Ahmadiyya Priangan Timur

.

Monday, 19 May 2014

Demokrasi

Oleh: Doni Sutriana
Islam menekankan nilai-nilai moral dalam setiap sendi kehidupan manusia tak terkecuali dalam bidang politik pemerintahan negara, yang menjadi pertanyaan adalah sistem politik atau pemerintahan seperti apakah yang baik bagi manusia? Bagaimanakah tuntunan Al Quran dalam masalah ini. Apakah sistem Demokrasi yang banyak di anut negara-negara di dunia sesuai dengan ajaran islam? Bila dalam prakteknya sistem yang ada mengalami kegagalan apakah sistemnya yang harus disalahkan atau mereka yang menjalankan sistemnya yang harus diperbaiki? Banyak pertanyaan mengemuka dan manakah sistem yang ideal dari sistem yang ada.
Sebelum menelaah lebih jauh harus dicatat bahwa Islam tidak menolak atau mencerca sistem politik atau pemerintahan yang ada, meskipun Al Quran mengemukakan sistem demokratis dimana pemimpin dipilih oleh rakyat namun sistem tersebut bukan satu-satunya yang di rekomendasikan oleh Al Quran. Dalam sistem politik suatu negeri Islam menyerahkan kepada umat untuk memilih sistem politik seperti apa yang sesuai dengan tradisi dan budaya selaras dengan perjalanan sejarah di negeri tersebut, karena sangat sulit untuk menetapkan sistem tunggal dalam membentuk pemerintahan. Adanya perbedaan budaya dan keragaman sosiaologis umat di seluruh dunia yang harus diperhatikan dalam hal ini.
Lalu dalam sistem politik dan pemerintahan dimanakah peran Islam dan apakah peran yang dimainkannya? Untuk menjawab hal ini kita harus melihat bahwa ajaran agama samawi  selalu mengajarkan ajaran sebagai tuntunan bagi tiap-tiap umatnya, begitupun Islam mengambil perannya. Islam menekankan tuntunan kepada mereka yang menjalankan pemerintahan, yang memegang amanat, pemimpin dalam tatanan kehidupan bernegara  bagaimana cara menjalankannya. Islam menuntun individu untuk menjalankan amanat dengan keadilan universal tanpa melihat seperti apa bentuk pemerintahannya apakah demokrasi, monarki, feodal atau lainnya
Dalam hal demokrasi kita dapa menelaah seperti apakah corak demokrasi yang dianut oleh negara di dunia terutama yang diajarkan oleh peradaban barat, sehingga nantinya kita dapat mempelajari dimanakah perbedaannya dengan makna demokrasi yang diajarkan Al Quran.
Kata demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani (Demokratia) yang artinya kekuasaan rakyat, demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negara memiliki hak dalam pengambilan keputusan atau jalannya suatu pemerintahan negara. Meskipun tidak dapat dipungkiri sistem demokrasi lahir di negeri Yunani namun istilah itu di populerkan oleh Abraham Lincoln dimana dalam pidatonya ia menyatakan semboyan ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’.
Sebuah semboyan yang memberi harapan besar bagi setiap individu yang menganutnya meskipun dalam prakteknya tidak ada satupun negara yang benar-benar ideal dapat mewujudkannya sebagai pemerintahan ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’. Semboyan ‘untuk rakyat’ maknanya menjadi bias, seringkali kata itu yang di maksud adalah untuk rakyat mayoritas dan tidak berlaku bagi rakyat minoritas, suatu situasi yang mencederai cita-cita luhur dari demokrasi itu sendiri.
Suatu keputusan yang diambil atas suara mayoritas untuk rakyat pun kita lihat tidak benar-benar sebagai suara mayoritas absolut. Suatu keadaan yang sering terjadi adalah partai yang berkuasa pada nyatanya meruakan kelompok yang menggandeng kelompok lain saat pemilihan umum, sehingga dengan demikian jumlah suara koalisi cukup untuk menjadikan mereka memegang kendali kekuasaan meski harus menghadapi kenyataan banyak pertentangan dengan rekanan yang digandengnya dan sering terjadi pemaksaan-pemaksaan kepentingan. Sering pula terjadi partai yang berkuasa proporsi dukungannya jauh lebih sedikit dibanding dengan yang tidak mendukung. Adanya pemilih yang tidak menggunakan hak memilihnya ataupun sistem multi partai dapat menjadikan suara partai  penguasa jauh lebih kecil dibanding partai yang tidak mendukungnya. Dengan kata lain meskipun partai penguasa berkoalisi dengan partai lainnya itu tidak otomatis menjadikan suara mereka sebagai suara mayoritas dalam mengambil keputusan. Faktor loyalitas partai yang ikut berkoalisi kadang pula harus mengorbankan hati nurani dengan keputusan yang diambil oleh partai penguasa yang menjadi mitranya, sehingga apa yang terjadi adalah suara minoritas yang dibingkai dalam koalisi mayoritaslah yang menjadi penentu dalam hal ini.
Dalam konteks demokrai ‘oleh rakyat’ sendiri maknanya telah tercemar dari semangat demokrasi itu sendiri. Apa yang dikatakan pemilihan ‘oleh rakyat’ dikotori oleh praktek korup seperti politik jual beli suara, teror dan tekanan politis, kecurangan dalam penghitungan suara, propaganda dusta yang mengaburkan keadaan serta praktek-praktek curang lainnya yang sering ditemui dalam kehidupan negara yang menganut demokrasi.
Praktek-praktek korup ini yang meskipun lahir dari proses demokrasi sekalipun dapat menciptakan suatu kegamangan dalam masyarakat, sebagai konsekuensi dari tuntutan mayoritas seringkai prinsip keadilan tercabik-cabik. Sering pula terjadi keprasentingan kelompok, suku, ras dan bangsa lebih diutamakan dibanding kepentingan bersama.
Faktor lainnya adala adanaya sistem kapitalisme yang pada akhirnya menentukan pihak yang mengambil keputusan adalah mereka yang memiliki kepentingan ekonomi lebih menguntungkan, sehingga makna pemerintahan ‘oleh rakyat’ digantikan oleh pemerintahan segelintir orang yang memiliki kekuatan ekononmi.
Al Quran merekomendasikan dan menyukai sistem demokrasi tanpa memaksakan, umat manusia diberi kebebasan memilih sistem pemerintahan yang cocok dan sesuai dengan keadaan mereka sepanjang diterima rakyatnya. Islam dalam hal demokrasi hanya mengatur  prinsip-prinsip yang penting saja selebinya diserahkan kepada umat.
Ada 2 prinsip utama yang diajarkan Islam:
1.    Pemilihan umum harus dilaksanakan secara demokratis, setiap pemilih maupun yang dipilih harus berpegang pada nilai luhur kejujuran dan memegang amanah. Setiap pemilih yang memiliki hak suara harus menunaikan haknya, kecuali jika ada hal kondisional diluar kemampuannya. Dalam menunaikan haknya setiap pemilih harus bisa mempertanggung-jawabkan pilihannya, karena pilihannya menentukan kehidupan di masa depan. Seorang pemilih harus memegang teguh prinsip amanah abahwa apa yang ia lakukan dalam pemilihan Tuhan menyaksikannya dan tak ada hal sekecil apapun yang dapat disembunyikan dari Tuhan.
2.    Pemerintah harus memegang prinsip keadilan mutlak, apapun keputusannya dalam masalah politik, agama, sosial maupun ekonomi prinsip keadilan tidak bisa di kompromikan. Tidak ada satupun kelompok atau partai politik yang diperkenankan mencederai prinsip keadilan.
Sebagai prinsip demokrasi ‘dari rakyat’ setiap permasalah keputusannya harus diambil berdasarkan hasil musyawarah.  Sedangkan prinsip ‘oleh rakyat’ Al Quran mengajarkan:
Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan
amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya. (An Nisa:59).
Al Quran tidak menekankan bagaimana seorang pemilih melaksanakan haknya namun dalam menunaikan amanat pilihan harus dilandasi kejujuran, integeritas dan tidak mementingkan diri sendiri. Pilihan harus dijatuhkan kepada yang berhak yang benar-benar dapat menjalankan amanat. Seorang pemilih harus terlepas dari persyaratan yang mencampuri hak pilihnyaa dan sebagai pemilih ia merupakan pemegang amanat harus senantiasa berpegang pada keadilan dalam memilih. Islam tidak memberi ruang bagi abstain atau dalam istilah di Indonesia golput, hal itu artinya ia tidak menunaikan amanat selama tidak ada kendala yang menghalanginya untuk menggunakan hak pilihnya. Dalam hal ini islam tidak sependapat dengan demokrasi barat yang masih memperkenankan kepada mereka yang abstain.
Bagi pemimpin yang menjalankan pemerintahan Al Quran mengajarkan prinsip dasar yang harus selalu dipegang agar terciptanya perdamaian dan kesejahteraan rakyatnya, prinsip keadilan harus melandasi dalam kehidupan poltis diatas kepentingan pribadi, suku, ras maupun golongan keadilan harus diutamakan. Al Quran menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman, dan janganlah suatu permusuhan suatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil, itu lebih dekat kepada taqwa. (Al Maidah:5)
Sementara itu dalam mencapai tujuan potensi kekuatan yang dimiliki hendaknya digunakan pada jalan kebenaran, jangan karena memiliki potensi kekuatan di tujukan untuk mencapai kepentingan pribadi tanpa mengindahkan prinsip kebenaran. Kebenaran adalah kekuatan dan tidak selamanya ia yang terkuatlah yang berada di pihak yang benar. Firman Allah:
Tanda ini diperlihatkan supaya binasalah ia yang telah binasa dengan keterangan yang jelas dan supaya hiduplah dia yang telah hidup dengan keterangan yang jelas. (Al Anfal:43)
Terakhir dan yang paling utama adalah hendaknya menghindari dusta, setiap bicara hendaknya mengungkapkan apa yang benar berdasar keadilan sekalipun dalam medan perang kata-kata dan jangan pernah terlintas bahwa karena kejujuran dapat mengganggu kepentingan kerabat yang terdekat sekalipun.
Jauhilah kenajisan berhala dan jauhilah juga ucapan-ucapan dusta. (Al Hajj:31)
Apabila kamu berkata maka hendaklah berlaku adil walaupun yang bersangkutan seorang kerabat. (Al Anaam:153)
Itulah prinsip dasar yang diajarkan oleh Al Quran dalam menjalankan roda pemerintahan, terelepas dari sistem apa yang dianut maka nilai-nilai tersebut dapat selaras untuk diterapkan. Prinsip-prinsip merupakan prinsip yang universal bagi kehidupan manusia bilamana di praktekan akan membawa perdamaian dalam kehidupan sosial. Prinsip yang Al Quran ini sayangnya telah banyak ditinggalkan oleh kaum muslim dalam kehidupan bernegara bahkan dalam penerapan ideologi negara muslim yang menganut sistem teokrasi. Kekacauan dalam kehidupan beberapa negara muslim tak lepas dari telaha dilanggarnya prinsip dasar ini yang telah diajarkan dan dicontohkan secara sempurna oleh Rasulullah dan sahabat.
Semoga kita diberi kekuatan untuk menjalankan amanat dan mengamalkan ajaran luhur ini sehingga dengan demikian kita telah turut serta dalam menciptakan kehidupan bernegara yang sesuai tuntunan Al Quran dan sunnah Rasulullah SAW.

0 komentar:

Post a Comment