Ahmadiyya Priangan Timur

.

Wednesday 11 February 2015

PENGENDALIAN BERBAGAI POTENSI

pengendalian-potensi
“Meninggalkan kejantanan (dorongan seksual) atau pun amarah yang telah diciptakan oleh Allah Ta’ala di dalam fitrat manusia, berarti melawan Tuhan. Sama halnya seperti sikap hidup meninggalkan segenap hal-hal keduniawian atau menjadi  rahib (petapa). Kesemuanya ini adalah hal-hal yang menghancurkan haqul ‘ibad (hak  para hamba). Jika hal ini memang demikian maka berarti kita mengecam Tuhan yang  telah menciptakan potensi-potensi (kekuatan-kekuatan) tersebut di dalam diri kita.
 
Jadi, ajaran-ajaran demikian -- yang terdapat di dalam Injil dan yang mutlak menghancurkan kekuatan-kekuatan  (potensi-potensi) tersebut -- akan membawa kita pada kesesatan.  Allah Ta'ala memerintahkan untuk mengadakan keseimbangan terhadap potensi-potensi itu. Dia tidak menghendaki supaya potensi-potensi tersebut dihancurkan, firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan)” -  – An-Nahl, 91
 
Adil adalah sesuatu yang harus dimanfaatkan oleh semua orang. Ajaran yang ekstrim dari Al-Masih a.s. bahwa, "Jika kamu melihat dengan pandangan yang buruk maka congkellah matamu”, di dalamnya pun terletak pembinasaan terhadap potensi (kekuatan) tadi. Sebab beliau tidak mengajarkan bahwa, "Sama-sekali janganlah kamu memandang perempuan yang bukan muhrim”, justru sebaliknya beliau mengizinkannya, “Boleh saja dilihat, tetapi jangan melihatnya dengan pandangan zina”, larangan untuk melihat itu sendiri yang tidak ada.
 
Kalau seseorang akan melihat, maka setelah itu diperhatikan apa pengaruhnya terhadap potensi (kekuatan) yang dia miliki. Kenapa tidak seperti Al-Quran saja yang melarang  untuk memandang hal-hal yang dapat menggelincirkan mata serta menyesalkan sikap [ekstrim  mencongkel mata], yang merupakan sesuatu yang bermanfaat dan berharga itu?
 
Agama yang benar adalah agama yang melestarikan potensi (kekuatan) manusia, bukannya yang mencabut potensi (kekuatan)  tersebut sampai ke akar-akarnya.”        

(Malfuzhat, jld I, hlm. 33-34 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).
 

0 komentar:

Post a Comment