Ahmadiyya Priangan Timur

.

Monday 17 June 2013

Peristiwa-peristiwa Menggugah Hati Di Medan Tabligh (I)

 Maulana Ataul Mujeeb Rashed
Tabligh senyatanya adalah kegiatan menyeru manusia kepada Tuhan yang Maha Agung. Jika kita memandang hal ini dari sudut pandang tersebut maka menjadi jelas dan dapat dikatakan kalau tugas ini sebenarnya termasuk kerja Tuhan. Memang sesungguhnya keberhasilan dalam bidang ini tidak akan pernah berjaya sendiri tanpa bantuan Allah s.w.t. Jika dikatakan bahwa seseorang itu berhasil dalam tablighnya maka yang mendasarinya adalah karena Allah s.w.t. telah menyemaikan benih kebenaran di hati manusia. Aspek pertolongan Ilahi ini seringkali berbentuk wahyu hakiki yang menunjukkan jalan yang lurus bagi seorang pencari kebenaran. Peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan bantuan Ilahi terdapat banyak sekali dalam sejarah Ahmadiyah. Tidak ada bagian dari dunia ini yang belum menikmati rahmat demikian. Salah satu buku seperti Basharati Rahmaniyat bagian I dan II karangan Maulana Abdur Rahman Mubashir serta buku-buku lainnya di Jemaat kita ini penuh dengan kisah peristiwa seperti itu. Dari samudra kumpulan peristiwa demikian, berikut ini adalah salah satu kisah sebagai contoh.
Maulana Abdur-Rahim Nayyar adalah pemula dari semua mubaligh di Nigeria yang ditugaskan ke negeri itu pada tahun 1921. Suatu hari beliau pergi ke sebuah mesjid non-Ahmadi di Lagos, ibukota Nigeria. Salah seorang jamaah di mesjid itu menceritakan bahwa almarhum mantan imam mesjid tersebut bernama Alpha Ayanmo telah menceritakan salah satu kashafnya kepada mereka sebelum ia meninggal dunia. Ia memberitahukan kepada mereka bahwa dirinya telah melihat Hazrat Imam Mahdi a.s. dalam salah satu mimpinya yang mengatakan kepadanya bahwa beliau tidak bisa datang berkunjung sendiri ke Nigeria, tetapi akan mengutus salah seorang rasulnya1 datang kesini yang akan menjelaskan tentang jalan yang lurus bagi umat Muslim. Orang-orang lain yang ada di dalam mesjid tersebut membenarkan perkataan si pembicara. Maulana Abdur-Rahim Nayyar yang mendapat kemuliaan sebagai salah seorang sahabat Imam Mahdi a.s. ketika mendengar cerita tersebut lalu tidak bisa menahan air matanya. Keesokan harinya datang dua orang perwakilan dari mesjid tersebut sambil membawa pesan bahwa seluruh anggota jamaah yang ada di mesjid berniat untuk bai’at ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Maulana Abdur-Rahim Nayyar mengundang Kepala Suku dan empat puluh dari jamaah itu dan mengambil bai’at mereka. Dalam satu kejadian itu saja, semua orang dari sepuluh ribu anggota komunitas tersebut telah bai’at ke dalam JemaatAhmadiyah hanya dalam tempo  satu hari saja.

Saturday 8 June 2013

Tujuan dari Adanya Perbedaan Agama

Berikut ini adalah dua percakapan dari Hazrat Masih Maud.a.s. dengan beberapa orang non-Muslim. Teks Urdu dari percakapan ini terdapat dalam Malfuzat, volume 5, halaman 151-154 dan 141-146.
Pada tanggal 1 Maret 1903 datang seorang pria dari Lahore bernama Kashi Ram Ved untuk kunjungan kehormatan kepada Hazrat Masih Maud.a.s. Hadir pula beberapa orang lain ketika setelah shalat Zuhur, dalam percakapan itu beliau mengemukakan kepada Kashi Ram Ved bahwa:
Perbedaan agama merupakan suatu hal yang baik.Tuhan sejalan dengan Kebijaksanaan-Nya memang meniatkan hal itu ada. Adanya perbedaan itu akan mempertajam kemampuan intelektual manusia. Di dunia dimana misalnya pun ada kesepakatan mengenai suatu hal, tetap saja dalam detilnya ada perbedaan yang mungkin akan menjadi masalah nantinya. Memberikan pidato dalam suatu kumpulan besar dalam rangka pertukaran fikiran juga merupakan suatu hal yang baik, tetapi nyatanya di negeri kita ini sampai dengan sekarang, sedikit sekali orang yang cukup beradab yang mau tenang mendengarkan ulasan pandangan dan pendapat dari lawan mereka. Aku sendiri menginginkan dan memang menjadi niatku untuk menyediakan satu tempat di Qadian ini dimana orang-orang dari berbagai agama yang berbeda bisa berkumpul dan menyatakan kebenaran serta faktor keunggulan agama mereka masing-masing secara terbuka. Jika ada debat atau diskusi terbuka dalam mengemukakan kebenaran, hal itu sebenarnya merupakan suatu yang baik, namun pengalaman menunjukkan bahwa hal itu juga mengandung unsur kejahilan dan kekacauan dan karena itulah tidak digalakkan. Bisa jadi ada saja segelintir orang-orang yang mau mendengarkan pandangan lawan bicaranya dengan sabar dan lembut hati, tetapi mayoritas lainnya terdiri dari orang-orang yang tidak mampu mendengarkan bahkan sepatah kata pun yang dirasanya tidak sejalan dengan agama yang dianutnya, tidak peduli betapa lembutnya pun hal itu disampaikan. Bila ada seseorang beragama lain yang berbicara, kemungkinan besar apa yang dikemukakannya itu tidak sejalan dengan pandangannya sendiri dan hal itu langsung merangsang emosinya. Dalam pertemuan seperti yang dimaksud, bisa terdapat kedamaian jika si pembicara dan si pendengar bisa duduk bersama, seperti halnya seorang ayah yang menemukan sesuatu yang buruk pada anaknya dan ia menasihati si anak yang mendengarkan dengan sabar dan lembut hati. Hubungan kasih demikian jelas besar manfaatnya. Mengharapkan ada sesuatu yang baik yang bisa dihasilkan dari amarah dan kekerasan adalah samanya bermimpi.

Sunday 2 June 2013

Arti Khaataman-Nabiyyiin

Firman Allah Ta’ala: “Muhammad bukanlah bapak salah seorang dari antara kaum laki-lakimu, akan tetapi ia adalah Rasulullah dan Khaataman Nabiyyiin [Meterai sekalian nabi].” (33:41)1
Bagaimana sesungguhnya hubungan antara khaataman-nabiyyiin dengan kalimat “Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu?”2 Perlu diperhatikan adanya kata laakin (melainkan) yang disisipkan sebelum kata rasulullah dan khaataman-nabiyyiin. Kata melainkan biasanya digunakan untuk menghilangkan keraguan. Setiap orang Islam jika membaca kalimat pertama tersebut juga timbul pertanyaan dan keraguan mengapa Muhammad bukan bapak dari seorang laki-laki di antara kamu? Firman Allah dalam Surah al-Kautsar ayat 4 menyatakan: “Sesungguhnya, musuh engkaulah yang akan tanpa keturunan.”
Sejarah Islam mencatat bahwa empat putra kandung Hz. Rasulullah s.a.w. (Qasim, Thayib, Thaher dan Ibrahim3) semuanya wafat dalam masa kanak-kanak. Tidak ada keturunan langsung Hz. Rasulullah s.a.w. sampai dengan hari ini yang berasal dari putra kandungnya.4 Hal ini dibuktikan dan diakui oleh Allah S.w.t. dalam Surah al-Kautsar ayat 4 bahwa beliau s.a.w. tidak akan memiliki anak laki-laki. Jadi, untuk menghilangkan keraguan itu, Dia menampilkan kata laakin dan menerangkan bahwa dengan pernyataan itu Allah Ta’ala menghilangkan keraguan dengan cara demikian, yaitu walaupun Hz. Rasulullah s.a.w. bukan bapak dari seorang lakilaki, namun demikian tidak dapat beliau disebut abtar (terputus atau tidak berketurunan), sesungguhnya musuhnyalah yang terputus atau tidak berketurunan. Sebab beliau adalah seorangRasul Allah. Jadi, silsilah keturunan ruhani seorang Rasul Allah dapat menjadi amat banyak dan luas jangkauannya tak terhingga.5 Selanjutnya diteruskan dengan kalimat wa khaataman-nabiyyiin, penekanan pokok masalah pertama lebih terfokus yaitu tidak hanya orang mukmin sebagai keturunan beliau, bahkan beliau s.a.w. merupakan stempel para nabi.