Disampaikan Dalam Pertemuan Dengan Tim Penanganan Jemaat Ahmadiyah Kota Banjar
Di Kantor MUI Kota Banjar, Kamis, 19 Maret 2015
Oleh: H. Muhammad Syaeful Uyun
Pembukaan
Indonesia adalah Negara Kebangsaan, bukan Negara Agama. Dasar Negara kita adalah Pancasila, dan konstitusi Negara kita adalah UUD 1945. Indonesia adalah Bangsa dan Negara yang majemuk, dan didirikan diatas kemajemukan. Kemajemukan Bangsa dan Negara Indonesia disimbolkan dalam falsafah Bhineka Tunggal Ika. Indonesia adalah Bangsa dan Negara yang menghargai dan menghormati kemajemukan. Indonesia adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.(1) Dengan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut ajaran agamanya dan kepercayaanya, maka sesungguhnya Indonesia adalah rumah yang aman bagi semua pemeluk agama dan aliran agama – Islam Kritsen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu – NU, Muhamadiyah, Ahmadiyah, Syiah, Persis, dll.
Prinsip kemajemukan Bangsa dan Negara Indonesia, dan prinsip menghargai dan menghormati kemajemukan, dan prinsip memberi kemerdekaan beragama kepada setiap penduduk, selaras dengan prinsip Islam. Al-Quran menjelaskan, Allah swt, Rab al-‘Àlam dan Rab an-Annâs, adalah Wujud yang telah menciptakan manusia berbeda-beda baik suku, bangsa, bahasa,(2) juga agama,(3) dan membiarkan manusia dalam perbedaan,(4) bahkan memberikan kebebasan: siapa mau beriman, berimanlah, dan siapa mau kafir, kafirlah.(5) Allah tidak pernah pilih kasih dan bersikap diskriminatif kepada makhluk-Nya karena yang satu mukmin dan yang lainnya kafir. Kepada semua makhluk-Nya – mukmin, kafir, munafiq, fasiq, Allah swt, memberi mereka tempat, ruang, rezeki, yang sebebas-besanya dan seluas-luasnya.
Ahmadiyah: Organisasi
Ahmadiyah adalah organisasi Islam. Sama seperti NU, seperti Muhammadiyah, seperti Persis, seperti LDII, dll. Ahmadiyah bukan agama, pula bukan partai politik. Ahmadiyah hanyalah wadah perjuangan untuk menghidupkan agama, menegakan agama, dan memenangkan agama Islam diatas semua agama.
Ahmadiyah: Nama Ahmadiyah
Nama Ahmadiyah diberikan bukan karena Sang Pendiri bernama Ahmad. Nama Ahmadiyah diambil dari nama lain Nabi Muhammad saw, yaitu: Ahmad.(6) Diberi nama Ahmadiyah dengan tujuan agar para pengikutnya memiliki budi pekerti yang luhur dan agung, budi pekerti yang halus, lembut, sopan, dan santun, seperti yang terhimpun dalam nama Ahmad-nya Nabi Muhammad saw. Nama Ahmad menampilkan sifat jamal – cantik, indah. Sedangkan nama Muhammad menampilkan sifat jalal – gagah, berani.
Ahmadiyah: Legalitas di Indonesia
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah organisasi legal formal berbadan hukum dengan SK Menteri Kehakiman RI No. JA.5/23/13 Tgl.13-3-1953, Tambahan berita negara RI, tanggal 31 Maret 1953 nomor 26. Dengan status badan hukum, berarti: Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah organisasi yang mempunyai hak untuk hidup diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di Kota Banjar, karena Banjar adalah bagian integral dari NKRI.
Ahmadiyah: Kiprah Dalam Kehidupan Berbangsa
Dalam kehidupan berbangsa, Ahmadiyah menerima Pancasila sebagai Dasar Negara, dan UUD 1945. Sikap politik Ahmadiyah, sesuai dengan petunjuk Al-Quran: athii’ullaaha wa athii’urrasulla wa uulil amri minkum.
Sebegai organisasi yang lahir sebelum Indonesia merdeka, dimasa perjuangan kemerdekaan, bersama dengan komponen bangsa yang lain, Jemaat Ahmadiyah ikut serta dalam kancah perjuangan kemerdekaan. Setelah Bangsa Indonesia merdeka, Jemaat Ahmadiyah ikut membangun bangsa, khususnya dalam pembangunan mental spiritual. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan Wage Rudolf Soepratman, adalah satu diantara sumbangsih Ahmadiyah untuk Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Wage Rudolf Soepratman, Pencipta lagu Kebangsaan Indonesia Raya, adalah seorang aktivis awalin Jemaat Ahmadiyah Indonesia.(7)
Ahmadiyah: Sumber Pokok Ajaran
Sebagai organisasi Islam, Jemaat Ahmadiyah tidak mempunyai sumber lain selain dua sumber pokok ajaran, yaitu: Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Jemaat Ahmadiyah meyakini, tidak ada agama kecuali Islam, tidak ada kitab suci kecuali Al-Quran, dan tidak ada panutan kecuali Baginda Nabi Muhammad, Khatamun-Nabiyyin Saw.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad: “Tidak ada agama bagi kami kecuali agama Islam dan tidak ada Kitab bagi kami kecuali Al-Quran Kitab Allah Yang Maha Tahu. Tidak ada Nabi panutan bagi kami kecuali Nabi Muhammad, Khatamun-Nabiyyin Saw”.(8) “Tidak ada kitab kami selain Al-Qur’an Syarif dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad Musthafa Saw. Tidak ada agama kami kecuali Islam dan kita mengimani bahwa Nabi kita, Muhammad Saw. adalah Khaatamul Anbiya, dan Al - Qur’an Syarif adalah Khaatamul Kutub”.(9)
Ahmadiyah: Akidah
Ahmadiyah beraqidah sesuai dengan aqidah: Enam Rukun Iman, dan beribadah sesuai dengan prinsip: Lima Rukun Islam.
Enam Rukun Iman yang diyakini Ahmadiyah ialah: 1) Iman kepada Allah, 2) Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah, 3) Iman kepada Kitab-Kitab Allah, 4) Iman kepada Rasul-Rasul Allah, 5) Iman kepada Hari Akhirat, 6) Iman kepada Taqdir baik dan buruk.
Lima Rukun Islam yang diamalkan Ahmadiyah ialah: 1) Syahadat, 2) Shalat, 3) Puasa, 4) Zakat, 5) Hajji.
Kalimah syahadat yang diikrarkan Jemaat Ahmadiyah, adalah: ﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻻﺍﻠﻪﺍﻻﷲﻭﺤﺩﻩﻻﺸﺭﻙﻠﻪﻮﺍﺸﻬﺩﺍﻥﻤﺤﻤﺩﺍﻋﺒﺩﻩﻭﺭﺴﻮﻠﻪ - Aku bersaksi, tiada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi, Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.
Muhammad yang dimaksud dalam ikrar kalimah syahadat tersebut adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib dari Mekah al-Mukaromah, yakni: Nabi Muhammad Rasulullah Khâtamun-Nabiyyîn saw, bukan yang lain.
Ahmadiyah: Keyakinan Kepada Nabi Muhammad, Islam dan Al-Quran
Ahmadiyah meyakini, Nabi Muhammad Saw, adalah Khâtamun-Nabiyyîn, Islam adalah Khâtamul Addyân, dan Al-Quran adalah Khâtamul Kutûb.
Ahmadiyah meyakini, Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap, dan satu-satunya penuntun ke jalan yang lurus dan satu-satunya sarana untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan.
Bagi Ahmadiyah, meyakini Nabi Muhammad sebagai Khâtamun-Nabiyyîn, Islam sebagai Khâtamul Addyân, dan Al-Quran sebagai Khâtamul Kutûb, adalah harga mati, final tidak bisa diganggu gugat lagi.
Tidak benar, mengada-ada dan fitnah, jika ada yang mengatakan, Ahmadiyah tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai Khâtamun-Nabiyyîn, punya nabi baru, punya kitab suci baru, dan punya kalimah syahadat baru.
Bagi Ahmadiyah meyakini ada lagi nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, dan kalimah syahadat baru, adalah kekufuran dan kesesatan yang sekufur-kufurnya dan sesesat-sesatnya.(10)
Ahmadiyah: Keyakinan Kepada Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad
Ahmadiyah meyakini, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, bukan nabi baru, yang membawa agama baru, kitab suci baru, dan kalimah syahadat baru, seperti yang diisukan, disangkakan, dan dipropagandakan beberapa kalangan umat Islam non-Ahmadiyah.(11)
Ahmadiyah meyakini, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah orang yang fana fillah – larut tenggelam dalam kecintaan kepada Allah, dan fana fir-Rasul saw – larut tenggelam dalam kecintaan kepada Rasulullah Muhammad saw.
Ke-fana-annya kepada Allah swt, dan Rasulullah saw, telah memungkinkan beliau mendapat kehormatan di beri amanat sebagai Mujaddid Abad XIV H, sebagai Imam Mahdi, dan sebagai manifestasi Isa ibnu Maryam Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Nabi Muhammad saw, (Masih Mau’ud), yang kedatangannya telah dikabar-ghaibkan oleh Nabi Muhammad saw, dan ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam – sunni atau pun syi’ah.(12)
Ke-fana-an Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, kepada Nabi Muhammad Saw, juga telah mengantarkan beliau menjadi ummaty – pengikut sejati, dhilly – bayangan, buruzy – cerminan Nabi Muhammad Saw.[]
Ahmadiyah: 100% Islam
Al-Quran mengatakan: “Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang memberi salam kepadamu, “Engkau bukan mukmin”. (13)
Nabi Muhammad Saw, ketika diminta menjelaskan apakah Iman itu, beliau menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Dan, ketika diminta menjelaskan apakah Islam itu, beliau menjawab: “Islam adalah engkau bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu” (14)
Jemaat Ahmadiyah, tidak hanya suka saling memberi salam: assalamu ‘alaikum warahmatullaahi wa barakatuhu, dengan sesama Ahmadi ataupun dengan bukan Ahmadi. Tetapi, Jemaat Ahmadiyah berakidah sesuai dengan akidah 6 rukun Iman, dan beribadah sesuai dengan lima rukun Islam. Dengan standar Iman dan Islam yang di definisikan Nabi Muhammad saw, maka dapat dipastikan, Jemaat Ahmadiyah adalah 100% Islam, tidak sesat dan tidak menyesatkan.
Jika standar Islam adalah keyakinan: Allah itu Esa dan Muhammad adalah Nabi terakhir (Khaatamun-Nabiyiin) – seperti di definisikan para ulama tanah air belakangan ini, Jemaat Ahmadiyah pun tetap 100% Islam, tidak sesat dan tidak menyesatkan, sebab Jemaat Ahmadiyah meyakini dengan teguh: Allah itu Esa, dan Nabi Muhammad Saw, adalah Khaatamun-Nabiyyiin.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah:
“Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya kami beriman kepada Allah sebagai Tuhan, dan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang nabi, serta kami beriman, beliau adalah “Khaataman-nabiyyin”. (15)
“Dengan sungguh-sungguh saya percaya bahwa Nabi Muhammad saw, adalah Khaatamul Anbiya. Seorang yang tidak percaya pada Khatamun Nubuwwah beliau (Rasulullah Saw), adalah orang yang tidak beriman dan berada diluar lingkungan Islam”.(16)
Ahmadiyah: Menyikapi Pro-Kontra Ahmadiyah
Menyikapi pro-kontra Ahmadiyah terhadap Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan keputusan yang dituangkan dalam SKB Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor: 3 Tahun 2008, Nomor: KEP-033/A/JA/6/2008, Nomor: 199 Tahun 2008, Tentang: Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan Warga Masyarakat.
Sekedar untuk mengingatkan dan dipedomani semua pihak, berikut kami kutipkan diktum-diktum SKB:
Untuk Ahmadiyah:
“Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw”. (SKB Diktum ke-2)
“Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya”. (SKB Diktum ke-3)
Untuk Masyarakat:
“Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)”. (SKB Diktum ke-4)
“Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. (SKB Diktum ke-5)
Ahmadiyah menghargai dan menghormati keputusan Pemerintah tersebut dengan tidak menyebarluaskan adanya lagi nabi baru yang membawa agama baru kalimah syahadat baru karena memang Ahmadiyah tidak pernah meyakininya.
Kami sangat mengharapkan, masyarakat juga menghargai dan menghormati keputusan tersebut dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Aparat Pemerintah Daerah – Gubernur, Bupati, Walikota, melaksanakan keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI tersebut.
Dalam pandangan kami, Pemerintah Daerah – Gubernur, Bupati dan Walikota, tidak harus dan tidak perlu menerbitkan Pergub, Perbup, atau Perwal. Cetak saja SKB sebanyak-banyaknya. Sosialisasikan SKB seluas-luasnya: kepada Ahmadiyah, kepada Aparat Pemerintah di tingkat Propinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan, Kelurahan, Desa, hingga RW/RT, dan kepada masyarakat. SKB adalah keputusan tertinggi Pemerintah Republik Indonesia yang mengatur relasi antara Ahmadiyah dan Masyarakat. Pemerintah Daerah – Gubernur, Bupati, Walikota, tidak punya kewenangan mengurus urusan agama termasuk melarang kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apa pun di daerahnya masing-masing. Regulasi hak beragama bukan kewenangan Pemerintah Daerah, tetapi sepenuhnya kewenangan absolut Pemerintah Pusat. Pasal 10 ayat (1) huruf f, UU Nomor 23 Tahun 2014 menjelaskan, urusan agama adalah urusan absolut Pemerintah Pusat.
Jika Pemerintah Daerah menerbitkan regulasi, termasuk dalam hal Ahmadiyah, maka regulasi itu harus mengacu kepada SKB dan UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi. Keputusan-keputusan yang bertentangan dengan SKB dan UUD 1945, dengan sendirinya batal demi hukum.
Di dalam forum ini saya, H. Muhammad Syaeful Uyun, Mubaligh Ahmadiyah Priangan Timur, ingin menyatakan dan menegaskan:
1. Jika warga Ahmadiyah di Kota Banjar terbukti melanggar SKB – menyebarkan penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw, jangan masjid yang ditutup. Masjid tidak bersalah. Masjid adalah rumah Allah, tempat setiap orang beribadah, sujud, mengagungkan nama-Nya. Laporkan, tangkap orang Ahmadiyah yang dianggap melanggar SKB, proses secara hukum di pengadilan, terbukti bersalah, jebloskan mereka ke penjara.
2. Jika di Kota Banjar ada yang merasa keberatan dengan Ahmadiyah, jangan menutup dan merusak Masjid. Masjid adalah rumah Allah, tidak bersalah. Dholim sekali kita jika menutup dan merusak Masjid. Silahkan adukan keberatan Saudara-Saudara kepada Pemerintah Pusat, gugat Pemerintah Pusat: Presiden atau Menkumham RI. Tekan dan desak dia agar mencabut Badan Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Urusan agama, sesuai dengan pasal 10 ayat (1) huruf f, UU Nomor 23 Tahun 2014, adalah urusan absolut Pemerintah Pusat, bukan urusan Pemerintah Daerah.
3. Kami ingin sampaikan disini, selama badan hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia belum dicabut, selama itu pula Jemaat Ahmadiyah akan tetap eksis termasuk di Kota Banjar.
4. Insya Allah, terhitung mulai hari Jumat, tanggal 20 Maret 2015, Jemaat Ahmadiyah Kota Banjar akan menggunakan kembali Masjid Istiqamah untuk shalat lima waktu, shalat Jumat, pengajian, dll.
5. Saat ini, di Kota Banjar, yang harus ditutup, bukan Masjid. Yang harus dihentikan, bukan langkah orang yang mendirikan shalat di Masjid. Yang harus ditutup, yang harus dihentikan adalah prilaku dan sikap intoleransi. Prilaku dan sikap-sikap intoleransi bukan saja tidak sesuai dengan tradisi budaya Bangsa Indonesia yang adiluhung, tetapi juga tidak sesuai dengan ajaran Islam yang agung itu. Islam adalah agama yang damai dan mengajarkan kedamaian. Nabi Muhammad saw, bersabda: Al-muslimu man salimal-muslimuuna mil-lisaanihi wa yadihi - seorang muslim sejati ialah orang yang menjadikan muslim lain damai/selamat dari gangguan lidah dan tanganya (Hadits). Kami meyakini, Jihad itu adalah mengajarkan Islam secara damai, dan kami meyakini Jihad yang sebenarnya adalah menyampaikan pesan perdamaian. Wassalamu ‘alaa manit-taba’al-hudaa![]
Banjar, 19 Maret 2015
- Lihat, UUD 1945, Pasal 29:(1) dan (2)
- Al-Quran, Surah Al-Hujurat, 49:13
- Al-Quran, Surah Al-Baqarah, 2:62
- Al-Quran, Surah Al-Maidah, 5:48, Al-‘An’am, 6:35
- Al-Quran, Surah Al-Kahfi, 18:29
- Ash-Shaf, 61:7
- Lihat, Kenang-Kenangan 10 Tahun Kabupaten Madiun, Soejono Tjiptomiharjo, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Bondan Winarno, Majalah Detik Edisi 90/19-25 Agustus 2013, Darsus Volume VIII, Nomor 8-9, Edisi Oktober dan November 2013.
- Mirza Ghulam Ahmad, Anjami Atham, hal. 143
- Mirza Ghulam Ahmad, Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld.5, No. 4
- Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, dalam bukunya berjudul Eik Ghalati Ka Izalah – Memperbaiki Suatu Kesalahan, hal. 9, menyatakan: Tidak akan ada nabi yang membawa syari’at dapat datang setelah Nabi Muhammad s.a.w.; demikian pula, tidak seorang pun dapat meraih pangkat kenabian tanpa melalui perantaraan Nabi Muhammad s.a.w. dan menyatukan diri seutuhnya kepada wujud Nabi Muhammad s.a.w. (fana fir-rasul) sehingga ia di langit dikenal sebagai Muhammad dan Ahmad. Ia yang mendakwakan diri sebagai nabi tanpa memenuhi syarat-syarat ini adalah seorang kafir.
- Pasca fatwa MUI 2005, KH Amidhan, Ketua MUI Pusat, dalam berbagai kesempatan dialog di Televisi berulang-ulang mengatakan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, adalah nabi baru, bahkan disebutnya sebagai nabi baru ke-26
- Keyakinan akan datangnya Isa ibnu Maryam di akhir zaman bukan monopoli keyakinan Ahmadiyah. Nahdhatul Ulama (NU), punya keyakinan Isa ibnu Maryam akan diturunkan kembali pada akhir zaman. Dalam kitab Ahkam al Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, diterbitkan oleh Diantama-LTN-NU, Cet. Ketiga, Pebruari 2007: 47-48, dan diberi pengantar oleh KH. M.A. Sahal Mahfudz, Ketua Umum Majlis ‘Ulama Indonesia, terdapat tanya jawab, sbb: Soal : Bagaiaman pendapat muktamar tentang Nabi Isa as., setelah turun kembali ke dunia. Apakah tetap sebagai Nabi dan Rasul? Padahal Nabi Muhammad SAW, adalah Nabi terakhir? Dan apakah mazhab empat itu akan tetap ada pada waktu itu? Jawab : “Kita wajib berkeyakinan bahwa Nabi Isa a.s, itu akan diturunkan kembali pada akhir zaman nanti sebagai Nabi dan Rasul yang melaksanakan syariat Nabi Muhammad SAW., dan hal itu, tidak berarti menghalangi Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir, sebab Nabi Isa a.s, hanya akan melaksanakan syariat Nabi Muhammad saw. Sedangkan mazhab empat pada waktu itu hapus (tidak berlaku)”. Muhammadiyah, juga punya keyakinan Isa ibnu Maryam akan datang kembali pada akhir zaman. Dalam Majalah Windon Nomer “Mutiara”, Madjlis H.B. Moehammadiyah Taman Pustaka, Pebruari 1940/Moeharram 1359 Th. Ke IX, hal. 32-34, dan disiarkan lagi oleh Sinar Islam, Edisi Juli 1985, hal. 26-27, tertulis keyakinan Muhammadiyah, sbb: “Tentang kedatangan tuan Yezuz kedoenia kembali, memang rata-rata kaum Moeslimin mempertjayainya. Hal kepertjayaan Moeslimin tentang kedatangamn Yezuz ke dunia lagi itoe demikianlah : Sungguh Baginda Nabi Isa (Yezuz Kristus), itu akan toeroen ke doenia lagi pada akhir zaman dan beliau itu akan menghoekoemi dengan syari’at Nabi Moehammad SAW., tidak dengan syari’atnya; karena syari’at Yezuz itoe, telah terhapoes sebab soedah lalunya waktoe jang sesoeai oentoek mendjalankannya. Maka kedatangan Yezuz itoe nanti menjadi sebagai khalifah ataoe pengganti Nabi kita, di dalam menjalankan syri’at Baginda Nabi SAW., pada ini oemat”.
- Al-Quran Surah An-Nisa, 4:95
- H.R. Muslim, Bab Kitabul Iman, HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal
- Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Tuhfatu Baghdad : 23
- Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Taqrir wajibul I’lan, 1891