Ahmadiyya Priangan Timur

.

Thursday, 5 June 2014

TUJUAN PENGUTUSAN RASULULLAH SAW

”Maksud dan tujuan kedatangan Rasulullah saw. ke dunia ini adalah supaya beliau menzahirkan kepada dunia keperkasaan Tuhan yang telah terselubung dari penglihatan-penglihatan dan kalbu manusia. Berhala-berhala dan batu-batu tak berguna telah menggantikan tempat keperkasaan Ilahi itu. Dan tujuan itu baru mungkin terlaksana apabila Allah Ta’ala menampakkan Wujud-Nya dalam kehidupan jamaali (kelembutan) dan kehidupan jalaali (keperkasaan) Rasulullah saw. serta memperlihatkan kehebatan Tangan Qudrat-Nya (Kekuasaan-Nya).

Jadi, Rasulullah saw. merupakan satu contoh sempurna sebagai manusia yang meraih keridhaan Allah Ta’ala dan yang menjadi kekasih Ilahi. Oleh karena itu dengan kata-kata yang jelas Allah Taala telah berfirman:

(Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kamu." – Ali ‘Imran, 32). Yakni, "Katakan kepada mereka, `Jika kalian ingin menjadi kekasih Ilahi dan dosa-dosa kalian diampuni, maka hanya ada satu jalannya, yaitu taatlah kepadaku (Muhammad)." Artinya, mengikuti Rasulullah saw. adalah sesuatu yang membuat manusia tidak putus asa terhadap rahmat Ilahi, dan yang mengakibatkan terjadinya pengampunan terhadap dosa-dosa serta menjadikan manusia sebagai orang yang dicintai Allah Ta’ala. Dan pendakwaan kalian – bahwa kalian mencintai Allah Ta’ala – baru akan terbukti benar apabila kalian mengikuti Rasulullah saw..

Dari ayat ini diketahui dengan jelas bahwa manusia tidak bisa menjadi orang yang dicintai Allah Ta’ala dan tidak berhak atas qurub (kedekatan) Ilahi hanya melalui upaya-upaya dan cara-cara yang ia temukan sendiri. Dan nur-nur serta berkat-berkat Ilahi tidak akan turun kepada siapa siapa pun selama ia belum mabuk (asyik) dalam ketaatan terhadap Rasulullah saw…

Seseorang yang mabuk (asyik) dalam kecintaan terhadap Rasulullah saw. serta yang memberlakukan segala macam maut (kematian) atas jiwanya dalam mentaati dan mengikuti beliau saw., maka kepada orang itu akan diberikan nur (cahaya) iman, kecintaan dan kasih, yang membuatnya terlepas dari wujud-wujud selain Allah, dan hal itu membuatnya terhindar dari dosa-dosa serta membawakan najat (keselamatan) baginya.

Di dunia ini juga orang itu memperoleh suatu kehidupan suci, dan orang itu dikeluarkan dari dalam kuburan-kuburan gelap serta sempit dorongan-dorongan nafsu. Ke arah ini jugalah hadits ini memberikan isyarah, yakni: "Anal haasyirul ladzii yahsyarun-naasa 'alaa qadami," Yakni, "Aku akan membangkitkan orang-orang mati di atas telapak kakiku."

Ringkasnya, ilmu-ilmu yang merupakan landasan najaat (keselamatan) ini secara pasti tidak dapat diraih kecuali melalui kehidupan yang diperoleh manusia dengan perantaraan Ruhulqudus. Ayat Quran Syarif ini dengan jelas dan dengan nyaring meneriakkan bahwa kehidupan ruhani hanya dapat diraih melalui ketaatan terhadap Rasulullah saw..

Segenap orang kikir dan – yang karena kedengkian (permusuhan) menolak untuk mengikuti Nabi Karim saw.. – mereka berada di bawah bayangan setan. Di dalam diri orang itu tidak terdapat ruh kehidupan suci ini, yaitu orang yang secara zahir disebut hidup tetapi sebenarnya dia mati, sebab setan menungangi kalbunya. Disayangkan bahwa orang ini tidak ingat akan maut (kematian).

Maut (kematian) itu tidak jauh. Seseorang yang umurnya sudah mencapai 50 tahun, jika dia itu hidup, maka paling tidak dia akan memperoleh waktu dua atau empat tahun lagi. Atau paling banyak 10 tahun, dan akhirnya dia akan mati. Maut (kematian) adalah sesuatu yang pasti, dan tidak seorang pun dapat terhindar darinya.

Aku melihat, orang-orang begitu teliti menghindari kesalahan-kesalahan dalam menghitung uang, namun mereka tidak pernah menghitung umur. Malanglah orang yang tidak memberikan perhatian terhadap hitungan umur. Sesuatu yang paling penting dan paling pantas untuk dihitung justru adalah umur. Jangan-jangan maut (kematian) tiba dan insan meninggalkan dunia ini dengan penuh penyesalan” (Malfuzat, jld. II, hlm. 182-184).