuh” (66 : 7). Tuhan telah murka kepada iblis karena ia pun diperintahkan mengkhidmati Adam a.s., tetapi iblis membangkang (7 : 13). Tambahan pula, sekalipun jika tiada perintah tersendiri bagi iblis, perintah kepada para malaikat harus dianggap meliputi semua wujud, sebab perintah kepada para malaikat, sebagai penjaga berbagai bagian alam semesta, dengan sendirinya mencakup juga semua wujud. Seperti dinyatakan di atas, iblis itu sesungguhnya nama sifat yang diberikan, atas dasar arti akar kata itu, kepada roh jahat yang bertolak belakang dari sifat malaikat. Diberi nama demikian, karena ia mempunyai sifat-sifat buruk seperti dirinci di atas, terutama bahwa ia sama sekali miskin dari kebaikan dan telah dibiarkan kebingungan dalam langkahnya dan hilang harapan akan kasih-sayang Tuhan. Bahwa iblis bukanlah syaitan, yang disebut dalam 2 : 37 jelas dari kenyataan bahwa Alquran menyebut kedua nama itu berdampingan, bila saja riwayat Adam a.s. dituturkan. Tetapi, di mana-mana dilakukan pemisahan yang cermat antara keduanya itu. Kapan saja Alquran membicarakan makhluk yang — berbeda dari para malaikat — menolak berbakti kepada Adam a.s., maka senantiasa Alquran menyebutnya dengan nama iblis. Bila Alquran membicarakan wujud yang menipu Adam a.s. dan menjadi sebab Adam a.s. diusir dari “kebun,” maka Alquran menyebutnya dengan nama “syaitan.” Perbedaan ini — yang sangat besar artinya dan tetap dipertahankan dalam Alquran, sedikitnya pada sepuluh tempat (2 : 35, 37; 7 : 12, 21; 15 : 32; 17 : 62; 18 : 51; 20 : 117, 121; 38: 75) — jelas memperlihatkan bahwa iblis itu berbeda dari syaitan yang menipu Adam a.s. dan merupakan salah seorang dari kaum Nabi Adam a.s. sendiri. Di tempat lain Alquran mengatakan bahwa, iblis tergolong makhluk-makhluk Allah tersembunyi dan — berlainan dari para malaikat — mampu menaati atau menentang Tuhan (7 : 12, 13).

68. Kata jannah (kebun, taman) yang tercantum pada ayat ini, tidak memberi isyarat kepada sorga, tetapi hanya kepada tempat seperti kebun, tempat untuk pertama kali Adam a.s. disuruh tinggal. Kata itu tak dapat ditujukan kepada sorga; pertama, karena di bumi inilah Adam a.s. disuruh tinggal (2 : 37); kedua, sorga itu tempat yang bila seseorang sudah memasukinya, tidak pernah dikeluarkan lagi (15 : 49), sedangkan Adam a.s. diharuskan meninggalkan jannah (kebun) itu, seperti dituturkan dalam ayat ini. Hal itu menunjukkan bahwa jannah atau kebun tempat untuk pertama kalinya Adam a.s. tinggal itu, tak lain hanya tempat di bumi ini juga, yang telah diberi nama jannah karena kesuburan tanahnya dan penuh dengan tumbuh-tumbuhan. Penyelidikan akhir-akhir ini telah membuktikan bahwa tempat itu Taman Eden yang terletak dekat Babil di Irak atau Assyria (Enc. Brit. pada “Ur”).

68A. Ungkapan “makanlah darinya sepuas hati di mana pun kamu berdua suka” menunjukkan bahwa tempat Adam a.s. tinggal, belum berada di bawah ke-kuasaan hukum seseorang, dan merupakan apa yang dapat disebut “tanah Tuhan” yang diberikan kepada Adam a.s. dan oleh karena itu seolah-olah dijadikan yang empunya semua tanah yang dijelajahi beliau.

69. Menurut Bible syajarah (pohon) yang terlarang itu, pohon ilmu pengetahuan baik dan buruk (Kejadian 2 : 17). Tetapi, menurut Alquran, sesudah memakan buah terlarang itu, Adam dan Hawa menjadi telanjang. Hal itu berarti bahwa tidak seperti halnya ilmu yang menjadi sumber kebaikan, pohon itu sumber kejahatan, yang menjadikan Adam a.s. menampakkan sesuatu kelemahan. Pandangan Alquran itu ternyata tepat, sebab memahrumkan atau memiskinkan orang dari ilmu pengetahuan berarti, menggagalkan tujuan yang untuk itu ia dijadikan. Tetapi, Alquran dan Bible agak sepakat juga mengenai hal bahwa pohon itu bukan benar-benar sebatang pohon biasa, melainkan hanya suatu perlambang. Sebab, tiada pohon yang memiliki salah satu ciri-ciri khas di atas, yaitu menjadikan orang telanjang atau memberikan ilmu baik dan jahat, pernah terdapat di muka bumi ini. Jadi, pohon itu harus mengisyaratkan sesuatu yang lain. Syajarah berarti pula perselisihan. Di tempat lain Alquran menyebut dua macam syajarah: (1) Syajaran thayyibah (pohon baik) dan (2) Syajarah khabitsah (pohon jahat), untuk itu lihat 14 : 25 dan 27. Hal-hal yang suci dan ajaran-ajaran yang suci itu, diserupakan dengan yang pertama (syajarah thayyibah) dan hal-hal yang tidak suci dan pikiran yang kotor diserupakan dengan yang kedua (syajarah khabitsah). Mengingat keterangan-keterangan itu, ayat ini dapat berarti, (1) bahwa Adam a.s. diperintahkan untuk menghindari pertikaian; (2) bahwa beliau diperingatkan terhadap hal-hal yang jahat.

70. Kalimat pertama dalam ayat ini berarti bahwa, suatu wujud yang bersifat syaitan membujuk Adam a.s. dan istrinya keluar dari tempat mereka itu ditempatkan dan dengan demikian, menjauhkan mereka dari kesenangan yang dinikmati mereka. Seperti diterangkan dalam 2 : 35 makhluk yang menipu dan menjerumuskan Adam a.s. ke dalam kesusahan itu ialah syaitan dan bukan iblis yang dituturkan menolak mengkhidmati Adam a.s. Jadi, syaitan di sini tidak menunjuk kepada iblis, tetapi kepada seseorang lain dari kaum di zaman Adam a.s. yang adalah musuhnya. Kesimpulan ini selanjutnya didukung oleh 17 : 66 yang menurut ayat itu, iblis tidak mempunyai daya apa-apa terhadap Adam a.s. Kata syaitan, mempunyai arti lebih luas daripada iblis sebab, iblis itu nama yang diberikan kepada roh jahat yang tergolong kepada jin dan yang menolak mengkhidmati Adam a.s. dan yang kemudian menjadi pemimpin dan wakil kekuatan-kekuatan jahat di alam semesta. Syaitan itu, tiap-tiap wujud atau sesuatu yang jahat dan berbahaya maupun berupa roh atau manusia atau binatang atau penyakit atau tiap sesuatu yang lain. Jadi, iblis itu “syaitan”, kawan-kawannya dan sekutu-sekutunya pun “syaitan” pula; musuh-musuh kebenaran pun syaitan, orang-orang jahat juga syaitan, binatang-binatang yang memudaratkan dan penyakit-penyakit berbahaya pun syaitan pula. Alquran, hadis, dan pustaka Arab penuh dengan contoh-contoh, tempat kata “syaitan” dengan bebasnya dipergunakan mengenai sesuatu atau segala sesuatu itu.

71. Alquran sekali-kali tidak mendukung ide bahwa seseorang dapat naik ke langit hidup-hidup; sebab, ayat ini tegas menetapkan bumi sebagai tempat tinggal manusia seumur hidupnya, dan menolak ide bahwa Yesus, atau demikian pula siapa pun, pernah naik ke langit dalam keadaan hidup.

72. Khauf menyatakan ketakutan mengenai masa depan.

73. Huzn umumnya bertalian dengan ketakutan mengenai apa yang telah berlalu.

74. Islam tidak percaya akan kekekalan neraka, tetapi memandangnya sebagai semacam karantina atau pun tempat tahanan, tempat orang-orang yang berdosa harus tinggal untuk waktu yang terbatas, buat pengobatan dan penyembuhan rohani. Lihat catatan no. 1351.

75. “Israil” itu nama lain dari Nabi Ya’kub a.s., putra Ishak a.s. Nama itu diberikan kepada Nabi Ya’kub a.s. oleh Tuhan selang beberapa waktu kemudian dalam masa hidupnya (Kejadian 32 : 28). Kata Ibrani aslinya berbentuk kata majemuk, terdiri atas yasara dan ail dan berarti: (a) pangeran Tuhan, pahlawan Tuhan, atau prajurit Tuhan (Concordance by Cruden dan Hebrew-English Lexicon by W. Gesennius). Kata israil dipakai untuk membawakan tiga arti yang berbeda  (1) Nabi Ya’kub a.s. sendiri (Kejadian 32 : 28); (2) keturunan Nabi Ya’kub a.s. (Ulangan 6 : 3, 4); (3) tiap-tiap orang atau kaum yang bertakwa (Hebrew-English Lexicon).

76. Sesudah Nabi Ibrahim a.s. “janji” itu telah diperbaharui kaum Bani Israil. “Janji” kedua ini disebut di berbagai tempat dalam Bible (Keluaran bab 20; Ulangan bab-bab 5, 18, 26). Ketika “janji” itu sedang dibuat dan keagungan Tuhan sedang menjelma di Gunung Sinai, orang-orang Bani Israil begitu ketakutan melihat “peter (petir) dan kilat dan bunyi nafiri dan bukit yang berasap” (Keluaran 20 : 18); yang menyertai penjelmaan itu sehingga mereka berseru kepada Nabi Musa a.s. katanya, “Hendaklah engkau sahaja berkata-kata dengan kami maka kami akan dengar, tetapi jangan Allah berfirman kepada kami, asal jangan kami mati kelak!” (Keluaran 20 : 19). Kata-kata yang sangat melanggar kesopanan itu menentukan nasib mereka, sebab atas kata-kata itu Tuhan berfirman kepada Nabi Musa a.s. bahwa kelak tiada Nabi Pembawa Syariat seperti beliau sendiri akan muncul di antara mereka. Nabi demikian akan datang kelak, dari antara saudara-saudaranya Bani Israil ialah Bani Ismail. Jadi, dalam ayat ini Tuhan memperingatkan kaum Bani Israil bahwa, Tuhan telah membuat perjanjian dengan Nabi Ishak a.s. dan anak cucunya yang isinya ialah, bila mereka berpegang dan menyempurnakan janjinya dengan Tuhan serta patuh kepada segala perintah-Nya, maka Tuhan akan terus menganugerahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada mereka; tetapi, bila mereka tidak menyempurnakan janji mereka, mereka akan terasing dari nikmat-nikmat-Nya. Maka, setelah Bani Israil nyata-nyata lalai dalam menepati “janji,” Tuhan membangkitkan Nabi yang dijanjikan itu dari antara kaum Bani Ismail, sesuai dengan janji Tuhan sebelumnya, dan kemudian “perjanjian” itu, dipindahkan kepada para pengikut Nabi baru itu.

77. Mushaddiq diserap dari shaddaqa, yang berarti, ia menganggap atau menyatakan dia atau sesuatu itu benar (Lane). Jika kata itu dipakai dalam arti “menganggap hal itu benar,” maka kata itu tidak diikuti oleh kata perangkai atau hanya diikuti oleh kata perangkai ba’. Tetapi, jika dipakai arti “menggenapi” seperti pada ayat ini, kata itu diikuti oleh kata perangkai lam (2 : 92 dan 35: 32). Maka di sini kata itu berarti “menggenapi” dan bukan “mengukuhkan” atau “menyatakan benar.” Alquran menggenapi nubuatan-nubuatan yang termaktub dalam Kitab-kitab Suci terdahulu, mengenai kedatangan seorang Nabi Pembawa Syariat dan Kitab Suci untuk seluruh dunia. Bilamana saja Alquran menyatakan dirinya sebagai mushaddiq Kitab-kitab Suci sebelumnya, Alquran tidak membenarkan ajaran Kitab-kitab Suci itu, melainkan Alquran menyebutkan datang sebagai penggenapan nubuatan-nubuatan Kitab-kitab Suci itu. Meskipun demikian, Alquran mengakui semua Kitab Wahyu yang sebelumnya sebagai dari Tuhan. Tetapi, Alquran tidak menganggap bahwa, semua ajaran itu sekarang benar dalam keseluruhannya; sebab, bagian-bagiannya telah diubah dan banyak yang dimaksudkan hanya untuk masa tertentu, sekarang telah menjadi kuno.

77A. Lihat note no. 200.

78. Di sini orang-orang Yahudi dilarang (1) mencampuradukkan kebenaran dan kepalsuan dengan menukil ayat-ayat Kitab Suci mereka, lalu memberi kepadanya penafsiran-penafsiran yang salah; dan (2) menghilangkan atau menyembunyikan kebenaran, ialah, menghapus nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab Suci mereka yang mengisyaratkan kepada Rasulullah s.a.w.

79. Raki’ berarti orang yang rukuk di hadapan Tuhan (Lisan). Orang-orang Arab memakai kata itu untuk orang yang menyembah Tuhan semata-mata dan bukan untuk orang yang menyembah berhala (Asas).

80. Birr (kebaikan); berarti, berbuat baik terhadap keluarga dan lain-lain; kejujuran; kesetiaan; ketakwaan; kepatuhan kepada Tuhan (Aqrab). Kata itu berarti pula kebaikan atau kebajikan yang berlimpah-limpah (Mufradat).

81. “Alkitab” di sini tertuju kepada Bible tetapi anak kalimat padahal kamu membaca Kitab itu, tidak mengandung arti bahwa semua isi Bible diterima sebagai benar.

82. Shabr (sabar) berarti berpegang teguh kepada akal dan hukum syariat dan menjaga diri dari apa-apa yang dilarang oleh akal dan hukum serta dari menampakkan sedih, gelisah, dan ketidaksabaran.

83. Ayat ini bersama dengan ayat berikutnya dapat dipandang sebagai tertuju kepada orang-orang Yahudi atau orang-orang Muslim. Pada keadaan pertama, ayat ini merupakan kelanjutan nasihat kepada Bani Israil, artinya bahwa mereka hendaknya tidak terlalu tergesa-gesa menolak Rasulullah s.a.w., tetapi harus berusaha mencari kebenaran dengan kesabaran dan doa. Kalau dianggap tertuju kepada kaum Muslim, ayat ini memberikan pesan-harapan dan membesarkan hati mereka. Jika mereka bertindak dengan sabar dan doa, mereka tak perlu merasa takut.

84. Ayat ini mengandung arti bahwa orang-orang Bani Israil lebih unggul daripada kaum-kaum lain pada zaman mereka sendiri. Jika Alquran hendak menyampaikan gagasan tentang keunggulan kekal satu kaum terhadap semua bangsa, Alquran memakai ungkapan-ungkapan lain seperti pada 3 : 111, di tempat itu kaum Muslim disebut sebagai “umat paling baik.”

85. Syafa’ah (syafaat) diserap dari syafa’a yang berarti, ia memberikan sesuatu yang mandiri bersama yang lainnya; menggabungkan sesuatu dengan sesamanya (Mufradat). Jadi kata itu mempunyai arti kesamaan atau persamaan; pula kata itu berarti, menjadi perantara atau mendoa untuk seseorang, agar orang itu diberi karunia dan dosa-dosanya dimaafkan, oleh sebab ia mempunyai perhubungan dengan si perantara. Hal ini mengandung pula arti bahwa yang mengajukan permohonan itu orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada orang yang diperjuangkan nasibnya, dan pula mempunyai perhubungan yang mendalam dengan orang yang baginya ia menjadi perantara (Mufradat dan Lisan). Syafa’ah (perantaraan) ditentukan oleh syarat-syarat berikut : (1) yang memberikan perantaraan harus mempunyai perhubungan istimewa dengan orang yang baginya ia mau menjadi perantara dan menikmati kebaikan hatinya yang istimewa, sebab tanpa perhubungan demikian, ia tidak akan berani memberikan perantaraan dan tidak pula perantaraannya akan berhasil; (2) orang yang diperantarai harus mempunyai perhubungan yang sejati dan nyata dengan perantara itu, sebab tiada orang mau memperantarai seseorang, sekiranya yang diperantarai itu tidak mempunyai perhubungan sungguh-sungguh dengan perantara itu; (3) orang yang meminta syafaat pada umumnya harus orang baik dan telah berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan ridha Ilahi (21 : 29), hanya telah terjatuh ke dalam kancah dosa pada saat ia dikuasai kelemahan; (4) syafaat itu hanya dapat dilakukan dengan izin khusus dari Tuhan (2 : 256; 10 : 4). Syafaat seperti dipahami oleh Islam, pada hakikatnya hanya merupakan bentuk lain dari permohonan pengampunan, sebab taubat (mohon pengampunan) berarti memperbaiki kembali perhubungan yang terputus atau mengencangkan apa yang sudah longgar. Maka bila pintu tobat tertutup oleh kematian, pintu syafaat tetap terbuka. Tambahan pula, syafaat itu suatu cara untuk menjelmakan kasih-sayang Tuhan dan karena Tuhan itu bukan hakim, melainkan Yang Empunya dan Majikan, maka tiada yang dapat mencegah Dia dari memperlihatkan kasih-sayang-Nya kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.

86. ‘Adl (uang tebusan) berarti keadilan, imbalan yang adil; uang tebusan yang pantas dan adil (Aqrab).

87. Firaun bukan nama seorang raja tertentu. Raja-raja lembah Nil dan Iskandaria disebut juga firaun. Nabi Musa a.s. dilahirkan di masa pemerintahan Firaun Rameses II dan terpaksa meninggalkan Mesir bersama dengan Bani Israil dalam pemerintahan puteranya, Merenptah II. Rameses II disebut Firaun Penindas dan penggantinya, ialah Merenptah II disebut Firaun Keluaran (Enc. Bib. dan Peakes Commentary on the Bible).

88. Aal (kaum) diserap dari kata kerja aala, yang memberi pengertian kembali atau memerintah atau menjalankan kekuasaan. Jadi kata itu berarti, keluarga atau golongan seseorang atau para pengikut pemimpin atau rakyat seorang penguasa yang kepadanya mereka senantiasa kembali atau yang memerintah atau menjalankan kekuasaan atas mereka (Lane).

88A. Firaun telah menimpakan kepada kaum Bani Israil penganiayaan yang pedih, dengan memaksakan kepada mereka kerja berat lagi hina. Ia telah memberi perintah pula untuk membunuh anak lelaki mereka dan membiarkan anak-anak perempuan mereka. Dengan jalan itu ia berusaha membinasakan bukan saja kaum prianya, tetapi juga membunuh dalam diri mereka sifat-sifat kesatria mereka.

89. Peristiwa yang disebut dalam ayat ini bertalian dengan waktu ketika, atas perintah Ilahi, Nabi Musa a.s. memimpin kaum Bani Israil meninggalkan Mesir menuju Kanaan. Orang-orang Yahudi berangkat dengan diam-diam di malam hari dan ketika Firaun mengetahui mereka melarikan diri, ia mengejar mereka dengan tentaranya dan di Laut Merah ia terbenam. Untuk dapat memahami sepenuhnya sifat dan arti peristiwa yang merupakan Tanda Ilahi yang agung itu, perlu sekali membacakan ayat ini bersama dengan ayat-ayat bersangkutan lainnya, seperti                                20 : 78; 26 : 62 - 64; 44 : 25. Kenyataan-kenyataan berikut timbul dari ayat-ayat ini : (a) Ketika Nabi Musa a.s. memukul permukaan laut dengan tongkatnya seperti dituturkan oleh Alquran, atau mengulurkan tangannya ke atas laut seperti dikatakan oleh Bible, saat itu pasang turun dan laut sedang surut meninggalkan dasar tohor (tak berair); (b) Nabi Musa a.s. diperintahkan oleh Tuhan agar segera melintasi dasar tohor itu, ke arah gosong (timbunan pasir) di seberangnya. Perintah itu dilaksanakan oleh beliau. (c) Tetapi, ketika Firaun dengan pengiringnya sampai ke pantai laut, telah tiba saatnya pasang naik dan karena terlampau bersemangat untuk menyusul orang-orang Bani Israil, segera mereka melompat ke laut tanpa memperhatikan pasang sedang naik. (d) Agaknya, karena perlengkapan berat dengan kereta-kereta perang besar dan persenjataan-persenjataan lain yang berat-berat, sangat memperlambat gerakan maju pasukan Firaun. Sehingga, pada saat masih berada di tengah laut, gelombang besar kembali dan mereka itu semua mati tenggelam. Pemukulan air laut dengan tongkat oleh Nabi Musa a.s. dengan terbelahnya laut, tidak mempunyai hubungan sebab dan akibat. Hal itu hanya tanda atau isyarat Tuhan kepada Nabi Musa a.s. bahwa waktu itu pasang lagi surut dan oleh karenanya orang-orang Bani Israil harus bergegas menyeberang. Tuhan telah mengatur demikian, sehingga ketika Nabi Musa a.s. sampai ke pantai, saat surutnya laut hampir mulai, sehingga serentak beliau memukul air laut dengan tongkatnya, mematuhi perintah Ilahi, air laut mulai surut dan dasar tohor telah tersedia bagi orang-orang Bani Israil. Pemukulan air laut dengan tongkat oleh Nabi Musa a.s. dan surutnya laut terjadi pada waktu yang sama. Hal itu merupakan mukjizat, sebab hanya Tuhan Sendiri Yang mengetahui kapan laut akan surut dan Dia telah memerintahkan Nabi Musa a.s. untuk memukul air laut itu, pada saat mulai surut.

Para ahli sejarah berselisih mengenai tempatnya yang tepat, dari tempat Nabi Musa a.s. menyeberangi Laut Merah dari Mesir ke Kanaan. Sebagian berpendapat bahwa pada perjalanannya dari daerah Goshen yang disebut pula Lembah at-Tamtsilat atau Wadi Tumilat, dan di tempat letaknya ibukota Firaun (Enc. Bib. jilid 4 halaman 4012 pada kata “Rameses”). Nabi Musa a.s. menyusuri Teluk Timsah (Enc. Bib., hlm. 1438 dan 1439). Sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa, beliau pergi lebih ke utara lagi dan mengelilingi Zoan menyeberang ke Kanaan dekat Laut Tengah (Enc. Bib., hl. 1438). Tetapi, apa yang mungkin sekali ialah bahwa, dari Tal Abi Sulaiman, ibukota Firaun di zaman Nabi Musa a.s., orang-orang Bani Israil mula-mula pergi ke timur-laut menuju Teluk Timsah, tetapi kiranya tertahan oleh jaringan jurang-jurang, mereka berbelok ke selatan dan menyeberangi Laut Merah, dekat kota Suez; di tempat itu lebar laut hanya kurang lebih 2 sampai 3 mil, dan menuju ke Qadas (Enc. Bib., hlm. 1437). “Orang-orang Yahudi melarikan diri mengikuti Nabi Musa a.s., melintasi rawa-rawa Goshen menuju ke Semenanjung Sinai. Penyeberangan Laut Merah (Yam Suph, “laut” atau “danau buluh”) itu barangkali penyeberangan dari tepian sebelah selatan sebuah danau, beberapa mil barat laut dari apa yang sekarang disebut Laut Merah. Hembusan angin menohorkan pantai, dan ketika pasukan Mesir mengejar pelarian-pelarian itu, roda kereta-kereta perang terbenam ke dalam lumpur dan air laut itu bergulung kembali membenam mereka ketika angin balik. Para penulis berselisih mengenai jalan yang ditempuh Bani Israil. Sebagian beranggapan bahwa mereka bergerak ke selatan ke gugusan pegunungan Sinai (sekarang) dan kemudian dengan menelusuri sayap timur Laut Merah, yang sekarang dikenal dengan Teluk Akaba, ke ujungnya yang paling jauh ke utara di Ezion-Geber. Sebagian lagi berpendapat bahwa, bukti-bukti menunjuk ke jalan yang masih ditempuh oleh orang-orang yang naik haji ke Mekkah, hampir tepat sebelah timur Ezion-Geber, dan bahwa dari sana mereka bergerak ke jurusan barat laut, menuju ke arah Kadesy (Barnea), ke Gunung Sinai atau ke arah selatan menyusuri pantai timur Teluk Akaba ke Gunung Horeb. Riwayat-riwayat itu berbeda dan kepastian tidak mungkin diperoleh” (Commentary on the Bible oleh Peake).

90. Nabi Musa a.s., Pendiri Agama Yahudi, yang telah membebaskan orang-orang Yahudi dari penindasan Firaun itu ialah, nabi Bani Israil terbesar. Menurut keterangan Bible beliau hidup kira-kira 500 tahun sesudah Nabi Ibrahim a.s. dan kira-kira 1400 tahun sebelum Nabi Isa a.s. Beliau itu nabi pembawa syariat, nabi-nabi Bani Israil lainnya sesudah beliau, hanya merupakan pengikut syariat beliau.

91. Lihat 7 : 143.

92. Umumnya manusia merupakan budak lingkungannya. Demikianlah keadaan terutama kaum terjajah yang pada umumnya meniru cara dan kebiasaan penjajah mereka. Kaum Yahudi telah hidup di bawah penjajahan Firaun selama satu masa yang panjang, dan dengan sendirinya telah meresapkan dalam diri mereka kepercayaan musyrik kaum Mesir. Ketika mereka meninggalkan Mesir bersama Nabi Musa a.s. dan menjumpai kaum musyrik di perjalanan, mereka memohon kepada beliau, untuk merestui persembahan serupa itu bagi mereka (7 : 139).

93. Maksud Kitab di sini ialah “batu tulis” yang padanya tertulis Sepuluh Perintah yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. (Lihat 7 : 146, 151, 155).

94. Furqan berarti, keterangan-keterangan (dalil); pagi atau fajar, dukungan (Lane). Ayat ini berarti bahwa, Tuhan menganugerahkan kepada Nabi Musa a.s. bukan saja Alkitab dan perintah tertulis pada batu tulis, tetapi juga Tanda-tanda (mukjizat) dan dalil-dalil dan menimbulkan peristiwa-peristiwa demikian rupa, sehingga membuat perbedaan jelas antara hak dan batil.

95. Anfusakum (hawa-nafsumu) berarti, sanak saudara, hawa nafsumu yang jahat. Nafs, mufrad dari anfus berarti pula, hasrat; keinginan. Orang-orang Yahudi diperintahkan mensucikan ruhnya dari keinginan jahat dengan mematikan hawa nafsu dan dengan bertobat. Pernyataan Bible bahwa mereka itu diperintahkan “bunuhlah masing-masing kamu akan saudaranya dan masing-masing akan sahabatnya dan masing-masing akan orang sekampungnya” (Keluaran 32 : 27) tidak didukung oleh Alquran yang menurut pernyataan itu mereka diampuni (4: 154). Malahan pemimpin mereka, Samiri, tidak dibunuh (20 : 98).

96. Ayat ini dapat berarti bahwa permintaan kaum Bani Israil yang berlawanan dengan akal dan diucapkan dengan sombong itu, membawa kepada mereka kematian rohani dan bukan jasmani. Arti itu di dukung dalam ayat berikutnya; Tuhan berfirman, Kemudian Kami bangkitkan kamu sesudah kematian rohanimu, artinya, kamu mendapatkan kembali kehormatan dan kemuliaan sesudah kamu kehilangan hal itu. Maut berarti, lenyapnya daya tumbuh (57 : 18); kehilangan daya rasa (19: 24); kehilangan kemampuan menggunakan akal (6 : 123); kesedihan yang menjadikan hidup manusia pahit (14 : 18); kematian jasmani (Lane).

97. Lihat Keluaran 40 : 34 - 38.

98. Mann artinya anugerah atau hadiah; sesuatu yang diperoleh tanpa susah-payah; madu atau embun (Aqrab). Manna disebut pula dalam hadis Rasulullah s.a.w.: “Cendawan adalah salah satu yang termasuk Manna” (Bukhari). Lihat juga Lane pada kata “Turanjabin.”

99. Salwa itu (1) burung keputih-putihan serupa burung puyuh dan terdapat di beberapa daerah tanah Arab dan negara-negara tetangganya; (2) apa saja yang menjadikan orang puas dan senang; madu (Aqrab). Penurunan manna dan salwa telah disebut di tiga tempat dalam Alquran — dalam ayat ini dan dalam ayat 2: 58 dan 7 : 161. Pada ketiga tempat itu kenyataan tersebut diikuti oleh perintah: “Makanlah makanan yang baik-baik yang telah Kami rezekikan kepadamu.” Hal itu menunjukkan bahwa mengingat makanan yang disediakan untuk kaum Bani Israil di hutan belantara Sinai itu sehat, menyenangkan, dan lezat. Makanan itu tentu tidak terdiri atas satu macam saja, melainkan terdiri atas beberapa macam; manna (cendawan) dan salwa (burung puyuh) merupakan bagian utama dari macam-macam bahan makanan itu. Lihat Keluaran 16 : 13-15.

100. Qaryah (kota) tidak seharusnya menunjuk kepada kota tertentu. Qaryah itu dapat tertuju kepada setiap kota di perjalanan dari Sinai ke Kanaan yang mungkin dekat letaknya; atau kota terdekat. Karena orang-orang Yahudi berhasrat hidup di kota-kota, karena kota-kota dapat memberikan kemudahan-kemudahan dan daya tarik dan juga karena latar belakang cara hidup mereka sebelumnya mereka disuruh pergi ke sebuah kampung di dekat itu, tempat mereka dapat menggabungkan kehidupan di padang pasir dengan kehidupan masyarakat kota dan akan bebas memakan apa saja yang disukai mereka sebab pada umumnya di tempat sunyi padang pasir, tidak ada hak milik pribadi. Tetapi, karena perubahan itu akan menghubungkan mereka dengan kaum-kaum lain dan mungkin mempengaruhi akhlak mereka, maka di samping itu pun mereka disuruh, supaya hati-hati mengenai diri mereka sendiri dan supaya patuh dan taat kepada Tuhan.

101. Bahwa sekarang tiada bekas mata air di tempat itu tidak perlu diherankan, karena belum juga diketahui dengan pasti di daerah tertentu mana Nabi Musa a.s. mengadakan perjalanan. Tambahan pula, memang lazim dialami bahwa, mata-mata air di gunung yang kadang-kadang tak mengeluarkan air lagi dan lobangnya tertutup. Peristiwa yang disebut di sini terjadi ribuan tahun yang lalu dan umum mengetahui bahwa kadang-kadang ada sumber mata air yang menerbitkan air, tetapi tiba-tiba aliran air itu terhenti dan sumber itu menjadi kering. Seringkali sumber yang pernah mengeluarkan air, kemudian menjadi begitu keringnya sehingga tiada berbekas lagi. Sebenarnya pada akhir abad ke-15 pun masih ada duabelas sumber yang mengalir di tempat itu. “Bukit cadas itu ada di perbatasan negeri Arab, dan beberapa dari orang-orang senegeri beliau (Rasulullah s.a.w.) tentu telah melihatnya, jika pun beliau sendiri tidak. Dan sangat mungkin sekali beliau sendiri melihatnya. Dan sebenarnya, agaknya benar demikian. Sebab, orang yang pergi ke daerah itu pada akhir abad ke-15 dengan jelas menceriterakan bahwa, air itu keluar dari dua belas tempat cadas itu sesuai dengan jumlah suku Bani Israil” (Al-Koran oleh Sale, hlm. 8). Tambahan pula, karena ada duabelas suku Bani Israil beserta Nabi Musa a.s., Tuhan tentunya telah menyebabkan sumber mata air sejumlah itu mengalir untuk mereka. Satu sumber saja tidak akan mencukupi kebutuhan mereka, karena jumlah mereka sangat besar, menurut Bible jumlah mereka 600.000 (Bilangan 1 : 46).

Mukjizat Nabi Musa a.s. waktu kejadian itu tidak terletak pada pengadaan sesuatu yang bertentangan dengan hukum-hukum alam; melainkan, terletak pada kenyataan bahwa Tuhan telah memberi tahu kepada beliau tempat tertentu yang ada air, siap mengalir oleh satu pukulan dengan tongkatnya. Memang telah menjadi pengalaman ahli-ahli geologi bahwa kadang-kadang air mengalir di lapisan tak begitu dalam di bawah bukit-bukit atau cadas dan berangsur menyembur ketika cadas itu dipukul dengan sesuatu yang berat atau runcing. Kata-kata, Idhrib bi ashaaka al-hajara dapat pula berarti, “Pergilah atau bergegaslah dengan kaummu ke cadas itu.” ‘Asha dalam kiasan berarti, “kaum, jemaat,” dan idhrib berarti, “pergilah atau bergegaslah.” Orang berkata, dharab al-ardha atau dharaba fil ardhi artinya, ia berangkat atau bergegas berjalan di muka bumi. (Lane).

102. Setelah lama hidup dalam iklim perbudakan dan dalam keadaan terjajah, orang-orang Yahudi menjadi kaum penakut dan lamban. Maka Tuhan menghendaki supaya mereka tinggal di padang pasir untuk sementara waktu dan hidup dari binatang-binatang buruan dan makan tumbuh-tumbuhan agar mereka dapat menanggalkan sifat penakut dan kelambanan atau kemalasan mereka dengan hidup bebas di daerah padang pasir. Dengan semangat hidup kembali yang demikian, mereka akan dibawa ke Tanah Yang dijanjikan dan dijadikan orang-orang berkuasa di Palestina. Tetapi, orang-orang Bani Israil itu, tak dapat memahami tujuan sebenarnya yang dimaksud Tuhan atau, setelah mengerti hal itu, tidak mampu menilai dan menghargainya dan secara dungu berkeras hati untuk hidup di kota. Tuhan berkehendak menyiapkan mereka untuk memerintah Tanah Yang Dijanjikan, tetapi bangsa yang malang itu merindukan hidup bertani. Maka mereka itu disuruh turun ke kota sehingga mereka akan mendapat hal-hal yang diingini mereka.

103. Kata qatl di samping arti utamanya ialah membunuh, berarti berusaha atau bermaksud membunuh; memukul; mengutuk; tak mau berurusan; dan menetralkan pengaruh jahat sesuatu benda; dan ungkapan yaqtuluunan-nabiyyin tidak berarti bahwa orang-orang Bani Israil sungguh-sungguh menyembelih para nabi, sebab, hingga zaman Nabi Musa a.s. tiada nabi yang diketahui pernah dibunuh oleh mereka. Pada kenyataannya Nabi Musa a.s. itu nabi pertama yang diutus kepada kaum Bani Israil sebagai suatu bangsa. Beliau dan saudara beliau Nabi Harun a.s. itulah orang-orang yang diisyaratkan oleh kata-kata itu, tetapi ternyata mereka tidak terbunuh oleh orang-orang Bani Israil, meskipun mereka itu kadang-kadang cenderung hendak membunuh kedua beliau (Keluaran 17 : 4). Jadi kata qatl dalam ayat ini tidak mungkin berarti “pembunuhan sungguh-sungguh.” Kata itu hanya berarti bahwa mereka itu sangat menentang para nabi dan tentu akan membunuh mereka, seandainya mereka itu mampu. Lihat juga 3: 22 dan 40 : 29.

104. Shabi ialah orang yang meninggalkan agamanya sendiri untuk menerima yang baru. Tetapi menurut penggunaannya, kata shabi itu menunjuk kepada golongan-golongan agama tertentu yang terdapat di bagian-bagian tanah Arab dan negeri-negeri yang berbatasan dengan daerah itu. Nama itu ditujukan kepada (1) kaum penyembah bintang yang hidup di Mesopotamia (Gibbon’s Roman Empire; Muruj al-Dhahab dan Enc. Rel. Eth. VIII pada kata “Mandaeans”); (2) kaum yang tinggal dekat Mosul di Irak dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada semua nabi Allah, tetapi tidak memiliki Kitab wahyu. Mereka itu menda'wakan mengikuti agama Nabi Nuh a.s. (Jarir dan Katsir). Tetapi, mereka hendaknya jangan disamakan dengan kaum Shabi yang disebut oleh ahli tafsir Bible tertentu, sebagai kaum yang hidup di negeri Yaman kuno.

Ayat ini tidak berarti bahwa iman kepada Tuhan dan kepada Hari Kiamat saja, cukup untuk mencapai keselamatan seperti halnya orang keliru memahaminya. Alquran menerangkan dengan tegas bahwa iman kepada Rasulullah s.a.w. itu sangat pokok (4 : 151, 152; 6 : 93) dan merupakan bagian tak terpisahkan dari keimanan kepada Tuhan, dan juga bahwa iman kepada akhirat, mencakup juga iman kepada wahyu Ilahi (4 : 151, 152; 6 : 93). Di tempat lain telah dinyatakan dengan tegas bahwa, hanya Islam yang dapat diterima oleh Tuhan sebagai agama (3 : 20, 86). Alquran di sini membatasi diri pada sebutan iman kepada Tuhan dan Hari Kiamat, bukan karena iman kepada wahyu dan kepada Rasulullah s.a.w. itu tidak bersifat pokok, tetapi karena kedua rukun iman pertama itu, meliputi juga dua rukun iman yang belakangan, keempat-empatnya benar-benar tidak dapat dipisah-pisahkan. Pada hakikatnya, ayat ini dimaksudkan untuk melenyapkan kepercayaan agama Yahudi yang keliru bahwa mereka adalah “bangsa yang dianak-emaskan Tuhan,” dan oleh karena itu, hanyalah mereka yang berhak mendapat najat (keselamatan). Ayat ini berarti bahwa tidak menjadi soal, apakah orang itu pada lahirnya orang Yahudi, Kristen, Shabi atau Muslim; bila keimanan hanya di bibir saja, maka iman demikian itu merupakan suatu barang mati, tanpa jiwa dan tanpa kekuatan bergerak sedikit pun di dalamnya. Ayat ini juga dianggap mengandung suatu nubuatan dan tolok ukur yang aman, untuk menguji kebenaran Islam. Nubuatan itu ialah bahwa Islam akan menang, karena Islam itu agama yang benar. Tolok ukur itu terletak pada kenyataan bahwa, nubuatan itu dikemukakan pada saat ketika Islam sedang berjuang mempertahankan hidupnya sendiri. Ayat ini dapat pula diartikan bahwa, semua yang mendakwakan diri sebagai orang yang beriman, apakah mereka orang Yahudi, Kristen atau Shabi atau termasuk suatu agama apa pun, bila iman mereka kepada Tuhan atau Hari Kiamat benar dan jujur, dan mereka beramal saleh — yang merupakan intisari agama yang benar, yakni Islam — maka tiada ketakutan akan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.

105. Kata-kata itu tidak berarti bahwa Gunung Sinai sungguh-sungguh diangkat, sehingga tergantung di atas kepala orang-orang Bani Israil. Kata-kata itu hanya berarti bahwa, perjanjian itu dibuat ketika orang-orang Yahudi berdiri di kaki gunung itu. Kata-kata itu dapat pula menunjuk kepada peristiwa, ketika Gunung Sinai diguncang dengan dahsyatnya oleh gempa bumi, sementara orang-orang Yahudi berkemah di kaki bukit itu (Keluaran 19 : 2). Biasanya pada peristiwa demikian, guncangan puncak gunung tinggi nampaknya seolah-olah gunung itu tergantung di atas kepala orang yang berada di dekatnya.

106. Rahmah (rahmat) berbeda dari fadhl (karunia) umumnya dimaksudkan kepada hal yang bertalian dengan perbuatan Tuhan, berkenaan dengan keagamaan atau kerohanian.

107. Kata “kera” telah dipakai secara kiasan, artinya, orang-orang Bani Israil menjadi nista dan hina seperti kera; perubahannya tidak dalam wujud dan bentuk, tetapi dalam watak dan jiwa. “Mereka tidak sungguh-sungguh diubah menjadi kera, hanya hatinya yang diubah” (Mujahid). “Tuhan telah memakai ungkapan itu secara kiasan” (Katsir). Bila Alquran memaksudkan perubahan wujudnya menjadi kera, maka kata khasi’ah yang biasa dipergunakan, dan bukan khasi’in yang dipakai untuk wujud-wujud berakal. Penggunaan kata itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa sebagaimana kera itu binatang hina, begitu pula orang-orang Bani Israil senantiasa akan dihinakan di dunia ini dan sungguh pun mereka mempunyai sumber-sumber daya besar dalam harta dan pendidikan, mereka tidak akan memiliki suatu kubu pertahanan di bumi secara permanen; arti akar kata menunjukkan kenistaan dan kehinaan dan pula kerendahan martabat. Lihat juga catatan no. 764.

108. Orang-orang Bani Israil telah menjalani hidup untuk masa yang panjang di tengah-tengah orang-orang Mesir yang amat mendewa-dewakan lembu. Jadi penghormatan terhadap binatang itu telah meresap ke dalam pikiran mereka pula. Itulah sebabnya mengapa ketika mereka membuat berhala untuk mereka sendiri, mereka membuatnya dalam bentuk anak sapi (Alquran 2 : 52 dan Keluaran 32: 4). Untuk membersihkan pikiran mereka dari rasa mendewa-dewakan lembu, mereka berulang-ulang diperintahkan mengorbankan lembu (Bilangan 19 : 1-9; Lewi 4 : 1-21; 16 : 3, 11). agaknya mereka itu mempunyai lembu tertentu sebagai kesayangan, dan mereka merasa cemas kalau-kalau perintah itu ditujukan kepada lembu tersebut. Itulah sebabnya mengapa mereka berulang-ulang meminta kepada Nabi Musa a.s. agar merinci lembu yang diperintahkan Tuhan untuk menyembelihnya, dan sebagai hasil pertanyaan-pertanyaan mereka beberapa ciri dan keadaan ditambahkan untuk merinci tanda-tanda binatang tertentu itu.

109. Qataltum, berarti, kamu mencoba, berupaya, mengakui atau mengambil keputusan untuk membunuh (40 : 29), atau kamu membuat dia nampak seakan-akan mati; kamu hampir membunuhnya. Orang mengatakan Qatala-hu, artinya, ia menjadikan dia seakan-akan telah dibunuh raganya atau moralnya (Lane) Perkataan terkenal dari Hadhrat Umar r.a. ialah Uqtulu Sa’dan telah dianggap berarti, membuat Sa’ad kelihatannya seperti orang yang sungguh-sungguh telah mati.

109A. Nafsan dipakai sebagai ism nakirah yaitu dalam bentuk tak tertentu, menurut tata bahasa Arab dapat tertuju kepada seorang tokoh penting sekali (Muthawwal).

Dalam ayat-ayat terdahulu beberapa tingkah buruk dan kejahatan-kejahatan orang-orang Yahudi telah disebut. Ayat ini menunjuk kepada dosa mereka terbesar ialah, mereka berusaha membunuh Nabi Isa a.s. di atas salib dan dengan demikian hendak membuktikan bahwa menurut Bible, beliau itu nabi palsu (Ulangan 21: 23). Dalam usaha keji dan kejam itu mereka sama sekali gagal. Nabi Isa a.s. diturunkan dari salib dalam keadaan hidup, tetapi nampaknya seperti orang mati. Untuk fakta sejarah bahwa Nabi Isa tidak mati di atas salib tetapi diturunkan dalam keadaan hidup serupa orang mati, lihat catatan no. 2000.

109B. Anak kalimat ini berarti bahwa, suatu waktu akan datang bila kebenaran mengenai wafat Nabi Isa a.s. akan terbuka dan kedok yang sekian lama telah menyelubungi peristiwa itu akan disingkap.

110. Dharb berarti yang mirip sesuatu (Lane), kata kerja dharaba dipakai dalam bentuk-bentuk yang berlain-lainan dalam 13 : 18; 16 : 75 dan 43 : 58 dan mengandung arti “perbandingan.” Maka ungkapan idribu-hu biba’dhi-ha dapat ditafsirkan seperti berikut, “bandingkanlah keadaan Nabi Isa a.s. ketika beliau diturunkan dari salib dalam keadaan hampir seperti mati dengan keadaan orang-orang yang dianggap mati, padahal sesungguhnya tidak mati, tetapi hanya tampak mati; dan kamu akan menjumpai hakikat yang sebenarnya, tentang Nabi Isa a.s. yang disangka mati itu.”

110A. Anak kalimat ini dapat diartikan : Beginilah cara Tuhan memberi harapan hidup lagi kepada Nabi Isa a.s. setelah beliau hampir wafat. Mauta itu jamak dari mait yang berarti, orang bagaikan mati atau hampir mati (Lane). Di sini kata mauta harus diambil dalam artian tersebut, karena menurut Alquran, mereka yang sungguh-sungguh telah mati tidak akan hidup kembali (21 : 96 dan 23 : 101).

Ayat ini dapat juga diartikan : Maka Kami berkata, “Pukullah dia (pembunuh itu), karena sebagian pelanggarannya. Demikianlah Allah memberi hidup kepada orang mati dan menampakkan kepadamu Tanda-tanda-Nya, agar kamu mengerti.” Menurut arti ini, ayat ini dan ayat sebelumnya menunjuk kepada pembunuhan terhadap seorang Muslim oleh orang-orang Yahudi di Medinah. Setibanya di Medinah, Rasulullah s.a.w. telah mengadakan perjanjian perdamaian dan perhubungan baik secara timbal-balik dengan orang-orang Yahudi. Tetapi kesejahteraan dan keunggulan Islam yang kian tumbuh itu, sedikit demi sedikit membangkitkan rasa iri hati mereka, dan beberapa dari pemimpin mereka, Ka’b bin Asyraf selaku tokoh terkemuka di antara mereka dengan diam-diam, mulai menghasut kaumnya terhadap orang-orang Muslim. Tidak lama setelah Perang Badar, seorang wanita Muslim kebetulan pergi ke warung seorang Yahudi untuk berbelanja. Tukang warung ini berlaku tidak senonoh terhadap wanita itu. Wanita Muslim itu berteriak minta tolong. Seorang Muslim yang kebetulan ada di sana datang menolong dan, dalam perkelahian, tukang warung itu terbunuh, dan atas kejadian itu orang-orang Yahudi menyerang orang Muslim itu dan membunuhnya. Ketika perkara itu diselidiki, tak seorang pun dari bajingan-bajingan yang ikut serta dalam pengeroyokan biadab itu mengaku berdosa dan setiap orang mencoba menggeserkan tanggung jawab kepada orang lain. Pembunuhan terhadap seorang Muslim, tidak merupakan satu-satunya perbuatan jahat pihak orang-orang Yahudi. Tingkah laku mereka sehari-hari kian menghinakan dan bersifat menantang, dan mereka senantiasa mencari-cari kesempatan, menimbulkan gangguan-gangguan baru (Hisyam), dan dengan diam-diam berkomplot untuk membunuh Rasulullah s.a.w. sendiri (Ishabah). Ka’b bin Asyraf adalah musuh kental dan otak penghasut segala keributan dan hasutan. Ia malahan pernah pergi ke Mekkah dan dengan lidahnya yang sangat fasih telah berhasil membuat orang-orang Quraisy yang menderita sedih atas kekalahan yang sangat memalukan mereka di Badar, bersumpah secara sungguh-sungguh dengan memegang tirai Ka’bah bahwa mereka tidak akan istirahat sebelum berhasil membinasakan Islam dan pendirinya. Ka’b pun telah menyebarluaskan sajak-sajak kotor, ihwal para wanita terhormat keluarga Rasulullah s.a.w. Maka atas berulangnya perbuatan-perbuatan khianat dan jahat, dan sebagai hukum atas kematian orang Muslim tak berdosa itu, ia dijatuhi hukuman mati. Hukuman mati itu hanya sebagian dari hukuman terhadap kejahatannya, dan hukuman selebihnya disisihkan untuk di akhirat. Dengan penggunaan kata qataltum dalam bentuk jamak, Alquran menganggap seluruh masyarakat Yahudi bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Tetapi, karena hukuman mati itu diuntukkan bagi biang keladinya saja, maka kata pengganti hu itu tertuju kepada Ka’b. Menurut arti ayat itu kata-kata “Demikianlah Allah menghidupkan yang mati” berarti bahwa pembalasan itu merupakan cara yang berhasil-guna untuk memberi hidup kepada orang mati, sebab dengan jalan itu orang-orang yang mungkin menjadi bakal pembunuh, akan tercegah dari melakukan pembunuhan-pembunuhan lebih lanjut. Bahwasanya pembalasan itu cara yang paling berpengaruh untuk pemberian hidup kepada yang mati ada disinggung dalam 2 : 180. Tambahan pula, orang-orang Arab zaman jahiliah memandang orang yang terbunuh dan darahnya belum dituntut balas sebagai orang mati, dan memandang orang yang kematiannya telah dituntut balas sepenuhnya sebagai orang hidup. Seorang ahli syair Arab, Harits bin Hilzah, mengatakan : In nabasytum ma baina malhata wal shaqib, fiha al-amwatu wal ahyau,” artinya: jika kamu gali pekuburan antara Malhah dan Shaqib, kamu akan menjumpai di dalamnya orang-orang mati maupun orang-orang hidup, yakni mereka yang terbunuhnya telah tertebus.

111. Pembunuhan terhadap orang Muslim tak berdosa yang disebut dalam ayat-ayat sebelumnya mencap nasib orang-orang Yahudi Medinah yang kemudian kian keras hati mereka seolah-olah menjadi batu, bahkan lebih keras lagi. Ayat ini selanjutnya mengatakan bahwa, sekalipun benda-benda mati seperti batu ada suatu kegunaannya tetapi orang-orang Yahudi telah menjadi demikian rusak sehingga, mereka jauh daripada berbuat suatu kebajikan karena niat menjadi orang baik, malahan mereka tidak mau berbuat sesuatu yang dapat disebut kebajikan sekalipun tanpa disengaja. Mereka telah menjadi lebih buruk dari batu sebab dari batu pun adakalanya keluar air yang orang dapat meraih faedah darinya.

112. Pernyataan itu tidak mengena kepada seluruh bangsa Yahudi; sebab, tidak syak lagi, ada beberapa orang Yahudi yang hatinya dicekam oleh rasa takut kepada Tuhan. Mengenai orang-orang itu Alquran mengatakan : di antaranya (yaitu di antara hati) ada yang jatuh tersungkur karena takut kepada Allah, kata ganti ha di sini pengganti qulub (hati) dan bukan sebagai ganti hajar (batu). Alquran mengandung beberapa contoh dari apa yang disebut intisyar al-dama’ir, yaitu, kata-kata ganti serupa yang terdapat dalam ayat itu menggantikan berbagai kata benda (48 : 10).

113. Ayat ini menyebut satu golongan Yahudi lain yang senantiasa berbuat munafik. Bila mereka berbaur dengan orang-orang Islam mereka mengiakan saja karena tujuan-tujuan duniawi dengan membenarkan nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab mereka mengenai Rasulullah s.a.w. Tetapi bila mereka itu berbaur dengan kaumnya sendiri, anggauta-anggauta masyarakat lainnya biasanya menyesali mereka, karena mereka memberi penerangan kepada kaum Muslim tentang apa-apa yang telah diwahyukan Tuhan kepada mereka, yaitu untuk membuat kaum Muslim mengetahui nubuatan-nubuatan tentang Rasulullah s.a.w. yang terdapat dalam Kitab-kitab Suci mereka sendiri.

113A. Ummiyyun, berarti, mereka yang tidak mengetahui suatu Kitab wahyu. Kata itu jamak dari ummiy yang berarti orang yang tidak dapat membaca atau menulis.

114. Ada orang-orang Yahudi yang menyusun kitab-kitab atau bagian-bagiannya dan kemudian mengemukakannya sebagai Kalamullah. Perbuatan buruk itu telah biasa pada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, di samping Kitab-kitab Bible ada sejumlah kitab yang dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai diwahyukan, sehingga sekarang menjadi tidak mungkin membedakan Kitab-kitab Wahyu dari kitab yang bukan-wahyu.

115. Sesudah memaparkan beberapa perbuatan buruk orang-orang Yahudi, Alquran lebih lanjut menerangkan sebab pokok dari kesombongan dan kekerasan hati mereka. Perbuatan buruk di pihak Yahudi itu, demikian ditegaskan oleh Alquran, adalah disebabkan oleh anggapan keliru bahwa, mereka kebal terhadap siksaan (Yew. Enc. pada kata “Gehenna”), atau bila mereka itu pun akhirnya kena siksa juga, siksaan itu akan sangat ringan dan sangat pendek waktu berlakunya. Pada zaman Rasulullah s.a.w. satu golongan Yahudi menyangka bahwa siksaan mereka berlaku lebih dari empat puluh hari. Orang-orang lain menguranginya hingga tujuh hari (Jarir pada 2 : 81). “Telah menjadi pendapat umum yang diterima di kalangan orang-orang Yahudi pada waktu ini bahwa, tiada seorang pun (dari kalangan orang-orang Yahudi), biar bagaimana pun jahatnya, atau dari mazhab mana pun, akan tinggal di neraka lebih dari sebelas bulan atau paling lama satu tahun, kecuali Dathan dan Abiram dan orang-orang atheis (dari antara orang-orang Yahudi) yang akan disiksa di sana untuk selama-lamanya” (Sale).

116. Ayat ini tidak tertuju kepada suatu janji khusus, melainkan kepada janji umum yang memerintahkan orang-orang Yahudi meninggalkan kejahatan yang telah merajalela di tengah mereka pada saat itu, dan menjalani kehidupan yang baik (Keluaran 20 : 3-6, 12; Lewi 19 : 17, 18; Zabur 3 : 27, 28, 30; Ulangan 6 : 13 dan 14 : 29). Dalam ayat ini seperti juga di tiap tempat dalam Alquran, susunan kata-katanya mengikuti tertib yang seksama dan wajar menurut kadar pentingnya perbuatan-perbuatan yang dituturkannya.

117. Yang diisyaratkan mungkin perjanjian antara Rasulullah s.a.w. dengan kaum Yahudi Medinah, yaitu, kedua pihak berjanji untuk tolong-menolong dalam melawan musuh bersama dan segala perselisihan akan disampaikan kepada Rasulullah s.a.w. untuk mendapat keputusan (Muir’s “Life of Mohammad” dan Sirat oleh Hadhrat Mirza Basyir Ahmad M.A.).

118. Di zaman Rasulullah s.a.w. di Medinah tinggal tiga suku bangsa Yahudi: Banu Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraizhah; dan dua suku musyrik: Aus dan Khazraj. Dua dari suku Yahudi itu, Banu Qainuqa dan Banu Quraizhah, berpihak kepada Aus; dan Banu Nadhir kepada Khazraj. Jadi saat suku-suku musyrik itu sedang berada dalam keadaan perang satu sama lain, suku-suku Yahudi itu dengan sendirinya terlibat. Tetapi, bila di waktu perang ada orang-orang Yahudi yang ditawan oleh orang-orang musyrik, golongan Yahudi akan mengumpulkan uang dengan memungut iuran dan menebus mereka. Mereka memandang tidak pantas untuk seorang Yahudi berada dalam perbudakan orang bukan-Yahudi. Alquran menentang kebiasaan itu dengan mengatakan bahwa agama mereka bukan saja melarang memperbudak orang-orang Yahudi, tetapi juga melarang saling memerangi dan bunuh-membunuh yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Tiada yang lebih buruk daripada menerima sebahagian dari Kitab Suci dan menolak sebahagian yang lainnya, karena bila seseorang menerima sebagian dari suatu Kitab Suci, maka hal itu menjadi bukti akan kenyataan bahwa orang itu meyakini kebenaran seluruhnya. Jadi penolakan sebagian, merupakan bukti yang nyata mengenai pikiran sesat. Untuk larangan perbudakan orang-orang Yahudi, lihat Lewi 25 : 39-43, 47-49, 54-55 Neh. 5 : 8.

119. Sudah lazim dipercayai bahwa nama lain dari Malaikat Jibril itu ialah Rohulkudus (Jarir dan Katsir). Rohulkudus berarti pula Firman Allah yang suci atau penuh berkat.

120. Ayat ini berarti bahwa orang-orang Yahudi biasa membukakan kepada orang-orang musyrik Arab, kenyataan bahwa, ada nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab Suci mereka tentang kedatangan seorang Nabi yang akan menyebarkan kebenaran ke seluruh dunia (Ulangan 18 : 18 dan 28 : 1-2). Tetapi, ketika Nabi itu sungguh-sungguh muncul, bahkan orang-orang dari antara mereka yang telah melihat Tanda-tanda dari Tuhan menjadi sempurna dalam diri beliau, mereka berpaling dari beliau, atau mungkin pula artinya bahwa, sebelum diutusnya Rasulullah s.a.w. orang-orang Yahudi biasa mendoa dengan khusuk kepada Tuhan, agar membangkitkan seorang nabi yang akan menyebabkan agama yang benar itu menang terhadap agama-agama palsu (Hisyam, 1, 150). Tetapi, ketika Nabi yang untuknya mereka terus-terus mendoa itu, sungguh-sungguh datang dan keunggulan kebenaran di atas kepalsuan mulai nampak, mereka menampiknya dan sebagai akibatnya penampikan itu menimpakan atas mereka laknat Tuhan.

121. Lihat catatan no. 105.

121A. Kata-kata itu berarti bahwa mereka dengan amal perbuatannya menolak untuk taat. Untuk arti kata qaala lihatlah catatan no. 57.

122. Ungkapan, Usyriba fi qalbihi hubbu fulaanin, berarti, cinta orang itu meresap ke dalam hatinya (Aqrab). Kata itu dipakai begitu, karena cinta itu bagaikan alkohol yang memabukkan orang yang mempergunakannya. Kata-kata yang dipakai pada ayat ini berarti, cinta kepada anak lembu itu, telah meresap ke dalam hati mereka.

122A. Artinya ialah bahwa jika orang-orang Yahudi telah yakin bahwa mereka itu dibenarkan dalam pengakuan mereka bahwa, Tuhan akan menganugerahkan rahmat-Nya hanya kepada mereka dan kalau pengakuan Rasulullah s.a.w. itu palsu, maka mereka itu harus memohonkan kematian dan kebinasaan atas si pendusta.

122B. Orang-orang musyrik tidak begitu lekat ikatan mereka kepada kehidupan alam sekarang ini ketimbang orang-orang Yahudi karena, beda dari kaum Yahudi, mereka tak beriman kepada kehidupan sesudah mati dan oleh karena itu tidak punya rasa takut akan siksaan sesuah mati.

123. Jibril itu kata majemuk dari jabr dan il, dan berarti, orang-Tuhan yang gagah berani, atau abdi-Allah. Jabr yang dalam bahasa Ibrani geber berarti, khadim; dan il berarti, yang gagah-perkasa, kuat (Hebrew English-Lexicon) oleh William Geseneus; (Bukhari, bab Tafsir; dan Aqrab). Menurut Ibn ‘Abbas nama lain dari Jibril ialah Abdullah (Jarir). Jibril sebagai penghulu di antara para malaikat (Mantsur) itu adalah, pembawa Wahyu Alquran. Lihat Edisi Besar Tafsir dalam bahasa Inggris. Menurut para ahli tafsir Alquran Jibril itu searti dengan Ruhul Qudus (Rohulkudus) dan Ruh-ul-Amin. Menurut Bible juga, tugas Jibril itu menyampaikan Amanat Tuhan kepada hamba-hamba-Nya (Dan. 8 : 16; 9 : 21 dan Lukas 1 : 19). Alquran, seperti ditegaskan oleh ayat ini, menetapkan tugas yang sama kepada Jibril. Tetapi, dalam tulisan-tulisan Yahudi masa kemudian, ia dilukiskan sebagai “malaikat api dan guntur” (Enc. Bib. pada Gabriel). Pada zaman Rasulullah s.a.w. orang-orang Yahudi menganggap Jibril sebagai musuh dan sebagai malaikat peperangan, malapetaka, dan penderitaan (Jarir dan Musnad).

124. Mikal (Mikail) pun salah seorang dari malaikat penghulu. Kata itu dipandang sebagai paduan dari mik dan il, yang berarti, siapa yang seperti Tuhan, artinya tiada sesuatu seperti Tuhan (Yew. Enc. dan Bukhari). Orang-orang Yahudi memandang Mikail sebagai malaikat yang paling mereka sukai (Yew. Enc). Dan sebagai malaikat keamanan dan kelimpahan, hujan dan tumbuh-tumbuhan (Katsir) dan dianggap mempunyai pertalian, terutama dengan pekerjaan pemeliharaan dunia.

125. Malaikat-malaikat merupakan mata rantai penting dalam silsilah kerohanian dan barangsiapa memutuskan sekali pun hanya satu mata rantai rohani atau menampakkan maksud buruk terhadap salah satu unit tatanan rohani itu, pada hakikatnya, ia memutuskan perhubungannya dengan seluruh tatanan itu. Seorang yang demikian memahrumkan (menjauhkan, memiskinkan) diri dari rahmat dan karunia yang dianugerahkan kepada hamba-hamba Allah yang benar, dan menjadikan dirinya layak menerima siksaan yang ditetapkan bagi pelanggar-pelanggar.

126. Talautu-hu berarti, saya mengikut dia (Lane).

127. ‘Ala membawakan arti fi, artinya “dalam” atau “sewaktu” dan “terhadap” (Mughni). Kata depan ini dipakai juga dalam Quran dalam arti “sesuai dengan” (2:113); sebagai menunjuk kepada sebab (2:186); dalam arti fi (28:16) dan min (dari) (83:3). Tala’alaihi berarti pula, ia berdusta terhadap dia (Taj, Muhith, dan Radhi).

128. Sihr berarti, akal licik, dursila; sihir; mengadakan apa-apa yang palsu dalam bentuk kebenaran; setiap kejadian yang sebab-sebabnya tersembunyi, dan disangka lain dari kenyataannya (Lane). Jadi setiap kepalsuan, penipuan atau akal licik yang dimaksudkan untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari penglihatan orang, adalah termasuk sihir juga.

129. Kata “dua malaikat” di sini maksudnya dua orang suci (12:32), sebab kedua malaikat itu di sini diterangkan sebagai mengajar sesuatu kepada orang banyak, padahal malaikat itu tidak pernah tinggal bersama manusia dan tidak bergaul bebas dengan mereka (17:95; 21:8).

130. Harut dan Marut itu keduanya nama sifat; yang pertama berasal dari harata (ialah, merobek — Aqrab) berarti, orang merobek, dan yang kedua berasal dari marata (artinya, ia memecahkan) berarti, orang yang memecahkan. Nama-nama itu mengandung arti bahwa tujuan munculnya orang-orang suci itu ialah, untuk “merobek” dan “memecahkan” kemegahan dan kekuasaan kerajaan musuh-musuh kaum Bani Israil. Orang-orang suci ini menerangkan kepada anggota-anggota baru, pada waktu upacara pelantikan bahwa mereka itu semacam percobaan dari Tuhan untuk maksud memisahkan antara yang baik dan yang buruk. Mereka membatasi keanggotaan perkumpulan mereka hanya pada kaum pria. Ayat itu berarti bahwa orang-orang Yahudi pada masa Rasulullah s.a.w. ikut-ikutan dalam rencana dan perbuatan jahat yang sama, seperti halnya yang menjadi ciri nenek moyang mereka di zaman Nabi Sulaiman a.s. Dikatakan selanjutnya bahwa perusuh-perusuh di zaman Nabi Sulaiman a.s. adalah pemberontak-pemberontak yang menuduh beliau sebagai orang kafir. Ayat ini membersihkan Nabi Sulaiman a.s. dari tuduhan kekafiran. Ditambahkannya bahwa perusuh-perusuh di zaman Nabi Sulaiman a.s. itu mengajarkan kepada rekan-rekan mereka sandi-sandi (lambang-lambang) yang menyampaikan arti yang sama sekali berbeda, dari arti yang umumnya dipahami dengan tujuan menipu orang dan menyembunyikan maksud sebenarnya. Ayat ini mengisyaratkan kepada sekongkol rahasia yang dilancarkan musuh-musuh Nabi Sulaiman a.s. terhadap beliau. Dengan jalan itu mereka berusaha menghancurkan kerajaannya. Hal itu mengandung arti bahwa orang-orang Yahudi Medinah sekarang mempergunakan pula siasat kotor yang sama, terhadap Rasulullah s.a.w. tetapi mereka tidak akan berhasil dalam rencana-rencana jahatnya itu.

130A. Ketika orang-orang Yahudi menyaksikan kekuasaan Islam terus-menerus meluas dan perlawanan terhadap Islam di tanah Arab telah dihancurkan sepenuhnya, lagi mereka tidak dapat menghentikan atau memperlambat kemajuannya, mereka mulai menghasut orang-orang luar melawan Islam. Karena ditindas dan dianiaya oleh penguasa-penguasa kerajaan Kristen, mereka mencari perlindungan di Persia dan memindahkan pusat agama mereka dari Yehuda ke Babil (Hutchison’s of Nation’s, halaman 550). Berangsur-angsur mereka mulai memasukkan pengaruh besarnya ke dalam istana raja-raja Persia dan mulai membuat komplotan terhadap Islam.

Ketika Khusru II menerima surat dari Rasulullah s.a.w. mengajaknya agar menerima Islam, mereka berhasil menghasutnya supaya mengirimkan perintah kepada Badhan, Gubernur Yaman, yang pada masa itu merupakan propinsi Persia, agar menangkap dan mengirimkan Rasulullah s.a.w. sebagai tawanan dengan dirantai ke istana Persia. Kepada komplotan-komplotan dan sekongkol orang-orang Yahudi di zaman Rasulullah s.a.w. itulah ayat ini menunjuk. Perhatian mereka ditarik kepada kenyataan bahwa nenek moyang mereka pun telah melancarkan komplotan pertama-tama terhadap Nabi Sulaiman a.s., ketika beberapa anggota masyarakatnya telah mendirikan perkumpulan-perkumpulan melawan beliau. Di dalam perkumpulan-perkumpulan itu diajarkan lambang-lambang dan sandi-sandi rahasia (1 Raja-raja 11 : 29-32; 1. Raja-raja 11 : 14, 23, 26; II Tawarich 10 : 2-4). Kejadian kedua ketika mereka menghidupkan kembali perkumpulan-perkumpulan rahasia ialah pada waktu mereka masih dalam tawanan di Babil pada zaman Raja Nebukadnezar. Orang-orang suci yang disinggung dalam ayat ini ialah Nabi Hijai, dan Zakaria bin Ido (Ezra 5 : 1). Orang-orang suci itu membatasi keanggotaannya pada kaum pria, dan menerangkan kepada para anggota baru pada waktu upacara pelantikan bahwa mereka itu semacam cobaan dari Tuhan, dan bahwa oleh karena itu kaum Bani Israil hendaknya jangan mengingkari apa-apa yang dikatakan mereka. Ketika kekuasaan Cyrus, raja Media dan Persia, bangkit orang-orang Bani Israil mengadakan perjanjian rahasia dengan beliau. Hal demikian sangat mempermudah untuk mengalahkan Babil. Sebagai imbalan atas jasa itu, Cyrus bukan saja mengizinkan mereka kembali ke Yeruzalem, tetapi membantu mereka pula dalam pembangunan kembali Rumah Peribadatan Nabi Sulaiman a.s. (Historians’ History of the World, ii 126). Ayat ini mengisyaratkan bahwa upaya-upaya kaum Yahudi pada dua peristiwa yang telah lewat itu telah membawa hasil-hasil berlainan. Pada peristiwa pertama, komplotan mereka bertujuan untuk melawan Nabi Sulaiman a.s. dan disudahi dengan kehilangan seluruh kewibawaan dan akhirnya mereka dibuang ke Babil. Pada peristiwa kedua mereka mengambil cara-cara yang sama, di bawah pimpinan dua wujud yang mendapat wahyu, dan mereka berhasil gilang-gemilang. Maka untuk menegaskan bahwa, apakah kegiatan kaum Yahudi terhadap Rasulullah s.a.w. akan menemui kegagalan seperti dialami mereka di masa Nabi Sulaiman a.s., ataukah akan berhasil seperti di Babil; maka Alquran menyatakan: mereka ini (musuh-musuh Rasulullah s.a.w) belajar hal yang mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak bermanfaat bagi mereka, mengisyaratkan bahwa mereka tidak akan berhasil seperti nenek-moyang mereka di Babil.

131. Ra’ina termasuk ukuran mufa’alah, yang pada umumnya membawa arti timbal-balik, menyatakan dua pihak yang bermartabat hampir setara dan dapat berarti “hargailah kami sehingga kami pun akan menghargai kamu.” Atau karena diambil dari akar kata ra’in yang berarti: orang tolol atau angkuh, kata itu berarti: “Hai tolol” atau “Hai orang angkuh.” Karena ungkapan ini mengandung sikap tidak hormat terhadap Rasulullah s.a.w., Tuhan melarang orang-orang Muslim untuk memakai kata-kata demikian dan menasihatkan mereka agar memakai kata-kata hormat dan sopan dan tidak samar-samar seperti kata unzhurna yang berarti “tunggulah kami.”

Sesudah menerangkan hubungan rahasia yang diadakan oleh kaum Yahudi Arab dengan orang-orang luar untuk meruntuhkan tugas suci Rasulullah s.a.w., Alquran selanjutnya menggambarkan dalam ayat ini, siasat jahat mereka untuk merendahkan Rasulullah s.a.w. dan menanam bibit perpecahan serta kekacauan di antara kaum Muslim ini. Contoh yang nampak remeh telah dipilih untuk menegaskan kenyataan bahwa, mengenai semangat sesuatu kaum kadang-kadang hal yang sangat kecil membawa akibat berbahaya yang melumpuhkan semangat, disiplin, dan hormat mereka kepada yang berkuasa.

131A. Ayah berarti, pesan, tanda, perintah atau ayat Alquran (Lane).

132. Ada kekeliruan dalam mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa, beberapa ayat Alquran telah dimansukhkan (tidak berarti lagi). Kesimpulan itu jelas salah dan tidak beralasan. Tiada sesuatu dalam ayat ini yang menunjukkan bahwa, kata ayah itu maksudnya ayat-ayat Alquran. Dalam ayat sebelum dan sesudahnya telah disinggung mengenai Ahlulkitab dan keirian mereka terhadap Wahyu baru yang menunjukkan bahwa ayah yang disebut dalam ayat ini sebagai mansukh, menunjuk kepada Wahyu-wahyu terdahulu. Dijelaskan bahwa Kitab Suci terdahulu mengandung dua macam perintah: (a) yang menghendaki penghapusan karena keadaan sudah berubah dan karena keuniversilan Wahyu baru itu, menghendaki penghapusan; (b) yang mengandung kebenaran kekal-abadi, atau memerlukan penyegaran kembali sehingga orang dapat diingatkan kembali akan kebenaran yang terlupakan. Maka oleh karena itu, perlu sekali menghapuskan bagian-bagian tertentu Kitab-kitab Suci itu dan mengganti dengan perintah-perintah baru dan pula menegakkan kembali perintah-perintah yang sudah hilang. Maka, Tuhan menghapuskan beberapa bagian Wahyu-wahyu terdahulu, menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, dan di samping itu memasukkan lagi bagian-bagian yang hilang dengan yang sama. Itulah arti yang sesuai dan cocok dengan konteks (letak) ayat ini dan dengan jiwa umum ajaran Alquran.

Alquran telah menghapuskan semua Kitab Suci sebelumnya; sebab — mengingat keadaan umat manusia telah berubah — Alquran membawa syariat baru yang bukan saja lebih baik daripada semua syariat lama, tetapi ditujukan pula kepada seluruh umat manusia dari semua zaman. Ajaran yang lebih rendah dengan lingkup tugas yang terbatas harus memberikan tempatnya kepada ajaran yang lebih baik dan lebih tinggi dengan lingkup tugas universal.

Dalam ayat ini kata nansakh (Kami menghapuskan) bertalian dengan kata bi-khairin (yang lebih baik), dan kata nunsiha (Kami biarkan terlupakan) bertalian dengan kata bi-mitslihaa (yang semisalnya), maksudnya bahwa jika Tuhan menghapuskan sesuatu maka Dia menggantikannya dengan yang lebih baik; dan bila untuk sementara waktu Dia membiarkan sesuatu dilupakan orang, Dia menghidupkannya kembali pada waktu yang lain. Diakui oleh ulama-ulama Yahudi sendiri bahwa sesudah bangsa Yahudi diangkut sebagai tawanan ke Babil oleh Nebukadnezar, seluruh Taurat (lima Kitab Nabi Musa a.s.) telah hilang (Enc. Bib).

133. Ayat ini menyebut siasat licik lain yang dijalankan oleh orang-orang Yahudi untuk menumbangkan missi Rasulullah s.a.w. Mereka mengajukan kepada beliau pertanyaan-pertanyaan ganjil lagi tolol dan tak ada hubungannya dengan agama. Mereka berbuat demikian untuk menulari jiwa orang-orang Islam dengan kesukaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tolol sehingga menodai rasa hormat terhadap agama dan supaya orang-orang Islam menjadi was-was.

134. Orang-orang Yahudi dan Kristen kedua-duanya berhayal kosong bahwa hanya orang Yahudi atau Kristen saja yang dapat meraih najat (keselamatan).

135. Wajh berarti, muka (wajah); benda itu sendiri; tujuan dan motif; perbuatan atau tindakan yang kepadanya seseorang menujukan perhatian; jalan yang diinginkan, anugerah atau kebaikan (Aqrab).

Ayat ini memberi isyarat kepada ketiga taraf penting ketakwaan sempurna, ialah, fana (menghilangkan diri); baqa (kelahiran kembali); dan liqa (memanunggal dengan Tuhan). Kata-kata “menyerahkan dirinya kepada Allah” berarti, segala kekuatan dan anggota tubuh kita, dan apa-apa yang menjadi bagian diri kita, hendaknya diserahkan kepada Tuhan seutuhnya dan dibaktikan kepada-Nya. Keadaan itu dikenal sebagai fana atau kematian yang harus ditimpakan seorang Muslim atas dirinya sendiri. Anak-kalimat kedua “dan ia berbuat kebajikan” menunjuk kepada keadaan baqa atau kelahiran kembali, sebab bila seseorang telah melenyapkan dirinya dalam cinta Ilahi dan segala tujuan serta keinginan duniawi telah lenyap, maka ia seolah-olah dianugerahi kehidupan baru, yang dapat disebut baqa atau kelahiran kembali. Maka ia hidup untuk Tuhan dan bakti kepada umat manusia. Kata-kata penutup menjelaskan taraf kebaikan ketiga dan tertinggi — taraf liqa atau memanunggal (menyatu) dengan Tuhan, yang disebut pula “jiwa yang tenteram” atau nafs muthma’innah dalam Alquran (89 : 28).

136. Syai’ berarti, sesuatu; sesuatu yang baik; kepentingan; apa yang dihendaki (Lane). Tiada yang lebih asing di dalam jiwa Islam daripada perlawanan terhadap kebenaran. Islam mengajarkan bahwa semua agama mempunyai kebenaran-kebenaran tertentu dan suatu agama disebut benar, tidak karena memonopoli kebenaran, melainkan karena mempunyai segala kebenaran dan bebas dari segala bentuk ketidakbenaran. Sambil mengatakan tentang dirinya agama yang sempurna dan lengkap, Islam dengan terus terang mengakui kebenaran dan kebaikan-kebaikan yang dimiliki oleh agama-agama lain.

137. Ayat ini merupakan tudingan keras terhadap mereka yang membawa perbedaan-perbedaan agama mereka sampai ke titik runcing, sehingga malahan tidak segan-segan merusak atau menodai tempat-tempat beribadah milik agama-agama lain. Mereka menghalang-halangi orang menyembah Tuhan di tempat-tempat suci mereka sendiri dan malahan bertindak begitu jauh, hingga membinasakan rumah-rumah ibadah mereka. Tindakan kekerasan demikian di sini dicela dengan kata-kata keras dan di samping itu ditekankan ajaran toleransi dan berpandangan luas.

Alquran mengakui adanya kebebasan dan hak yang tidak dibatasinya bagi semua orang untuk menyembah Tuhan di tempat ibadah; sebab, kuil, gereja atau masjid adalah tempat yang dibuat untuk beribadah kepada Tuhan, sedangkan orang yang menghalangi orang lain beibadah kepada Tuhan dalam tempat itu, pada hakikatnya telah membantu kehancuran dan kebinasaan tempat itu.

138. Ayat ini mengandung nubuatan bahwa Islam akan menyebar luas, mula-mula ke timur dan kemudian di akhir zaman, Islam lambat-laun akan merembes ke barat.

139. Kata “anak Tuhan” dipergunakan secara tamsilan dalam kepustakaan agama Yahudi dengan artian “hamba Tuhan yang tercinta” atau “seorang nabi,” lalu kemudian hari menjadi mengandung arti harfiah (Lukas 20 : 36; Matius 5: 9, 45, 48; Ulangan 14 : 1; Keluaran 4 : 22; Gal. 3 : 26; dan sebagainya). Jika Tuhan mempunyai anak, maka Tuhan pasti dikuasai oleh nafsu dan memerlukan istri dan dapat terbagi, sebab anak merupakan bagian tubuh ayahnya. Pula, Tuhan harus tunduk kepada hukum mati, sebab mempunyai keturunan sebagaimana terkandung dalam penisbahan seorang anak kepada Tuhan, merupakan ciri khas wujud-wujud yang dapat binasa. Islam menolak semua paham serupa itu sebab, menurut Islam, Tuhan itu Maha Suci, bebas dari segala kekurangan atau cacat.

140. Sifat ini bukan saja menentang dogma agama Kristen tentang ketuhanan Isa, tetapi juga dengan jitu menolak teori agama Hindu bahwa, roh dan benda itu azali (tidak ada permulaannya) dan kekal : (1) Tuhan itu Pencipta semua langit dan bumi, yang berarti bahwa Dia tidak memerlukan pertolongan anak atau siapa pun untuk menjadikan alam semesta. (2) Tuhan itu Yang menyebabkan terjadinya alam semesta, artinya, Dia menjadikan segala sesuatu dari serba tiada, tanpa contoh yang telah ada sebelumnya, dan tanpa bahan yang telah ada sebelumnya. (3) Dia Maha Kuasa, artinya bila Dia menetapkan sesuatu hal atau benda harus berwujud, maka hal atau benda itu berwujudlah sesuai dengan perintah dan rencana Tuhan. Ayat ini tidak seharusnya berarti seperti kadang-kadang dengan keliru, disangka orang bahwa bila Tuhan menetapkan sesuatu zat harus berwujud, maka berwujudlah zat itu dengan tiba-tiba. Apa yang dimaksudkan ialah, bila Tuhan menakdirkan sesuatu zat, tiada yang dapat merintangi takdir Tuhan.

141. Perlu diperhatikan bahwa bila orang-orang tak beriman disebutkan menuntut Tanda, kata “Tanda” itu berarti, Tanda menurut keinginan mereka atau Tanda azab (21 : 6; 6 : 38; 13 : 28; 20 : 134, 135; 29 : 51).

142. Kata-kata itu mengisyaratkan kepada kaum Muslimin dan bukan kepada kaum Yahudi dan Kristen, sebab orang-orang Muslim itulah pengikut Alquran yang benar dan patuh dan bukan orang-orang Yahudi atau Kristen yang menolak beriman kepadanya dan telah menolaknya dengan alasan, bahwa Alquran itu bikin-bikinan belaka (Qatadah). Arti yatluna ini didukung oleh Ibn ‘Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Atha, dan Ikrimah.

142A. Ibtila’ (cobaan) mengandung dua hal: (a) pengkajian kedudukan atau keadaan obyeknya dan menjadi kenal dengan apa-apa yang sebelumnya tidak diketahui mengenai keadaan obyek itu; (b) menampakkan kebaikan atau keburukan obyek itu (Lane).

142B. Kalimat itu jamak dari kalimah yang berarti suatu perintah (Mufradat).

143. Imam berarti setiap obyek yang diikuti, baik manusia atau suatu Kitab (Mufradat).

144. Matsabah berarti suatu tempat yang apabila orang mengunjunginya, ia berhak memperoleh pahala; atau, tempat yang sering dikunjungi dan menjadi tempat berkumpul (Mufradat). Ka’bah, menurut beberapa riwayat dan juga diisyaratkan oleh Alquran sendiri, mula-mula didirikan oleh Adam a.s. (3 : 97) dan buat beberapa waktu merupakan pusat peribadatan para keturunannya. Kemudian dalam perjalanan masa umat manusia menjadi terpisah sehingga menjadi berbagai golongan masyarakat dan mengambil pusat-pusat peribadatan yang berbeda.

Kemudian Nabi Ibrahim a.s. mendirikannya lagi, dan tempat itu tetap menjadi pusat ibadah untuk keturunannya dengan perantaraan puteranya, Ismail a.s. Dengan pergantian waktu, tempat itu secara alamiah (praktis) diubah menjadi tempat berhala yang jumlahnya sebanyak 360 — hampir sama dengan jumlah hari dalam satu tahun. Tetapi, pada kedatangan Rasulullah s.a.w., tempat itu dijadikan lagi pusat beribadah segala bangsa, karena Rasulullah s.a.w. diutus sebagai Rasul kepada seluruh umat manusia untuk mempersatukan mereka yang telah cerai-berai sesudah Adam a.s., menjadi suatu persaudaraan seluruh umat manusia.

145. Ka’bah, dan karenanya, kota Mekkah juga dinyatakan menjadi tempat keamanan dan ketenteraman. Kerajaan-kerajaan yang gagah-perkasa telah runtuh dan daerah-daerah yang membentang luas telah menjadi belantara sejak permulaan sejarah, tetapi keamanan Mekkah secara lahiriah tidak pernah terganggu. Pusat-pusat keagamaan agama-agama lain, tidak pernah menyatakan, dan pada hakikatnya tak pernah menikmati keamanan demikian dan kekebalan terhadap bahaya. Tetapi Mekkah senantiasa merupakan tempat yang aman dan tenteram. Tiada penakluk asing pernah memasukinya. Tempat itu senantiasa tetap ada di tangan mereka yang menjunjung-muliakannya.

146. Apakah Nabi Ibrahim a.s. itu pendiri atau hanya pembangun kembali Ka’bah, merupakan satu masalah yang telah menimbulkan banyak perbantahan. Sementara orang berpendapat bahwa Nabi Ibrahimlah pendiri pertama tempat itu, sedang yang lainnya melacak asal-usulnya sampai Nabi Adam a.s. Alquran (3: 97) dan hadis-hadis shahih membenarkan pendapat bahwa, malahan sebelum pendirian bangunan oleh Nabi Ibrahim a.s. pada tempat itu, telah ada semacam bangunan, tetapi telah menjadi puing-puing dan hanya tinggal bekasnya belaka. Kata al-qawa’id dalam ayat ini menunjukkan bahwa pondasi Baitullah telah ada dan kemudian Nabi Ibrahim a.s. serta Ismail a.s. membangunnya atas pondasi itu. Tambahan pula, doa Nabi Ibrahim a.s. pada saat berpisah dengan putranya Ismail a.s. dan ibunya di Mekkah: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian dari keturunanku di lembah yang tandus dekat Rumah Engkau yang suci” (14 : 38) menunjukkan bahwa Ka’bah telah ada bahkan sebelum Nabi Ibrahim a.s. menempatkan istri dan anak beliau di lembah Mekkah. Hadis pun mendukung pandangan itu (Bukhari). Catatan-catatan sejarah pun memberikan dukungan kepada pendapat bahwa Ka’bah itu sangat tua sekali asal-usulnya. Para ahli sejarah kenamaan dan bahkan sebagian ahli-ahli kritik Islam yang tak bersahabat telah mengakui bahwa Ka’bah itu tempat yang sangat tua dan telah dipandang suci semenjak waktu yang tak dapat diingat. “Diodorus Siculus Sicily (60 sebelum Masehi) dalam menyinggung mengenai daerah yang sekarang dikenal sebagai Hijaz mengatakan bahwa tempat itu sangat dimuliakan oleh bangsa pribumi dan menambahkan, sebuah tempat pemujaan yang sangat tua didirikan di situ dari batu keras ...... yang ke tempat itu datang berbondong-bondong kaum-kaum dari daerah tetangga dari segala penjuru” (Terjemahan ke dalam Bahasa Inggeris oleh C.M. Oldfather, London, 1935, Kitab III, Bab 42 jilid ii, halaman 211-213). “Kata-kata itu tentu mengisyaratkan rumah suci di Mekkah, sebab kita tidak mengenal tempat lain, yang pernah mendapat penghormatan yang meliputi seluruh tanah Arab ........ Tarikh melukiskan Ka’bah sebagai tempat ziarah dari semua bagian tanah Arab semenjak waktu kuno” (Muir, halaman ciii). Lihat Edisi Besar Tafsir bahasa Inggeris, halaman 180 - 182.

147. Ayat ini merupakan ikhtisar dari masalah pokok seluruh Surah yang bukan hanya berisikan pemekarannya saja melainkan pula membahas berbagai pokok dalam urutan yang sama seperti disebut dalam ayat ini, ialah, mula-mula Tanda-tanda, kemudian Kitab, lalu hikmah syariat, dan yang terakhir ialah sarana-sarana untuk kemajuan nasional (Lihat Kata Pengantar Surah ini).

Menarik sekali kiranya untuk diperhatikan di sini bahwa Alquran membicarakan dua doa Nabi Ibrahim a.s. yang terpisah. Pertama tentang keturunan Ishak a.s. dan yang kedua mengenai anak-cucu Ismail a.s. Doa pertama tercantum dalam 2 : 125 dan yang kedua dalam ayat ini. Dalam doanya tentang keturunan Ishak a.s. Nabi Ibrahim a.s. mohon supaya imam-imam atau para mushlih (pembaharu) dibangkitkan dari antara mereka; tetapi, beliau tidak menyebut tugas atau kedudukan istimewa mereka — mereka itu Mushlih-muslih rabbani (Pembaharu-pembaharu) biasa yang akan datang berturut-turut untuk memperbaiki Bani Israil. Tetapi, dalam doanya pada ayat ini beliau memohon kepada Tuhan agar membangkitkan di antara keturunannya, seorang Nabi Besar dengan tugas khusus. Perbedaan ini sungguh merupakan gambaran yang sejati lagi indah sekali tentang kedua cabang keturunan Nabi Ibrahim a.s.

Dengan menyebut kedua doa Nabi Ibrahim a.s. dalam ayat 125 dan 130, Surah ini mengemukakan secara sepintas lalu kenyataan bahwa Nabi Ibrahim a.s. bukan hanya mendoa untuk kesejahteraan Bani Ishak saja, melainkan pula untuk keturunan Bani Ismail a.s., putra sulungnya. Keturunan Nabi Ishak a.s. kehilangan karunia kenabian karena perbuatan-perbuatan jahat mereka. Maka, Nabi yang dijanjikan dan diminta dalam ayat ini harus termasuk keturunan Nabi Ibrahim a.s. yang lain, ialah anak-cucu Ismail a.s. Untuk menegaskan bahwa Nabi yang diharapkan dan dijanjikan itu harus seorang dari Bani Ismail, Alquran dengan sangat tepat menuturkan pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s., dan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s. untuk keturunan putra sulungnya. Terhadap kesimpulan wajar ini para pengecam Kristen pada umumnya mengemukakan dua kecaman : (1) Bahwa Bible tidak menyebut janji Tuhan apa pun kepada Nabi Ibrahim a.s. mengenai Ismail a.s. dan (2) bahwa andaikata diakui bahwa Tuhan sungguh-sungguh telah memberikan suatu janji demikian, maka tiada bukti terhadap kenyataan bahwa Rasul agama Islam adalah keturunan Nabi Ismail a.s.

Adapun tentang keberatan pertama, andaikata pun diperhatikan bahwa Bible tak mengandung nubuatan-nubuatan apa pun mengenai Nabi Ismail a.s., maka hal itu tidaklah berarti bahwa nubuatan demikian tak pernah ada. Tambahan pula, bila kesaksian Bible dapat dianggap membenarkan adanya sesuatu janji mengenai Nabi Ishak a.s. dan putra-putranya, mengapa kesaksian Alquran berkenaan dengan anak cucu Ismail a.s. tak dapat diterima sebagai bukti bahwa janji-janji telah diberikan pula oleh Tuhan kepada Nabi Ismail a.s. dan anak-anaknya. Tetapi, Bible sendiri mengandung penunjukan mengenai kesejahteraan hari depan putra-putra Nabi Ismail a.s. seperti dikandungnya mengenai kesejahteraan putra-putra Nabi Ishak a.s. (Kejadian 16 : 10-12; 17 : 6-10; 17 : 18-20). Pada hakikatnya, janji mengenai Nabi Ismail a.s. pada pokoknya tidak ada perbedaannya dengan janji tentang Nabi Ishak a.s. — kedua mereka akan diberkati, kedua mereka akan hidup subur, keturunan kedua mereka akan berkembang biak amat banyak dan kedua mereka akan dijadikan bangsa-bangsa besar, dan kerajaan serta kedaulatan telah dijanjikan kepada anak keturunan kedua mereka. Maka jika janji kepada kedua saudara itu dalam pokok-pokoknya tidak berbedaan, macam karunia yang dianugerahkan kepada Bani Ishak pun harus pula diakui telah diberikan kepada Bani Ismail. Kenyataan ini telah diakui oleh sebagian para cendekiawan Kristen paling terkemuka (The Scofield Reference Bible, halaman 25).

Sebagai jawaban kepada keberatan kedua bahwa seandainya pun perjanjian itu dianggap meliputi keturunan Ismail, masih harus pula dibuktikan bahwa Rasulullah s.a.w. termasuk Bani Ismail a.s. Butir-butir berikut ini dapat diperhatikan: (1). Kaum Quraisy kabilah Rasulullah s.a.w. berasal, senantiasa percaya dan menyatakan diri sebagai keturunan Nabi Ismail a.s. dan pengakuan itu diakui oleh semua bangsa Arab. (2). Jika pengakuan kaum Quraisy dan juga pengakuan suku-suku Bani Ismail lainnya dari tanah Arab sebagai keturunan Nabi Ismail a.s. itu tidak benar, maka keturunan Nabi Ismail a.s. yang sungguh-sungguh tentu akan membantah pengakuan palsu demikian itu, tetapi setahu orang, keberatan demikian tidak pernah diajukan. (3). Dalam Kejadian 17 : 20 Tuhan telah berjanji akan memberkati Nabi Ismail a.s., melipatgandakan keturunannya, menjadikannya bangsa besar dan ayah dua belas pangeran. Jika bangsa Arab bukan keturunannya, manakah bangsa yang dijanjikan itu? Suku-suku Bani Ismail di tanah Arab sungguh-sungguh merupakan satu-satunya yang mengaku berasal dari Ismail a.s. (4). Menurut Kejadian 21 : 8-14, Siti Hajar terpaksa meninggalkan rumahnya untuk memuaskan rasa angkuh Sarah. Jika beliau tidak dibawa ke Hijaz, di manakah sekarang keturunannya dapat ditemukan dan di manakah tempat pembuangannya? (5). Ahli-ahli ilmu bumi bangsa Arab semuanya sepakat bahwa Faran itu nama yang diberikan kepada bukit-bukit Hijaz (Mu’jam al-Buldan). (6). Menurut Bible, keturunan Nabi Ismail a.s. menghuni wilayah “dari negeri Hawilah sampai ke Syur” (Kejadian 25 : 18), dan kata-kata “dari Hawilah sampai ke Syur” menunjukkan ujung-ujung bertentangan negeri Arab (Bib. Cyc. by J. Eadie, London 1862). (7). Bible menyebut Ismail “seorang bagai hutan lakunya” (Kejadian 16 : 12) dan kata A’rabi (“Penghuni padang pasir”) mengandung arti hampir sama pula. (8). Malahan Paulus mengakui adanya hubungan antara Siti Hajar dengan tanah Arab (Gal. 4 : 25). (9). Kedar itu seorang putra Ismail a.s. dan telah diakui bahwa keturunannya menduduki wilayah selatan tanah Arab (Bib. Cyc: London 1862) (10). Prof. C.C. Torrey mengatakan, “Orang-orang Arab itu Bani Ismail menurut riwayat bangsa Ibrani ....’ Dua belas orang raja’ (Kejadian 17 : 20) yang kemudian disebut dalam Kejadian 25 : 13-15, menggambarkan suku-suku Arab atau daerah-daerah di negeri Arab; perhatikanlah terutama Kedar, Duma (Dumatul Jandal), Teima. Bangsa besar itu ialah penduduk Arab” (Jewish Foundation of Islam, halaman 83). “Orang-orang Arab menurut ciri-ciri jasmani, bahasa, adat kebiasaan asli .... dan dari persaksian Bible umumnya dan pada dasarnya, adalah Bani Ismail” (Cyclopaedia of Biblical Literature, New York, halaman 685). (11). “Marilah kita senantiasa mencela kecenderungan kotor anak-anak Hajar karena terutama kaum (suku) Quraisy, mereka itu serupa dengan binatang” (Leaves from Three Ancient Qur’an, edited by the Rev. Mingana, D.D. Intro. xiii).

148. Berbagai bentuk dari kata safiha, safaha dan safuha mempunyai arti berbedaan; safiha berarti, ia jahil, bodoh atau kurang akal. Jika kata itu dipakai bersama dengan nafsahu, seolah-olah sebagai pelengkapnya seperti dalam ayat ini, kata itu tidak sungguh-sungguh menjadi transitif (berpelengkap), hanya nampaknya saja demikian (Lisan dan Mufradat). Kata-kata itu berarti juga, “Yang telah membinasakan jiwanya sendiri.”

149. Karena tiada saat ditentukan untuk mati, maka orang hendaknya setiap saat menjalani kehidupannya dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ayat ini dapat pula berarti bahwa orang mukmin sejati hendaknya begitu sepenuhnya menyerahkan diri kepada kehendak Ilahi dan meraih keridhaan-Nya begitu sempurna sehingga Tuhan, dengan kemurahan-Nya yang tidak terbatas, akan mengatur demikian rupa sehingga maut akan datang kepadanya pada saat ketika ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya.

150. Nabi Ismail a.s. itu paman Nabi Ya’kub a.s., namun demikian di sini anak-anak nabi Ya’kub a.s. mencakupkan juga Nabi Ismail a.s. di antara “bapak-bapak” mereka; hal itu menunjukkan bahwa kata ab kadang-kadang berarti pula paman. Anak-anak Nabi Ya’kub a.s. — kaum Bani Israil — sangat menghormati Nabi Ismail a.s.

151. “Pada waktu ayah kami Ya’kub meninggal dunia, beliau memanggil kepada duabelas putranya, dan berkata kepada mereka, ‘Dengarlah akan perkataan bapakmu Israil’” (Kejadian 49:2). “Apakah kamu masih mempunyai suatu keraguan dalam hatimu mengenai Yang Suci? Mubaraklah Dia. Mereka berkata, ‘Dengarlah hai Israil, ayah kami, sebagaimana tiada keraguan di dalam hati Anda, demikian pula tiada dalam hati kami. Sebab Junjungan itu Tuhan kami dan Dia Tunggal.’” (Mider Rabbah on Gen. par. 98 & on Deut. par.2). Bandingkan pula Targ. Jer. on Deut. 6:4.

152. Haniif berarti: (1) orang yang berpaling dari kesesatan lalu memilih petunjuk (Mufradat); (2) orang yang dengan tetapnya mengikuti agama yang benar dan tidak pernah menyimpang darinya; (3) orang yang hatinya condong kepada Islam dengan sempurna dan tetap teguh di dalamnya (Lane); (4) orang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. (Aqrab); (5) orang yang beriman kepada semua nabi (Katsir).

153. Kata anak-cucu di sini menunjuk kepada kedua belas suku Bani Israil yang masing-masing disebut menurut nama kedua belas putra Nabi Ya’kub a.s. — Rubin, Simeon, Levi, Yehuda, Isakhar, Zebulon, Yusuf, Benyamin, Dan, Naftali, Gad dan Asyer (Kejadian 35:23-26, 49: 28).

154. Hal itu sungguh menambah semarak keagungan Islam karena Islamlah satu-satunya agama yang mengakui nabi semua bangsa; sedangkan agama-agama lain membatasi kenabian, hanya pada lingkungannya masing-masing. Sewajarnya Alquran hanya menyebut nama nabi-nabi yang dikenal oleh orang-orang Arab saja yang kepadanya pertama-tama ajaran Islam diberikan; tetapi, Alquran membuat pernyataan umum yang maksudnya, “Tiada kaum yang kepadanya tidak pernah diutus seorang Pemberi peringatan” (35:25). Kata-kata, “Kami tidak membedakan seorang di antara mereka” berarti bahwa seorang Muslim tidak membeda-bedakan berbagai nabi dalam hal kenabian. Kata-kata itu hendaknya jangan dianggap mengandung arti bahwa semua nabi itu, taraf kerohaniannya sama. Paham demikian itu bertentangan dengan 2:254.

155. Orang-orang Muslim diperingatkan di sini, jika orang-orang Yahudi dan Kristen sepakat dengan orang-orang Muslim dalam anggapan bahwa agama itu bukan turunan, melainkan sebagai penerimaan atas semua petunjuk wahyu, maka tiada perbedaan yang pokok antara mereka; jika tidak demikian, maka cara berfikir mereka jauh berbeda dan jurang lebar memisahkan mereka, dan tanggung jawab atas perpecahan dan permusuhan yang terjadi sebagai akibatnya, terletak pada kaum Yahudi dan Kristen dan tidak pada kaum Muslim.

156. Shibghah berarti, celup atau warna; macam atau ragam atau sifat sesuatu; agama; peraturan hukum; pembaptisan. Shibghatallah berarti agama Tuhan; sifat yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia (Aqrab). Agama itu disebut demikian karena agama mewarnai manusia seperti celup atau warna mewarnai sesuatu. Shibghah dipakai di sini sebagai pelengkap kata kerja yang mahzuf (tidak disebut karena telah diketahui). Menurut tata bahasa Arab, kadang-kadang bila ada satu kehendak keras untuk membujuk seseorang melakukan sesuatu pekerjaan tertentu, maka kata kerjanya ditinggalkan dan hanya tujuannya saja yang disebut. Maka kata-kata seperti na’khudzu (kami telah mengambil) atau nattabi’u (kami telah mengikuti) dapat dianggap sudah diketahui dan anak kalimat itu akan berarti, “kami telah menerima atau kami telah menganut agama sebagaimana Tuhan menghendaki supaya kami menerima atau mengikutinya.”

157. Kaum Yahudi dan Kristen secara tidak langsung telah diberitahukan, bagaimana keadaan Nabi Ibrahim a.s. dan putra-putra beliau, seperti dinyatakan oleh mereka, keselamatan itu monopoli mereka semata-mata, sebab beliau-beliau hidup, pada masa sebelum Nabi Musa a.s. yaitu ketika agama Yahudi dan Kristen belum berwujud.

158. Kaum Yahudi dan Kristen diperingatkan pula bahwa adanya mereka turunan nabi-nabi Allah tidak ada gunanya bagi mereka. Mereka akan harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sendiri karena tiada orang yang harus memikul beban orang lain (6:165).

159. Dalam beberapa ayat yang sudah lalu, secara khusus telah disinggung kenyataan bahwa, sesuai dengan rencana Ilahi, Nabi Ibrahim a.s. telah menempatkan istri dan putra beliau, yakni Siti Hajar dan Ismail a.s., di Lembah Mekkah yang gundul dan gersang itu. Ketika Ismail a.s. tumbuh dewasa, Hadhrat Ibrahim a.s. mendirikan kembali Ka’bah dengan bantuan putra beliau itu, dan selagi membangun kembali Ka’bah itu beliau mendoa kepada Tuhan agar membangkitkan di antara orang-orang Arab seorang nabi besar yang bakal menjadi Pembimbing dan Pemimpin umat manusia untuk segala masa. Dan pada saat yang telah ditentukan ketika Nabi besar itu muncul, rencana Tuhan Yang Azali mulai bekerja dan Ka’bah dijadikan “kiblat” untuk seluruh umat manusia.

Tetapi ketika berada di Mekkah, Rasulullah s.a.w., sesuai dengan kebiasaan lama beliau dan pula atas perintah Ilahi, menghadapkan wajah beliau ke Baitulmukadas di Yerusalem yang merupakan kiblat para nabi Israil. Di Medinah pun beliau tetap menghadap ke arah Yerusalem. Tetapi, beberapa bulan kemudian beliau diperintahkan oleh Allah s.w.t. supaya menghadapkan wajah beliau ke arah Ka’bah. Hal itu dicela oleh orang-orang Yahudi. Ayat dalam pembahasan ini memberikan jawaban terhadap keberatan mereka, dan pula menjelaskan hikmah perintah untuk mengubah arah kiblat itu. Tetapi, Alquran tidak pernah memberikan sesuatu perintah baru secara serentak. Alquran senantiasa mulai dengan menyediakan dahulu landasan untuk penerimaannya dengan memberikan alasan-alasan yang mendukung perintah itu, dan mencegah serta menjawab keberatan-keberatan yang mungkin timbul terhadap perintah itu. Karena perintah perubahan kiblat itu mungkin akan mengganggu ketenangan dan keseimbangan batin sebagian orang, maka dalam ayat ini landasannya tengah disediakan dengan membuat satu pandangan umum bahwa pemilihan arah tertentu untuk beribadah itu tidak begitu penting. Apa yang penting ialah jiwa ketaatan kepada Tuhan dan semangat kesatuan di antara orang-orang yang beriman. Anak kalimat, Timur dan Barat adalah kepunyaan Allah, menerangkan bahwa pilihan Timur atau Barat itu tak begitu penting dan karena tujuan hakiki adalah hanya Tuhan, maka menetapkan arah tertentu itu terutama sekali dimaksudkan untuk menciptakan rasa persatuan. Ayat ini berarti pula bahwa suatu hari Ka’bah akan jatuh ke tangan kaum Muslim.

160. Al-wasath berarti, menempati kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab). Kata itu dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam 3:111 pun kaum Muslimin disebut kaum terbaik.

161. Kaum Muslimin diperingatkan di sini bahwa tiap-tiap keturunan mereka harus menjaga dan mengawasi keturunan berikutnya. Karena mereka kaum terbaik, mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang diharapkan dari mereka dan berusaha agar setiap keturunan berikutnya pun mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka yang telah menikmati pergaulan suci dengan Rasulullah s.a.w. Jadi, Rasulullah s.a.w. itu harus menjadi penjaga para pengikut beliau yang terdekat sedang mereka pada gilirannya harus menjadi penjaga penerus-penerus mereka dan demikian seterusnya. Kata-kata itu dapat pula berarti bahwa, seperti  telah ditakdirkan, kaum Muslimin akan menjadi pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Tuhan. Dengan demikian kaum-kaum lain akan terpaksa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar. Dengan demikian kaum Muslimin akan menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi orang-orang lain seperti halnya Rasulullah s.a.w. telah menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi mereka.

162. Dari kata-kata itu tampak bahwa Rasulullah s.a.w. telah mengambil Baitulmukadas sebagai kiblat beliau atas perintah Ilahi; tetapi, karena Baitulmukadas itu dimaksudkan oleh Tuhan hanya untuk menjadi kiblat sementara dan kelak akan digantikan Ka’bah yang akan menjadi kiblat untuk seluruh umat manusia sepanjang masa, maka perintah bertalian dengan kiblat sementara itu tidak termasuk dalam Alquran. Hal itu menunjukkan bahwa semua perintah yang sifatnya sementara semacam itu tidak dimasukkan dalam Alquran; hanya perintah-perintah yang bersifat kekal saja yang dimasukkan di dalamnya. Anggapan bahwa ada beberapa ayat dalam Alquran yang sekarang tidak berlaku lagi sama sekali tidak berdasar.

163. Orang-orang Arab itu sangat besar keterikatan mereka kepada Ka’bah, rumah ibadah tertua di Mekkah. Ka’bah adalah tempat peribadatan nasional mereka yang turun temurun semenjak zaman Nabi Ibrahim a.s. Maka merupakan percobaan berat bagi mereka ketika pada zaman permulaan Islam diperintahkan meninggalkan Ka’bah dan digantikannya dengan Baitulmukadas di Yerusalem yang merupakan kiblat para Ahlulkitab (Bukhari dan Jarir). Dan kemudian di Medinah perubahan kiblat dari Baitulmukadas ke Ka’bah merupakan ujian berat bagi kaum Yahudi dan Kristen. Jadi, perubahan itu ternyata merupakan ujian bagi para Ahlulkitab dan kaum Muslimin; begitu pula bagi kaum musyrikin Mekkah.

164. Ketika berada di Mekkah Rasulullah s.a.w., atas perintah Ilahi, menghadapkan wajah beliau di waktu shalat ke arah Baitulmukadas di Yerusalem. Tetapi, oleh karena dalam hati sanubari beliau menginginkan Ka’bah menjadi kiblat beliau dan beliau pun mempunyai semacam firasat bahwa pada akhirnya keinginan beliau akan terkabul, maka beliau senantiasa mengambil tempat shalat yang sekaligus beliau dapat menghadap ke Baitulmukadas dan ke Ka’bah. Tetapi, ketika beliau berhijrah ke Medinah, mengingat letak kota, beliau hanya dapat menghadap ke Baitulmukadas saja. Dengan perubahan kiblat itu keinginan hati beliau yang mendalam itu menjadi lebih mendalam lagi dan, meskipun karena menghargai perintah Tuhan, beliau tidak mendoa bagi perubahan itu tetapi beliau dengan penuh harapan dan keinginan menengadah ke langit menanti perintah mengenai perubahan itu.

165. Nuwalliyannaka berarti juga, “Kami akan menjadikan engkau penguasa dan penjaga.” Ungkapan ini merupakan nubuatan berganda, ialah, bahwa akhirnya Ka’bah akan menjadi kiblat semua orang dan bahwa pemilikan Ka’bah pun akan jatuh ke tangan Rasulullah s.a.w.

166. Kata-kata itu berarti bahwa meskipun dalam keadaan biasa, kaum Muslimin diperintahkan menghadap ke Ka’bah pada waktu shalat, tetapi kepentingan soal arah itu sesungguhnya menempati urutan kedua. Perubahan itu dimaksudkan untuk mengadakan dan memelihara persatuan dan keseragaman dalam persaudaraan umat Islam.

167. Lihatlah Kejadian 21:21; Yahya 4:21; Yesaya 45:13, 14 dan Ulangan 32:2.

168. Ayat ini menunjuk kepada permusuhan orang-orang Yahudi dan Kristen bukan saja terhadap Islam, tetapi pula yang satu terhadap yang lain. Orang-orang Yahudi mempunyai Yerusalem sebagai kiblat mereka (Raja-raja 8:22-30; Daniel 6:10; Zabur 5:7 dan Yunus 2:4); sedangkan kaum Samaria, cabang kaum Yahudi yang dipencilkan dan juga menganut hukum syariat Nabi Musa a.s. telah menetapkan bukit tertentu di Palestina yang disebut Gerizim, sebagai kiblat mereka (Commentary on the New Testament by W. Walsham How D.D). Orang-orang Kristen zaman permulaan mengikuti kiblat kaum Yahudi (Enc. Brit. 14 th. edition, V. 676 dan Jew. Enc. VI, 53). Kaum Kristen dari Najran melakukan kebaktian dalam masjid Rasulullah s.a.w. di Medinah dengan wajah menghadap ke Timur (Zurqani, IV, 41). Jadi kaum Yahudi, kaum Samaria, dan Kristen mengikuti kiblat yang berlainan disebabkan oleh iri hati dan permusuhan satu sama lain. Dalam keadaan demikian sia-sialah mengharapkan mereka akan mengikuti kiblat orang-orang Islam.

169. Kata ganti “nya” (atau dia) dapat dianggap menunjuk kepada perubahan kiblat atau kepada Rasulullah s.a.w. Anak kalimat itu berarti bahwa para Ahlikitab mengetahui atas dasar nubuatan-nubuatan yang terdapat dalam Kitab-kitab Suci mereka bahwa, seorang nabi akan muncul di tengah-tengah orang Arab yang akan mempunyai hubungan istimewa dengan Ka’bah.

170. Ya’rifuna-hu berasal dari arafa yang berarti ia mengetahui atau mengenal atau melihat sesuatu. Meskipun kata itu dipakai pula mengenai ilmu yang diperoleh melalui pancaindra jasmani, kata itu terutama dipakai tentang ilmu yang diperoleh lewat menungan dan tafakur (Mufradat).

171. Ayat yang terdiri atas beberapa perkataan ini mengandung segala unsur untuk mencapai kehidupan yang sukses. Pertama-tama seorang Muslim harus terlebih dahulu menetapkan bagi dirinya suatu tujuan yang pasti. Kemudian ia bukan saja harus mencurahkan seluruh perhatiannya kepada tujuan itu, lalu membanting-tulang untuk mencapainya dan berpacu dengan orang-orang Muslim lainnya dalam semangat perlombaan yang sehat, dan berusaha mendahului mereka; tetapi, hendaknya menolong juga kawan-kawannya yang mungkin tersandung dan bangkit kembali lalu meneruskan perlombaan itu. Kata muwalliihaa berarti pula, “yang dijadikan olehnya berkuasa atas dirinya,” yakni, orang mula-mula menetapkan tujuan dan kemudian menjadikannya faktor yang berpengaruh dalam kehidupannya.

172. Ketika Ka’bah dijadikan kiblat, maka bagi kaum Muslim menjadi sangat penting untuk menguasai Mekkah, tempat Ka’bah itu terletak. Mereka diperintahkan dalam ayat ini agar mengerahkan segala kekuatan mereka untuk merebutnya, dan Rasulullah s.a.w. diperintahkan untuk memusatkan perhatian beliau kepada tujuan itu dalam segala perjuangannya, sebab kharajta berarti pula, ‘Kau berangkat untuk bertempur” (Lane). Kata itu berarti juga bahwa perebutan Mekkah itu merupakan tugas pribadi Rasulullah s.a.w. Tambahan pula, kalau dalam ayat 145 perintah itu adalah berkenaan dengan perubahan kiblat, maka dalam 150-151 perintah itu adalah bertalian dengan perebutan kota Mekkah, masdar khuruj terutama berarti, keluar untuk berperang.

173. Kata-kata itu mengandung arti bahwa Mekkah pada suatu hari pasti akan jatuh ke tangan kaum Muslimin. Perebutan oleh kaum Muslimin telah pula dinubuatkan dalam Alquran dalam 17:81 dan 28:86. Nubuatan yang tersebut dalam Ulangan 33:2 pun telah menjadi genap, ketika Rasulullah s.a.w. memimpin sepuluh ribu orang Muslim masuk ke Mekkah sebagai penakluk.

174. Kaum Muslimin diperintahkan pula agar tidak melupakan tujuan agung mereka, yaitu perebutan kota Mekkah.

175. Kata-kata supaya orang-orang jangan mempunyai alasan terhadap kamu, berarti bahwa bila kaum Muslimin gagal merebut Mekkah maka kecaman dan keberatan akan beralasan diajukan oleh musuh-musuh Islam bahwa Rasulullah s.a.w. tidak memenuhi doa Nabi Ibrahim a.s. (2:130), dan oleh karena itu beliau tidak dapat mendakwakan diri sebagai Nabi yang dijanjikan. Lebih-lebih, Rumah yang kepadanya orang-orang Islam diperintahkan untuk menghadapkan wajah mereka pada waktu salat itu, selain ada di bawah kekuasaan kaum musyrikin Mekkah, penuh dengan berhala-berhala. Andaikata berhala-berhala itu tetap ada di Ka’bah, niscaya kaum Muslimin dapat dituduh menyembah berhala-berhala itu. Keberatan itu hanya dapat dijawab secara jitu bila Rumah Suci yang semenjak semula dibaktikan untuk beribadah kepada Tuhan Yang Tunggal itu telah dibersihkan dari berhala-berhala. Maka perintah yang menetapkan Ka’bah sebagai kiblat untuk menggantikan Baitulmukadas di Yerusalem, dengan sendirinya diikuti oleh perintah mengenai perebutan kota Mekkah.

176. Kata-kata itu berarti bahwa dengan perebutan kota Mekkah rahmat Tuhan kepada kaum Muslimin akan menjadi lengkap; sebab, hal itu berarti penaklukan seluruh Arab dan masuknya ribuan orang ke pangkuan Islam. Hasilnya membenarkan sepenuhnya nubuatan tersebut di atas; sebab, pendudukan kota Mekkah segera diikuti oleh masuknya ribuan orang Arab keharibaan Islam. Alasan lainnya mengapa pendudukan kota Mekkah diikuti oleh berduyun-duyunnya orang-orang Arab masuk Islam ialah, meskipun orang-orang Arab tidak mengikuti salah satu Kitab wahyu, tetapi nubuatan Nabi Ibrahim a.s. — bahwa Mekkah tidak akan diduduki oleh para pengikut seorang nabi palsu dan tiap-tiap kaum yang mencobanya akan menjumpai kehancuran — dikenal oleh mereka. Mereka baru saja melihat gambaran yang menakjubkan tentang sempurnanya nubuatan itu dengan hancur-leburnya penyerang dari Abessinia, Abraha, dan tentaranya yang gagah-perkasa itu.

177. Dengan perubahan sedikit pada urutan kata-katanya, ayat ini menunjuk kepada karya Rasulullah s.a.w. dengan kata-kata yang persis sama dengan doa Nabi Ibrahim a.s. kepada Tuhan, tentang kedatangan seorang Nabi di antara kaum Mekkah (2:130) Hal demikian menampakkan dengan jelas bahwa doa Nabi Ibrahim a.s. itu telah menjadi sempurna dalam wujud Rasulullah s.a.w.

178. Ingat kepada Tuhan dari pihak manusia berarti, mengingat-ingat Dia dengan cinta dan keikhlasan, menjalankan perintah-perintah-Nya, mengenang Sifat-sifat-Nya, memuliakan Dia dan memanjatkan doa kepada Dia. Dan, mengingat akan manusia dari pihak Tuhan mengandung arti, Tuhan menarik manusia ke dekat-Nya, menganugerahkan rahmat-Nya atas dia dan menyediakan bekal untuk kesejahteraannya.

179. Shabr (sabar) berarti, (1) tekun dalam menjalankan sesuatu; (2) memikul kemalangan dengan ketabahan dan tanpa berkeluh-kesah; (3) berpegang teguh kepada syariat dan petunjuk akal; (4) menjauhi perbuatan yang dilarang oleh syariat dan akal (Mufradat).

180. Ayat ini mengandung satu asas yang hebat sekali untuk mencapai keberhasilan. Pertama, seorang Muslim harus tekun dalam usahanya dan sedikit pun tidak boleh berputus asa. Di samping itu ia harus menjauhi apa-apa yang berbahaya dan berpegang teguh kepada segala hal yang baik. Kedua, ia hendaknya mendoa kepada Tuhan untuk keberhasilan; sebab, hanya Tuhan-lah Sumber segala kebaikan. Kata shabr (sabar) mendahului kata shalat dalam ayat ini dengan maksud untuk menekankan pentingnya melaksanakan hukum Tuhan yang terkadang diremehkan karena tidak mengetahui. Lazimnya, doa akan terkabul hanya bila didampingi oleh penggunaan segala sarana yang dijadikan Tuhan untuk mencapai sesuatu tujuan.

181. Ahya itu jamak dari hayy yang antara lain berarti, (1) seseorang dengan amal yang diperbuat selama hidupnya tidak menjadi sia-sia; (2) orang yang kematiannya dituntut balas. Ayat ini mengandung suatu kebenaran agung dari segi ilmu jiwa yang diperkirakan memberikan pengaruh hebat kepada kehidupan dan kemajuan suatu kaum. Suatu kaum yang tidak menghargai pahlawan-pahlawan yang telah syahid secara sepatutnya dan tidak mengambil langkah-langkah untuk melenyapkan rasa takut mati dari hati mereka, sebenarnya telah menutup masa depan mereka sendiri.

182. Ayat ini merupakan kelanjutan yang tepat dari ayat yang mendahuluinya. Kaum Muslimin harus siap-sedia bukan saja mengorbankan jiwa mereka untuk kepentingan Islam tetapi mereka harus juga bersedia menderita segala macam kesedihan yang akan menimpa mereka sebagai cobaan atau ujian.

183. Tuhan adalah Yang Empunya segala yang kita miliki, termasuk diri kita sendiri. Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tak ada batasnya, menganggap tepat untuk mengambil sesuatu dari kita, kita tak punya alasan untuk berkeluh-kesah atau menggerutu. Maka, tiap-tiap kemalangan yang menimpa kita, daripada membuat kita putus asa, sebaliknya hendaknya menjadi dorongan untuk mengadakan usaha yang lebih hebat lagi untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam hidup kita. Jadi, rumusan yang ada dalam ayat ini bukan semata-mata suatu ucapan bertuah belaka, melainkan suatu nasihat yang bijak dan peringatan yang tepat pada waktunya.

184. Ash-shafa dan Al-Marwah itu nama dua buah bukit dekat Ka’bah di Mekkah, sedangkan yang tersebut pertama dari kedua bukit itu adalah yang terdekat. Bukit-bukit itu merupakan kenang-kenangan bagi pengorbanan Siti Hajar yang telah memperlihatkan kesabaran yang hebat dan ketulusan yang luar biasa kepada Tuhan di satu pihak dan kenang-kenangan akan pemeliharaan yang istimewa dari Tuhan kepada beliau dan putranya, Ismail, di pihak lain. Kunjungan ke bukit-bukit itu memberikan kesan mendalam kepada seorang peziarah — kecintaan dan kesetiaan kepada kekuasaan Tuhan.

185. Kata-kata, “barangsiapa berbuat kebaikan dengan kerelaan hati sendiri,” tidak menunjuk kepada ibadah haji yang dalam keadaan tertentu wajib menunaikannya bagi setiap orang Muslim sekali dalam hidupnya, tetapi kepada umrah yang tidak diwajibkan, tetapi nafal hukumnya. Kata-kata itu dapat pula dipandang menunjuk kepada tiap-tiap ibadah haji tambahan, yang seorang Muslim dapat melaksanakannya sesudah ia melaksanakan ibadah haji yang wajib.

186. Keterangan ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang menyem-bunyikan nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab suci mereka mengenai  Rasulullah s.a.w.

187. Karena segala dosa bersumber pada kelemahan iman, ayat ini dengan tepat menunjuk kepada Keesaan Tuhan, yang maksudnya ialah bila orang-orang beriman saja kepada Keesaan Tuhan dan menjauhkan diri dari berbuat syirik, niscaya mereka tidak akan menyimpang dari jalan yang lurus.

188. Alquran mengambil alam semesta seutuhnya untuk membuktikan pokok pembicaraannya. Benda-benda alam bila diambil secara sendiri-sendiri tidak memberi kesaksian yang demikian memastikannya tentang adanya Wujud Tuhan seperti halnya bila seluruh alam semesta diambil secara kolektif. Misalnya, adanya bumi dapat dikatakan berkat kebetulan berhimpunnya atom-atom; dan sebab yang sama dapat dikatakan mengenai asal mulanya matahari dan bulan, dan sebagainya. Tetapi, bila kita memperhatikan seluruh alam sebagai satu kesatuan yang utuh, begitu pula  memperhatikan tertib yang melingkupinya, maka mustahil bagi kita untuk melepaskan diri dari kesimpulan bahwa alam semesta ini terwujud tidak secara kebetulan. Sungguh, keserasian sempurna yang meliputinya benar-benar menunjukkan bahwa seluruh tatanan itu telah dijadikan dan diatur oleh suatu Zat Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Tambahan pula, dengan meletakkan tekanan khusus pada pengkajian gejala-gejala alam, perhatian orang-orang kafir ditarik kepada kenyataan bahwa mereka tak mungkin dapat berharap akan berhasil dalam rencana mereka melawan Rasulullah s.a.w., sebab seluruh alam itu diatur oleh Tuhan dan alam itu sedang bekerja demi kepentingan beliau dan membantu kelancaran tugas beliau.

189. Sementara membicarakan masalah syirik, Alquran mempergunakan empat kata: nidd (seperti atau setara); syarik (sekutu atau serikat); ilah (sembahan); dan rabb (pemelihara). Sementara kata yang disebut pertama hanya dipakai mengenai wujud-wujud sembahan selain dari Tuhan, kata yang kedua dipakai mengenai Tuhan juga. Kata nidd (seperti atau setara) menunjuk kepada wujud yang dianggap sama seperti Tuhan atau setara dengan Tuhan, tetapi adalah bertentangan atau berlawanan dengan Tuhan.

190. Cinta kepada Tuhan itu intisari semua ajaran agama dan tiada agama lain yang telah begitu menekankan cinta kepada Tuhan seperti Islam. Rasulullah s.a.w. begitu fana dalam Tuhan sehingga beliau disebut oleh orang-orang musyrik benar-benar telah jatuh cinta kepada-Nya. Tiada masalah lain yang begitu lengkap dan begitu berulangkali dibahas dalam Alquran seperti keindahan dan kemurahan Tuhan serta Sifat-sifat-Nya yang menimbulkan cinta dan kerinduan yang bergelora-gelora dalam jiwa manusia kepada Zat Yang Maha Agung itu.

191. Ayat ini merupakan peringatan keras kepada mereka yang dengan membabi-buta mengikuti para pemimpin mereka dan oleh karena disesatkan oleh para pemimpin mereka itu, menolak Utusan-utusan Tuhan.

192. Amal saleh harus mendampingi iman sejati. Dengan ayat ini dimulailah pembahasan tentang bagian kedua doa Nabi Ibrahim a.s. berkenaan dengan tugas Nabi yang Dijanjikan itu, ialah, ajaran hukum syariat dan hikmah yang menjadi dasarnya. Kemudian, diberikan peraturan-peraturan tentang shalat, puasa, naik haji, zakat, dan begitu pula hukum-hukum mengenai urusan sosial; dan, karena makanan mengambil peranan penting dalam pembentukan watak manusia, maka peraturan-peraturan tentang itu, lebih dahulu dibicarakan. Semua makanan menurut Islam harus: (1) halal, artinya yang diizinkan oleh syariat, dan (2) harus thayyib pula, artinya, baik, murni, sehat, dan menyenangkan. Di bawah syarat yang kedua kadangkala hal-hal yang halal pun menjadi terlarang.

193. Larangan terhadap mengikuti syaitan segera menyusul perintah mengenai makanan, yang mengisyaratkan kepada pengaruh perbuatan-perbuatan jasmani terhadap keadaan akhlak dan rohani manusia. Penggunaan makanan haram dan tidak sehat dapat merugikan kemampuan akhlak dan merintangi perkembangan rohaninya. Lihat pula 23:52.

194. Syaitan mula-mula mendorong manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak nampak jelas buruknya, sedangkan pengaruhnya hanya terbatas pada pelakunya. Kemudian, selangkah demi selangkah syaitan menjadikannya orang durhaka yang bandel dan menjadikannya kehilangan segala rasa kesopanan.

195. Sungguh ganjil benar, namun demikian amatlah disayangkan, bahwa dalam urusan agama, yang begitu erat hubungannya dengan kehidupannya yang kekal, manusia seringkali puas dengan mengikuti secara membabi-buta jejak orang-orang tuanya. Tetapi, dalam urusan duniawi, yang hanya bertalian dengan kepentingan hidup ini saja dan itu pun hanya sebagian, ia berhati-hati sekali agar ia menempuh jalan yang tepat dan tidak mengikuti orang-orang lain dengan membabi buta.

196. Rasulullah s.a.w. menyampaikan Amanat Tuhan kepada orang-orang kafir. Beliau itu penyeru. Mereka mendengar suara beliau, tetapi tidak berusaha menangkap maknanya. Kata-kata beliau seolah-olah sampai kepada telinga orang tuli dengan berakibat bahwa kemampuan rohani mereka menjadi sama sekali rusak dan martabat mereka jatuh sampai ke taraf keadaan hewan dan binatang buas (7 : 180; 25 : 45) yang hanya mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya.

197. Perintah yang terkandung dalam kata-kata, “makanlah dari antara barang-barang baik, murni, dan sehat (thayyibat),” menunjukkan bahwa orang-orang Islam tidak diizinkan memakan barang-barang yang dapat — dengan jalan apa pun — merusak kesehatan jasmani, akhlak, dan rohani mereka meskipun diperbolehkan oleh syariat.

198. Nama binatang yang kotor ini sendiri mengandung suatu isyarat bahwa dagingnya haram untuk dimakan. Kata itu paduan kata-kata khinz dan ara yang pertama berarti, ‘sangat kotor’ dan yang kedua, “aku lihat;” yaitu, ‘aku lihat binatang itu sangat kotor ...........” Dalam bahasa Hindi binatang itu dikenal dengan nama sur yang persis sama artinya dengan khinzir dalam bahasa Arab, ialah, “aku lihat binatang itu sangat kotor .......” Dalam bahasa Hindi binatang itu dikenal juga sebagai bad yang berarti ‘buruk” atau “kotor” yang mungkin terjemahan dari kata asli bahasa Arab.

199. Itsm berarti sesuatu yang haram, yakni, dosa; sesuatu yang membuat seseorang patut menerima siksaan (Aqrab); tiap sesuatu yang menusuk-nusuk pikiran karena tidak senonoh (Mufradat). Keempat hal yang disebut dalam ayat ini, bukan itu saja yang diharamkan dalam Islam, melainkan Islam melarang pula penggunaan banyak barang lain yang terbagi atas tingkatan dan golongan, beberapa di antaranya “haram” dan lainnya mamnu (terlarang). Ayat ini menyebut hanya “barang-barang yang haram” saja. Barang-barang yang dilarang telah dinyatakan oleh Rasulullah s.a.w. dan disebut dalam hadits. Penggunaan barang-barang yang haram mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangan akhlak manusia, tetapi tak demikian halnya dengan barang-barang mamnu, yang taraf kepentingannya lebih rendah, meskipun keduanya dilarang. Di antara barang-barang yang dinyatakan haram dalam ayat ini, darah dan daging binatang yang berupa bangkai sebagai makanan, nyata-nyata merugikan dan sudah diakui demikian oleh para ahli pengobatan. Daging babi telah terbukti merusak kesehatan akhlak dan rohani manusia di samping merugikan kesehatan jasmaninya. Babi biasa makan kotoran dan gemar sekali tinggal di tempat-tempat kotor. Babi mempunyai kebiasaan tidak senonoh dan menyimpang dalam melampiaskan nafsu kelaminnya. Cacing pita, penyakit kelenjar, kanker, dan trichine, bersarang dikenal lebih banyak terdapat di antara orang-orang pemakan daging babi. Memakan daging babi menyebabkan juga penyakit trichinosis.

200. Kata-kata itu mengandung arti bahwa seperti api tak dapat melenyapkan haus, tetapi malahan memperhebatnya begitu pula barang-barang duniawi tidak dapat mendatangkan ketenteraman pikiran dan kepuasan, bahkan sebaliknya.

201. Kata-kata itu berarti bahwa orang-orang kafir seakan-akan mempunyai ketabahan yang besar untuk menanggung api neraka. Kata-kata itu dipakai sebagai sindiran.

202. ‘Ala hubbihi berarti, (1) demi cinta kepada Tuhan; (2) meskipun adanya cinta kepada uang.

202A. Al-ba’sa’ dan al-ba’s itu keduanya berasal dari ba’usa dan ba’isa, yaitu ia kuat dan gagah-berani atau ia menjadi kuat dan gagah-berani dalam perang atau pertempuran; ia berada atau menjadi ada dalam keadaan sangat memerlukan atau dalam kemiskinan atau kesedihan. Al-ba’sa berarti, kekuatan atau tenaga dalam perang atau pertempuran; perang atau pertempuran; ketakutan; mudarat; dan sebagainya, adh-dharraa’ adalah teristimewa kesusahan atau malapetaka yang bertalian dengan pribadi seseorang seperti penyakit, dan sebagainya dan al-ba’sa adalah bertalian dengan harta-benda, seperti kemiskinan, dan sebagainya (Lane).

203. Ayat ini memberikan intisari ajaran Islam. Ayat ini mulai dengan dasar-dasar kepercayaan dan itikad-itikad Islam yang menjadi sumber dan landasan segala perbuatan manusia dan atas kebenaran hal-hal itu bergantung kebenaran tingkah laku manusia — iman kepada : Tuhan, hari kiamat, para malaikat, Kitab-kitab wahyu, dan para nabi. Sesudah itu menyusul beberapa kaedah yang lebih penting mengenai tingkah laku manusia.

204. Ayat ini mengandung satu asas (prinsip) yang sangat penting mengenai hukum masyarakat, ialah, persamaan hak manusia dan keharusan mengenakan hukuman yang setimpal atas semua pelanggar tanpa membeda-bedakan kecuali bila seorang pelanggar diampuni oleh keluarga si korban dalam keadaan yang menurut perhitungan akan mendatangkan perbaikan kepada keadaan. Kata-kata “diwajibkan atasmu” menunjukkan bahwa tindak pembalasan untuk pembunuhan itu suatu keharusan. Kelalaian menjatuhkan hukuman yang ditetapkan oleh hukum syariat atas pelanggar adalah sama dengan mengkhianati perintah Ilahi. Akan tetapi, kewajiban memberi hukuman kepada orang yang bersalah tidak diserahkan kepada ahli waris orang yang terbunuh, tetapi kepada pejabat yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum dan ketertiban, seperti nyata dari kata ‘alaikum (bagi kamu sekalian) dalam bentuk jamak.

Tetapi ahli waris itu diberi pilihan untuk mengampuni. Jadi, kalau di satu pihak para pejabat bersangkutan diwajibkan menghukum si pelanggar sesuai dengan tuntutan hukum dan tidak berhak memaafkan atas kehendak mereka sendiri, maka di pihak lain ahli waris orang terbunuh itu tidak dibenarkan bertindak main-hakim sendiri dan menjatuhkan hukuman sendiri atas orang yang bersalah itu. Dalam menjatuhkan hukuman, ayat ini tidak mengadakan perbedaan di antara pelanggar-pelanggar. Kata-kata yang dipakai bersifat umum dan dikenakan kepada semua pelanggar yang boleh jadi bersalah melakukan pembunuhan, dengan tidak menghiraukan pangkat atau kedudukan dalam masyarakat atau agama. Tiap-tiap orang, dengan tidak memandang kasta atau kepercayaan dan kedudukan, harus dihukum mati atas pembunuhan terhadap orang lain siapa pun, kecuali bila diampuni oleh keluarga si korban, dan kecuali pula pengampunan itu telah disahkan oleh para pejabat yang berwenang. Sabda-sabda Rasulullah s.a.w. sangat tegas dalam perkara ini (Majah, bab Diyat). Para sahabat Rasulullah s.a.w. semuanya sepakat bahwa orang Muslim dapat dijatuhi hukuman mati, karena membunuh orang kafir yang tidak ikut dalam perang (Thabari, V. 44). Rasulullah s.a.w. sendiri memerintahkan menghukum mati seorang Muslim atas pembunuhan terhadap orang bukan-Muslim yang tak ikut serta dalam peperangan (Quthni). Kata-kata, orang merdeka dengan orang merdeka hamba-sahaya dengan hamba-sahaya, perempuan dengan perempuan, tidak berarti bahwa orang merdeka tidak boleh dihukum mati atas pembunuhan seorang budak, atau bahwa seorang wanita tidak boleh dihukum mati atas pembunuhan seorang pria, dan sebagainya. Kedudukan sosial seseorang atau jenis kelamin satu pihak tak dapat dianggap sebagai penghalang terhadap berlakunya hukum ini. Susunan kalimat yang aneh, yaitu, “orang merdeka dengan orang merdeka ....” dipakai untuk menunjuk kepada, dan untuk melenyapkan adat kebiasaan tertentu orang-orang Arab, yaitu, mereka biasa mempertimbangkan jenis kelamin dan kedudukan sosial si pembunuh, saat menetapkan hukuman. Perintah yang terkandung dalam ayat ini bertujuan, melenyapkan kebiasaan buruk itu. Sesungguhnya hukum pembalasan seperti dinyatakan dalam ayat ini terbatas pada anak kalimat, diwajibkan atasmu tindak pembalasan yang setimpal mengenai orang-orang terbunuh yang dengan sendirinya merupakan kalimat lengkap, memberikan arti yang utuh dan sempurna. Ungkapan berikutnya, orang merdeka dengan orang merdeka dan hamba-sahaya dengan hamba-sahaya, dan perempuan dengan perempuan, hanyalah tambahan, tidak merupakan bagian dari hukum.

Ungkapan itu hanya berisikan suatu penolakan terhadap adat kebiasaan orang-orang Arab tersebut di atas dan melukiskan, dengan memberikan tiga buah contoh, bagaimana hukum itu harus ditegakkan. Ungkapan demikian itu terkenal sebagai jumlah isti’nafiah dalam tata bahasa Arab dan secara teknis dipakai dengan tujuan menjawab pertanyaan yang dapat ditimbulkan oleh anak kalimat sebelumnya yang dirangkaikan tanpa kata perangkai di antaranya. Pertanyaan yang dijawab dengan ungkapan demikian seringkali dihazaf (dipaham) tapi tidak dinyatakan (Mukhtasar). Rasulullah s.a.w. diriwayatkan pernah bersabda, “Barangsiapa membunuh budaknya harus dihukum mati” (Majah). Di tempat lain beliau bersabda, “Darah semua orang Muslim itu, sama dalam ihwal hukum pembalasan” (Nasai’).

204A. Hukum Islam mengenai pembalasan menjamin cara yang sangat jitu untuk menghentikan bunuh-membunuh dan menjaga keamanan hidup manusia. Orang yang begitu keras hatinya dan tidak menghargai jiwa manusia, kehilangan sama sekali hak hidup sebagai anggota masyarakat. Pengampunan atau pemberian maaf hanya diizinkan kalau keadaan memungkinkan, memperbaikinya dan mendatangkan hasil yang baik bagi semua pihak yang bersangkutan (42 : 41). Jadi, sementara di satu pihak, Islam telah membuat peraturan yang tepat untuk mencegah kejahatan, di pihak lain Islam tetap membuka pintu untuk memperlihatkan sifat-sifat mulia, kebajikan dan kasih-sayang. Kenyataan bahwa, meskipun ada usaha-usaha kebalikannya, hukuman mati masih terdapat dalam kitab undang-undang kebanyakan negeri dalam satu bentuk atau lain, merupakan bukti yang cukup atas kebijaksanaan peraturan Islam. Malahan para kampiun gerakan penghapusan hukuman mati paling bersemangat pun, belum mampu menyarankan sesuatu yang pantas sebagai ganti hukuman mati itu. Mereka terpaksa mengakui bahwa hukuman penjara yang panjang waktunya itu “mengerikan” dan “bukan satu penggantian yang ideal” (Capital Punishment in the Twentieth Century by E. Roy Calvert, G.P. Putnam, London, 1930).

205. Ayat 4 : 12, 13 menetapkan bagian-bagian untuk semua orang yang akan mewarisi harta peninggalan orang yang meninggal. Ayat-ayat itu telah disalah-artikan oleh sementara ahli tafsir sebagai memansukhkan ayat yang sesungguhnya meletakkan peraturan tambahan tapi sangat perlu ini, dan hanya menyebut warisan untuk kepentingan perseorangan-perseorangan yang oleh hukum tidak diberi bagian dari kekayaan orang yang berwasiat, atau untuk tujuan derma, atau untuk keadaan perang. Ayat ini tidak membicarakan warisan-warisan untuk kepentingan ahli waris yang sah dan masalahnya telah diperbincangkan dalam ayat-ayat 4 : 12, 13. Karena itu tidak timbul soal pembatalan ayat ini oleh ayat-ayat yang menetapkan peraturan warisan itu, dan mengakui pula berlakunya setiap wasiat yang mungkin telah dibuat. Tiap-tiap ayat berlaku dalam lingkupnya sendiri, dan menarik kekuatan dari ayat lain. Tetapi, wasiat yang dibuat demikian, tidak boleh lebih dari sepertiga dari seluruh kekayaan yang ditinggalkan, seperti tersebut dalam sabda Rasulullah s.a.w. yang diriwayatkan oleh Sa’d bin Abi Waqash (Bukhari, Kitab al-Jana’iz); karena, itulah batas paling tinggi bagi orang yang berwasiat untuk dapat berbuat menurut kemauannya sendiri; dan, itu pun hanya bila ia meninggalkan kekayaan yang berlimpah-limpah, seperti dijelaskan oleh kata khair (kekayaan banyak). Ayat 5 : 107, menurut ayat itu seorang Muslim yang dijelang maut dapat membuat wasiat dan disepakati oleh semua ahli, diwahyukan sesudah ayat-ayat 4 : 12-13, lebih jauh menguatkan anggapan bahwa ayat yang dibahas ini tidak dimansukhkan oleh ayat-ayat 4 : 12-13. Pada hakikatnya, seluruh teori naasikh-mansukh itu sama sekali tidak berdasar.

205A. Ini menunjukkan bahwa ayat sebelumnya mengandung beberapa petunjuk yang wajib hukumnya dan bila dilanggar akan berdosa. Jelaslah, apa yang dimaksud ialah suatu petunjuk bahwa harta peninggalan itu harus diurus dan diatur sesuai dengan hukum warisan. Bila orang yang berwasiat memberikan petunjuk demikian, maka dosa pelanggaran akan ditanggung oleh mereka yang bersalah melakukan pelanggaran itu.

205B. Suatu wasiat dapat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hukum, tetapi mungkin tidak adil dalam beberapa ketentuannya. Umpamanya, jika seseorang meninggalkan ahli waris yang besar jumlahnya, maka mungkin sekali mengakibatkan satu kesulitan bagi mereka, bila ia mewasiatkan sebanyak sepertiga penuh untuk tujuan sosial (derma) atau tujuan lain yang halal. Atau, orang yang berwasiat mungkin telah membuat keputusan-keputusan yang tidak adil dari sepertiga yang diizinkan, dengan mengabaikan atau tidak memperhatikan tuntutan-tuntutan yang adil. Dalam keadaan yang demikian, diizinkan, bahkan dianggap sangat baik, untuk mengadakan penyelesaian yang adil dan jujur antara para ahli waris dan penerima harta wasiat yang bersangkutan.

206. Puasa, sebagai peraturan agama, dalam bentuk atau dengan perincian bagaimana pun terdapat pada tiap-tiap agama. “Oleh kebanyakan agama, pada kebudayaan yang tarafnya rendah, pertengahan atau lebih tinggi sekalipun, puasa itu umumnya diwajibkan; dan, walaupun bila tidak diharuskan, puasa itu dilakukan seberapa jauh oleh perseorangan, sebagai jawaban kepada dorongan tabi’i (alaminya)” — (Enc. Brit.). Ini adalah pengalaman umum para wali dan ahli kasyaf bahwa pemutusan hubungan jasmani atau pertalian duniawi sampai batas tertentu itu, sangat perlu untuk kemajuan rohani dan mengandung pengaruh mensucikan yang kuat sekali kepada alam pikiran. Tetapi, Islam telah memperkenalkan orientasi dan arti rohani baru dalam peraturan puasa ini. Menurut Islam, puasa merupakan lambang pengorbanan yang sempurna. Orang puasa bukan hanya menjauhi makan-minum, yang merupakan sarana hidup yang utama, dan tanpa itu orang tak dapat hidup, tetapi pula menjauhi istrinya sendiri, yang merupakan sarana untuk mendapat keturunan. Jadi, orang yang berpuasa membuktikan kesediaannya yang sungguh-sungguh, bila diperlukan, mengorbankan segala-galanya untuk kepentingan Tuhan dan Khalik-nya.

207, Arti ungkapan bahasa Arab dalam ayat ini, didukung oleh satu qira’ah (lafal) lain yuthiiquunahu, ialah yuthayyiquunahu yang berarti, mereka hanya dapat berbuat demikian dengan jerih-payah (Jarir). Ayat ini menyebut tiga golongan orang-orang beriman yang diberi keringanan: orang-orang sakit, orang-orang dalam perjalanan (musafir), dan orang-orang yang terlalu lemah untuk berpuasa dan hanya dapat melakukannya dengan membahayakan kesehatannya. Ungkapan itu dapat pula berarti, “Mereka yang tidak mampu berpuasa” (Lisan dan Mufradat). Kalimat seluruhnya telah pula diartikan, “Mereka yang mampu hendaknya di samping berpuasa, memberi makan kepada orang miskin sebagai amal saleh,” kata ganti hu dalam yuthiiquunahu menggantikan ungkapan “memberi makan kepada orang miskin.”

207A. Ramadhan itu bulan kesembilan tahun Qamariyah. Kata itu asalnya dari ramadha. Orang mengatakan ramadha ash-shai’mu, artinya, bagian-dalam tubuh orang yang berpuasa menjadi sangat panas dan haus karena berpuasa (Lane). Bulan itu disebut seperti itu karena (1) puasa di bulan itu menimbulkan panas disebabkan haus; (2) beribadah di bulan ini, membakar habis bekas-bekas dosa manusia (‘Asakir dan Mardawaih); dan (3) karena ibadah-ibadah di bulan itu, menimbulkan dalam hati manusia kehangatan cinta kepada Khalik-nya dan kepada sesama manusia. Kata ramadhan itu istilah asli Islam, sedangkan nama sebelumnya ialah natiq (Qadir).

207B. Kata Alquran diserap dari qara’a yang berarti, ia membaca; ia menyampaikan atau memberi pesan; ia mengumpulkan benda itu. Jadi, Quran berarti: (1) sebuah kitab yang dimaksudkan untuk dibaca. Alquran itu Kitab yang paling banyak dibaca di dunia (Enc. Brit.); (2) sebuah kitab atau pesan yang harus diteruskan dan disampaikan kepada dunia. Alquran itu satu-satunya di antara Kitab-kitab wahyu yang ajarannya mutlak tidak terbatas; sebab, kalau semua Kitab wahyu lainnya ditujukan untuk zaman yang khusus dan kaum yang khusus pula, maka Alquran dimaksudkan untuk segala zaman dan segala kaum dan bangsa (34 : 29); (3) sebuah kitab yang memuat segala kebenaran; Alquran itu sungguh merupakan khasanah ilmu yang mengandung, bukan saja segala kebenaran abadi yang terkandung dalam Kitab-kitab wahyu terdahulu (98 : 4), melainkan juga segala kebenaran yang diperlukan umat manusia pada setiap zaman dan dalam setiap keadaan (18 : 50).

208. Adalah pada tanggal 24 Ramadhan Rasulullah s.a.w. menerima wahyu pertama Alquran (Jarir); dan seluruh wahyu diperdengarkan ulang tiap-tiap tahun kepada Rasulullah s.a.w. oleh Malaikat Jibril dalam bulan Ramadhan pula. Kebiasaan itu terus dilakukan hingga tahun terakhir hayat Raulullah s.a.w., pada saat seluruh Alquran diulangi kepada beliau dua kali oleh Malaikat Jibril itu di bulan Ramadhan itu (Bukhari). Jadi, dari segi yang lain dapat juga dikatakan bahwa seluruh Alquran telah diwahyukan dalam bulan Ramadhan.

209. Kalimat ini bukan suatu pengulangan yang tidak perlu, sebab dalam ayat sebelumnya kalimat ini merupakan bagian ayat itu dengan tujuan mempersiapkan landasan untuk perintah berpuasa; maka, dalam ayat ini, kalimat itu merupakan bagian perintah itu sendiri. Tetapi, Alquran dengan sangat bijaksana mencegah diri dari menghinggakan (mendefinisikan) istilah-istilah “sakit” dan “dalam perjalanan” dengan membiarkan istilah-istilah itu dihinggakan oleh kelaziman orang-orang dan oleh keadaan yang sedang dihadapi.

210. Ketika orang-orang mukmin menyadari keberkatan bulan Ramadhan dan berpuasa di dalamnya, mereka tentu saja berhasrat memperoleh sebanyak mungkin faedah rohani daripadanya. Kepada kerinduan jiwa orang mukmin itulah ayat ini memberikan jawaban.

211. Kata-kata beriman kepada-Ku, tidak mengacu kepada beriman kepada wujud Tuhan; sebab, hal itu telah termasuk dalam anak kalimat sebelumnya, hendaklah mereka menyambut seruan-Ku; karena, mustahil orang akan menyambut seruan Tuhan dan menaati perintah-Nya, tanpa percaya akan adanya wujud Tuhan. Jadi, kata-kata, beriman kepada-Ku, tertuju kepada kepercayaan bahwa Tuhan mendengar dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya.

212. Betapa indahnya Alquran telah melukiskan dengan kata-kata singkat ini hak dan kedudukan wanita dan tujuan serta arti pernikahan dan hubungan suami istri. Tujuan pokok perkawinan, demikian ayat ini mengatakan, ialah kesentausaan, perlindungan, dan memperhias kedua pihak, sebab memang itulah tujuan mengenakan pakaian (7:27 dan 16:82). Sudah pasti tujuannya, bukan hanya semata-mata pemuasan dorongan seksual. Suami-istri sama-sama menjaga satu sama lain terhadap kejahatan dan skandal.

213. Ungkapan afallahu ‘anhu berarti, Tuhan memperbaiki kesalahan hamba-Nya dan membenahi urusannya; menganugerahkan kemuliaan kepadanya. Ungkapan itu berarti pula, Tuhan memberinya keringanan (Muhith).

214. Di tempat-tempat di mana hari siang dan malamnya sangat panjang, (umpamanya dekat Kutub), siang dan malam masing-masing harus dihitung duabelas jam lamanya (Muslim, bab Asyrath-us-saa’ah).

215. Dalam i’tiqaf yang seolah-olah merupakan kesempurnaan jiwa puasa, senggama (persetubuhan) dan pendahuluan-pendahuluannya tidak diizinkan sekalipun di waktu malam.

215A. Untuk menekankan persatuan masyarakat atau bangsa, Alquran sering menyebut kekayaan orang Muslim lain sebagai “hartamu.” Maka, di sini pun harta orang Muslim lain disebut “hartamu.”

216. Perintah puasa mengharuskan orang Muslim meninggalkan makan dan minum dalam waktu tertentu dengan maksud meraih nilai kesalehan dan ketakwaan. Itulah saat yang paling tepat untuk memperingatkan mereka bahwa, memakan barang yang haram, yaitu memperoleh kekayaan dengan jalan haram, harus lebih-lebih dan benar-benar dihindari. Sambil lalu ayat ini dengan keras mengutuk perbuatan memberi dan menerima uang suap.

217. Islam telah memakai perhitungan bulan dan matahari untuk penentuan waktu. Kalau ibadah harus dilaksanakan pada berbagai bagian hari, maka perhitungan waktu menurut mataharilah yang dipakai seperti pada shalat lima waktu setiap hari, atau untuk memulai dan berbuka puasa setiap hari puasa; tetapi, kalau ibadah harus disempurnakan dalam suatu bulan tertentu atau bagiannya, maka dipergunakan perhitungan bulan seperti penetapan bulan puasa atau penetapan waktu ibadah haji, dan sebagainya. Dengan demikian Islam memakai kedua perhitungan itu. Jadi, perhitungan matahari itu, sesuai dengan Islam seperti juga perhitungan bulan.

218. Anak kalimat ini menunjuk kepada asas yang penting sekali bahwa, tujuan sebenarnya dari penetapan berbagai amal ibadah itu ialah, faedah yang dikandungnya dan bukan bahwa tiap-tiap perubahan waktu itu, mengharuskan orang mukmin melakukan suatu amal ibadah. Maka, pertanyaan yang timbul dari hasrat berlebih-lebihan orang-orang mukmin bahwa, seperti dalam bulan puasa, mungkin dalam bulan-bulan lain pun, telah ditetapkan amal ibadah lain, adalah tak ubahnya seperti memasuki rumah bukan melalui pintunya, tetapi dari ‘belakangnya.”

Yang utama ialah, ibadah. Mengenai waktu, itu hanya soal kedua. Hal itu tak ubahnya seperti menempatkan pedati di muka kuda. Keterangan itu agaknya tertuju pula pada perbuatan orang-orang musyrik Arab yang bila mereka telah mulai berangkat untuk naik haji ke Mekkah, lalu karena sesuatu sebab mereka harus kembali, mereka biasa masuk rumah dari belakang dengan memanjat tembok. Ayat ini mengutuk kebiasaan demikian dengan menegaskan bahwa, dari segi rohani, perbuatan-perbuatan demikian tidak merupakan kebaikan dan berarti bahwa, cara yang pantaslah harus dipakai untuk mencapai sesuatu tujuan (Bukhari, bab Tafsir).

219. Ayat ini salah satu dari ayat-ayat paling awal yang di dalamnya izin untuk berperang diberikan kepada kaum Muslimin. Sedangkan ayat yang pertama-tama diwahyukan dalam hubungan ini ialah 22:40. Ayat yang dibahas ini, mengandung intisari syarat-syarat yang mengatur perang agamawi : (a) Perang demikian harus diadakan dengan tujuan melenyapkan rintangan-rintangan yang terletak di jalan Allah, ialah, untuk menjamin kebebasan menganut kepercayaan dan melaksanakan ibadah. (b) Perang hanya ditujukan terhadap mereka yang terlebih dahulu mengangkat senjata melawan kaum Muslimin. (c) Kaum Muslimin harus meletakkan senjata segera sesudah musuh menghentikan peperangan.

220. Ayat ini bertalian dengan keadaan bila peperangan telah sungguh-sungguh pecah. Dengan tegas ayat ini memerintahkan kaum Muslimin memerangi hanya orang-orang kafir yang terlebih dahulu mengangkat senjata terhadap mereka.

221. Kata-kata ini berarti bahwa Mekkah sebagai pusat dan tempat yang paling suci bagi Islam, tiada orang bukan-Muslim boleh diizinkan tinggal di situ.

222. Ayat ini pun menunjukkan bahwa orang-orang Muslim diizinkan berperang membela diri hanya bila perang dipaksakan kepada mereka oleh golongan lain dan meneruskannya hingga kebebasan agama telah terjamin sepenuhnya. Rasulullah s.a.w. tidak mungkin mengadakan sejumlah perjanjian perdamaian dengan orang-orang kafir bila perintah Ilahi menghendaki terus berperang sampai saat semua orang kafir memeluk Islam. Untuk catatan terinci mengenai jihad lihat catatan no. 1956 - 1960.

223. ‘Udwan berarti : (1) permusuhan; (2) perilaku salah; (3) hukuman atas perilaku salah; dan (4) pendekatan kepada seseorang dengan jalan mengemukakan kebenaran atau dalih yang berlawanan dengan dia (Mufradat dan Lane).

Empat ayat (191 - 194) ini mengandung peraturan peperangan sebagai berikut: (a) perang diadakan hanya demi kepentingan Tuhan dan bukan untuk kepentingan apa pun, tidak pula untuk suatu motif mementingkan diri sendiri atau untuk kebesaran atau kemajuan nasional atau kepentingan-kepentingan lain; (b) orang-orang Muslim hanya boleh berperang dengan mereka yang menyerang kaum Muslim lebih dahulu; (c) malahan, sekalipun musuh sendiri yang mula-mula menyerang, orang-orang Muslim diperintahkan menjaga supaya peperangan ada dalam batas-batas dan tidak boleh memperluasnya setelah tujuan — yang langsung — tercapai; (d) mereka harus berperang hanya terhadap pasukan resmi dan tidak menyerang atau menganiaya yang bukan prajurit; (e) selama pertempuran berlangsung, jaminan perlindungan harus diberikan kepada mereka yang mengamalkan ibadah dan upacara-upacara keagamaan; (f) menyerang tempat-tempat keagamaan atau mendatangkan kerugian apa pun kepada mereka sama sekali dilarang sehingga bukan saja di tempat-tempat keagamaan sendiri, bahkan di daerah sekitarnya pun tidak diperkenankan terjadi pertempuran apa puni; (g) bila musuh mempergunakan tempat beribadah sebagai pangkalan untuk menyerang, barulah orang-orang Muslim dapat membalas serangan di tempat itu atau di dekatnya; (h) peperangan hanya boleh diteruskan selama gangguan terhadap kebebasan beragama masih terus berlangsung. Lihat juga 8 : 40; 9 : 4 - 6; 22 : 40, 41 dan sebagainya.

224. Bulan-bulan suci itu adalah Dzu’l-Qa’dah, Dzu’l-Hijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam bulan-bulan itu segala bentuk pertempuran dilarang. Perintah ini dimaksudkan untuk menjaga kesucian Ka’bah dan bulan-bulan suci tersebut.

225. Lihat catatan no. 33.

226. Guna melanjutkan peperangan sampai memperoleh kemenangan diperlukan biaya; oleh karena itu orang-orang mukmin dianjurkan supaya membelanjakan harta sebanyak-banyaknya di jalan Allah. Sebab, keraguan dalam berbuat demikian akan bisa membawa akibat keruntuhan nasional.

227. Dengan ayat ini dimulai masalah naik haji. Jihad dan naik haji agaknya ada hubungannya satu sama lain dan keduanya merupakan satu bentuk pengorbanan yang seorang mukmin sejati lagi mukhlis harus melakukannya di jalan Allah, suatu masalah yang dimulai dengan 2 : 178. Ibadah haji itu taraf akhir dalam perkembangan rohani manusia. Tingkat-tingkat lainnya seperti shalat, puasa, dan jihad telah diperbincangkan terlebih dahulu.

228. Umrah atau haji kecil terdiri atas memasuki tingkat ihram, bertawaf sekitar Ka’bah tujuh kali, berlari-lari antara Shafa dan Marwah, dan menyembelih hewan kurban walaupun tidak wajib hukumnya. Umrah dapat dilakukan sembarang waktu sepanjang tahun, sedang naik haji dilakukan hanya dalam bulan Dzu’l-Hijjah.

229. Kata-kata jika kamu terhalang, mengisyaratkan kepada keadaan bila seorang calon haji terhalang penyakit, atau oleh keadaan perang, atau oleh sebab-sebab lain, yang tidak memungkinkan seseorang berkunjung ke Ka’bah guna melaksanakan ibadah haji atau umrah.

230. Umrah dan naik haji dapat digabungkan dengan dua cara: (a) calon haji yang berniat melakukan umrah secara terpisah, harus memasuki keadaan ihram dan melaksanakan upacara-upacaranya dan kembali kepada keadaan biasa.

Kemudian, pada hari kedelapan Dzu’l-Hijjah ia harus memasuki lagi keadaan ihram dan melakukan upacara naik haji yang telah ditetapkan. Cara penggabungan umrah dan naik haji demikian disebut Tamattu’ yang secara harfiah berarti “mengambil faedah dari sesuatu.” (b) calon haji dapat melakukan umrah dan naik haji sekaligus. Dalam hal ini ia harus memasuki keadaan ihram dengan niat untuk itu dan harus tetap dalam keadaan demikian hingga akhir. Penggabungan naik haji dan umrah itu disebut Qiran yang secara harfiah berarti “menggabungkan dua hal menjadi satu.” Baik dalam Tamattu’ maupun Qiran diwajibkan menyembelih hewan kurban. Dalam ayat yang dibahas ini kata Tamattu’ tidak dipakai dalam pengertian teknis dan mencakup Qiran pula.

231. Puasa yang disebut dalam anak kalimat hendaklah ia berpuasa tiga hari di musim haji adalah lain dan terpisah dari puasa tersebut di atas. Puasa yang disebut pertama dimaksudkan untuk mereka yang tidak dapat mencukur kepala, sedang puasa ini dimaksudkan untuk mereka yang tidak mampu menyembelih hewan kurban dalam keadaan Tamattu. Tiga hari yang disebut itu sebaiknya hari ke-11, ke-12, dan ke-13 Dzu’l-Hijjah. Tujuh hari puasa sisanya dapat dilakukan kemudian sesudah orang itu tiba kembali ke rumah.

232. Kata-kata ini berarti bahwa izin menggabungkan ibadah haji dan umrah itu tidak dimaksudkan untuk para penghuni Mekkah, tetapi untuk mereka yang datang dari luar. Tetapi, oleh sebagian orang kata-kata Masjidilharam telah diperluas hingga meliputi seluruh Haram, yaitu, daerah yang dinyatakan suci di Mekkah dan sekitarnya.

233. Rafats mencakup segala percakapan kotor, tidak sopan, dan cabul; begitu juga perbuatan yang berhubungan dengan seks. Fusuq berarti pelanggaran terhadap hukum Tuhan dan sikap tidak mau tunduk kepada perintah yang berwajib-rohani maupun duniawi. Dan, jidal berarti, perbantahan dan perselisihan dengan teman seperjalanan, sahabat, dan tetangga.

234. Karena tujuan naik haji itu supaya sebanyak mungkin orang Muslim ikut serta di dalamnya, maka Alquran mengizinkan orang-orang yang menunaikan ibadah haji mengadakan perniagaan dan perdagangan. Mereka yang tidak dapat membawa uang kontan, dapat membawa barang-barang dagangan dan dengan demikian menghasilkan uang untuk menutup biaya perjalanan.

235. Arafah adalah suatu lapangan atau lembah dekat kota Mekkah, tempat para haji berhenti petang hari, tanggal sembilan Dzu’l-Hijjah. Jaraknya sembilan mil dari Mekkah, dan perhentian yang dikenal dengan istilah wukuf itu merupakan upacara penting dalam ibadah haji.

236. Masy’arulharam adalah bukit kecil di Muzdalifah yang terletak antara Mekkah dan Arafah. Di sini Rasulullah s.a.w. melakukan shalat Magrib dan Isya dan terus berdoa sepanjang malam sampai fajar. Tempat itu khusus diuntukkan bagi bertafakur dan mendoa di waktu menjalankan ibadah haji. Jauhnya kira-kira ada enam mil dari Mekkah. ‘Arafah itu kata majemuk yang berarti, tempat suci, atau sarana untuk memperoleh makrifat atau ilmu.

237. Jika tsumma diartikan “dan,” dan “kembali” yang disebut dalam ayat ini diartikan menunjuk kepada perjalanan kembali dari Arafah, maka an-naas akan berarti “orang-orang lain;” tetapi, jika kata tsumma diartikan “kemudian,” dan “kembali” tersebut di sini diartikan mengisyaratkan kepada perjalanan kembali dari Masy’arulharam, maka an-naas akan berarti “semua orang” dan kedua arti ini didukung oleh tata bahasa Arab.

238. Sebelum Islam lahir, kaum Quraisy dan Banu Kinanah yang dikenal sebagai Hums tidak ikut dengan para peziarah lainnya ke Arafah, tetapi berhenti sebentar di Masy’arulharam, menunggu untuk bergabung dengan orang-orang yang pulang dari Arafah. Dalam ayat ini dan ayat sebelumnya, mereka itu diminta supaya tidak berhenti di Masy’arulharam, melainkan harus terus menuju ke Arafah dan berbuat seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain. Sesudah kembali dari Arafah menuju ke Masy’arulharam, para peziarah harus terus menuju Mina, tempat hewan-hewan kurban disembelih dan dengan demikian berakhirlah keadaan ihram.

239. Ayat ini menyebut golongan orang dengan upaya-upaya dan hasrat-hasratnya tidak hanya terbatas pada dunia ini. Mereka mencari segala yang baik dari dunia ini dan pula segala yang baik dari alam ukhrawi. Hasanah berarti pula sukses (Taj). Doa ini sangat padat dan Rasulullah s.a.w. amat sering mempergunakannya (Muslim).

240. Jumlah hari yang ditetapkan ialah hari ke-11, ke-12 dan ke-13 Dzu’l-Hijjah yang pada waktu itu para peziarah diminta untuk sedapat mungkin tinggal di Mina dan mempergunakan waktu dalam zikir Ilahi. Hari-hari itu disebut Ayyamut-tasyriq, yakni hari-hari kecemerlangan dan keindahan.

241. Dasar tujuan menunaikan ibadah haji adalah pencapaian taqwa (ketakwaan) yang justru dengan kata itu pulalah Alquran memulai perintah-perintahnya mengenai ibadah haji dalam 2:198, dengan demikian Alquran menegaskan bahwa melakukan upacara-upacara tertentu hanya secara lahiriah semata-mata adalah sia-sia belaka bila tidak disertai jiwa ketakwaan yang harus mendasari segala amal manusia.

242. Berbagai obyek dan tempat yang memainkan peranan penting dalam ibadah haji disebut dalam Alquran sebagai Sya’irullah (2:159; 5:3; 22:33) atau Tanda-tanda Ilahi, yang berarti, bahwa kesemuanya itu hanya dimaksudkan sebagai perlambang untuk mengesankan kepada alam pikiran para peziarah, makna yang lebih mendalam. Ka’bah, yang di sekelilingnya ribuan peziarah melakukan tawaf (mengelilingi Ka’bah), dan ke arah itu semua orang Muslim menghadap pada waktu mendirikan shalat di mana saja mereka berada, mengingatkan pikiran mereka kepada Keesaan Ilahi dan Keagungan Tuhan. Hal itu mengingatkan mereka pula kepada kesatuan umat manusia. Perbuatan berlari-lari antara Shafa dan Marwah membuat orang-orang yang berziarah terkenang kembali akan kisah yang merawankan hati tentang Siti Hajar dan Ismail a.s., lagi mengingatkan kepada mereka betapa Tuhan menjamin hamba-hamba-Nya yang tiada berdaya itu sekali pun di padang pasir yang demikian sunyinya. Mina, berasal dari kata umniyyah (tujuan atau hasrat), memperingatkan si peziarah bahwa kepergiannya ke sana ialah dengan “tujuan” atau “hasrat” bertemu dengan Tuhan. Masy’aralharam, yang berarti “perlambang suci,” mengisyaratkan bahwa tahap terakhir sudah dekat. Arafah memperingatkannya bahwa ia telah mencapai tahap makrifat, dan ihram memperingatkannya kepada Hari Kebangkitan. Seperti kain kafan pembungkus mayat, orang yang menunaikan ibadah haji hanya mengenakan dua helai kain tanpa dijahit, sehelai untuk bagian atas tubuh dan sehelai lainnya untuk bagian bawah; dan ia pun tak bertutup kepala pula. Keadaan itu memperingatkannya bahwa ia seolah-oleh bangkit dari kematian. Berkumpulnya para peziarah di Arafah melambangkan pemandangan pada Hari Kebangkitan — orang-orang sekonyong-konyong dibangkitkan dari kematian dengan berselubung kain putih dan berkumpul di hadirat Tuhan mereka. Hewan-hewan kurban merupakan peringatan akan pengorbanan besar yang dilakukan oleh Hadhrat Ibrahim a.s. terhadap putra beliau, Hadhrat Ismail a.s., dan pengorbanan itu mengandung pelajaran dalam bahasa perlambang bahwa manusia senantiasa harus siap bukan saja untuk mengorbankan dirinya sendiri, tetapi juga mengorbankan kekayaannya, harta bendanya, dan malahan anak-anaknya di jalan Allah.

243. Ada orang-orang yang berkat kefasihan lidahnya dan cinta semunya kepada sesama manusia dapat menipu pendengarnya, tetapi dalam hati mereka hanya mencintai dan mencari kepentingan diri mereka sendiri dan mereka berbantah hebat dengan orang-orang lain mengenai hak mereka sekecil-kecilnya, dengan tidak memberikan sedikitpun bukti akan jiwa pengorbanan yang sangat penting untuk kemajuan manusia yang hakiki itu.

244. Harts berarti : (1) sebidang tanah yang telah dibajak untuk ditebari, atau betul-betul telah disemai dengan benih; (2) tanaman atau palawija, baik hasil ladang atau kebun; (3) keuntungan, pendapatan atau penghasilan; (4) upah atau ganjaran; (5) benda-benda duniawi; (6) seorang atau beberapa istri, sebab istri itu bagaikan ladang yang telah ditebari bibit untuk menumbuhkan tanaman berupa anak-anak (Lane).

245. Segala jerih-payahnya ditujukan untuk merugikan kepentingan orang lain dan memajukan kepentingannya sendiri.

246. Para penyusun kamus sepakat bahwa kata Jahannam tak punya akar-kata dalam bahasa Arab. Kata itu mungkin berasal dari jahuma yang berarti dahinya menjadi berkerut atau mukanya menjadi buruk. Jika demikian, nun dalam kata Jahannam agaknya suatu imbuhan (Muhith). Jadi, Jahannam berarti, tempat siksaan yang keadaannya gelap lagi gersang, dan menjadikan wajah penghuninya buruk dan berkerut.

247. Rasa diri mulia dan gengsi semu merupakan batu licin yang menyebabkan ia jatuh, keangkuhan mendorongnya ke arah perbuatan dosa yang lebih jauh hingga dosa itu benar-benar mengepungnya dari segala jurusan. Orang demikian meratakan jalannya sendiri ke neraka.

248. Bertolak belakang dengan orang-orang yang disebut dalam ayat sebelumnya, ada segolongan manusia dengan perhatian mereka hanya mencari keridhaan Ilahi, seolah mereka telah menyerahkan jiwa mereka untuk tujuan itu semata.

249. Kaaffah berarti: (1) semuanya; (2) seutuhnya atau selengkapnya; (3) memukul mundur musuh dan (4) menahan diri sendiri atau orang lain dari dosa dan penyelewengan (Mufradat).

250. Perkataan “kedatangan Tuhan” dipakai oleh Alquran di tempat lain juga (16:27; 59:3) dan berarti, siksaan Tuhan.

251. Kata al-ghamaam telah dipakai oleh Alquran untuk menyatakan rahmat (7:161) dan azab (25:26).

252. Yang diisyaratkan ialah perang Badar ketika Tuhan menolong orang-orang mukmin dengan menurunkan awan dan hujan (Bukhari) seperti dijanjikan kepada mereka (25 : 26), dan pula menurunkan para malaikat (8 : 10) yang mengobarkan keberanian orang-orang mukmin dan memenuhi hati orang-orang kafir dengan ketakutan (8 : 13). Beberapa orang kafir, menurut riwayat, benar-benar menyaksikan malaikat-malaikat pada hari itu (Zurqani).

253. Hal itu tidak berarti bahwa Tuhan tanpa alasan menurunkan siksaan yang sangat keras, melainkan bahwa azab Ilahi pasti dirasakan keras.

254. Sebelum kedatangan seorang nabi semua orang adalah laksana satu kaum, dalam artian bahwa mereka itu semua orang kafir. Tetapi, bila seorang nabi muncul, mereka itu, walaupun satu sama lain berbedaan, merupakan suatu barisan dalam melawan beliau. Ungkapan “tadinya manusia merupakan satu umat,” atau kata-kata yang serupa, dipakai pada tujuh tempat dalam Alquran selain dalam ayat ini. Dalam 10 : 20; 21 : 93 dan 23 : 53 ungkapan itu berarti “kesatuan nasional” dan dalam 5 : 49; 16:   94; 42 : 9; 43 : 34 dan dalam ayat ini “mempunyai identitas yang sama dalam pikiran.”

255. “Perselisihan” yang tersebut dalam ayat ini pada dua tempat terpisah menunjukkan dua macam ketidaksepahaman yang berlain-lainan. Sebelum kedatangan seorang nabi, orang-orang berselisih di antara mereka sendiri mengenai perbuatan musyrik mereka. Tetapi, sesudah nabi itu muncul, mereka mulai berselisih mengenai dakwahnya. Nabi itu tidak menimbulkan perselisihan. Perselisihan telah ada; hanya sesudah kedatangannya perselisihan itu mengambil bentuk baru. Sebelum seorang nabi datang orang-orang meskipun berselisihan paham antara satu sama lain, nampaknya seperti satu kaum; mereka mulai terpisah menjadi dua blok yang sangat berbeda — orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir — sesudah nabi itu datang. Dipandang secara kolektif ayat ini menggambarkan lima tingkat berlainan yang telah dilalui umat manusia.

Mula-mula ada kesatuan di antara manusia, semuanya merupakan satu umat. Dengan bertambahnya penduduk dan meluasnya kepentingan mereka dan kian ruwetnya masalah-masalah yang dihadapi mereka, mereka mulai berselisih antara satu sama lain. Kemudian, Tuhan membangkitkan nabi-nabi dan mewahyukan kehendak-Nya. Setiap wahyu-baru dijadikan sebab kekacauan dan pertikaian, terutama oleh kaum yang kepadanya Amanat Ilahi dialamatkan. Tuhan akhirnya membangkitkan Rasulullah s.a.w. dengan Kitab-Nya terakhir beserta ajaran yang universal, berseru kepada seluruh umat manusia untuk berkumpul di sekitar panjinya. Dengan demikian lingkaran telah bertemu dan dunia yang mulai dengan kesatuan ditakdirkan untuk berakhir dalam kesatuan.

256. Penerimaan ajaran Islam bukan sesuatu yang mudah dan orang-orang Muslim diperingatkan bahwa mereka akan terpaksa melalui cobaan, ujian, dan kesengsaraan yang berat sebelum mereka dapat berharap mencapai cita-cita agung mereka.

256A. Hattaa berarti pula “sehingga” (Mughni).

257. Teriakan penuh kerawanan minta pertolongan dalam kata-kata,  Kapankah pertolongan Allah? Tidak berarti keputus-asaan atau sebab sikap putus-asa di pihak seorang nabi Allah dan para pengikutnya adalah sesuatu yang tidak masuk akal, karena tidak sesuai dengan iman sejati (12:88). Kata-kata itu sesungguhnya merupakan doa — satu cara memohon kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh agar cepat-cepat menurunkan pertolongan-Nya.

258. Ayat ini berarti bahwa apa pun yang dibelanjakan harus diperoleh dengan kejujuran. Apa-apa yang dibelanjakan harus baik pula, dalam artian bahwa pemberian itu layak diterima oleh si penerima dan harus memenuhi keperluannya dan bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan belanjanya itu pun harus pantas dan terpuji.

259. Kaum Muslimin membenci peperangan bukan karena mereka menakutinya, melainkan karena mereka tak suka menumpahkan darah; pula karena mereka pikir bahwa suasana aman lebih cocok untuk penyebaran dan dakwah Islam daripada keadaan perang.

260. Orang-orang mukmin diberitahu bahwa, bila orang-orang kafir menodai kesucian Bulan-bulan Suci, mereka jangan ragu-ragu menghukum mereka itu dalam Bulan-bulan Suci itu, sebab hanya dengan cara itu kekeramatan benda yang suci dapat dilindungi (2:195). Ahli-ahli tafsir pada umumnya menyatakan, dan sesungguhnya ada pula riwayat yang membenarkannya, bahwa pada sekali peristiwa Rasulullah s.a.w. mengutus Abdullah bin Jahsy untuk membawa berita mengenai serombongan kaum Quraisy yang bergerak menuju Mekkah. Ketika Abdullah dan kawan-kawannya tiba di tempat bernama Nakhlah mereka menjumpai satu rombongan kecil. Abdullah menyerang rombongan itu, membunuh seorang dari antara mereka dan menawan dua orang. Peristiwa itu kapan terjadinya diragukan, sebagian menyebutnya dalam Bulan Suci dan sebagian lagi bukan. Berita itu sampai di Mekkah; kaum Quraisy memanfaatkan keraguan itu dan menuding bahwa kaum Muslim telah melanggar Bulan Suci. Ayat ini diturunkan pada peristiwa itu.

261. Khamara asysyai’a berarti ia menyelubungi atau menutupi atau menyembunyikan benda itu. Arak disebut khamr sebab arak itu menutupi atau mengaburkan atau mempengaruhi daya pikir atau perasaan, atau karena mengacaukan dan merangsang otak sehingga kehilangan daya kendalinya. Kata itu dapat khusus dipakai untuk arak yang dibuat dari buah anggur dan meliputi juga semua barang yang memabukkan (Lane). “Alkoholisme itu faktor penting dalam sebab-musabab penyakit; dan dalam semua penyakit penggemar alkohol itu penderita yang buruk. Dalam berkecamuknya wabah, kematian di antara peminum terdapat banyak sekali; daya tahan umum terhadap penyakit, luka, dan keletihan menjadi kurang. Alkoholisme mengurangi kesempatan hidup; perusahaan-perusahaan asuransi jiwa Inggris mendapatkan bahwa prakiraan harapan hidup orang-orang bukan peminum, hampir dua kali umur peminum. Perhubungan erat antara alkoholisme dan kejahatan telah diketahui oleh umum; dan catatan statistik Baer, Kurella, dan Gallavardin, dan Sichart menunjukkan bahwa 25 sampai 85% dari semua penjahat-penjahat adalah pemabuk. Pengaruh jahat alkoholisme nyata sekali pada keturunan para pemabuk. Ayan, gila, pandir, dan berbagai bentuk kemunduran jasmani, akhlak, dan rohani sangat menyolok banyaknya di antara keturunan para peminum alkohol” (Jew Enc). “Akibat pemakaian alkohol hampir semuanya disebabkan oleh kegiatan rangsangannya pada jaringan saraf. Dalam keadaan mabuk taraf lebih maju, proses-proses akal untuk menimbang dan mengawasi menjadi terhenti” (Enc. Brit.). “Ada kesaksian universal mengenai eratnya perhubungan antara minum-minuman keras yang berlebih-lebihan dengan pelanggaran hukum moral dan hukum negara. Yang demikian itu merupakan akibat langsung dari kelumpuhan kemampuan-kemampuan otak dan moral; dan sebagai akibatnya ialah kecenderungan-kecenderungan nafsu rendah mendapat kebebasan seluas-luasnya” (Enc. Rel. Eth).

262. Aisan ar-rajulu berarti, orang menjadi kaya. Maisar disebut demikian karena penjudi itu berusaha menjadi kaya secara cepat dan mudah tanpa mengalami kesusahan dalam memperoleh kekayaan dengan bekerja giat. “Pengaruh jahat perjudian tak pernah diragukan. Perjudian itu pada dasarnya anti-sosial; ia melemahkan rasa kasih sayang, memupuk egoisme (keakuan) dan dengan demikian menimbulkan kemunduran umum dalam karakter (watak). Perjudian itu satu kebiasaan yang pada dasarnya biadab. Penggeraknya ialah ketamakan yang terselubung rapi. Perjudian itu suatu usaha mendapatkan harta tanpa upaya. Perjudian itu suatu pelanggaran terhadap hukum kesetimbangan. Perjudian itu semacam perampokan dengan persetujuan bersama, seperti halnya duel adalah pembunuhan atas persetujuan timbal-balik. Perjudian lahir dari ketamakan dan menjuruskan orang kepada kemalasan. Perjudian itu lebih-lebih merupakan daya penarik kepada adu untung-untungan. Membuat untung-untungan itu sebagai penentu tindak-tanduk kita, berarti menghancurkan tatanan akhlak dan kemantapan hidup. Perjudian memusatkan perhatian kepada keuntungan belaka dan dengan demikian memalingkan perhatian dari tujuan hidup yang lebih berharga” (Enc. Rel Eth.).

263. Itsm berarti dosa; hukuman dosa; kemudaratan yang mungkin timbul dari dosa (Lane).

264. Suatu ciri khas Islam ialah Islam tidak pernah mencela sesuatu secara menyeluruh, tetapi mengakui dengan terus-terang dan blak-blakan akan kebaikannya, sebab tiada sesuatu di dunia ini yang sama sekali buruk, tetapi karena kejahatannya lebih besar dari kebaikannya. Meskipun Islam melarang penggunaan barang-barang memabukkan dan permainan adu untung, karena keduanya itu mendatangkan kerugian yang besar, namun Islam tidak mengingkari adanya beberapa kemanfaatan dalam kedua hal tersebut.

265. Afw(u) berarti: (a) apa yang melebihi atau tersisa dari dan di luar keperluan seseorang, yang bila dibelanjakan tidak menyebabkan kesusahan bagi si pemberi; (b) bagian terbaik dari sesuatu hal; (c) memberi tanpa diminta (Aqrab). Orang-orang mukmin biasa diminta membelanjakan apa yang masih tinggal sesudah keperluannya sendiri yang wajar telah dipenuhi, dan golongan orang-orang mukmin yang lebih baik keadaannya, diharapkan membelanjakan bagian terbaik miliknya. Tetapi, bila anak kalimat itu secara keseluruhan dikenakan kepada semua orang mukmin, maka kata-kata itu akan berarti bahwa di waktu peperangan, mereka harus menyisihkan untuk diri sendiri bagian dari miliknya yang hanya cukup untuk memenuhi keperluan hidupnya sesederhana mungkin.

266. Pemeliharaan anak-anak yatim adalah perkara yang sangat peka dan juga merupakan suatu kewajiban masyarakat yang sangat penting. Anak-anak yatim harus dipelihara dengan cara yang paling berfaedah bagi kesejahteraan jasmani, akhlak, dan rohani mereka. Mereka harus diperlakukan sebagai anggota keluarga — perintah itu tercantum dalam kata-kata “mereka adalah saudara-saudaramu.”

267. Masalah perkawinan dengan “perempuan-perempuan musyrik” erat hubungannya dengan masalah peperangan, sebab selama berlangsung peperanganlah orang-orang mukmin, karena meninggalkan rumah selama waktu yang cukup panjang, mungkin akan tergoda dan ingin menikah dengan perempuan-perempuan serupa itu. Hal itu jelas dilarang oleh Alquran, seperti juga dilarang mengawinkan wanita-wanita mukmin kepada pria musyrik. Larangan itu berdasarkan alasan agama, juga alasan akhlak dan sosial. Seorang suami musyrik tentu memberi pengaruh yang luar biasa buruk, bukan hanya terhadap istrinya saja, tetapi juga terhadap anak-anaknya yang lahir dari perhubungan mereka; dan wanita musyrik pasti akan menggagalkan rencana pendidikan bagi keturunannya. Tambahan pula, bila seorang pria mukmin mempunyai istri musyrik atau sebaliknya, karena cita-cita, kepercayaan, dan pandangan hidup mereka jauh berbeda, maka tidak mungkin ada keserasian antara kedua orang itu; dan sebagai akibatnya, tidak akan ada suasana ketenteraman di tengah keluarga. Dalam Islam martabat budak tidak merupakan ciri kerendahan derajat; dan seorang budak-wanita Muslim dalam segala segi akan menjadi istri yang lebih baik untuk seorang Muslim merdeka daripada wanita musyrik dan begitu pula sebaliknya. Budak-budak memperoleh kehormatan besar dalam masyarakat Islam karena keimanan dan ketakwaan mereka. Bilal, Salman, dan Salim, merupakan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. yang sangat dimuliakan. Mereka itu semua dahulunya adalah budak-budak yang kemudian dimerdekakan.

268. Setelah dengan singkat meletakkan landasan hukum pernikahan dalam Islam, maka penjelasan perlu diberikan tentang perhubungan suami-istri dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dengan perkawinan.

269. Perintah dalam kata-kata, dan carilah apa yang ditentukan Allah bagimu (2:188), ialah bahwa menggauli istri sendiri hendaknya dengan cara yang tepat guna memperoleh keturunan. Bersenggama (bersetubuh) tidak diizinkan waktu istri sedang haid, karena bisa-bisa akan mendatangkan mudarat kepada kedua belah pihak. (Lihat Edisi Besar Tafsir dalam bahasa Inggeris); (peny.).

270. Lihat catatan no. 244.

271. Anna berarti: (1) bagaimana; (2) bilamana; dan (3) dimana (Aqrab).

272. Ayat ini merupakan bukti nyata akan kemurnian dan kewibawaan bahasa Alquran yang tak ada tara bandingannya. Suatu pokok yang sangat peka telah dibahas dengan cara yang sangat pantas dan sopan, dan seluruh filsafat pernikahan dan hubungan suami-istri telah dilukiskan dalam kalimat singkat, ialah, istri-istrimu itu bagaikan ladang bagimu. Seorang wanita sungguh seperti ladang, tempat benih keturunan disemaikan. Petani yang bijak memilih tanah terbaik, menyiapkan ladang terbaik pula, mendapatkan benih terbaik dan memilih saat dan cara menyemaikan yang terbaik. Begitu pula halnya seyogianya orang mukmin berbuat; sebab, pada panen yang dipungutnya dalam bentuk anak, bergantung bukan saja seluruh hati dengan dirinya sendiri, tetapi juga masyarakatnya. Pada kenyataan agung dan mulia itulah kata-kata itu mengisyaratkan dengan tegas dan jelas. Dengan demikian, mengumpamakan wanita bagaikan ladang itu asas  ilmu falsafah genetika (memperbaiki sifat-sifat bangsa melalui perjodohan yang baik) dan seks.

273. Kata urdhah berarti sasaran atau rintangan; sungguh merupakan suatu perbuatan fasik kalau orang berani mempergunakan nama Allah, Sumber segala kebaikan, untuk menjauhkan diri dari kebajikan. Pula, merupakan suatu pencemaran besar terhadap kesucian nama Allah, bilamana nama Allah dipakai sebagai sasaran atau bulan-bulanan untuk sumpah-sumpah fasik atau hampa maksud. Ayat ini dan ayat berikutnya berlaku semacam pengantar kepada 2 : 227, tempat masalah sumpah berpantang dari menggauli istri dibicarakan dengan gamblang.

274. Bersumpah adalah suatu hal yang sangat serius, tetapi sebagian orang mempunyai kebiasaan bersumpah tanpa bermaksud apa-apa. Sumpah-sumpah yang dilakukan tanpa dipikir dahulu serupa itu atau sebagai kebiasaan atau sumpah yang diucapkan ketika tiba-tiba naik darah, tidak akan dituntut penebusan.

275. Sesudah dua ayat yang merupakan pendahuluan dan sisipan yang di dalamnya dibicarakan masalah sumpah itu, sekarang Alquran kembali kepada masalah semula tentang hubungan suami-istri. Ayat ini membicarakan orang-orang yang bersumpah menjauhi istri tanpa bercerai sungguh-sungguh. Sangat menarik untuk dicatat ialah, sementara mendekati masalah perceraian, Alquran membicarakan dahulu tentang haid (2 : 223) yang merupakan semacam perpisahan sementara dan sepihak, meskipun tidak sebenarnya. Kemudian (seperti dalam ayat ini), Alquran membicarakan perpisahan yang sungguh-sungguh meskipun tidak nyata. Dan kemudian, dalam ayat-ayat berikutnya Alquran membahas perpisahan hakiki walaupun dapat dibatalkan. Dan akhirnya (2:231) Alquran membicarakan perceraian yang tidak dapat dibatalkan. sungguh suatu urutan yang mengagumkan dan direncanakan untuk mengadakan sebanyak mungkin rintangan terhadap perceraian yang diakui dan dikatakan oleh Islam sebagai semacam keburukan yang tidak dapat dielakkan. Islam mengizinkan paling lama empat bulan kepada seseorang yang bersumpah tidak akan menggauli istrinya. Sesudah itu ia harus rujuk lagi dan memperbaharui kembali perhubungan mereka secara suami-istri, atau perpisahan harus terjadi antara kedua orang itu. Islam sama sekali tidak mengizinkan hidup-pisah yang tidak ada batas waktu tanpa cerai, seolah-olah membiarkan wanita itu “terkatung-katung.” Ila, berarti sumpah berpisah yang menurut itu seorang wanita pada “zaman jahiliyah” akan tetap ada dalam keadaan “terkatung-katung.” Ia tak dapat menikah dengan orang lain, begitu pun tak dapat mengadakan hubungan badan dengan suaminya.

276. Dengan ayat ini mulai diperbincangkan hukum perceraian menurut Islam. Menurut hukum ini suami berhak menceraikan istrinya bila timbul keadaan yang benar-benar perlu. Tetapi, hak itu hanya boleh dipergunakan dalam keadaan yang luar biasa.

277. Quru’ itu jamak dari qur’ atau quar’ yang berarti, waktu; haid; masa atau keadaan bersih sebelum dan sesudah haid, yaitu masa antara dua haid; akhir waktu haid; masa haid dan masa bersih jadi satu, ialah sebulan penuh; saat atau keadaan ketika seorang wanita ke luar dari keadaan bersihnya dan memasuki masa haid (Muhith dan Mufradat). Abubakar r.a. dan Umar r.a., di antara para sahabat Rasulullah s.a.w., dan Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, di antara imam-imam fikih, beranggapan bahwa qur’ berarti haid dan bukan masa bersih. Sebaliknya, Aisyah r.a. dan Ibn ‘Umar r.a., di antara para sahabat, dan Imam Malik dan Imam Syafi’i, di antara imam-imam fikih, beranggapan sebaliknya (Muhith). Pendapat-pendapat itu begitu setimbang sehingga orang Muslim bebas mengambil mana saja dari kedua anggapan itu, tetapi penyelidikan secara kolektif dan bukti-bukti relevan, yang tak perlu dikemukakan di sini, membawa seseorang kepada kesimpulan bahwa dari kedua pandangan yang tersebut pertamalah agaknya lebih masuk akal. Tetapi, jika kita ingin mengambil jalan yang aman, maka kita boleh saja mengartikan kata qur’ itu sebagai masa haid dan masa bersih, ialah sebulan penuh.

278. Mengingat bahwa talak adalah suatu hal yang paling dibenci dari semua hal yang dihalalkan dalam pandangan Tuhan (Dawud), maka talak itu telah dipagari oleh perintang-perintang dan pembatas-pembatas: (a) seorang suami dapat menceraikan istrinya hanya apabila ia thuhr, yakni, di dalam keadaan bersih dan suami tidak menggaulinya dalam masa bersih itu, (b) sesudah talak dijatuhkan, wanita itu harus menunggu tiga kali haid, ialah kira-kira tiga bulan, masa yang disebut idah yaitu masa menunggu. Hal itu perlu, karena masa itu memberikan kepada sang suami cukup waktu untuk mempertimbangkan akibat-akibat tindakannya dan untuk menggugah kembali kecintaan kepada istrinya, sekiranya masih ada nyala api cinta redup-redup sembunyi di suatu tempat untuk menyatakan dirinya lagi; (c) wanita yang diceraikan, bila mengandung, tidak boleh menyembunyikan hal itu kepada suaminya; sebab, kelahiran seorang anak yang diharapkan itu dapat diperhitungkan sangat besar hikmatnya untuk menimbulkan perdamaian kembali antara suami-istri; (d) untuk perpisahan sepenuhnya dan yang tak dapat ditarik kembali, diperlukan tiga kali talak. Sesudah jatuh talak pertama dan kedua, dan sebelum habis waktu menunggu, sang suami mempunyai hak istimewa untuk merujuk kembali, jika ia menghendakinya. Malahan, sesudah masa menunggu pun, suami-istri dapat bersatu kembali sesudah talak pertama dan kedua dengan memperbaharui ikatan nikah.

279. Bertalian dengan hak-hak pribadi, suami dan istri mempunyai kedudukan yang sama, tetapi seperti dijelaskan dalam 4:35 laki-laki mempunyai wewenang mengawasi disebabkan oleh kelebihan jasmani yang dimiliki mereka dan tanggung jawab keuangan yang dipikul mereka untuk menjamin keperluan rumah tangga.

280. Ayat ini mengandung perintang kelima terhadap talak (perceraian). Seorang pria yang mau bercerai dari istrinya harus menjatuhkan talak tiga kali pada waktu yang terpisah, masing-masing dalam masa bersih yang selama jangka waktu itu ia tidak menggaulinya. Menjatuhkan talak dua atau tiga kali sekaligus tidak diizinkan seperti diisyaratkan dengan kata marratan (dua kali) yang berarti sesuatu terjadi pada dua saat yang terpisah, dan bukan dua hal terjadi pada saat yang sama. Rasulullah s.a.w. memperlakukan pernyataan (talak) yang disekaliguskan demikian, berapa pun jumlahnya, sebagai hanya satu talak (Tirmidzi dan Dawud). Menurut Nasa’i, Rasulullah s.a.w. sangat marah ketika pada suatu hari beliau diberitahu bahwa seseorang telah menjatuhkan talak ketiga-tiganya pada waktu yang sama, dan bersabda, “Apakah Kitab Allah akan dijadikan permainan, padahal aku masih ada di antara kamu?” Sesudah kedua talak pertama dijatuhkan, suami dapat mengambil kembali istrinya yang diceraikan dalam idah, ialah, waktu menunggu, dengan atau tanpa persetujuan istrinya; tetapi, sesudah waktu menunggu lewat, ia hanya dapat mengambil kembali istrinya dengan persetujuannya dan sesudah menikahinya lagi. Tetapi, sesudah jatuhnya talak ketiga, sang suami kehilangan hak mengambil kembali istrinya dan suami-istri itu berpisahlah untuk selama-lamanya. Seorang sahabat Rasulullah s.a.w. pada sekali peristiwa bertanya kepada beliau, “Alquran membicarakan di sini hanya dua talak; dari manakah datang yang ketiga?” Rasulullah s.a.w. mengingatkan dia akan kata-kata, atau lepaskanlah mereka dengan perlakuan baik, yang artinya sesudah kedua talak pertama sang suami dapat menahannya dan mengawininya lagi, bila istrinya setuju dinikahi lagi; tetapi, bila suaminya menghendaki perceraian yang tak dapat dibatalkan ia harus “melepaskannya,” yakni, ia menceraikannya untuk ketiga kalinya (Jarir dan Musnad). Soal ini dijelaskan lagi dalam ayat berikutnya. Jadi kata tasrih di sini berarti talak.

281. Bila seseorang menceraikan istrinya, ia kehilangan uang mahar (maskawin) yang telah diberikan kepada istrinya; dan, bila pada waktu bercerai ia belum membayar maskawinnya, ia harus melunasinya sebelum perceraian terjadi. Pula, ia tidak diizinkan mengambil kembali sesuatu yang telah diberikan kepadanya dalam bentuk kado atau hadiah.

282. Tetapi, bila istrinyalah yang minta cerai yang secara istilah dikenal sebagai khula’ ia harus memperolehnya dengan perantaraan seorang kadi atau hakim seperti diisyaratkan oleh bentuk jamak dalam kata “kami mengkhawatirkan.” Dalam hal ini ia harus mengembalikan sepenuhnya atau sebagian maskawinnya, dan juga pemberian yang mungkin telah diterimanya dari sang suami menurut persetujuan kedua pihak atas keputusan hakim. Perkara Jamilah, istri Qais bin Tsabit, memberi gambaran yang baik mengenai penggunaan hak khula’ oleh kaum wanita. Ia minta cerai dari suaminya Qais dengan alasan bahwa ia tidak suka kepadanya, yakni karena perbedaan tabiat, maka ia tidak dapat terus hidup bersama dengan dia. Rasulullah s.a.w. mengizinkan wanita itu memperoleh khula’, tetapi ia harus mengembalikan kepada suaminya kebun, yang pernah diberikan suaminya kepadanya (Bukhari).

283. Ayat ini mengisyaratkan kepada talak ketiga dan terakhir yang sesudah itu suami kehilangan segala haknya untuk bersatu kembali dengan istrinya, kecuali wanita yang diceraikan itu telah kawin dengan pria lain dan bergaul sebagai suami-istri dengan dia dan kemudian secara resmi telah bercerai lagi dari dia atau suaminya yang baru itu mati sehingga wanita itu bebas untuk kawin dengan orang lain. Dengan memasukkan peraturan ini dalam hukum-perceraian Islam di satu pihak mempertinggi nilai kemuliaan tali perkawinan yang seyogianya tidak boleh dijadikan permainan, dan di pihak lain Islam masih memberikan kesempatan, walaupun sangat tipis, kepada sepasang laki-laki dan perempuan yang pernah hidup bersama sebagai suami istri untuk berbaik kembali bila mereka menginginkan demikian.

283A. Ungkapan balaghal ajala berarti : ia mendekati akhir jangka waktu; atau ia mencapai akhir atau menggenapi jangka waktu. Menurut pendapat yang disepakati para ahli, arti pertama itulah yang dipergunakan di sini (Qurthubi).

284. Seperti telah jelas dari siaq-sabaqnya (konteksnya), talak yang disebut di sini mengisyaratkan kepada talak yang dapat diurungkan atau dibatalkan. Sesudah talak demikian dijatuhkan hanya ada dua jalan yang masih terbuka bagi sang suami. Ia dapat menahan istrinya dan memperlakukannya dengan baik, atau berpisah dari istrinya dengan cara yang baik dan pantas. Ia tidak diizinkan memperlakukannya dengan tidak baik dan membiarkannya dalam keadaan terkatung-katung.

285. Kata “suami” yang disebut dalam ayat ini dapat menunjuk kepada suaminya yang pertama atau kepada calon suami. Dalam arti pertama anak kalimat “dan apabila kamu menjatuhkan talak kepada perempuan-perempuan,” harus dianggap merujuk kepada talak pertama dan kedua. Manakala kata “suami” itu diartikan suami yang akan datang, maka kata di atas itu akan merujuk kepada talak ketiga dan terakhir. Wali seorang janda tidak dapat menghalanginya kawin kembali dengan suaminya yang pertama; begitu pula suaminya yang pertama tidak dapat menghalangi wanita itu, menikah dengan suami baru.

286. Ungkapan laa tudharra itu dalam bentuk aktif dan pasif kedua-duanya; maka anak kalimat itu berarti: (1) sang ibu hendaknya jangan membuat si bapak menderita karena anaknya; (2) sang ibu hendaknya jangan dibuat menderita karena anaknya, dan arti kedua-duanya dapat sama-sama dipakai di sini.

287. Kata-kata mauludun lahu (ia yang empunya anak) diutamakan di sini dari kata yang lebih sederhana ialah walid (bapak), untuk mengisyaratkan kepada hak yang ada pada bapak yang memiliki anak itu dan kepada tanggung jawab yang wajar bagi pemeliharaannya.

288. Seseorang yang mewarisi kekayaan orang yang telah meninggal dunia diwajibkan memelihara anak-anak yang ditinggalkan oleh si almarhum.

288A. Lamanya menyusui anak hendaknya paling lama dua tahun. Tetapi, diizinkan menghentikannya sebelum masa itu berakhir, jika si bapak dan si ibu menyetujui cara demikian. Ayat ini mengandung arti pula bahwa anak itu hendaknya jangan dihentikan menyusuinya, sebelum dua tahun berakhir tanpa persetujuan ibunya.

289. Idah atau masa menunggu bagi janda yang ditinggal mati suaminya, lamanya empat bulan dan sepuluh hari, yang secara kasar adalah sesuai dengan empat pergantian masa haid ditambah masa bersih. Islam menetapkan masa yang lebih panjang bertalian dengan seorang janda sebagai isyarat penghormatan atas perasaannya sehubungan dengan kematian suaminya dan dengan demikian menambah nilai kemuliaan dan kesucian tali perkawinan.

290. Kata, tentang apa yang diperbuat mereka mengenai diri mereka jelas menunjuk kepada kawin ulang (rujuk). Di tempat lain Alquran mengatakan, nikahkanlah janda-janda dari antara kamu (24 : 33).

291. Terlarang bagi seorang pria meminang seorang janda secara terang-terangan dalam masa idah yang telah ditetapkan. Ia dapat memberikan isyarat secara tidak langsung untuk menyampaikan niatnya. Tetapi ia sekali-kali tidak boleh menyindirkan secara terbuka atau meminang secara resmi ataupun bahkan membuat lamaran secara rahasia. Seorang janda pun dilarang memberikan persetujuan atas pinangan demikian, dalam masa yang telah ditetapkan itu. Ia harus menunggu dengan sabar empat bulan dan sepuluh hari, sebagai penghormatan kepada suaminya yang meninggal, dan pula supaya kemungkinan hamil dapat menjadi kentara, sebab wanita hamil, tidak diperkenankan kawin sebelum ia melahirkan bayinya.

292. Hal ini merupakan suatu kekecualian. Tetapi, ada kalanya terjadi ketika sesudah akad nikah dilaksanakan, tiba-tiba keadaan-keadaan timbul atau diketahui bahwa tercapainya maksud dan kelangsungan pernikahan itu menjadi sukar atau tidak seperti yang diharapkan. Ayat ini dan ayat berikutnya membuat ketentuan mengenai hal-hal seperti itu.

293. Bila perceraian terjadi sesudah maskawin ditetapkan, tetapi suaminya belum menggauli isterinya, maka sang suami harus membayar setengahnya dari maskawin yang telah ditetapkan.

294. Anak kalimat, orang yang di tangannya ada ikatan perkawinan, dapat berarti suaminya atau wali si wanita yang diceraikan. Karena, kalau sesudah perkawinan terjadi, ikatan perkawinan (akad nikah) itu wewenangnya berada di tangan sang suami, maka sebelum perkawinan terjadi, wewenang itu berada di tangan wali wanita itu.

294A. Ya’fu dapat berarti, “mengembalikan atau menambah.” Istrinya (atau walinya) dapat mengembalikan seluruhnya atau sebagian dari yang menjadi hak wanita itu, atau sang suami dapat membayar lebih dari apa yang menjadi kewajibannya. Tetapi, sang suami tentu saja diharapkan, memperlihatkan kemurahan-hati yang lebih besar.

295. Ada kemungkinan besar sesudah kawin orang menjadi agak malas dalam mengerjakan shalat. Di samping itu kehidupan berkeluarga melipat ganda urusan yang menyita perhatian baik si pria maupun si wanita. Oleh sebab itu, memang sangat penting mengajak orang-orang yang berkeluarga supaya mereka menjalankan shalat dengan dawam dan lebih saksama.

296. Pandangan bahwa shalat itu shalat Asar dikuatkan oleh beberapa sabda Rasulullah s.a.w. (Bukhari). Shalat yang dimaksudkan itu agaknya shalat yang jatuh dalam jam-jam sibuk ketika orang berada di tengah-tengah kesibukan. Tetapi, tiap shalat, ditilik dari satu segi, adalah “shalat tengah-tengah.”

297. Mendirikan shalat kelima waktu merupakan perintah terpenting. Seorang Muslim dalam keadaan bagaimana pun tidak diperbolehkan melalaikan shalat selama ia berpikiran sehat dan sadar. Bahkan, bila sedang bergerak dalam keadaan ketakutan luar biasa pun, ia tidak boleh lengah mendirikan shalat, dan harus melaksanakannya, baik sambil naik kuda (kendaraan) atau berjalan kaki, atau sedang berlari atau duduk atau berbaring sekalipun, menurut keadaan.

298. Masa idah yang ditetapkan untuk janda pada ayat 2:235 ialah, empat bulan dan sepuluh hari. Dalam waktu itu ia dapat menuntut tempat tinggal dan jaminan hidup dari ahli waris suami yang telah meninggal sebagai haknya. Masa satu tahun yang disebut di sini hanya merupakan anugerah atau kebajikan bagi si janda sebagai tambahan pada hak mendapat tempat tinggal dan jaminan hidup seperti tersebut dalam 2:235. Kelonggaran itu tidak ada sangkut paut dengan haknya dalam warisan, begitu pula tidak merupakan perintah wajib.

299. Tak ubah seperti ayat sebelumnya yang memberikan kebajikan tambahan kepada para janda, ayat ini menganugerahkan kebajikan tambahan kepada wanita-wanita yang dicerai. Peratuan ini istimewa pentingnya bertalian dengan wanita yang dicerai, karena pada saat-saat pahit sebagai akibat buruk yang tak dapat dihindarkan dari pernikahan yang berantakan itu, orang-orang mudah menjadi berlaku tidak adil dan kejam terhadap istri mereka yang dicerai.

300. Ketika kaum Bani Israil meninggalkan Mesir dan menyeberang ke Asia karena dikejar-kejar oleh Firaun, Nabi Musa a.s. ingin agar mereka memasuki Tanah yang Dijanjikan, tetapi mereka takut kepada kaum yang tinggal di sana, dan menolak bergerak maju (5:25).

301. Bible mengemukakan jumlah kaum Bani Israil yang hijrah dari Mesir sebanyak enam ratus ribu. Penyelidikan mutakhir mendukung pandangan Alquran bahwa mereka hanya beberapa ribu saja (History of the People of Israel, oleh Ernest Renan, hal. 145. 1888 dan History of Palestine and the Jews, i, 174 oleh John Kitto). Lihat pula 2:61.

302. Kaum Bani Israil meninggalkan Mesir karena untuk tinggal terus di negeri itu akan berarti kemusnahan mereka. Firaun telah menempuh semua jalan untuk membinasakan kaum pria mereka. Lihat 2:50.

303. Yang diisyaratkan ialah keadaan hidup-tak-menentu kaum Bani Israil di hutan belantara Sinai, setelah mereka menolak untuk bertolak bersama Nabi Musa a.s. ke Kanaan, sehingga mereka binasa di hutan belantara itu dan bangkitlah suatu angkatan baru yang diisi oleh semangat kehidupan baru, bertolak ke Tanah yang Dijanjikan di bawah pimpinan Jusak. Di tempat lain Alquran mengatakan, “Kemudian Kami bangkitkan kamu sesudah kamu binasa.” (2:57).

304. Seruan itu ditujukan kepada kaum Muslimin. Kepada mereka itu dikatakan bahwa suatu kaum yang tidak melenyapkan rasa takut mati dan tidak bersedia mengorbankan segala-galanya untuk keutuhan dan kemuliaan bangsa, maka kaum itu tidak berhak hidup. Itulah rahasia kemajuan nasional yang ditanamkan dan berulang-ulang diajarkan oleh Alquran.

305. Alquran membicarakan perihal membelanjakan uang di jalan Allah sebagai pemberian pinjaman kepada-Nya, dengan pengertian bahwa uang yang dibelanjakan untuk meningkatkan perjuangan suci, tidak boleh dipandang sebagai uang yang dihamburkan dengan sia-sia.

306. Peristiwa tersebut menunjukkan kemajuan dalam keadaan kaum Bani Israil pada saat seperti dituturkan ayat ini dibandingkan dengan zaman Nabi Musa a.s. sendiri. Dalam  5:25 Alquran menuturkan bahwa ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan pengikut-pengikut beliau untuk memerangi musuh di jalan Allah, mereka menjawab: Pergilah engkau bersama Tuhan engkau, kemudian berperanglah kalian berdua; sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini! Sebaliknya dalam ayat ini mereka disebutkan telah berkata: Mengapakah kami tidak akan berperang di jalan Allah jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami? Tetapi, perbaikan sikap itu hanya di mulut saja dan tidak dalam kenyataan; sebab, ketika saat pertempuran yang sebenarnya tiba, banyak dari antara mereka bimbang dan menolak untuk bertempur. Dengan demikian, peristiwa itu merupakan peringatan keras kepada kaum Muslimin untuk waspada agar jangan menempuh jalan yang serupa itu.

307. Thalut itu nama sifat seorang raja Bani Israil yang hidup kira-kira dua ratus tahun sebelum Nabi Dawud a.s. dan kira-kira sejumlah tahun yang sama sesudah Nabi Musa a.s. Beberapa ahli tafsir Alquran telah keliru mempersamakan Thalut dengan Saul. Penjelasan Alquran lebih cocok dengan Gideon (Hakim-hakim fasal-fasal 6-8) daripada dengan Saul. Gideon hidup kira-kira 1250 sebelum Masehi dan Bible menyebutnya “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6 : 12) tiada lain melainkan Thalut. Menurut sementara penulis Kristen, peristiwa yang dituturkan dalam bagian ini menunjuk kepada dua masa yang berlainan, terpisah satu sama lain oleh masa-antara yang rentangannya 200 tahun, dan menunjuk kepada bagian ini sebagai contoh — menurut mereka — anachronisme (pengacauan waktu) sejarah yang terdapat dalam Alquran. Bagian ini memang betul menunjuk kepada dua masa yang berlainan, tetapi tiada anachronisme (pengacauan waktu) di dalamnya. Alquran menunjuk di sini kepada kedua masa itu. Tujuan berbuat demikian ialah untuk melukiskan bagaimana mulainya proses mempersatukan berbagai suku Bani Israil di zaman Gideon (Thalut), dua ratus tahun sebelum Nabi Dawud a.s. dan yang akhirnya tercapai di zaman Nabi Dawud a.s. Kata-kata “sesudah Musa” dalam ayat sebelumnya menunjukkan bahwa peristiwa itu termasuk masa permulaan ketika kaum Bani Israil sebagai bangsa, mulai mengambil bentuk yang pasti dalam sejarah. Sebab, dua ratus tahun sesudah Nabi Musa a.s. mereka pecah-belah dalam berbagai suku, tak mempunyai raja dan tidak pula angkatan perang. Dalam tahun 1256 sebelum Masehi, disebabkan oleh kedurhakaan mereka, Tuhan membiarkan mereka jatuh ke tangan kaum Midian yang menjarah dan menindas mereka selama tujuh tahun dan mereka terpaksa mencari perlindungan di dalam gua-gua (Hakim-hakim 5 : 1 - 6). “Maka sesungguhnya tatkala Bani Israil itu berseru kepada Tuhan dari sebab orang Midian itu, maka disuruhkan Tuhan seorang yang nabi adanya kepada Bani Israil” (Hakim-hakim 6 : 7 - 8),” dan seorang malaikat Tuhan datang kepada Gideon, menunjuknya menjadi raja dan menjadikannya pertolongan Ilahi” .... “Maka sembahnya kepadanya: Ya Tuhan dengan apa gerangan dapat hamba melepaskan orang Israil? Bahwasanya bangsa hamba terkecil dalam suku Manasye, maka hamba ini anak bungsu di antara orang isi rumah bapak hamba” (Hakim-hakim 6:15).

Hal ini cocok dengan keterangan yang diberikan dalam ayat yang dibahas ini tentang Thalut. Apa yang menjadikan persamaan Thalut dengan Gideon lebih pasti lagi ialah, memang di zaman Gideon dan bukan di zaman Saul, kaum Bani Israil mendapat cobaan dengan perantaraan air, dan gambaran yang diberikan oleh Bible (Hakim-hakim 7 : 4-7) tentang cobaan itu memang sama dengan gambaran Alquran. Dari Hakim-hakim 7 : 6-7 kita mengetahui bahwa sesudah cobaan tersebut di atas, orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan Gideon hanya ada 300. Sangat menarik untuk diperhatikan, ialah, seorang sahabat Rasulullah s.a.w. diriwayatkan telah bersabda, “Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi, bab Siyar). Hadis itu pun mendukung kesimpulan bahwa Thalut itu, tiada lain selain Gideon. Apa yang selanjutnya menguatkan persamaan antara Thalut dengan Gideon ialah, kata itu berasal dari akar-kata yang dalam bahasa Ibrani berarti “menumbangkan” (Enc. Bib) atau “menebang” (Jew. Enc). Jadi, Gideon berarti, “orang yang menebas musuh hingga merobohkannya ke tanah” dan Bible sendiri mengatakan tentang Gideon sebagai “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6 : 12). Lihat pula Edisi Besar Tafsir dalam bahasa Inggris.

308. Tabut berarti, (1) peti atau kotak; (2) dada atau rusuk dengan apa-apa yang dikandungnya seperti jantung dan sebagainya (Lane); (3) hati yang merupakan gudang ilmu, kebijakan, dan keamanan (Mufradat). Para ahli tafsir berselisih tentang makna kata Tabut dan Bible menyebutnya sebagai sebuah perahu atau peti, dan gambaran yang diberikan oleh Alquran tegas menunjukkan bahwa kata itu telah dipakai di sini dalam arti “hati” atau “dada.” Penjelasan tentang Tabut dalam ayat ini “yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan-mu” tak dapat dikenakan kepada bahtera; sebab, jauh daripada memberi ketenteraman dan kesejukan hati kepada orang lain, perahu yang disebut oleh Bible tidak dapat melindungi kaum Bani Israil terhadap kekalahan, pula tidak melindunginya sendiri, sebab perahu itu dibawa lari oleh musuh. Malahan Saul yang membawa perahu itu dalam peperangan menderita kekalahan-kekalahan yang parah sehingga bahkan musuhnya pun menaruh kasihan kepadanya dan ia menemui ajalnya dengan penuh kehinaan. Perahu demikian tak mungkin merupakan sumber ketenangan bagi kaum Bani Israil. Apa yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka ialah hati yang penuh dengan keberanian dan ketabahan sehingga sesudah ketenangan tersebut turun kepada mereka, mereka dengan berhasil membalas serangan musuh dan menimpakan kekalahan berat kepada mereka.

309. Karunia lain yang diberikan Tuhan kepada Bani Israil disinggung dalam kata “pusaka.” Tuhan meresapi hati mereka dengan sifat-sifat mulia yang menjadi watak nenek-moyang mereka, keturunan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. Pusaka yang ditinggalkan oleh anak-cucu Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. tidak terdiri atas hal-hal kebendaan, tetapi yang dimaksudkan ialah akhlak-akhlak baik yang dengan itu mereka mendapat karunia menjadi waris leluhur-leluhur agung mereka.

310. Kekecualian tentang air seciduk tangan itu mengandung dua tujuan: (1) memberikan kepada pasukan yang sedang berderap maju itu sedikit kelegaan jasmani dengan mengizinkan mereka membasahi kerongkongan mereka yang kekeringan, tetapi di samping itu mencegah mereka dari minum sebebasnya yang bisa mendinginkan semangat mereka dan menjadikan mereka lengah terhadap musuh; (2) membuat cobaan itu lebih menggelitik perasaan; sebab, acapkali terjadi, lebih mudah bagi seseorang untuk menjauhkan diri sama sekali dari sesuatu daripada mencicipinya dalam kadar terbatas sekali. Lihat Hakim-hakim 7 : 5 - 6. Kata nahar berarti pula “limpah-ruah.” Dalam pengertian tersebut, ayat ini berarti bahwa mereka akan diuji oleh “limpah-ruah”; mereka yang menyerah kepada godaannya biasanya menjadi tidak mampu melaksanakan pekerjaan Tuhan, tetapi mereka yang memakainya dengan mengekang nafsu biasanya meraih kemenangan.

310A. Kata Jalut itu nama sifat yang artinya, seseorang atau satu kaum yang sukar diperintah dan “berkeliar sambil menjarah-rayah” dan mengganggu orang-orang lain. Dalam Bible nama yang sejajar ialah Goliat (1 Sam. 17 : 4) yang berarti “roh-roh yang suka berlari-lari, menyamun dan membinasakan,” atau “pemimpin” atau “raksasa” (Enc. Bib.; Jew. Enc.). Bible memakai nama ini mengenai seseorang, tetapi sesungguhnya kata itu menyandang arti segolongan perampok yang kejam, sungguhpun dapat pula dikenakan kepada perseorangan-perseorangan tertentu yang melambangkan ciri khas golongan itu. Alquran agaknya telah mempergunakan kata itu dalam kedua arti itu dalam ayat yang sedang dibicarakan.

311. Jalut yang disebut dalam ayat ini tidak bermakna seseorang melainkan suatu kaum, sedang kata “balatentara” menunjuk kepada para pembantu dan sekutu kaum itu. Bible menunjuk kepada Jalut dengan nama kaum Midian yang menjarah dan menyerang Bani Israil dan membinasakan tanah mereka untuk beberapa tahun (Hakim-hakim 6 : 1-6). Kaum Amalek dan semua suku bangsa di sebelah timur membantu kaum Midian dalam penyerangan mereka (Hakim-hakim 6 : 3) dan merupakan “balatentara” yang disebut dalam ayat ini.

312. Thalut atau Gideon berhasil mengalahkan Jalut atau kaum Midian tetapi kekalahan besar yang disebut dalam ayat ini dengan terbunuhnya Jalut terjadi di zaman Nabi Dawud a.s., kira-kira dua ratus tahun kemudian. Menurut Bible orang yang dikalahkan oleh Nabi Dawud a.s. ialah Goliat (1. Samuel 17:4), yang cocok dengan Jalut. Mungkin nama sifat yang diberikan oleh Alquran kepada kaum itu pun disandang oleh pemimpin mereka di zaman Nabi Dawud a.s.

313. Kata-kata itu melukiskan dengan ringkas seluruh filsafat ihwal       segala bentuk perang yang dilancarkan demi kebenaran dan keadilan. Perang hanya dipakai sebagai wahana untuk mencegah kekacauan dan menegakkan kembali keamanan; dan bukan menimbulkan kekacauan, mengganggu keamanan, dan merampas kemerdekaan bangsa-bangsa lemah.

314. Ungkapan ini tidak berarti bahwa ada beberapa nabi yang           kepadanya Allah tidak bercakap-cakap atau bahwa ada beberapa yang   kerohanian mereka tidak ditinggikan. Kata-kata itu hanya berarti bahwa                ada dua macam nabi: (a) Mereka yang membawa syariat baru. Mereka itu disebut nabi-nabi mukallam. (b) Kenabian mereka hanya tercermin dalam kemuliaan pangkat rohani mereka. Mereka itu nabi-nabi ghair-mukallam. Rasulullah s.a.w. diriwayatkan telah bersabda bahwa Adam a.s. itu nabi mukallam (Musnad).

315. Pada hari itu keselamatan tidak akan diperoleh dengan jual-beli. Keselamatan akan bergantung hanya pada amal saleh seseorang dan diiringi oleh rahmat Tuhan.

316. Tidak akan ada kesempatan untuk mengadakan persahabatan baru pada hari itu.

317. Lihat catatan no. 85.

318. Kursiy berarti, singgasana, kursi, tembok penunjang; ilmu; kedaulatan dan kekuasaan (Aqrab); Karaasi itu jamak dan berarti orang-orang terpelajar. Ayat itu dengan indahnya menggambarkan Keesaan Tuhan serta Sifat-sifat-Nya yang agung. Konon Rasulullah s.a.w. pernah bersabda bahwa Ayat Al-Kursiy itu ayat Alquran yang paling mulia (Muslim).

319. Perintah (terkandung dalam ayat-ayat sebelumnya) untuk mengadakan pengorbanan khusus guna kepentingan agama dan memerangi musuh Islam boleh jadi dapat menimbulkan salah pengertian, seakan Allah menghendaki kaum Muslimin memakai kekerasan guna menablighkan agama mereka. Ayat ini melenyapkan salah paham itu dan bukan saja melarang kaum Muslimin, dengan kata-kata yang sangat tegas, mempergunakan kekerasan dalam rangka menarik orang-orang bukan-Muslim masuk Islam, tetapi memberikan pula alasan-alasan mengapa kekerasan tidak boleh dipakai untuk tujuan itu. Alasan itu ialah karena kebenaran itu nyata berbeda dari kesesatan, maka tidak ada alasan untuk membenarkan penggunaan kekerasan. Islam itu kebenaran yang nyata.

320. Thagut itu orang yang bertindak melampaui batas-batas kewajaran; iblis; orang-orang yang menyesatkan orang lain dari jalan lurus dan benar; segala bentuk berhala. Kata itu dipakai dalam arti mufrad dan jamak (2 : 258 dan 4 : 61).

321. Nabi Ibrahim a.s. itu seorang pemberantas-berhala besar. Kaumnya menyembah matahari dan bintang-bintang, dewa utama mereka ialah Madruk yang asalnya dewa pagi dan matahari musim semi (Enc. Bib. dan Enc. Rel. Eth. II. 296). Mereka percaya bahwa semua kehidupan bergantung pada matahari. Ibrahim a.s. dengan bijaksana meminta orang musyrik itu, seandainya ia mengaku dapat mengatur hidup dan mati, agar mengubah jalan tempuhan matahari yang padanya bergantung segala kehidupan itu. Orang kafir itu pun kebingungan. Ia tidak dapat mengatakan tak dapat menerima tantangan Hadhrat Ibrahim a.s. untuk menyuruh matahari beredar dari barat ke timur; sebab, hal demikian akan membatalkan pengakuannya sendiri sebagai pengatur hidup dan mati; dan, bila ia mengatakan dapat berbuat demikian, itu berarti ia menguasai matahari tetapi niscaya merupakan suatu penghinaan besar pada pandangan kaumnya, penyembah matahari. Dengan demikian ia sama sekali menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dikatakan olehnya.

322. Kota hancur yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah Yerusalem, dibinasakan oleh Nebukadnezar, Raja Babil pada tahun 599 sebelum Masehi. Nabi Yehezkiel ada di antara orang-orang Yahudi yang diboyong Nebukadnezar sebagai tawanan perang ke Babil dan diharuskan melalui kota yang telah dibinasakan itu dan menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu.

323. Nabi Yehezkiel a.s. tentunya sangat terkejut melihat pemandangan menyedihkan itu dan berdoa kepada Tuhan dengan kata-kata yang penuh keharuan luar biasa, kapan kiranya kota yang hancur itu akan dihidupkan kembali. Doanya makbul dan kepada beliau diperlihatkan kasyaf bahwa pembangunan kembali kota yang dimintakan dalam doa itu akan terjadi dalam waktu seratus tahun. Ayat itu tidak mengandung arti bahwa Nabi Yehezkiel sungguh-sungguh mati selama seratus tahun. Beliau hanya melihat kasyaf (penglihatan gaib dalam keadaan bangun; vision) bahwa beliau mati dan tetap dalam keadaan mati selama seratus tahun dan kemudian hidup kembali. Alquran kadang-kadang menyebut pemandangan-pemandangan dalam kasyaf seolah-olah sungguh-sungguh terjadi tanpa menyatakan bahwa penglihatan-penglihatan itu disaksikan dalam kasyaf atau mimpi (12 : 5). Kasyaf itu menunjukkan, dan Nabi Yehezkiel a.s. paham akan artinya, bahwa Bani Israil selama kira-kira seratus tahun akan tetap dalam keadaan tawanan dan keadaan kemunduran nasional secara total; maka sesudah itu mereka akan mendapat kehidupan baru dan akan kembali ke kota suci mereka. Dan ini sungguh-sungguh telah terjadi seperti Nabi Yehezkiel a.s. telah melihatnya dalam mimpi. Yerusalem direbut oleh Nebukadnezar pada tahun 599 sebelum Masehi (2 Raja-raja 24: 10). Nabi Yehezkiel a.s. mungkin melihat kasyaf pada tahun 586 sebelum Masehi. Kota itu didirikan kembali kira-kira seabad sesudah  kehancurannya. Pembangunannya kembali dimulai pada 537 sebelum Masehi dengan izin dan bantuan Cyrus, Raja Persia dan Midia, dan selesai pada tahun 515 sebelum Masehi. Orang-orang Bani Israil masih memerlukan limabelas tahun lagi untuk menghuninya dan dengan demikian pada hakekatnya seabad telah lewat antara hancurnya Yerusalem dan dihidupkannya kembali. Adalah kekanak-kanakan sekali jika kita pikir bahwa Tuhan sungguh-sungguh mematikan dan membiarkan beliau mati seratus tahun dan kemudian menghidupkan beliau kembali; sebab, hal itu niscaya tidak akan merupakan jawaban atas doanya yang bukan mengenai kematian dan kebangkitan kembali seseorang tertentu melainkan mengenai sebuah kota yang menampilkan suatu kaum seutuhnya.

323A. Kata-kata itu dimaksudkan untuk menyatakan keadaan waktu yang tak terbatas (18 : 20 dan 23 : 114) dan menurut kebiasaan Alquran berarti bahwa Nabi Yehezkiel a.s. tidak tahu berapa lamanya beliau tinggal dalam keadaan itu. Yaum di sini bukan berarti satu hari yang terdiri atas 24 jam, melainkan hanya menunjukkan suatu waktu tertentu (lihat 1 : 4). Kata-kata Aku tinggal sehari atau sebagian hari, dapat pula menunjuk kepada waktu Nabi Yehezkiel a.s. tidur atau waktu beliau melihat kasyaf itu. Rupa-rupanya Nabi Yehezkiel a.s. menyangka bahwa beliau ditanya mengenai lama berlangsungnya waktu melihat kasyaf itu.

223B. Bal itu kata penyimpangan yang artinya (a) pembatalan apa-apa yang terdahulu, seperti pada 21 : 27 atau (b) peralihan dari satu pokok pembicaraan kepada yang lain, seperti dalam 87 : 17. Di sini bal telah dipakai dalam arti terakhir.

324. Anak kalimat, Sungguh, akan tetapi engkau pun telah tinggal seratus tahun lamanya dalam keadaan seperti ini, menunjukkan bahwa meskipun dalam satu pengertian Nabi Yehezkiel a.s. telah tinggal dalam keadaan seperti itu seratus tahun (sebab beliau mimpi bahwa beliau mati selama seratus tahun), tetapi pernyataan bahwa beliau tinggal sehari atau sebagian hari pun tepat; sebab, waktu yang sebenarnya berlangsung dalam melihat kasyaf itu wajar sangat singkat.

325. Untuk membuat kenyataan ini jelas kepada pikiran Nabi Yehezkiel a.s., Tuhan mengarahkan perhatian beliau kepada makanan dan minuman dan keledainya. Bahwa makanan dan minuman beliau tidak menjadi busuk dan keledai beliau masih hidup menunjukkan bahwa beliau sebenarnya hanya tinggal sehari atau sebagian hari. Kata-kata lihatlah keledai engkau pun menunjukkan bahwa Nabi Yehezkiel a.s. melihat kasyaf ketika tidur di ladang dengan keledai beliau ada di sisinya; sebab, selama ditawan orang-orang Bani Israil dipekerjakan di ladang sebagai buruh tani.

326. Nabi Yehezkiel a.s. menampilkan dalam diri beliau seluruh bangsa Yahudi. Wafatnya secara simbolis seratus tahun melukiskan keruntuhan nasional mereka dan kesedihan selama dalam tawanan, sebab itulah masa yang sesudahnya mereka bangkit kembali. Itulah sebabnya, mengapa Nabi Yehezkiel a.s. disebut “menjadi suatu Tanda.” Lihat pula Kitab Yehezkiel, fasal 37.

327. Perbedaan antara iman dan ithminan (hati dalam keadaan tenteram) ialah, dalam keadaan pertama orang hanya percaya bahwa Tuhan dapat berbuat sesuatu; sedang, dalam keadaan kedua, orang mendapat kepastian bahwa sesuatu dapat pula berlaku atas dirinya. Nabi Ibrahim a.s. sungguh beriman bahwa Tuhan dapat menghidupkan yang sudah mati, tetapi apa yang diinginkan beliau ialah kepuasan pribadi untuk mengetahui apakah Tuhan akan berbuat demikian untuk keturunan beliau juga. Menunjuk kepada ayat yang ada dalam bahasan, Rasulullah s.a.w. diriwayatkan telah bersabda, “Kita lebih layak menaruh syak (keraguan) daripada Hadhrat Ibrahim” (Muslim). Kata syak, berarti keinginan keras yang tersembunyi, menunggu dengan penuh harapan akan sempurnanya keinginan itu; sebab, Rasulullah s.a.w. tak pernah ragu-ragu tentang janji atau perbuatan Tuhan apa pun. Hal itu menunjukkan bahwa pertanyaan Hadhrat Ibrahim a.s. tak terdorong oleh keraguan, tetapi hanya oleh kedambaan yang sangat.

328. Shurtu al ghushna ilayya berarti, saya mencondongkan dahan itu kepadaku sendiri (Lane). Kata depan ila menentukan arti kata shurhunna dalam artian mencondongkan atau melekatkan dan bukan memotong.

329. Juz’ berarti suku, sebagian atau sesuatu. Jadi, bila sesuatu terdiri atas atau meliputi suatu rombongan, kata “bagian” akan berarti tiap-tiap anggotanya. Ini adalah suatu kasyaf Hadhrat Ibrahim a.s. Dengan “mengambil empat ekor burung,” maknanya ialah, keturunan beliau akan bangkit dan jatuh empat kali; peristiwa itu disaksikan dua kali di tengah-tengah kaum Bani Israil dan terulang lagi dua kali di tengah-tengah para pengikut Rasulullah s.a.w. yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim a.s. melalui Nabi Ismail. Kekuatan kaum Yahudi yang adalah keturunan Hadhrat Ibrahim a.s. melalui Nabi Ishak a.s. — hancur dua kali: pertama kali oleh Nebukadnezar dan kemudian oleh Titus (17 : 5 - 8. Enc. Brit. pada Jews); dan tiap-tiap kali Tuhan membangkitkan kembali sesudah keruntuhan mereka; kebangkitan kedua kalinya terlaksana oleh Konstantin, Maharaja Roma, yang memeluk agama Kristen. Demikian pula kekuatan Islam, mula-mula dengan hebat digoncang, ketika Bagdad jatuh saat menghadapi pasukan-pasukan Tartar; tetapi, segera dapat pulih kembali sesudah pukulan yang meremukkan itu. Para pemenang berubah menjadi golongan yang kalah dan cucu Hulaku, perebut Bagdad, masuk Islam. Keruntuhan kedua datang kemudian, ketika kemunduran umum dan menyeluruh dialami oleh kaum Muslimin dalam bidang rohani dan bidang politik. Kebangkitan Islam yang kedua sedang dilaksanakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s.

330. Dalam ayat-ayat yang lalu dijelaskan bahwa, menurut hukum Ilahi, Tuhan memberikan hidup baru kepada bangsa-bangsa yang layak menerimanya sesudah mereka mati, dan ihwal Bani Israil disebut sebagai contoh. Kemudian dinyatakan bahwa keturunan Ibrahim a.s. akan bangkit empat kali: Bani Israil dan Bani Ismail masing-masing akan bangkit dua kali. Guna mempersiapkan kaum Muslimin untuk kebangkitan yang dijanjikan. Tuhan kembali lagi membahas jalan kemajuan nasional dan memerintahkan orang-orang mukmin supaya membelanjakan harta sebanyak-banyaknya di jalan Allah.

331. Tiap-tiap perbuatan baik dapat disalahgunakan, dan penyalahgunaan belanja harta di jalan Allah ialah menyertakannya dengan mann (dengan sombong menyebut-nyebut perbuatan baiknya) dan adza (menyatakannya dengan menyakiti). Mereka yang membelanjakan kekayaan mereka di jalan Allah dilarang menyebut-nyebut tanpa gunanya dan tidak pada tempatnya perihal uang yang dibelanjakan mereka dan bakti yang diberikan mereka demi kepentingan kebenaran; sebab, perbuatan demikian termasuk mann (celaan, ejekan). Demikian pula mereka diperintahkan agar tidak menuntut sesuatu sebagai imbalan atas bantuan mereka.

332. Lebih baik mengucapkan kata-kata kasih sayang atau minta maaf kepada orang yang meminta pertolongan, daripada mula-mula menolongnya dan kemudian menyakitinya dan memberinya kesusahan; atau ia sebaiknya berusaha menutupi dan menyembunyikan keperluan orang yang datang kepadanya meminta pertolongan dan menahan diri dari membicarakannya kepada orang lain sehingga orang itu tidak merasa direndahkan dan dihinakan; itulah artinya maghfirat.

333. Di tempat lain, kaum Muslimin diperintahkan pula untuk membelanjakan kekayaan mereka dengan terang-terangan (2:275); tujuan yang mendasarinya ialah orang-orang Muslim lainnya akan terpengaruh dan meniru teladan yang baik itu. Akan tetapi, orang yang tak beriman kepada Tuhan membelanjakan uangnya terang-terangan, hanya semata-mata untuk menarik penghargaan khalayak umum. Orang demikian kehilangan sama sekali hak memperoleh ganjaran dari Tuhan.

334. Pembelanjaan uang di jalan Allah memberi kekuatan kepada jiwa manusia, sebab dengan membelanjakan harta yang diperolehnya dengan susah payah, ia secara sukarela meletakkan beban atas diri sendiri dan menjadikannya lebih kuat serta lebih teguh dalam keimanan.

335. Hati orang-orang mukmin yang membelanjakan harta dengan sukarela di jalan Allah adalah laksana sebidang tanah tinggi, hujan lebat kadang-kadang sangat berbahaya bagi tanah rendah — tidak membahayakannya. Sebaliknya tanah itu akan mendapat faedah dari hujan, meskipun hujan itu besar atau kecil.

336. Dengan perantaraan perumpamaan ini orang mukmin diperingatkan bahwa bila ia membelanjakan harta bendanya untuk pamer atau mengiringi sedekahnya dengan membangkit-bangkit jasa baik dan menyakiti perasaan orang yang disedekahinya, maka semua yang dibelanjakannya itu akan menjadi sia-sia belaka.

337. Ayat ini berarti bahwa orang-orang mukmin hendaknya membelanjakan di jalan Allah apa-apa yang baik dan murni, sebab harta yang sekalipun dihasilkan secara sah, adakalanya meliputi barang-barang buruk juga. Barang-barang tua dan bekas dapat saja diberikan kepada orang miskin, tetapi barang-barang yang sudah rusak janganlah dipilih untuk maksud itu.

338. Faqara berarti, ia membuat lubang ke dalam mutiara; faqura berarti, ia menjadi miskin dan kekurangan dan faqira berarti, ia mengidap penyakit tulang punggung. Jadi faqr berarti kemiskinan; kekurangan atau keperluan yang sangat memberatkan kehidupan si miskin; kesusahan atau kecemasan atau kegelisahan pikir (Lane).

339. Ayat ini melenyapkan prarasa takut yang dibisikkan syaitan bahwa membelanjakan harta dengan sukarela di jalan Allah dapat menjadikan seseorang jatuh miskin; sebaliknya ayat itu menerangkan dengan tegas bahwa bila orang-orang kaya tidak membelanjakan dengan sukarela dalam urusan yang baik, akibatnya ialah faqr nasional, artinya, negeri akan menderita dalam bidang ekonomi dan akan mengalami kemerosotan akhlak, karena bila keperluan ekonomi anggota-anggota masyarakat yang kurang beruntung tidak terpenuhi secara layak, mereka akan cenderung menempuh fahsya’ (cara yang buruk dan bertentangan dengan akhlak baik) untuk mencari nafkah mereka.

340. Ayat ini berarti bahwa perintah, mengenai pembelanjaan kekayaan untuk bersedekah yang merupakan rahasia kemajuan dan kesejahteraan nasional, itu berdasar atas kebijakan.

341. Ada sebuah hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah s.a.w. tidak menyetujui sumpah yang bersyarat guna pelaksanaan amal kebajikan yang tidak diwajibkan; tetapi, jika seseorang berbuat demikian maka menepati sumpah itu menjadi wajib baginya.

342. Dengan sangat bijaksana Islam menganjurkan kedua bentuk pemberian sedekah, baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam (dirahasiakan). Dengan memberi sedekah secara terang-terangan, orang memperlihatkan contoh baik kepada orang-orang lain yang mungkin akan menirunya. Pemberian sedekah secara diam-diam itu dalam beberapa keadaan lebih baik, karena dengan demikian seseorang mencegah diri dari membeberkan kemiskinan saudara-saudaranya yang tak begitu beruntung, dan pula dalam memberikan secara rahasia itu sedikit sekali peluang untuk berbangga.

343. Kata depan min di sini boleh jadi dipakai untuk memberikan tekanan dalam arti “banyak” atau “beberapa.”

344. Penggunaan kata khair, yang berarti pula: sesuatu atau segala yang baik (Lane), meluaskan ruang lingkup infak yang tidak membatasinya pada belanja uang saja. Kata itu meliputi pula perbuatan baik dalam setiap bentuk atau cara.

345. Kata-kata ini merupakan bukti besar akan kebaikan fitriah para sahabat Rasulullah s.a.w. Hal itu berarti bahwa mereka tidak memerlukan perintah untuk membelanjakan kekayaan di jalan Allah. Mereka itu sebelumnya pun senantiasa berbuat demikian karena dorongan hasrat naluri untuk mendapat ridha Ilahi.

346. Keadaan kadang-kadang memaksa orang untuk diam terkurung dalam satu tempat, mereka tidak mampu mencari rezeki. Orang-orang demikian khususnya layak mendapatkan pertolongan dari anggota-anggota masyarakat yang lebih baik keadaannya. Dua macam manusia terutama termasuk dalam golongan ini: (a) Mereka yang dengan sukarela berkhidmat kepada seorang hamba pilihan Allah dan tak pernah pisah dari pergaulannya agar mendapat faedah rohani dari pergaulan itu. (b) Mereka yang karena terkurung dalam lingkungan yang tidak bersahabat, menjadi mahrum (terluput) dari sarana keperluan hidup.

347. Sima berarti tanda atau ciri yang membedakan, atau raut muka yang menjadi tanda atau ciri yang memperbedakan (Aqrab).

348. Ayat ini secara sepintas lalu memuji orang-orang yang memelihara rasa-harga-diri dengan mencegah diri dari minta-minta dan mengandung arti ketidakpantasan kebiasaan meminta-minta, seperti nampak dari kata-kata ta’affuf (mencegah diri dari hal-hal yang kurang pantas atau haram) dan ilhaf (dengan mendesak-desak). Rasulullah s.a.w. mencela kebiasaan meminta-minta.

348A. Khair berarti kekayaan; kekayaan berlimpah-limpah; kekayaan yang dihasilkan dengan jujur (Mufradat).

349. Ada dua macam sedekah — sedekah wajib (zakat) dan sedekah nafal. Zakat dikumpulkan oleh negara dari setiap orang Muslim yang memiliki sejumlah harta berupa uang atau kekayaan, dan dibelanjakan oleh negara bagi fakir miskin dan anak-anak yatim, janda, dan orang-orang dalam perjalanan (musafir), dan sebagainya; oleh karena si penerima tidak mengetahui sumber sedekah itu sebenarnya, ia tidak berhutang budi terhadap perseorangan. Zakat itu tindakan negara untuk mencegah penumpukan harta pada satu tangan dan bukan bersifat sedekah. Sedekah itu bersifat sukarela dan diberikan kepada perseorangan-perseorangan dari keinginan menolong mereka. Sedekah melahirkan perasaan simpati di antara orang-orang berada terhadap saudara-saudara mereka yang miskin, dan menimbulkan rasa terima kasih di antara orang-orang miskin terhadap para dermawan. Sedekah berperan pula untuk membedakan orang-orang mukmin yang ikhlas dari yang tidak.

350. Riba secara harfiah berarti suatu kelebihan atau imbuhan, menunjukkan tambahan yang melebihi dan di atas jumlah pokok (Lane). Riba meliputi renten atau bunga uang. Menurut hadis “tiap-tiap pinjaman yang diberikan guna menarik keuntungan”, termasuk batasan ini. Pengertian-tambahan (konotasi) kata riba tidak betul-betul sama dengan “bunga uang” seperti biasa dipahami oleh umum. Tetapi, karena tidak ada kata-kata yang lebih cocok, maka “bunga uang” dapat dipakai secara kasar sebagai kata padanannya. Pada hakikatnya setiap jumlah yang ditetapkan akan diterima atau dibayarkan lebih dari dan di atas apa yang dipinjamkan atau diterima sebagai pinjaman itu, ialah, “bunga uang,” apakah berurusannya itu dengan perseorangan atau dengan bank atau perkumpulan atau kantor pos atau organisasi lainnya. “Bunga uang” tak terbatas pada uang saja. “Bunga uang” meliputi tiap-tiap barang dagangan yang diberikan sebagai pinjaman dengan syarat bahwa benda itu akan dikembalikan dengan kelebihan yang telah disepakati.

351. Kata-kata ini berarti bahwa seperti halnya seorang-orang gila tidak acuh akan akibat perbuatannya, demikian pula halnya lintah darat dengan tiada belas kasihannya tidak menghiraukan kemudaratan dalam akhlak dan ekonomi yang ditimpakan mereka atas perseorangan-perseorangan, masyarakat, dan malahan atas khalayak dunia pada umumnya. Riba menyebabkan pula semacam kegilaan dalam diri si lintah darat dalam artian bahwa seluruh kesibukannya dalam mencari untung menjadikan dia menjadi tidak peka terhadap segala maksud baik. Riba dilarang dalam Islam sebab membuka kesempatan menarik kekayaan ke dalam tangan satu lingkungan kecil dan karenanya membawa pengaruh buruk dalam pembagiannya secara adil dan merata. Riba menambah kemalasan di kalangan orang-orang yang meminjamkan uang, dan membunuh dalam dirinya segala perangsang untuk menolong orang lain, dan menyumbat segala sumber tindakan kasih-sayang. Peminjam uang mengambil kesempatan dan mengeruk keuntungan dari keperluan dan kesusahan orang-orang lain.

Sementara di satu pihak riba menyebabkan siapa yang meminjamkan memeras keperluan orang lain, di pihak lain riba menimbulkan pada si peminjam ada kecenderungan mengerjakan segala sesuatu dengan ceroboh dan mengambil hutang dengan tergesa-gesa tanpa memperhatikan kesanggupannya membayar kembali, dengan demikian mencederai akhlaknya sendiri dan akhlak pribadi yang meminjamkan. Riba menjuruskan pula kepada peperangan. Tiada peperangan yang berlarut-larut terjadi tanpa bantuan pinjaman yang bunganya membawa kepada keruntuhan ekonomi bagi pihak yang menang dan pihak yang kalah kedua-duanya. Sistem yang memudahkan mengambil pinjaman, membuka kemungkinan bagi pemerintah-pemerintah meneruskan peperangan yang merusak itu, sebab mereka mendapatkan angin untuk berperang tanpa mengadakan pemungutan pajak dengan langsung. Islam melarang segala bentuk bunga uang. Di zaman modern ini perniagaan telah begitu terikat oleh dan tak terpisahkan dari rantai bunga uang, sehingga seolah-olah hampir tidak mungkin menghindarkannya sama sekali. Tetapi bila diadakan perubahan dalam sistem dan dalam lingkungan serta keadaan, maka perniagaan tanpa bunga uang dapat diselenggarakan seperti halnya pada hari-hari ketika Islam berada di masa keemasannya.

352. Hal itu merupakan nubuatan bahwa ekonomi berdasarkan bunga akhirnya akan lenyap atau akan binasa.

353. Islam menganjurkan pemberian pinjaman, tetapi pinjaman itu harus untuk maksud baik dan tanpa uang bunga. Jika si peminjam berada dalam keadaan terjepit ketika waktu pengembalian pinjaman telah tiba, ia hendaknya diberi kelonggaran, hingga ia mendapatkan dirinya dalam keadaan yang lebih lapang.

354. Si peminjamlah yang harus mendikte dan bukan yang memberi      pinjaman sebab: (1) si peminjamlah yang membebani diri dengan tanggung jawab; keadilan menuntut agar kata-kata yang merinci tanggungjawab itu hendaknya dialah yang memilihnya; (2) surat perjanjiannya harus disimpan pada orang yang menghutangkan dan tidak pada si peminjam. Maka si peminjam telah diminta untuk mendiktekan supaya kenyataan ia telah mendiktekan itu dapat dijadikan bukti benarnya jumlah dan syarat-syarat pengembalian, dan ia hendaknya tidak mencari alasan untuk menolaknya.

354.A. Yang dimaksud ialah akan lebih baik mempunyai catatan sekalipun dalam keadaan serupa itu, misalnya berupa bon kontan (cash memo) atau tanda pembayaran.

354B. Hal ini menunjukkan kepada jual beli yang besar-besar.

355. Pinjaman dapat pula diberikan dalam bentuk jaminan; pihak pertama menerima pinjaman uang dan yang pihak lain menerima barang jaminan sebagai gantinya. Bentuk perjanjian demikian akan berupa amanah atau titipan yang menyangkut kedua belah pihak. Dengan mempersamakan pinjaman dengan titipan diisyaratkan bahwa pinjaman hendaknya dikembalikan dengan penuh perhatian dan kejujuran yang sama seperti harta titipan harus dikembalikan bila diminta kembali.

356. Kata bihi berarti: (a) dengan jalan atau atas dasar; (b) untuk atau karena; dan anak kalimat itu akan berarti, “Allah akan menuntut kamu atas dasar itu atau karena itu,” ialah, tiada pikiran atau perbuatan manusia akan lepas dari tuntutan, bagaimana pun tersembunyinya perbuatan itu, dan akan dihukum atau dimaafkan menurut kehendak Ilahi.

357. Ungkapan “kehendak Tuhan” agaknya menunjukkan adanya hukum alam (7 : 157) akan tetapi, karena kehendak Allah-lah yang menjadi hukum-Nya, maka Alquran telah mempergunakan ungkapan itu untuk menunjukkan bahwa: (1) Tuhan itu Pemegang wewenang terakhir di alam semesta; dan (2) kehendak-Nya itu Hukum, dan (3) kehendak-Nya dizahirkan dengan cara yang adil serta murah hati, sebab Dia Pemilik sifat-sifat yang sempurna (17 : 111).

358. Amal-amal baik memang merupakan cara utama untuk mencapai kesucian rohani, tetapi amal-amal baik itu bersumber pada kesucian hati yang dapat dicapai hanya dengan berpegang pada itikad-itikad yang benar. Dari itu, ayat ini merinci dasar-dasar kepercayaan yang telah diajarkan oleh Alquran, ialah, beriman kepada Tuhan, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya menurut urutan atau tertib yang wajar.

359. Anak kalimat ini merupakan sanggahan yang kuat sekali terhadap itikad penebusan dosa dan mengandung dua asas penting: (1) Bahwa perintah-perintah Ilahi senantiasa diberikan dengan memberi perhatian yang sepenuhnya kepada kemampuan manusia dan batas-batas kodratnya. (2) Bahwa kesucian akhlak di dunia ini tidak seharusnya berarti bebas sepenuhnya dari segala macam kelemahan dan kekurangan. Apa yang diharapkan untuk dilakukan manusia ialah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk meraih kebaikan dan menjauhi dosa dengan sekuat tenaga; dan selebihnya Tuhan Yang Maha Pemurah akan memaafkannya. Maka, penebusan dosa sama sekali tidak diperlukan.

360. Kata kasabat pada umumnya berarti melakukan amal saleh, dan iktasaba melakukan perbuatan jahat. Kedua kata itu berasal dari akar kata yang sama, tetapi iktasaba berarti usaha yang lebih keras dari pihak pelakunya. Setiap orang akan diberi ganjaran untuk perbuatan baik, sekalipun perbuatan itu dilakukan sambil lalu saja dan tanpa usaha secara sadar; sedang ia akan dihukum atas perbuatan jahatnya hanya bila perbuatan itu dilakukan dengan sengaja dan dengan usaha yang dilakukan secara sadar.

361. Dalam keadaan biasa nis-yan dan khati’ah tidak akan mendapat hukuman, sebab kedua kata itu menunjukkan tidak adanya niat atau motif yang mengharuskan dijatuhkannya hukuman. Tetapi, di sini kata-kata itu berarti kealpaan atau kekeliruan yang dapat dihindari seandainya segala ikhtiar ditempuh untuk menghindarinya.

362. Ishr berarti: (1) beban yang menahan seseorang untuk bergerak; (2) pertanggungjawaban berat yang bila dilanggar menyebabkan seseorang layak mendapat hukuman; (3) dosa atau pelanggaran; dan (4) siksaan yang pedih atas suatu dosa. Ungkapan “janganlah Engkau membebani kami tanggung jawab seperti  telah Engkau bebankan atas orang-orang sebelum kami” tidak berarti bahwa beban yang akan diletakkan di atas kita hendaknya lebih ringan daripada yang telah dibebankan atas orang-orang sebelum kita. Melainkan artinya, semoga kita dilindungi dari pelanggaran terhadap perjanjian kepada Engkau dan dengan demikian dapat diselamatkan dari menanggung tanggung jawab besar atas pembangkangan seperti telah dilakukan oleh orang-orang sebelum kita. Doa ini merupakan doa kolektif untuk pemeliharaan dan perlindungan terhadap agama Islam dan penjagaan kaum Muslim dari kemurkaan Tuhan.