Ahmadiyya Priangan Timur

.

Wednesday 11 February 2015

POTENSI-POTENSI ANUGERAH ALLAH TA’ALA & PENDAYAGUNAANNYA

anugerah-allah
“Seberapa banyak potensi (kekuatan) yang telah dianugerahkan oleh Tuhan, kesemuanya itu diberikan bukanlah untuk disia-siakan. Menciptakan keseimbangan pada potensi-potensi (kekuatan-kekuatan) itu serta menggunakannya pada jalan yang benar adalah merupakan pertumbuhan (perkembangan) potensi-potensi itu sendiri. Oleh karena itulah Islam tidak mengajarkan supaya potensi kejantanan (seksual) maupun potensi mata itu dicabut (dihilangkan), melainkan ia mengajarkan untuk memanfaatkan mereka pada jalan yang benar serta mensucikan potensi potensi tersebut. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Qad aflahal- mu'minūn – “Sungguh telah sukses orang-orang mukmin” (Al¬-Mu'minun, 2).

Dan sama seperti itu Dia telah berfirman di sini -- yakni setelah menguraikan gambaran kehidupan orang mutaki (bertakwa) -- pada akhirnya Dia mengemukakan hasil ketakwaan tersebut, "Wa ulāika humul muflihūn – (“dan sesungguhnya merekalah orang-orang yang sukses” - (Al Baqarah, 6), yaitu orang-orang yang melangkahkan kaki di atas ketakwaan, yang beriman pada hal-hal gaib, ketika salatnya goyah lalu mereka menegakkannya kembali, mereka yang memberikan apa-apa yang telah dianugerahkan Tuhan, dan walaupun ada ancaman-ancaman bahaya terhadap nyawa, mereka tetap percaya pada Kitab-kitab Ilahi terdahulu maupun yang telah diturunkan di zaman mereka. Dan akhirnya mereka sampai pada derajat keyakinan. Inilah orang-orang yang memperoleh hidayat (petunjuk).

Mereka berada di sebuah jalan yang lurus ke depan, yang melaluinyalah manusia akan memperoleh kesuksesan. Nah, inilah orang-orang yang meraih kesuksesan dan akan sampai pada tujuan-tujuan mereka, dan mereka telah bebas dari segala bahaya. Untuk itulah pada bagian permulaan Allah Ta'ala telah mengajarkan ketakwaan pada kita lalu menganugerahkan sebuah Kitab yang mengandung wasiat-wasiat tentang takwa.

Jadi, Jemaat kita seharusnya merasakan kedukaan ini lebih hebat dari pada segenap kedukaan duniawi, yaitu apakah di dalam diri mereka telah terdapat ketakwaan atau tidak?” 

(Malfuzhat, jld I, hlm. 35 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).

0 komentar:

Post a Comment