Ahmadiyya Priangan Timur

.
Showing posts with label Malfuzhat. Show all posts
Showing posts with label Malfuzhat. Show all posts

Sunday, 1 March 2015

KEPUTUSAN TAKDIR ILAHI DAN PENGABULAN DOA

Ketika manusia meraih kesuksesan (keberhasilan) – dan dia tidak lagi mengalami kehinaan serta musibah – maka maka orang yang pada saat itu bersikap merendahkan diri dan dia tetap mengingat Allah maka dia itu sempurna” 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 464).

PENSUCIAN JIWA

”Di dalam Al-Quran Syarif tertera:

 “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu” – Asy-Syams, 10 

Untuk tazkiyyah nafs (pensucian jiwa), hidup dalam pergaulan bersama orang-orang salih dan menjalin hubungan dengan orang-orang baik adalah sangat bermanfaat. Dusta dan akhlak-akhlak buruk hendaknya ditinggalkan, dan terhadap orang yang sedang berjalan di atas jalan [yang lurus] hendaknya tanyakan kepadanya mengenai jalan itu. Beriringan dengan itu perbaiki jugalah kesalahan-kesalahan diri sendiri, sebab sebagaimana dalam tulisan, tanpa memperbaiki kesalahan-kesalahan maka tulisan tersebut tidak akan benar, demikian pula tanpa memperbaiki kesalahan-kesalahan maka akhlak juga tidak dapat dibenahi.

Manusia adalah makhluk hidup yang pensuciannya berlangsung secara bersamaan. Tempuhlah oleh kalian jalan yang lurus. Jika tidak, kamu akan tersesat” 

(Malfuzat, jld. I, hlm. 464

SENANTIASA TAKUT KEPADA ALLAH

Malam hari, ketika hening dimana-mana, dan aku sendirian, pada saat itu dalam mengingat Allah, kalbu terus menerus takut, sebab Dia itu Al-Ghaniy (Maha Berkecukupan) 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 464).

RAJA-RAJA AKAN MASUK KE DALAM JEMAAT HAZRAT MASIH MAUUD as

“Melalui kasyaf yang sangat jelas aku telah mengetahui bahwa raja-raja pun akan masuk ke dalam Jemaat ini. Sampai-sampai kepadaku telah diperlihatkan raja-raja tersebut. Mereka menunggang kuda. Dan Allah Ta’ala juga telah berfirman bahwa:

"Aku akan menganugerahkan berkat kepada engkau, sehingga raja-raja akan mencari berkat dari pakaian-pakaian engkau.”

Setelah suatu jangka masa tertentu, Allah Ta’ala akan memasukkan orang-orang seperti itu ke dalam Jemaatku, dan kemudian beriringan dengan mereka maka dunia akan mengarah ke sini” 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 463).

JEMAAT DAN AKHLAK MULIA

”Keadaanku adalah, apabila seseorang mengalami sakit dan aku sedang tekun shalat, lalu kedengaran suaranya di telingaku, maka aku akan menghentikan shalat lalu memberi bantuan kepadanya, jika memang dengan begitu dapat membantunya. Dan sejauh yang memungkinkan aku akan berbagi rasa menanggung penderitaannya.

Adalah bertentangan dengan akhlak apabila tidak memberi bantuan kepada saudara yang berada dalam musibah dan kesusahan. Jika sedikit pun tidak ada yang dapat kalian lakukan untuknya maka paling tidak doakanlah. Jangankan terhadap sesama kita, aku katakan, perlihatkan jugalah akhlak mulia terhadap orang-orang ghair dan orang-orang Hindu, dan terapkanlah solidaritas (kepedulian) terhadap mereka. Sama sekali kalian jangan memiliki sifat membatu (tidak peka).

Suatu kali aku sedang jalan-jalan ke luar, bersamaku ada seorang patwari (akuntan pengawas tanah), Abdul Karim, dia agak di depan dan aku di belakang. Di perjalanan bertemu seorang perempuan tua berusaia 70 atau 75 tahun. Dia memohon kepada patwari. Di perjalanan bertemu seorang perempuan tua berusia 70 atau 75 tahun. Dia memohon kepada patwari itu untuk membacakan selembar surat untuknya. Namun patwari itu membentak dan mengetepikannya.

Hatiku terluka [melihatnya], lalu perempuan tua itu memberikan surat tersebut kepadaku. Aku ambil dan aku bacakan untuknya. Aku jelaskan dengan baik kepada perempuan tua itu. Melihat hal itu patwari tersebut merasa malu sekali, sebab dia terpaksa ikut berhenti, dan juga luput dari pahala.” (Malfuzhat, jld. I, hlm. 462-463).

NIAT DATANG DAN MENETAP DI QADIAN

Suatu kali sceorang warga Jemaat menyampaikan kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s., bahwa dia ingin datang ke Qadian untuk berniaga. Terhadap hal itu Hazrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:

Niat itu sendiri tidak benar, hendaknya bertaubat dari itu. Justru datang ke sini hendaknya untuk dīn (agama/ruhani), dan hendaknya menetap di sini dengan maksud memperbaiki hal-hal yang akan dirauh di akhirat. Inilah yang hendaknya menjadi niat utama. Dan jika kemudian bersamaan dengan itu ada maksud untuk memenuhiu keinginan menetap di sini dengan perniagaan dan sebagainya maka tidaklah mengapa. Tujuan yang sebenarnya harus dīn, bukan dunia.

Apakah untuk perniagaan tidak ada kota lain yang lebih baik? Tujuan utama datang ke sini hendaknya tidak ada lain kecuali untuk din. Kemudian, segala sesuatu yang diperoleh, pahamilah itu sebagai karunia Allah. 

(Malfuzhat, jld. I, hlm .461-462). 

BERSIKAP BAIK KEPADA SIAPA SAJA

Seseorang bertanya: “Bagaimana sikap terhadap pemerintah dan kaum kerabat?” Hazrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:

“Bersikap baiklah terhadap setiap orang. Patuh dan setia kepada pemerintah merupakan kewajiban setiap Muslim. Pemerintah ini melindungi kita, dan memberikan segala macam bentuk kebebasan beragama kepada kita. Aku menganggap suatu pengkhianatan besar apabila tidak menaati dan tidak setia kepada Pemerintah dengan setulus hati.

Bagi kaum kerabat ada hak-hak mereka. Kepada mereka juga hendaknya bersikap baik. Ada pun hal-hal yang bertentangan dengan keridhaan Allah Ta’ala yang [kalian] dapati di kalangan mereka, hendaknya kalian menjauhkan diri dari itu.

Prinsipku adalah, berbuatlah adil terhadap setiap orang, dan berbuatlah ihsan terhadap segenap makhluk Allah Ta’ala. 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. .459-460).

Tatkala karunia Allah Ta’ala mendekat, maka Dia menyediakan sarana-sarana pengabulan doa. Di dalam kalbu ti mbul suatu kondisi yang sejuk dan mengalir. Namun, tatkala bukan waktunya bagi pengabulan doa, maka di dalam kalbu tidak timbul ketenteraman serta keterpaduan. Betapa pun hebatnya kalbu dipaksakan, tetap saja tidak dapat berkonsentrasi.

Sebabnya adalah, kadang-kadang Allah Ta’ala ingin agar manusia menerima keputusan taqdir-Nya, dan kadang-kadang Dia mengabulkan doa (permintaan). Oleh karena itu, selama aku belum menemukan tanda-tanda izin Ilahi, maka aku tidak berharap banyak pada pengabulan doa. Dan dengan senang hati aku rela terhadap keputusan taqdir-Nya melebihi kegembiraan yang terdapat pengabulan doa, sebab buah-buah serta berkat-berkat yang timbul dari kerelaan menerima keputusan takdir jauh lebsar dari [pengabulan doa] itu. 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 460).

PERLAKUAN TERHADAP PENGEMIS

Suatu hari, seorang pengemis meminta-minta kepada Hz.Masih Mau'ud a.s. ketika beliau sedang menuju ke bagian dalam kediaman beliau, setelah selesai shalat. Namun, karena ramai orang, suara pengemis itu tidak terdengar dengan baik. Setelah beliau a.s. masuk ke dalam, beliau cepat-cepat keluar dan menyuruh para pemuda mencari pengemis tersebut untuk memanggilnya kembali. Namun, pengemis itu sudah tidak ditemukan lagi. 

Sore harinya barulah si pengemis itu datang. Ketika dia meminta maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengeluarkan sejumlah uang dari saku beliau dan memberikannya kepada pengemis tersebut. Setelah beberapa hari kemudian dalam suatu kesempatan, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:

“Hari itu, ketika pengemis tersebut tidak ditemukan, di dalam hatiku rasa berat sedemikian rupa sehingga membuatku gelisah, dan aku takut kalau-kalau saya telah berbuat dosa, yakni tidak memberikan perhatian kepada pengemis itu, dan begitu saja aku masuk ke dalam.

Syukur aku panjatkan kepada Allah Ta’ala, sebab dia datang lagi sore harinya. Jika tidak, hanya Allah Yang tahu betapa gelisahnya aku. Dan aku juga telah berdoa saat itu supaya Allah Ta’ala mendatangkan kembali pengemis itu. 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 459). 

KEADAAN KETIKA MENERIMA ILHAM

Para tabib (dokter) telah menetapkan penyebab•penyebab alamiah bagi tidur. Namun aku menyaksikan bahwa tatkala Allah Ta’ala berkehendak untuk berwawan-cakap denganku, maka saat itu yang merupakan dalam kondisi sadar (bangun) sepenuhnya, tiba-tiba berubah menjadi kondisi ngantuk dan tidur serta benar-benar terlepas dari kondisi alam jasmaniah ini. Sebabnya adalah supaya timbul keselarasan penuh dengan alam [ruhaniah] tersebut.

Kemudian terjadi begini, yakni ketika percakapan selesai maka kesadaran itu dikembalikan lagi oleh-Nya, sebabnya adalah supaya orang yang menerima ilham itu dapat mengingatnya. Kemudian timbul lagi kondisi ngantuk tadi, dan supaya dapat diingat maka Dia sadarkan kembali.

Ringkasnya, hal semacam itu bisa terjadi sampai 50 kali. Itu merupakan suatu kekuasaan Ilahi, hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kondisi tidur secara alamiah. Para tabib dan para dokter tidak dapat memahami hakikat kondisi itu. 

(Malfuzhat, jld I, hlm. 458-459) 


SIKAP BAIK TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA

Suatu kali Hazrat Masih Mau'ud a.s. menyerahkan sepucuk surat kepada pembantu runah beliau, Hamid Ali, untuk memasukkannya ke kartor pos. Temyata surat itu hilang dari tangannya. Setelah satu minggu, surat itu ditemukan dari tempat sampah. Ketika ditemukan lalu Hazrat Masih Mau'ud a.s. memanggil Hamid Ali dan memperlihatkan surat itu kepadanya. Lalu, dengan lembut beliau as. bersabda:

“Hamid Ali, engkau sudah banyak sekali lupa, engkau harus hati-hati" 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 475). 

TIDAK TAHAN MENYAKSIKAN SERANGAN TERHADAP AGAMA ALLAH

Hancurnya harta-bendaku, dan anak-anakku dicincang-cincang di hadapan mata saya, adalah lebih mudah bagiku dibandingkan dengan bersabar menyaksikan serangan dan penghinaan terhadap dīn (agama) 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 457).

MASA COBAAN

Pada waktu cobaan, yang aku risaukan adalah beberapa orang warga Jemaatku yang masih lemah hatinya. Keadaanku sendiri adalah, jika datang suara yang jelas kepadaku bahwa, “Engkau diabaikan, dan tidakm ada satu pun kenginginan engkau yang akan Kami penuhi” maka aku bersumpah demi Allah, aku tidak akan mundur sedikit pun dari kecintaan dan kegilaan terhadap Allah Ta’ala dan dari pengkhidatan tergadap agama ini. Sebabnya adalah aku telah menyaksikan-Nya:

Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?” – Maryam, 66

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 457). 

TETAP TEGAR MENGHADAPI PERLAKUAN PARA PENENTANG

Hazrat Masih Mau'ud a.s. tidak pemsh gentar terhadap penderitaan-penderitaan serta kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh orang-orang [terhadap diri I beliau]. Mengenai hal itu beliau a.s bersabda:

“Tiada satu perkara pun terjadi di dunia ini selama belum ada keputusan terlebih dahulu di Langit Dan tidak ada yang dapat terjadi sedikit pun tanda iradah (kehendak) Allah Ta’ala. Dan Dia tidak akan membiarkan hina serta tidak akan menyia-nyiakan para hamba-Nya 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 456-457). 

ORANG-ORANG YANG ENGGAN DATANG MENETAP BERSAMA HAZRAT MASIH MAUUD as

Hazrat Masih Mau'ud a.s. menekankan kepada para pengikut beliau untuk seriang-sringcdatang dan menetap bersama beliau agar memperoleh siraman ruhani. Namun terdapat orang-orang yang banyak memberikan dalih untuk tidak datang. Dengan sangat menyesal beliau a.s. mengeluhkan orang-orang tersebut, khususnya yang tidak datang untuk Jalsah yang telah beliau tetapkan:

“Orang-orang yang memberikan dalih (alasan) ini adalah seperti orang-orang yang berdalih kepada Hazrat Nabi Karim saw.: “Inna buyutinaa ‘auratun (sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka” – Al-Ahzab, 14). Dan Allah Ta’ala telah menyatakan bahwa hal itu tidak benar: "ly yuriiduuna illaa firaara (mereka tidak lain hanyalah hendak melarikan diri” – Al-Ahzab, 14).

 (Malfuzhat, jld. I, hlm. .456.). 

Menghargai Waktu dan Peluang

Siapa pula yang mengatakan kepada rekan-rekan saya bahwa hidup ini sangat panjang. Tidak ada waktu tertentu bagi maut, yakni kapan maut itu datang merenggut. Olen karena itu, sangat tepat bila menganggap waktu yang diperoleh itu sebagai sesuatu yang sangat berharga.

Hari-hari ini tidak akan dialami kembali. Dan semua ini akan tinggal sebagai cerita. 

(Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, j1d.1, h.456 / MI 17.11.2000).

TAKABUR BERDASARKAN KETURUNAN

”Allah Ta’ala tidak menyukai kulit, yang Dia terima adalah ruhaniah dan isi, karena itu Dia berfirman dalam Al-Quran Syarif:

 “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya” – Al-Hajj, 38 

Dan ditempat lain dia berfirman:

 "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa" (Al-Māidah, 28). 

Pada hakikatnya ini adalah suatu kawasan yang halus (pelik). Di sini [kedudukan sebagai] keturunan nabi pun tidak berfungsi. Rasulullah saw. juga telah mengatakan demikian kepada Hadhrat Fatimah r.a.. Dan dalam Al-Quran pun dengan kata-kata yang jelas tertera:

 “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu” – Al-Hujurāt, 14 

Yahudi juga merupakan keturunan nabi. Tidakkah di antara mereka telah lahir ratusan nabi? Namun paedah apa yang telah diberikan oleh [kedudukan sebagai] keturunan nabi itu kepada mereka? Jika amal-amal mereka baik, mengapa mereka mengalami:

 “lalu ditimpahkanlah kepada mereka kenistaan dan kehinaan” – Al-Baqarah, 62  

Allah Taala menghendaki suatu perubahan suci. Kadangkala rasa takabur akan keturunan juga telah membuat manusia luput dari dari [berbuat] kebaikan-kebaikan, dan mereka beranggapan bahwa melalui [keturunan] itu mereka akan memperoleh najat (keselamatan). Padahal itu sungguh merupakan pikiran yang tidak benar. 

Orang takabur itu berkata, “Untung saya dilahirkan keluarga Camar (nama sebuah clan/famili – pent.). Kami orang yang lebih mulia, sangat beruntung, semua yang berada di bawah kami akan memberi salam kepada kami!” Allah Ta’ala menyukai kesetiaan serta kejujuran, dan Dia menghendaki amal-amal salih. Sikap takabur tidak membuat-Nya ridha.” 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 450-451). 

TERUSLAH MENSUCIKAN DIRI

“Al Quran mengatakan: Qad aflaha man zakkāha. Yaitu, dia yang mensucikan dirinya memperoleh kesuksesan. Dan pensucian diri menuntut seseorang untuk terus bergaul dengan orang-orang yang baik dan dekat dengan orang-orang yang suci, hal itu sangat menolong. 

Orang itu harus meninggalkan dusta dan perbuatan buruk, dan dia yang berjalan pada jalan itu harus diminta petunjuknya. Orang itu juga harus berangsur-angsur terus menyingkirkan kelemahan-kelemahannya. Sebab sebagaimana sebuah tulisan tidak mungkin sempurna tanpa diperiksa berulang-ulang, demikian juga moral pun tidak dapat sempurna kecuali orang itu terus menyingkirkan kelemahan-kelemahan.

Manusia adalah semacam hewan yang dia hanya dapat tetap di jalan yang benar jika dia terus mensucikan dirinya setiap waktu. Jika hal-hal itu tidak dilakukan, dia dapat menyimpang kapan saja.”  
(Malfuzhāt, jld. I, hlm. 443).

PERHATIAN PADA YANG KESUSAHAN

”Bagiku, jika aku sedang mengerjakan shalat dan aku mendengar suara seseorang yang sakit, aku akan menghentikan shalat dan melakukan apapun yang dapat aku lakukan untuk menunjukkan perhatian sebanyak yang aku miliki. Bukanlah sifat yang baik seseorang membiarkan saudaranya yang kesusahan. Jika tidak ada yang dapat kalian lakukan untuknya, paling tidak kalian dapat mendoakannya. Berkaitan dengan masyarakat kita -- bahkan yang lain dan orang-orang Hindu -- harus diperlakukan dengan baik dan penuh perhatian. Seseorang jangan memperlihatkan ketidakpeduliaan dalam bentuk apapun” 

(Malfuzhāt, jld. I, hlm. 442). 

KENDALIKAN DIRIMU

”Siapakah yang menyampaikan kepada teman kita bahwa mereka akan hidup panjang? Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan kematian akan menjelang. Untuk itu berapa pun waktu yang diberikan kepada seseorang perlu dipergunakan sebaik-baiknya, sebab waktu itu tidak akan kembali, hanya kenangan yang akan tinggal.

Berkenaan denganku, aku begitu mengendalikan diriku, dan Tuhan Yang Maha Perkasa telah menjadikanku seorang Muslim, yang jika seseorang terus menerus memaki-makiku dengan kotor – bahkan di hadapanku – sepanjang tahun, dialah yang harus malu dan dia terpaksa mengakui bahwa dia tidak dapat mengubahku, dia tidak dapat mempengaruhiku.

Sesungguhnya tidak ada yang dapat terjadi di dunia ini kecuali hal itu sudah diputuskan di langit. Tidak ada yang dapat terjadi kecuali dikehendaki Tuhan Yang Maha Perkasa, dan dan Dia tidak membiarkan hamba-hamba-Nya dihinakan, dan juga Dia tidak akan membiarkan mereka sia-sia” 

(Malfuzhāt, jld. I, hlm.436).

”Ketika berkat Allah Ta’ala datang mendekat, maka bersamaan dengan itu Dia mengirimkan unsur-unsur keterkabulan doa, di dalam hati akan timbul rasa sendu dan perih. Akan tetapi ketika bukan saatnya bagi pengabulan suatu doa, maka ketentraman dan sikap rujuk (kembali) tidak akan timbul di dalam hati. Betapapun kalian paksakan tabiat kalian, tabiat itu tidak akan dapat memusatkan perhatiannya. Sebabnyanya adalah bahwa kadang-kadang Allah Ta’ala menginginkan supaya keputusan dan takdir-Nya berlaku, serta kadang-kadang Dia mengabulkan doa.

Oleh karena itulah selama aku belum menemukan tanda-tanda izin Ilahi, maka aku menaruh harapan yang tipis bagi pengabulan doa, dan aku rela terhadap keputusan serta takdir-Nya dengan kegembiraan yang lebih besar daripada kegembiraan yang timbul pada saat terkabulnya suatu doa. Sebab buah dan berkat-berkat dari keridhaan (kerelaan) terhadap keputusan Ilahi itu adalah jauh lebih besar 

(Malfuzhāt, jld I, hlm. 440).

CIRI-CIRI ORANG MUTAKI

Pada hakikatnya terdapat janji-janji besar bagi orang-orang bertakwa (mutaki). Dan apalah yang lebih baik daripada ini, yakni bahwa Allah Taala itu merupakan wali (sahabat) bagi orang-orang mutaki. Pendustalah mereka yang mengatakan bahwa mereka merupakan orang-orang yang memperoleh qurub Ilahi (kerdekatan dengan Tuhan) tetapi mereka tidak mutaki (bertakwa), bahkan mereka menjalani hidup yang penuh kefasikan (kedurhakaan) dan kejahatan. Mereka melakukan suatu keaniayaan serta kemunkaran, karena mengaitkan (menghubungkan) derajat wali serta qurub Ilahi pada diri mereka. Sebab untuk memperoleh qurub (kedekatan) itu Allah Ta’ala telah memberlakukan syarat agar menjadi mutaki (bertakwa). .

Kemudian Dia menetapkan satu syarat lainnya – atau, katakanlah bahwa Dia telah memberitahukan sebuah ciri orang-orang mutaki – yakni:

 Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa - An-Nahl, 129 

Yakni Allah menyertai yakni menolong mereka yang bertakwa (mutaki). Bukti Allah Ta’ala menyertai mereka adalah pertolongan yang Allah berikan kepada mereka.

Jadi, pintu pertama kewalian sudah tertutup bagi mereka [yang berdusta itu], sedangkan pintu kedua, yaitu disertai olehAlah dan ditolong oleh Allah dengan demikian jugabtelah tertutup bagi mereka. Ingatlah, pertolongan Allah Ta’ala tidak pernah dapat diraih oleh orang-orang yang kotor dan fasik (durhaka), sebab pertolongan itu berdasarkan pada ketakwaan semata. Dukungan Allah hanya diperuntukkan bagi orang-orang bertakwa (mutaki) saja. 

Untuk pemecahan persoalan serta kelancaran [urusan] mereka, ketakwaan juga telah ditetapkan sebagai landasannya. Jalan keluar dari kesulitan-kesulitan hidup dan dari kesulitan-kesulitan lainnya juga takwa, difirmankan:

 “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar,. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” – Ath-Thalāq, 3-4  

Yakni Allah menciptakan suatu makhraj (jalan keluar) bagi orang mutaki (bertakwa) dalam setiap kesulitan. Dan Di dari kegaiban menyediakan saransa-sarana bagi orang mutaki itu untuk terlepas dari cengkeraman kesulitan. Dan Dia memberikan rezeki kepadanya dengan cara sedemikian rupa, sehingga orang itu tidak tahu menahu bagaimana sampai hal itu bisa terjadi. 

(Malfuzat, jld. I, hlm. 420 ).