Ahmadiyya Priangan Timur

.

Thursday 15 May 2014

Dzikir Illahi

Buku ini menguraikan secara jelas mengenai makna dzikir Ilahi atau dzikrullah; perlunya kita untuk berdzikir Ilahi; jenis-jenis dzikir Ilahi itu; apa yang perlu kita waspadai dalam dzikir Ilahi itu; apa saja kesalahan yang dilakukan orang-orang dalam memahami dzikir Ilahi; dan bagaimana cara dan sarananya untuk mengusir setan dan agar dapat memusatkan perhatian pada waktu Salat dikarenakan pikiran tidak dapat terpusat.
Menulis bahasan dzikir secara mendalam dan menguraikan detail berbagai bahasan menjadi segi penting buku ini. Keistimewaan buku ini terletak pada pokok-pokok bahasan yang bersifat aktual dan menyoroti hal-hal yang kurang disoroti oleh para penulis kontemporer terkait dzikir kepada Allah Ta’ala.
Sebuah buku yang layak dijadikan referensi utama mengenai dzikir kepada Allah. Buku ini wajib dibaca bagi orang-orang yang ingin mendalami dan mengamalkan dzikir kepada Allah.
Dzikir Ilahi
Pidato Khalifatul Masih II ra
pada Jalsah Salanah
18 Desember 1916,
di Qadian - India.
Hadhrat Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad
Khalifatul Masih II ra

Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad
Khalfatul Masih II ra
Pidato pada Jalsah Salanah, 18 Desember 1916
di Qadian - India.

PENGANTAR
Atas berkat rahmat dan karunia Allah Ta’ala semata, buku ini dapat disajikan ke hadapan para pembaca. Buku ini diterjemahkan dari bahasa Urdu dan merupakan pida¬to Imam Jemaat Ahmadiyah se-dunia, Hadhrat Khalifatul Masih ats-Tsaani (II), Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad RadhiyAllahu Ta’ala ‘anhu pada tanggal 28 Desember 1916 di Qadian, India dalam kesempatan Jalsah Salanah (Pertemuan Tahunan). Usia beliau saat itu 27 tahun.
Alhamdulillah, “Segala puji bagi Allah” yang telah memungkinkan kami untuk mempersiapkan edisi revisi terjemahan bahasa Indonesia dari pidato tersebut. Terjemahan didasarkan pada teks bahasa Urdu dari Zikr-i-Ilahi yang dicetak oleh Yayasan Fazl-e-Umar (Rabwah, Desember 1982). Teks Urdu ini juga terdapat di website resmi Jemaat Ahmadiyah, di bagian buku-buku bahasa Urdu karya Hadhrat Khalifatul Masih ats-Tsaani (II) http://www.alislam.org/urdu/au/. Sebagai pembanding, kami juga memakai sumber terjemahan bahasa Inggris dari buku ini yaitu, Rememberance of Allah, yang diterjemahkan oleh Munawar Ahmed Saeed.
Penceramah yang mulia, yang pidatonya dibukukan ini adalah Putra yang Dijanjikan dari Pendiri Suci Komunitas Muslim Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihis salaam, merupakan Masih Mau’ud dan Imam Mahdi (1835-1908). Pendiri Suci Komunitas (Jemaat) Muslim Ahmadiyah adalah pribadi yang kedatangannya telah dijanjikan oleh Pendiri Islam, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan julukan gelar atau nama Imam Mahdi dan Masih Mau’ud. Putra beliau, Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud

Ahmad lahir pada tahun 1889. Beberapa tahun sebelum kelahirannya, ilham-ilham dari Allah Ta’ala telah turun kepada ayahandanya mengabarkan mengenai kelahiran, kehidupan dan peran penting pribadinya bagi dakwah Islam, sehingga ia juga mendapatkan julukan Mushlih Mau’ud, jauh sebelum kelahirannya.
Pada tahun 1914, di usianya yang ke-25, beliau terpilih sebagai Khalifah yang ke-2, yaitu, penerus kepemimpinan Hadhrat Masih Mau’ud. Selama 52 tahun, beliau memimpin Jemaat dan berkhidmat bagi tujuan-tujuan didirikannya Jemaat itu. Beliau menginspirasi dan memotivasi perkembangan rohaniah pengikutnya; berbicara dan menulis dalam rangka membela Islam, dan ia mendirikan lembaga-lembaga untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia.
Dzikir Ilahi menunjukkan sebuah pemahaman yang benar tentang hubungan antara Allah, Sang Pencipta, dengan manusia dalam pencarian terhadap-Nya. Bahasan ini penuh dengan poin-poin kebijaksanaan tentang bagaimana hubungan itu dapat dipelihara melalui dzikir (mengingat) Allah. Ini adalah harta yang akan menguntungkan semua orang yang menggunakannya untuk menanamkan hubungan hidup dengan Pencipta mereka.
Kami berdoa agar buku ini menjadi sumber promosi sebuah pemahaman sejati tentang Allah dan membantu banyak orang untuk mencapai kecintaan dan kedekatan -Nya.
Kemang-Bogor, Oktober 2013
Wassalam
Drs. Mahmud Mubarik, M.M.
Sekretaris Isya’at PB

Bertempat di Bandung, bulan Juni tahun 1999 Masehi bertepatan dengan bulan lhsan tahun 1377 Hijriyah Syamsiyah, Bapak R. Ahmad Anwar (almarhum, dan semoga penerjemahan beliau ini menjadi amal jariyah bagi beliau. aamiin) menulis prakata buku yang beliau terjemahkan ini dengan memulai kutipan terjemahan Nazm atau syair berbahasa Urdu, sebagai berikut:
‘Adati dzikr bhi dalo keh yeh mumkin hii nehi
Dil me shanam lubb peh magar naam nah hoo
Biasakan pula berdzikir Ilahi
Sebab, tak mungkinlah andaikata
Sang Kekasih bersemayam di hati
Namun, bibir tak menyebut nama-Nya
Di atas adalah sebuah bait syair Hadhrat Masih Mau’ud as. Sebuah ungkapan dalam Arab [yang tercantum dalam buku ‘Durratun Nashihin fil wa’zhi wal irsyaad’ “Mutiara-Mutiara Nasehat” dimana penulisnya, Syaikh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubari yang hidup di abad ke-9 Hijriyah, menyebutkan bahwa itu adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam]: ‘
Man ahabba syai-an aktsara min dzikrihi’ – “Siapa yang menaruh cinta kepada sesuatu, ia seringkali menyebut-nyebut sesuatu itu.” merujuk pula kepada hakikat tersebut.
Fitrat suci tiap insan yang beriman mengatakan bahwa tiada sesuatu di dunia ini menempati kedudukan paling luhur lagi mulia dalam hatinya selain Wujud Allah.

PRAKATA PENERJEMAH

Kecintaan kepada-Nya menuntut manusia untuk berdzikir kepada-Nya. Akan tetapi, timbul soal: bagaimanakah cara yang sebenarnya berdzikir Ilahi itu?
Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan itu, pembaca yang budiman dipersilahkan membaca serta mengkaji risalah buah tangan Hadhrat Khalifatul Masih II, Mushlih Mau’ud ra ini. Di dalamnya diuraikan, dengan cara menarik sekali, cara-cara dzikir Ilahi, apa faedah dzikir Ilahi, dan bagaimana cara meraih kemakbulan doa.
Imam kita yang tercinta Hadhrat Aqdas Khalifatul Masih IV atba. acapkali menyebut secara khas karya ini dalam khotbah beliau berkaitan dengan Ta’alluq Billah (mengadakan hubungan dengan Allah), serta menganjurkan Jemaat agar mempelajari serta menghayatinya.
Adalah berkat taufik Allah Ta’ala semata-mata, penerjemah telah berhasil dalam upaya mengalih bahasakan kandungan risalah ini. Semoga Dia berkenan meridhai upaya kecil ini dan menjadikan risalah ini bermanfaat bagi pembaca. Amin!
Editor


Hadhrat Muslih Mau’ud, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra adalah Putra yang Dijanjikan dan Khalifah kedua dari Hadhrat Masih Mau’ud as, Pendiri Suci Komunitas Muslim Ahmadiyah. Beliau lahir sesuai dengan nubuatan agung dari Hadhrat Masih Mau’ud as, beliau dikaruniai dengan pengetahuan, baik sekuler (duniawi) maupun rohaniah. Pemahamannya tentang Al-Qur’an dan hal-hal keislaman sangat mendalam. Beliau menulis sebuah komentar atau tafsir rinci mencakup beberapa bab dari Al-Qur’an. Buku-buku dan ceramah-ceramah beliau penuh dengan hikmat dan pengetahuan. Beliau adalah pangeran eksposisi (terkemuka dalam membahas penjelasan secara detail dan rinci) - baik secara tertulis dan pidato. Beliau dipenuhi dengan cahaya Ilahiah.
Pada tahun 1914, di usia 25 tahun, beliau terpilih sebagai Khalifah, yaitu penerus Hadhrat Masih Mau’ud as. Selama 52 tahun beliau memimpin Komunitas (Jemaat) dan berkhidmat untuk tujuan-tujuan yang untuk itu Jemaat didirikan. Beliau menginspirasi dan memotivasi perkembangan rohaniah pengikutnya; berbicara berbicara dan menulis dalam rangka membela Islam, dan ia mendirikan lembaga-lembaga untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia.

Kepentingan Pokok tentang Dzikir Ilahi
Pokok bahasan ini adalah berkaitan dengan satu hal yang menurut keyakinan saya sungguh amat penting sekali. Sedangkan pokok ini mencuat ke permukaan bukan semata-mata atas qias (teori) dan istinbaat (deduksi) belakaDzikr Ilahi melainkan berdasarkan juga pada ketetapan dan perintah
yang tercantum pada ayat-ayat suci Al-Qur’an. Boleh jadi sementara orang, setelah membacanya, akan mengatakan bahwa pokok ini bukan sesuatu yang luar biasa dan sebelumnya pun mereka sudah mengetahuinya.
Keadaan hati manusia, kecuali Tuhan, tidak ada seorang pun yang mengetahui. Akan tetapi, saya dapat mengatakan bahwa, menilik keadaan yang ada sekarang, di dalam pokok ini banyak sekali hal akan diterangkan yang mengenainya kebanyakan orang tidak mengetahui dan mengenainya saya tidak pernah melihat di dalam kitab mana pun.
Oleh karena pokok ini begitu umum sifatnya sehingga dengan membaca judulnya saja kebanyakan orang akan mengatakan bahwa pokok ini biasa-biasa saja dan banyak yang sebelumnya telah mengetahui. Oleh sebab itu, sebelum menulis bahasan ini saya perlu menerangkan bahwa pokok ini sungguh sangat perlu lagi penting sekali. Di dalamnya banyak sekali hal akan saya terangkan sehingga apabila Saudara-saudara mengamalkan semua hal itu, maka semua hal itu akan menjadi sarana kebaikan dan keutamaan bagi Saudara-saudara.
Dalam pokok ini apa yang hendak saya terangkan adalah sebagai berikut:

PEMBAGIAN POKOK TENTANG DZIKIR ILAHI
1) Dzikir Ilahi atau dzikrullah itu apa maknanya?
2) Apa perlunya kita dzikir Ilahi?
3) Berapa jeniskah dzikir Ilahi itu?
4) Apa yang perlu kita waspadai dalam dzikir Ilahi itu?
5) Dalam memahami dzikir Ilahi kesalahan apa saja
dilakukan orang-orang?
6) Orang-orang mengatakan bahwa pada waktu Salat pikirannya tidak dapat terpusat. Bagaimana caradan sarananya untuk mengusir setan dan agar dapat bertawajuh (memusatkan perhatian)?
Inilah bagian-bagian dan pokok bahasan yang mudah-mudahan memberi taufik kepada saya untuk
menguraikan ala kadarnya. Dengan membaca uraian ini Saudara-saudara sekalian pasti akan mengerti bahwa pokok ini bukan semacam bahasan yang hanya teruntuk bagi golongan tertentu, melainkan dengan setiap orang baik dari kalangan rendah maupun dan kalangan tinggi; baik dari kalangan orang kaya maupun dari kalangan orang miskin, baik dari kalangan orang kecil maupun dari kalangan orang besar. Pendek kata bagi setiap orang.
Andaikata Saudara-saudara sekalian mendengar dari saya suatu hal yang tampaknya ber bersahaja, maka janganlah berhenti mendengarnya. Sebab, bila Saudara-saudara akan mengalami hal itu nanti, maka akan terbukti kepada Saudara-saudara bahwa hal itu bukanlah hal yang bersahaja, melainkan sesuatu yang mendatangkan natijah-natijah (akibat) yang besar.

APA YANG DISEBUT DZIKIR ILAHI ITU?
Arti kata dzikir ialah mengingat. Jadi dzikir Ilahi berarti, mengingat Allah. Dzikir ilahi dikatakan kepada cara mengingat Allah. Yakni, menghadirkan di muka kita gambaran sifat-sifat Allah Ta’ala; menyebut sifat-sifat dengan mulut berulang kali; mengungkapkan sifat-sifat itu dan dalam lubuk hati, dan mengkaji kekuatan-kekuatan-Nya serta kekuasaan-kekuasaan-Nya itulah dzikir Ilahi.
Betapa penting serta perlunya pokok ini. Dengan kata-kata yang ringkas saya akan mengatakan mengenai hal ini bahwa, karena saya telah mulai menulis mengenai pokok ini, lantas saya mengatakannya sangat penting.

Dzikir Itu Amal yang Besar
Akan tetapi, saya tidak mengatakan alasannya itu seperti demikian, melainkan alasannya adalah karena Tuhan mengatakannya hal itu besar nilainya. Ternyata, dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala berfirman:
Bahwa: mengingat Allah itu merupakan yang terbesar dari antara segala urusan dan terbesar dari antara segala ibadah. Jadi, kalau Allah Ta’ala berfirman bahwa dzikir Ilahi itu yang paling besar dan paling penting, maka ini bukan perkataan saya melainkan perkataan Allah. (Surah Al-Ankabut,29:46)
Sekarang, pasalnya ialah, apabila pokok ini paling besar lagi paling penting, maka hendaknya juga ada perintah supaya orang memberi perhatian lebih banyak kepada pokok ini. Untuk itu, kalau kita memperhatikan Al-Qur’anul Karim maka akan kita maklumi bahwa Al-Qur’an sangat kerap sekali memikat perhatian orang-orang ke arah itu; yakni, orang-orang seyogianya menaruh perhatian terhadap dzikir Ilahi. Allah Ta’ala berfirman:
“Wahai, hamba-hamba-Ku ingatlah akan Tuhan-mu waktu pagi dan petang.” (Ad-Dahr (Al-Insan), 76:26)
Kemudian Rasulullah saw bersabda bahwa suatu majelis yang di tengah-tengahnya wujud Allah Ta’ala disebut-sebut majelis itu dikitari oleh para malaikat dan Allah Ta’ala
menurunkan rahmat-Nya.
Jadi, jika rahmat Ilahi merupakan sesuatu yang demikian agungnya sehingga guna mendengarkan uraian yang menyebut-nyebut nama Allah itu para malaikatpun berhimpun dan rahmat Tuhan pun turun atas orang-orang yang duduk mendengarkannya, maka hendaklah kita mengerti bahwa alangkah pentingnya hal itu. Sebab, para malaikat akan datang berkumpul di dekat orang yang berdzikir. Sebegitu banyak berdzikir, sebegitu banyak pula para malaikat akan datang dan menggerakkan hati orang-orang untuk melakukan kebajikan-kebajikan.
Kedatangan malaikat-malaikat bukanlah sesuatu yang bersifat khayali melainkan suatu kenyataan. Saya sendiri telah melihat malaikat. Pada suatu ketika saya, tanpa basabasi, bercakap-cakap dengan malaikat, bersahabat, dan menjalin hubungan dengannya*). Kemudian Allah Ta’ala berfirman:
“Hai, orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu serta anak-anakmu menyimpangkanmu dari berdzikir Ilahi” (Al-Munafiqun: 10).
“Hai, orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah sebanyakbanyaknya. Dan sanjunglah kemuliaan-Nya pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 42-43)
*)Adapun para malaikat itu mempunyai rupa bermacam-macam dan saya telah melihat mereka dalam berbagai corak. Beberapa dari mereka mempunyai corak yang tidak terdapat di dunia ini. Pasalnya ialah para malaikat itu dalam bentuk aslinya tidak tampak kepada manusia. OIeh sebab itu, mereka kadangkadang berbentuk manusia dan kadang-kadang tampak dalam suatu bentuk
yang lain. (pen.)
Demikian pula Rasulullah saw bersabda, seperti diriwayatkan oleh Abu Musa Asy’ari sebagai berikut:
“dari Abu Musa radliallahu ‘anhu dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda: “Tamsil  orang yang mengingat Tuhan-nya dan orang yang tidak mengingat-Nya adalah tak ubahnya seperti orang hidup dan orang mati. Tiada suatu kaum duduk sambil berdzikir kepada Allah melainkan para malaikat mengitari mereka.”
(Shahih al-Bukhari, Kitaab ad-Da’waat, Bab Fadhl Dzikrullah/Bab tentang Keutamaan Dzikrullah)
Yakni barangsiapa yang berdzikir kepada Allah mereka itu hidup dan siapa yang tidak berdzikir ia mati. Dari sini kita maklum bahwa betapa penting dan perlunya dzikir Ilahi itu. Dalam riwayat Tirmizi, Abu Darda ra mengatakan:
Bersabda Rasulullah saw kepada para sahabat: “Wahai sahabatsahabatku, tidakkah harus kusampaikan berita tentang sesuatu yang lebih baik dan paling disukai daripada segala sesuatu dan
lebih baik dan lebih disukai daripada segala sesuatu dan lebih baik pula daripada membelanjakan emas dan perak serta lebih baik daripada pergi berjihad — membunuh musuh dan dirinya sendiri syahid.
Para sahabat bertanya, apakah itu? Rasulullah saw bersabda, itulah dzikir Ilahi.” (Tirmidzi, Abwaabud Da‘wat, Baab Maa Jaa-a Fadhludz Dzikr)

Pada sebuah hadits lain tercantum bahwa Rasulullah saw bersabda bahwa dzikir Ilahi itu sangat tinggi derajatnya.
Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apakah itu lebih tinggi pula derajatnya daripada jihad? Beliau bersabda, ya! Lebih tinggi daripada itu. Sebabnya ialah dzikir Ilahi merangsang manusia untuk berjihad.”

PENYEBAB KURANGNYA PERHATIAN TERHADAP DZIKIR ILAHI
Inilah kepentingan dan keperluan dzikir Ilahi. Akan tetapi, ada beberapa bagian dari dzikir Ilahi yang tidak mendapat perhatian Jemaat kita. Kalaupun ada perhatian tapi sangat kurang. Allah Ta’ala telah menanamkan di dalam fitrat saya semenjak kecil kemampuan berpikir dan merenungkan sesuatu. Semenjak waktu itu pula saya biasa berintrospeksi atau bermawas diri. Saya senantiasa memikirkan hal itu. Sekarang pun saya berpikir akan hal itu, bagaimana seharusnya mengatasi masalah kekurang cenderungan Jemaat terhadap dzikir Ilahi itu.
Hadhrat Masih Mau’ud as sangat menekankan sekali atas doa. Puji syukur kepada Allah Ta’ala bahwa Jemaat kita sangat banyak mengambil manfaat dari doa. Demikian pula Hadhrat Masih Mau’ud as sangat menekankan pada dzikir Ilahi. Akan tetapi, sampai sekarang perhatian ke arah itu
tidak diberikan sebagaimana semestinya.
Penyebab yang sangat besar ialah pendidikan Barat sedikit mengubah pikiran orang-orang dan karena
pengaruh pendidikan Barat orang-orang berpikir faedah apa yang dapat diraih dari menyebut-nyebut nama Allah begitu saja. Kalau seseorang duduk menyendiri dan menyebut-nyebut Laa ilaha Ilallah atau Ya Qudduus, ‘Aliim, Khabiir, Qaadir, atau Khaliq, maka faedah apakah yang dapat diraih daripadanya? Tidak ada! OIeh sebab itu, tidak perlu melalukan seperti itu.
Oleh karena Jemaat kita pun berkiprah dalam meraih pendidikan ala Barat makanya mereka pun tunduk kepada pengaruh ini. Selain itu di dalam Jemaat kita pun ada pula orang-orang yang berasal dari kalangan petani. Semenjak awal mereka tidak mengetahui macam apa dzikir Ilahi itu dan apa faedahnya. Oleh karena itu, selama kita belum menerangkan kepada mereka dengan metode yang sebaikbaiknya dan cara yang seindah-indahnya, selama itu mereka tidak akan dapat menaruh perhatian terhadap hal itu. Itulah makanya di kalangan mereka dzikir Ilahi itu kurang, Salat
adalah justru dzikir llahi juga.
Dengan karunia Allah di kalangan Jemaat kita kewajiban ini dipatuhi dengan sepatuh-patuhnya. Akan tetapi, kecuali yang ini, ada pula dzikir-dzikir Ilahi yang lain coraknya yang perlu dan wajib dijalankan. Mengenai ini sungguhpun saya tidak dapat mengatakan bahwa gejala demikian hanya terdapat di dalam kalangan Jemaat kita melainkan yang pasti saya katakan bahwa gejala itu kurang dan sebagian orang tidak mengamalkan dzikir-dzikir Ilahi yang lainnya ini. Ini pun amat sangat merugikan sekali. Perhatikan saja, andaikata seseorang mempunyai wajah yang tampan namun matanya atau hidungnya cacat, apakah ia akan kita katakan tampan atau cantik? Sekali-kali tidak! Bahkan semua orang pasti akan mengatakan buruk rupanya.
Demikian pula halnya seandainya di antara Jemaat kita ada sebagian orang tidak biasa mengamalkan beberapa cara dzikir Ilahi maka tamsilan mereka tak ubahnya seperti seseorang mengenakan pakaian, jas, atau baju piama yang mahal harganya tetapi kakinya tidak memakai sepatu, sungguhpun semua pakaiannya indah, namun tanpa mengenakan sepatu maka penampilannya terkesan kurang sreg dan orang-orang dari kalangan tinggi tidak akan menyenanginya karena ada sesuatu yang kurang.
Pendek kata, jika tidak mengerjakan dzikir Ilahi dengan seluruh metode itu merupakan satu cacat, kemudian jika kita akan membuktikan bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-Nya melakukan dzikir Ilahi dengan cara-cara yang lain selain Salat juga — baikpun hikmahnya dipahami ataupun tidak — sedangkan Rasulullah saw menginstruksikan hal demikian pula, maka guna mencapai kesempurnaan rohani perlu mengamalkan cara-cara ini juga.
Mengapa di kalangan Jemaat kita ada orang-orang yang tidak menaruh perhatian sepenuhnya terhadap Salat-Salat nafal (tak wajib, peny.) sebabnya adalah ini bahwa orangorang itu tidak mengerti akan faedah-faedah dari dzikir Ilahi dengan cara ini.
Mereka beranggapan bahwa dengan mengerjakan Salat-Salat yang fardu, kewajiban mereka sudah selesai. Padahal Rasulullah saw bersabda — tapi pada hakikatnya bukan beliau sendiri yang bersabda, melainkan Allah Ta’ala berfirman sebagai berikut:
Yakni, Allah Ta’ala berfirman, “Dengan nafal-nafal hamba-hamba- Ku demikian rupa menjadi dekatnya kepada-Ku sehingga Aku menjadi telinga yang dengannya ia mendengar, Aku menjadi mata yang dengannya ia melihat, Aku menjadi tangannya yang dengannya ia memegang, dan Aku menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan.” (Bukhari, Kitab ar-Riqaaq, Bab at-Tawadhu)
Dari situ Saudara-saudara sekalian dapat mengerti bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan betapa tingginya derajat Salat-Salat nafal itu. Bagi orang-orang yang mengerjakan Salat-Salat nafal telah ditetapkan kedudukan yang tinggi. Dengan mengerjakan Salat-Salat nafal itu Allah Ta’ala seakan-akan mencapai manusia sedemikian rupa hingga sifat-sifat Tuhan meresap ke dalam dirinya.
Jadi, Salat-Salat nafal itu bukanlah sesuatu yang sepele. Akan tetapi, sayang benar, banyak orang yang tidak menaruh perhatian terhadap hal itu. Pasalnya ialah, di dalam diri manusia terdapat banyak sifat lemah dan malas. Oleh karena itu mereka hendaknya paling tidak melatih diri.
Itulah sebabnya Allah Ta’ala, yang mengetahui kelemahankelemahan hamba-hamba-Nya dan sangat kasih-sayang terhadap mereka, Dia telah menetapkan sebagian ibadah sebagai fardhu (wajib) dan sebagian lagi sebagai nafal. Adapun yang sebagian ditetapkan sebagai fardhu adalah karena bila seseorang menunaikannya maka ia akan dipersalahkan. Ternyata, di dalam hadits tercantum bahwa
seseorang menghadap kepada Rasulullah saw dan datangdatang ia bertanya mengenai Islam. Beliau bersabda:
Yakni: Dalam sehari-semalam ada lima Salat. Kemudian ia (sahabat itu) bertanya: Apakah selain itu ada yang lainnya lagi? Maka Rasulullah saw bersabda: Tidak, kecuali kalau atas kemauan engkau sendiri (nafal). Rasulullah saw bersabda: Berpuasa dalam bulan Ramadhan. Lalu ia bertanya: Apakah selain itu ada yang lainnya bagi saya? Rasulullah saw bersabda: Tidak, kecuali kalau atas kemauan sendiri (nafal). Kemudian beliau bersabda: Didalam Islam zakat juga adalah wajib. Ia bertanya: apakah tidak ada yang lainnya bagi saya? Beliau bersabda: Tidak, kecuali atas kemauan sendiri (nafal). Mendengar ini ia sambil pergi Ia berkata: Demi Allah, saya tidak akan menambahkan atas itu dan tidak akan menguranginya. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Orang itu sudah berhasil jika ia perkataannya benar. (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Iman, Bab az-Zakaat minal Islam)

HIKMAH DAN KEPERLUAN NAFAL
Dari situ kita maklum bahwa barangsiapa yang mengerjakan faraidh (ibadah-ibadah wajib) dengan
sesempurna-sempurnanya ia berhasil. Akan tetapi, orang yang bersikap hati-hati dan berpandangan tidak melakukan hanya sampai sebatas itu melainkan akan melangkah juga ke dalam ibadah-ibadah nafal. Sehingga, apabila di dalam mengerjakan ibadah-ibadah wajib ada suatu kekurangan maka ia dengan melakukan ibadah-ibadah nafal mudah-mudahan akan menjadi sempurna (tertutupi kekurangannya, peny.).
Umpamanya, dalam sehari-semalam terdapat Salat wajib lima waktu. Ada seseorang yang justru melakukan Salat-Salat itu akan tetapi tidak mengerjakan Salat-Salat nafal. Adalah mungkin salah satu Salat yang telah dikerjakannya, disebabkan oleh suatu unsur kesalahan, siapa tahu tidak diterima oleh Tuhan dan pada hari kiamat ia akan mendapat siksaan.
Ternyata di dalam hadits tercantum bahwa sekali peristiwa Rasulullah saw berkenan datang ke mesjid, lalu ada seseorang datang dan melakukan Salat. Kemudian beliau bersabda kepadanya, “Kerjakan lagi!” Ia mengerjakan Salat lagi. Beliau bersabda, “Kerjakan lagi!” Beliau untuk ketiga kalinya bersabda supaya dia mengerjakan lagi ia berkata, “Ya, Rasulullah, demi Allah, lebih dari itu saya tidak dapat melakukan Salat. Katakanlah kepada saya bagaimana seharusnya saya mengerjakan.” Beliau bersabda, “Engkau mengerjakan Salat dengan cepat. Oleh karena itu tidak dikabul. Kerjakanlah dengan perlahan-lahan.” (Shahih al-Bukhari, Kitab Shifat ash- Shalaat, Bab Wujuub al-Qiraa-ah lil Imam wal Mamum)
Kadang-kadang cacat-cacat itu sedemikian rupa yang karenanya Salat tidak dikabul. Akan tetapi barangsiapa yang mengerjakan Salat wajib dan juga mengerjakan Salat nafal, seandainya pun Salatnya tidak ada yang dikabul maka Salat nafalnya akan dapat memberikan jasa kepadanya menutupi kekurangannya. Tamsilannya adalah seperti berikut. Seseorang berangkat untuk mengikuti suatu ujian yang syarat lulusnya adalah perolehan angka hanya lima puluh. Dan ia berangkat dan menyelesaikan soal hanya sekedar mencapai angka ke lima puluh dan ia merasa yakin bahwa ia akan lulus. Sudah pasti ia keliru. Sebab, adalah mungkin kalau terdapat di antara soal-soal yang dibuatnya itu salah dan ia tidak dapat meraih angka penuh lima puluh dan ia pasti tidak lulus. Oleh karena itu, siswa-siswa yang cerdik dan pandai tidak akan berbuat hal seperti itu melainkan akan menyelesaikan bukan saja soal-soal yang dapat ia selesaikan tetapi juga akan menyelesaikan seluruh soal sehingga mudah-mudahan semua angka digabungkan akan dapat lulus.
Kemudian kalau seseorang bepergian dan memperkirakan biaya yang akan diperlukannya sekian banyak lalu ia membekali dirinya hanya sebanyak yang diperkirakannya. Kadangkala bisa terjadi bahwa perkiraannya meleset dan ia terpaksa harus menemui kesulitan besar. Oleh karena itu, orang yang cerdik dan pandai akan berangkat dengan berbekal lebih dari yang diperkirakan agar pada saat ia harus membelanjakan uang untuk pengeluaran yang tidak terduga ia tidak menemui kesulitan besar. Maka Salat-Salat nafal adalah tak ubahnya pengeluaran yang tidak terduga tapi sangat penting.
Karenanya hendaklah kita memberi perhatian istimewa terhadap menjalankan Salat-Salat nafal itu.
Sebab lainnya mengapa orang-orang di kalangan Jemaat kita tidak memberi perhatian sepenuhnya terhadap dzikir Ilahi. Hadhrat Masih Mau’udas banyak sekali menulis tulisan, dalam rangka menolak kebiasaan dari orang-orang yang menamakan dirinya sufi yang telah menyebarkan bermacam-macam bid’ah, dan beliau mengatakan kepada mereka bahwa pembacaan dzikir mereka yang tak ubahnya seperti burung beo itu sedikit pun tidak akan mendatangkan hasil apa-apa.
Dikatakan oleh beliau bahwa mereka berlama-lama duduk di mushalla sedangkan Islam diserang oleh musuh dari keempat penjuru. Mengapa mereka tidak bangkit lalu memberi sanggahan. Dengan cara demikian Hadhrat Masih Mau’ud as mencela orang-orang itu dan sesungguhnya orangorang ini patut mendapat celaan. Akan tetapi, ada beberapa orang sudah keliru menyerap maksud dan sikap beliau dan mereka memahami bahwa barangkali duduk berdzikir Ilahi itu pun perbuatan yang sia-sia. Padahal berdzikir seperti itu bukanlah perbuatan yang sia-sia bahkan tujuan dzikir itu ialah untuk menguduskan dan menyanjungkan pujianpujian terhadap Allah.
Akan tetapi, mereka hanya duduk-duduk belaka di dalam rumah berdzikir dan begitu keluar rumah sedikit pun tidak berbuat apa-apa, sementara Tuhan dicaci-maki (oleh orang-orang yang beragama Hindu, peny.), oleh karena itu Hadhrat Masih Mau’ud as mengata-ngatai mereka.
Beliau hersabda, “Jika kalian benar-benar mempunyai kecintaan kepada Allah, mengkuduskan Dia
dan menyanjungkan puji-pujian terhadap-Nya, maka sebagaimana kalian duduk di rumah masing-masing menguraikan tentang kesucian-Nya dan menyanjung puji-Nya, demikian pula pergi jugalah keluar rumah (untuk melakukan hal yang sama. penerj.)”
Disebabkan oleh kemalasan dan kelambanan, mereka telah mengabaikan perintah Amar bil ma‘ruf dan Nahi ‘anil munkar (mengajak kejalan kebaikan dan melarang terhadap keburukan, peny.). Oleh karena itu mereka telah dimarahi sebab ini merupakan kemunafikan. Sebab, seandainya di dalam hati mereka ada rasa cinta dan muhabah yang sejati kepada Allah, apa sebabnya ketika lawan-lawan menyerang Tuhan saat itu mereka tidak keluar rumah membela Dia. Dan, sebagaimana mereka mengucapkan kalimat-kalimat kudus menyanjung Allah di sudut-sudut kamar, begitu pula mengapakah mereka tidak melakukannya di atas mimbar-mimbar umum (membela nama Tuhan, peny.)?

CARA PARA SUFI DEWASA INI BERDZIKIR
Para Sufi dan para Gaddi Nasyiin*) telah menyalahkaprahkan dzikir Ilahi demikian rupa sehingga berubah sama sekali bentuknya dan corak yang dikemukan oleh Islam juga sudah hilang tak tentu rimbanya. Ternyata, sekarang, apakah dzikir Ilahi itu? Ialah, mengeluarkan suara dari dalam hati dan disampaikan ke kepala dan demikian rupa kerasnya sehingga seluruh rukun tetangga terganggu ketenteramannya dan ibadah semua orang di sekitarnya menjadi tidak keruan.*) Gadddi Nasyiin: kelas elit keturunan rohaniawan yang dimuliakan di benua alit India dahulu dan di Pakistan sekarang Mereka menamakan perbuatan itu “memukul-mukul hati”. Seakan-akan, menurut mereka, hati itu sesuatu yang ke dalamnya kalimah Laa ilaaha ilallaah dijejalkan.
Seperti itulah sebagian dan mereka menggunakan cara ini: mendengarkan syair, memperdengarkan qawwali [nyanyian orang-orang sufi diiringi musik], menyuruh perempuanperempuan bayaran menari-nari. Mereka berkata bahwa perbuatan ini menghangatkan majlis dzikir Ilahi. Kemudian menghibur hati, mereka mengatakan bahwa dengan jalan demikian suara-suara, “Allah!..... Allah!.” terdengar.
Pendek kata, hal yang aneh-aneh mereka ciptakan sendiri. Mereka katakan supaya hati terhibur, supaya melukai hati, diusahakan supaya suara keluar dari jiwa. Semua sebutan ini mereka buat-buat sendiri. Kadang-kadang dikatakan bahwa mereka berdzikir dengan hati dan mereka setelah bersujud di ‘arasy mereka kembali ke alam lahir. Kadang-kadang mereka mengatakan bahwa mereka mengeluarkan suara, “Allah, Allah... !“ dengan tiap-tiap organ tubuh manusia.
Banyak lagi bid’ah lainnya semacam itu mereka rekayasa. Beberapa di antaranya ada yang membaca beberapa ayat suci Al-Qur’an lalu menari-nari, Ada lagi sebagian yang berbuat demikian: seseorang membaca syair dan sebagainya, lalu yang lainnya menari dan mereka mengatakan, “Sang Waajid*) telah datang,” seketika itu mereka jatuh tak sadarkan diri (dalam keadaan trans,peny.). Kemudian dengan sekonyong-konyong dia meloncat seraya berseru dengan suara keras sekali, “Allah, Allah!...”
Begitulah, mereka melakukan “dzikir” yang aneh-aneh semacam itu, padahal semuanya itu tidak ada sedikit pun hubungannya dengan Islam. Akan tetapi, dengan itu tidak dapat dikatakan bahwa dzikir Ilahi adalah sesuatu yang sangat buruk. *) Waajid: istilah orang-orang sufi yang berarti Sang Empunya; Sang Maha Pencipta. (peny.)
Ya, hendaknya kita katakan bahwa bid’ah-bid’ah yang diciptakan oleh orang-orang itu adalah suatu
penyimpangan. Akan tetapi, sedikit pun mereka tidak acuh. Padahal Rasulullah saw bersabda:
“Setiap bid’ah (suatu perkara baru dalam agama) adalah kesesatan dan setiap kesesatan akan dimasukkan kedalam api neraka.” (Sunan An-Nasai, Kitab Shalatil ‘Idain, Bab Kaifa Khuthbatul ‘Idain)
Itulah sebabnya maka dzikir yang dibuat-buat oleh mereka itu bukan amalan yang sampai ke dekat Allah bahkan sangat menjauhkan dari Allah. Ternyata, semenjak praktek dzikir semacam itu muncul ketika orang-orang Islam kian menjauh dari Allah Ta’ala. Sebab, semua perkara itu adalah bid’ah. Kalau amal-amal dilakukan bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala dan Rasulullah saw maka sudah pasti bahwa dengan perbuatan itu kerohanian akan menjadi lemah. Oleh karenanya maka kerohanian lambat laun menghilang dari kaum muslimin.
Karakteristik yang kedua ialah di dalam perbuatanperbuatan itu biasanya ada orang merasakan suatu kelezatan dan kegembiraan yang semu. Karenanya, setelah mahrum (tidak mendapatkan, luput, kehilangan) dari kelezatan yang hakiki, orang lambat-laun mulai mengejar sesuatu yang bersifat imitasi, dan akhirnya ia binasa. Tamsilnya adalah persis sebagai berikut. Seseorang perutnya sakit.
Akan tetapi, bukannya berobat malah ia minum madat lalu tertidur. Dampaknya, untuk sementara, ialah: disebabkan oleh pingsan ia pasti merasa nyaman. Akan tetapi, sebenarnya ia sedang menuju kebinasaan dan satu saat akan datang ketika penyakitnya akan membinasakan dirinya.
Hal yang sesungguhnya ialah, apa yang disebut dzikir dewasa ini oleh orang-orang itu suatu ilmu yang disebut ilmut tarb dan di dalam bahasa Inggris disebut ilmu mesmerism, dan ilmu lainnya adalah hipnotisme yang merupakan penemuan seorang berkebangsaan Perancis. Itu tidak ada hubungannya sedikit pun dengan alam kerohanian melainkan dengan alam pikiran.
Dan, Allah Ta’ala telah meletakkan di dalam pikiran, suatu kekuatan yang bila dikerahkan ke satu arah maka ia akan menimbulkan suatu pengaruh yang khas, dan berkat pengaruh itu dapat menciptakan rasa lezat dan rasa gembira di dalam hati. Akan tetapi, rasa lezat itu tak ubahnya seperti apa yang diakibatkan oleh minum madat (candu), kokain, atau ganja. Padahal, sesungguhnya, bukan rasa lezat bahkan adalah suatu keadaan pingsan yang memberikan pengaruh buruk kepada kesehatan.
Demikian pula halnya bila pemusatan pikiran  dikerahkan pengaruhnya kepada anggota-anggota jasmani maka akan terjadi semacam rasa kantuk yang olehnya itu biasanya datang perasaan lezat. Orang-orang ini mengira bahwa dalam menyebut-nyebut “Allah, Allah...” terdapat rasa lezat, padahal pada waktu itu bila mereka pun menyebut “Ram, Ram*) maka mereka pun akan menikmati rasa lezat
seperti itu juga.
Konon ada seorang rohaniwan menumpang sebuah kapal waktu sedang bepergian ke suatu tempat. Ia sempat berdzikir dengan suara keras sehingga orang-orang lain, yang adalah beragama Hindu, juga mulai meniru mengucapkan, “Allah, Allah. ..“ Akan tetapi, di atas kapal itu ada seorang sadhu;**) hanya dia yang tidak mengucapkan “Allah, Allah.” Sang rohaniwan memusatkan pikiran kepada sang sadhu (pendeta), tetapi malah dari mulutnya sendiri dengan serta-merta mulai keluar kata-kata, “Ram, Ram...” karena sang sadhu telah mulai memusatkan pikiran atasnya dengan menyebut “Ram, Ram...”
*) Ram adalah panggilan untuk sembahan orang-orang Hindu di India.
**) Sadhu: seorang rohaniwan Hindu dari sekte Jain. (peny.)
Sewaktu menyadari hal demikian, sang rohaniwan itu menjadi kaget dan semenjak hari itu ia bertobat dari berdzikir yang caranya seperti semula. Sebab, ia mengetahui bahwa ini merupakan suatu alam pikiran dan bukan pengaruh dzikir; karena kalau ini merupakan juga pengaruh “Allah, Allah” sehingga dari mulut orang-orang lain juga dengan serta-merta keluar yang demikian, maka kemudian mengapa pula ia jadi mengucapkan “Ram, Ram... Seperti itu pula keadaan seseorang yang tengah berjalan di dalam hutan dan ia merasa lapar lalu menemukan sebuah kantung, yang dikiranya mungkin berisikan beras di dalamnya, dan ia merasa gembira karenanya. Akan tetapi, kiranya di dalamnya itu terdapat pecahan-pecahan keramik belaka. Itulah adanya keadaan manusia yang melangsungkan cara-cara semacam ini dan mengira bahwa ia sedang meraih kedekatan kepada Tuhan. Padahal, sebenarnya adalah suatu intoksikan (benda pemabuk) yang menyebabkan ia menjadi mabuk. Itulah sebabnya maka walaupun ia mengira bahwa ia sudah sampai kepada suatu martabat tertentu. Akan tetapi, hatinya tetap saja dalam keadaan kotor dan najis, sebagaimana telah saya katakan sebelumnya. Maka, ini merupakan suatu benda pemabuk seperti madat dan sabagainya.
Ada seorang yang mukhlis dari Jemaat kita yang senantiasa berkata kepada saya bahwa dengan melakukan cara seperti ini, nikmat sekali rasanya. Saya mengatakan juga kepadanya bahwa seperti halnya orang merasa nikmat kalau meminum madat dan ganja, begitu pula halnya dengan cara dzikir seperti itu. Buktinya ialah, dengan dzikir seperti itu rohani tidak menjadi bersih. Atas jawaban itu ia membenarkan. Ada seseorang yang berkata bahwa ia sudah merambah segala tingkat kerohanian. Akan tetapi, meskipun demikian, ia kesana-kemari meminta sumbangan beras dan lainnya. Saya tercenung berpikir mengenai orang seperti ini, andaikata ia telah mencapai derajat yang tinggi, mengapa pula ia harus menjajakan diri meminta-minta.
Kisah Seorang yang Serakah
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda berkenaan dengan seseorang yang mempunyai anggapan mengenai dirinya sudah mencapai derajat kerohanian yang tinggi. Akan tetapi, pada suatu ketika ia pergi ke rumah seorang muridnya. Sesampainya ia berkata, “Berikan upeti (maksudnya sumbangan) untukku”. Waktu itu tengah musim peceklik.
Sang murid berkata, “Saya tak mempunyai apa-apa. Mohon dimaafkan.” Sang rohaniwan itu lama bertengkar mulut dan pada akhirnya menyuruh memasakkan makanan dan meminta uang untuk dibawanya pulang. Begitulah tampak kepada kita kelemahan dan kekotoran yang terdapat pada orang-orang yang menyatakan pengakuan-pengakuan besar.
Pasalnya ialah, Allah Ta’ala telah meletakkan di dalam suara dan alam pikiran manusia semacam daya pengaruh. Umpamanya, kalau orang setiap saat berpikir mengenai sesuatu harus berbuat begini, harus berbuat begitu, maka di alam pikirannya terpampang semacam gambaran semacam itu pula. Demikian pula halnya jika seseorang mengkhayalkan bahwa ia tengah mengeluarkan suara “Allah, Allah” maka secara berangsur mulai mendengar suara semacam itu sehingga seakan-akan hatinyalah yang tengah bicara. Padahal, bila sesungguhnya hati dia yang berkata-kata, kemudian apa sebabnya ia tidak menjadi orang suci. Kemudian, di kalangan orang-orang Hindu juga, dibandingkan dengan orang-orang Islam, secara nisbi sangat banyak terdapat orang semacam itu yang bukan saja dapat memanggil hati sendiri bahkan juga dapat memanggil hati orang lain.
Adalah keinginan saya menulis sebuah kitab mengenai ini dan akan saya terangkan perbedaan di antara para nabi dengan tukang-tukang sulap ini merupakan ilmu yang bersahaja, akan tetapi natijahnya ialah orang menjadi lalai terhadap upaya mereformasi (membenahi) diri sendiri. Sebab, lambat laun ia akan mengira bahwa ia telah mencapai Tuhan padahal tidak. Kalau seseorang berkeinginan sampai kepada suatu derajat tapi malah ia sampai ke suatu tempat yang lain lagi, dan sesampainya di sana ia mengira bahwa ia telah sampai ke tempat yang dituju maka ia akan duduk di
sana dan tidak akan bergeser lagi dari sana. Kesudahannya ia pasti akan menanggung rugi. Demikian pula halnya orangorang yang berbuat semacam ini sudah salah mengira bahwa mereka telah sampai kepada tingkat (maqam) yang utama, padahal tempat yang harus mereka tempuh itu masih bermil-mil jauhnya dan mereka tak ubahnya seperti seorang pemadat yang terbaring dalam keadaan mabuk.
Walhasil, dzikir-dzikir semacam itu memang sia-sia dan Hadhrat Masih Mau’ud as telah mencegahnya serta mencela pelaku-pelakunya. Sebab, kalau orang-orang Hindu dan
orang-orang Nasrani pun dapat melakukan hal ini juga, maka betapa ini dapat disebut dzikir Ilahi.
Tinggal lagi sekarang pasal dzikir dengan suara keras atau mendengarkan bunyi-buyian dan sebagainya. Jadi, saya telah menjelaskan bahwa di dalam organ-organ tubuh manusia telah diletakkan suatu kekuatan istimewa;
kekuatan menerima pengaruh dan kekuatan mengirimkan pengaruh. Dan, pengaruh pada organ-organ yang lewat dari pintu-pintunya, di antaranya itu ada satu telinga juga yang peka dari suara-suara merdu. Lebih-lebih lagi manusia, sedangkan hewan juga peka dari pengaruh suara-suara merdu. Umpamanya, di depan seekor ular ditiupkan biin*) Biin : semacam terompet khas pawang ular di Indonesia, peny.) maka ular itu perlahan-perlahan mulai tidak beringas. Akan tetapi, adakah dengan ini kita dapat diyakinkan bahwa suatu kesan kerohanian yang khas telah menyentuh ular itu? Sekali-kali tidak.
Demikian pula halnya bila seseorang mendengarkan nyanyian-nyanyian lalu ia mulai menari-nari, maka akan hal itu kita tidak dapat mengatakan bahwa kerohaniannya sudah terkesan melainkan akan kita katakan bahwa perasaan-perasaannya telah menerima suatu kesan yang tidak ada sedikit pun hubungan dengan kerohaniannya.
Jadi, apabila seseorang menganggap nyanyi-menyanyi dan sebagainya itu menanamkan kesan pada kerohaniannya, ia sudah keliru dan hilang akal. Sebab, sebagaimana seekor ular menjadi mabuk oleh suara biin, demikian pula halnya oleh nyanyian dan bunyi-bunyian para sufi masa kini menari-nari. Kemudian berdzikir dengan suara tinggi dan nyaring, tingkah ini adalah satu bid’ah.
Sekali peristiwa Rasulullah saw tengah berjalan kaki lalu tiba-tiba seorang sahabat berseru: Allahu Akbar, Allahu Akbar! Atas perbuatan itu beliau saw bersabda: dari Abu Musa Al Asy’ariy radliallahu ‘anhu berkata; Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan apabila menaiki bukit kami bertalbiyah dan bertakbir dengan suara yang keras. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kasihanilah diri kalian. Mengapa kalian tidak mengucapkan dengan perlahan-lahan. Dia yang kamu seru itu tidak tuli dan tidak pula gaib bahkan Dia mendengar dan Dia ada
dekat bersama kalian.” (Bukhari, Kitab al-Jihad, Bab Maa yukrahu min raf’ish shauti fit takbir).
Akan tetapi, tengoklah para sufi dewasa ini. Di mana mereka kumpul dalam majelis dzikir, seluruh lingkungan bergema dengan riuhnya. Mereka menganggap perbuatan itu amal saleh yang besar. Padahal mereka berbuat hal yang bertentangan dengan syariat. Tidak terdapat satu pun bukti dari Rasulullah saw terhadap perbuatan yang mereka lakukan: berdzikir dengan melagukan syair [puisi
yang tiap-tiap bait terdiri dari beberapa baris dan berakhir dengan bunyi yang sama] yang diiringi oleh bunyi-bunyian (musik), menari-nari sambil dibuai oleh tembang lagu, berteriak-teriak, membaca dzikir dengan suara yang keras, jatuh, menggoyang-goyang kepala dan sebagainya.
Syair Jenis Apa yang Biasa Didengar oleh Rasulullah saw?
Konon tersebut bahwa Rasulullah saw biasa berkenan mendengarkan syair-syair. Akan tetapi, di mana pun tidak terdapat bukti bahwa beliau biasa mendengar syair-syair sebagai dzikir Ilahi. Cara beliau mendengarkan syair adalah sebagai berikut. Hasan ra datang dan berkata, “Ya, Rasulullah, seorang kafir membacakan syair yang bernada menentang pribadi Anda. Saya telah menulis syair sebagai jawabannya.”Beliau (Rasulullah saw, peny.) menyimak syairnya. Atau, beliau (saw) pernah mengeluarkan perintah membunuh seseorang [penjahat/kriminal berat, Red.]. Lalu orang itu meminta izin membacakan syair yang di dalamnya diungkapkan bahwa ia akan mengajukan permohonan agar ia diberi maaf. Ketika ia hampir akan menghadap beliau, orang-orang berkata bahwa Rasulullah telah menyuruh orang membunuhnya. Akan tetapi, ia tidak percaya dan beranggapan bahwa kalau ia menghadap kepada beliau (saw), dan ketika hadir di hadapan beliau ia akan meminta maaf, apakah ia akan dibunuh juga? Mendengar ini Rasulullah saw menutupi orang itu  dengan kain cadar beliau dan bersabda bahwa tidak ada seorang pun akan dapat membunuhnya. Setelah itu orang itu berkata bahwa ia tidak mengkhawatirkan jiwanya sehigga ia meminta maaf. Bahkan, ia merasa khawatir bahwa jangan-jangan ia mati dalam keadaan kafir. Sebab, ia sudah paham bahwa agama Islam adalah agama yang benar.
Jadi, Rasulullah saw mendengarkan syair sejenis ini. Akan tetapi, dengan ini di manakah terbukti bahwa di hadapan beliau didendangkan qawwali [kata-kata puisi Sufi yang dinyanyikan diiringi musik; merata di India dan Pakistan] dan pertunjukan tari-tarian? Atau, dimanakah terbukti para sahabat membaca syair cinta kepada Tuhan yang dibarengi tarian, kemudian mereka jatuh tak sadarkan diri?
Pendek kata, apa yang dilakukan dewasa ini, semuanya itu bid’ah yang telah tersebar luas. Kemudian Rasulullah saw mendengarkan syair seperti itu ketika perang sedang berkecamuk dengan kaum kufar. Seorang sahabat berucap untuk memberi semangat bahwa hari ini hanya dua pilihan mendapat kemenangan atau akan menyerahkan jiwa tetapi tidak akan mundur. Jadi, dalil bahwa karena Rasulullah saw mendengarkan syair makanya kita pun boleh mendengarkan, hal itu salah sama sekali dan menggelikan. Kemudian segala gerak-gerik sewaktu mendengarkan dendangan syair, itu semuanya bertentangan dengan syariat. Praktek-praktek semacam itu tidak terdapat jejaknya di dalam agama Islam.

LIMA KEADAAN WAKTU BERDZIKIR ILAHI MENURUT AL-QUR’AN

Bertolak belakang dengan itu, yang kita maklumi dan Al-Qur’anul Karim mengenai keadaan berdzikir Ilahi, di dalam Al-Qur’an hal itu di tempat mana pun tidak kita dapatkan keterangan bahwa selagi berdzikir Ilahi datangkeadaan tidak sadarkan diri dan menjadi pingsan, atau  membuat orang-orang yang mendengarkan memukulmukul kepala dan melompat-Iompat. Bahkan Allah Ta’ala
berfirman mengenai dzikir Ilahi sebagai berikut:
“Sesungguhnya, orang-orang beriman yang sejati ialah mereka yang apabila nama Allah disebut gemetarlah hati mereka...” (Al-Anfal, 8:3)
Kemudian berfirman lagi:
“...Kulit orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka gemetar, kemudian kulit dan kalbu mereka menjadi lembut karena berdzikir kepada Allah...” (Az-Zumar, 39:24).
Lagi berfirman:
“...Tatkala ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah dibacakan kepada mereka, mereka merebahkan diri bersujud dan menangis.” (Maryam: 59)
Keadaan yang dialami oleh orang-orang yang berdzikir Ilahi kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1) Kalau orang-orang mukmin berdzikir Ilahi, hati mereka gemetar dan merasa takut karena mereka mengetahui Tuhan mereka Mahamulia lagi Mahaagung.
2) Rambut mereka berdiri karena takut.
3) Jasmaniah (tubuh) mereka menjadi melunak dan hati mereka menjadi lembut.4) Mereka merebahkan diri dalam sujud, yakni, mereka menjadi sibuk dalam beribadah.
5) Mereka mulai menangis.
Inilah kelima keadaan yang disebutkan oleh Allah Ta’ala. Andaikata pun melompat, menjadi pingsan, dan keraskeras berteriak maka tingkah laku itu akan diterangkan dan difirmankan bahwa orang-orang mukmin adalah demikian keadaannya, yakni, dzikir Ilahi dilakukan di depan mereka, maka mereka akan merobek-robek dan melemparkan kain mereka lalu melompat serta berteriak-teriak. Atau, mulai berguling-guling, menggoyang-goyang kepala, dan mengalami ekstasi*). Akan tetapi, Allah Ta’ala justru tidak pernah menerangkan barang satu pun di antara keadaankeadaan itu. Dari situ kita maklum bahwa perilaku mereka itu sekali-kali tidak ada kaitannya dengan dzikir Ilahi.

PERILAKU PARA SUFI DEWASA INI TIDAK DISEBUT-SEBUT DALAM AL-QUR’ANUL MAJID
Betapa penuhnya kandungan firman Ilahi dengan hikmah. Dia telah menyangkal segala macam perilaku itu semenjak awal sekali di dalam firman-Nya. Seseorang boleh saja berkata: boleh saja keadaan-keadaan itu tidak diterangkan dalam Al-Qur’an. Sebab, apa yang diterangkan itu hanyalah sampingan. Akan tetapi, jika kita memperhatikan ayat-ayat suci Al-Qur’an tadi yang di dalamnya diterangkan tentang keadaan pada saat dzikir Ilahi, maka diketahui bahwa Allah Ta’ala di dalam ayat-ayat itu meletakkan kata-kata demikian menyangkal semua hal yang dewasa ini dinyatakan jaiz dan dibenarkan oleh syariat itu. Perhatikanlah, di dalam ayat-ayat di atas ada kata-kata:
wajilat, taq-sya‘irru, taliina juluuduhum.
Dari kamus kita mengetahui bahwa arti wajilat ialah kelembutan dan melelahkan; ini menzahirkan keadaan statis (diam). Sedangkan para sufi dewasa ini malah mulai melakukan gerakan yang bertolak belakang dengan keadaan itu. Kemudian kata taqsya‘irru (dari kata iqsyi‘irar) berarti, rambut-rambut tiba-tiba menjadi tegak dari rasa takut. ini pun menghendaki keadaan diam, sebab dari takutnya orang menjadi berdiri tertegun, dan bukan mulai bergoyang.
Demikian pula taliina juluuduhum menerangkan juga keadaan diam. Untuk menyatakan bergerak, di dalam bahasa Arab ada kata tharaba yang dikatakan kepada keadaan orang yang saking gembiranya melompat-lompat. Dan, di dalam Al-Qur’an, di tempat mana pun, tidak terdapat kata ini pada kesempatan berdzikir Ilahi. Dan ahli loghat menulis bahwa kata tharaba itu berlawanan dengan sikap khusyu’. Di sini Al-Qur’anul Karim menerangkan sebagai akibat dari dzikir Ilahi maka timbul rasa atau sikap khusyu’ (takut).
Jadi, kita maklumi bahwa pada kesempatan serupa itu tidak mungkin terjadi tharaba (melompat-lompat karena gembiranya). Sebab, tharaba terjadi bertolak-belakang dari sikap khusyu’. Oleh karenanya, timbulnya gerak menari, melompat-lompat, dan meloncat-loncat, yang berada dalam
lingkup makna tharaba, sekali-kali tak mungkin sebagai akibat dari dzikir Ilahi. Bahkan, buah dari dzikir Ilahi itu kekhusyuan, menangis, ibadah, dan rasa takut. Begitulah hendaknya, sebab Islam itu agama yang menegakkan akal serta kesadaran dan menyuruh manusia berjalan di atas jalan lurus dan bukan menyuruh manusia pingsan dan hilang akal. Akan tetapi, melompat-lompat dan berteriakteriak adalah disebabkan oleh kehilangan kesadaran dan kekurangan akal. Oleh karena itu, ini tak mungkin
merupakan ajaran Islam.
Demikian pula halnya terjadinya keadaan pingsan juga bukanlah sesuatu yang disukai. Itulah sebabnya Islam membenarkan perbuatan seseorang yang apabila ia ditinggal mati oleh orang yang dicintainya menangis. Akan tetapi, tidak membenarkan kalau ia meratap dan melolong-lolong lalu jatuh pingsan. Ternyata, tatkala melihat seorang wanita yang meratap-ratap demikian rupa di atas kuburan anaknya, tanpa memperlihatkan rasa sabar, Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Sabarlah!” Ia menimpali, “Jika anak engkau mati, engkau akan tahu bagaimana sabar itu!” (Sunan Abi Daud, Kitab al-Jana-iz, bab ash-shabru ‘indash shadamah)
Ia mengatakan demikian itu dan kehilangan akalnya. Padahal Rasulullah saw telah ditinggalkan oleh beberapa anak beliau. Jadi, gaduh dan jatuh pingsan adalah karena ketidaksabaran dan karena keputusasaan, atau karena kelemahan hati. Seandainya dari sebab kelemahan hati, maka itu pun bukanlah sesuatu yang baik.
Di zaman Hadhrat Junaid al-Baghdadi ra (w. 910 M) ada tertulis riwayat mengenai seorang rohaniwan. Karena mendengar dzikir Ilahi ia jatuh pingsan. Para muridnya menanyakan sebab-musababnya. Orang tua itu berkata,
“Karena aku sudah tua dan lemah makanya terjadi demikian.”Perhatikan, beliau tidak mengatakan, “Karena aku telah mencapai martabat kerohanian yang tinggi makanya aku jatuh pingsan,” bahkan karena sudah tua dan lemahnya. Kemudian kalau pingsan itu disebabkan oleh rasa kecewa dan putus asa, maka akan hal itu Allah Ta’ala berfirman:
“...Janganlah kamu putus asa akan rahmat Allah; sesungguhnya, tiada yang berputus asa akan rahmat Allah kecuali orang-orang yang kafir.” (Yusuf, 12:88)
Walhasil, barangsiapa yang jatuh pingsan dan tak sadarkan diri karena putus harapan maka ia menjadi kafir dan kalau karena kelemahan hati jatuh pingsan maka ia sakit. Mencontoh peri keadaannya bukanlah sesuatu yang bisa diterima oleh akal sehat.
Pingsan Pada Saat Dzikir Ilahi

Di zaman sahabat pun hal ini pun terjadi. Hadhrat Abdullah bin Zubair ra bertanya ihwal pingsan kepada Asma ra maka beliau berkata: A‘udzu billaahi minasysyaithaanirrajiim. Kemudian anak Hadhrat Abdullah bin Zubair menceriterakan kepada kakeknya bahwa ia pergi ke suatu tempat dimana orang-orang sedang membaca Al-Qur’an dan mereka terpingsan-pingsan. Mendengar ini,
bibi dari pihak ayahnya, yakni Asma ra, putri Hadhrat Abu Bakar ra dan adalah seorang sahabiyah, berkata, “Kamu menyaksikan hal yang merupakan pekerjaan setan.” Ibnu Sirrin ra*), adalah pakar mimpi, menantu Hadhrat Abu Hurairah ra. Tentang beliau terdapat riwayat bahwa seseorang berkata kepada beliau: si Fulan jika mendengar sebuah ayat suci Al-Qur’an biasa pingsan dan jatuh. Beliau
berkata, “Saya baru dapat mempercayai kebenaran hal itu kalau ia didudukkan di atas dinding tembok yang tinggi dan bukan satu ayat bahkan seluruh Al-Qur’an diperdengarkan kepadanya lalu ia jatuh.”
Dewasa ini pun dikatakan orang mengenai mereka bahwa mereka bermain untuk mencapai ekstasi dan memasuki keadaan trans. Tampak kepada kita keadaan mereka di tengah majlis saat mereka memasuki keadaan trans, maka di tempat itu ia jatuh di mana banyak orang duduk supaya ia jangan cedera. Tidak pernah mereka jatuh dari ruang tingkat atas atau jatuh di suatu tempat di mana mungkin akan kena luka berat, kecuali karena kesalahan yang tidak sengaja. Semuanya itu terlarang dan tidak dibenarkan. Kalau dikatakan bahwa mereka melakukan hal-hal yang buruk, itu benar. Sebab, perbuatan mereka itu menghancurkan kerohanian dan menjadikan orang tak ubahnya dibuat seperti kera dan beruang oleh tukang komedi jalanan. Islam datang justru ingin membuat manusia bagai malaikatmalaikat. Akan tetapi, dengan cara itu manusia menjadi kera. Pendeknya, hal itu sia-sia dan percuma belaka serta tidak ada faedahnya.

Empat Cara Dzikir Ilahi yang Hakiki

Dzikir ilahi yang sebenarnya dan ditekankan benar perintah mengenai itu di dalam Al-Qur’anul Karim itu lain lagi dan dzikir itu ada empat cara. Meninggalkan keempat itu orang menjadi terluput dari pahala yang besar. Oleh karena itu, hendaknya jangan sekali-kali berhenti dari kebiasaan itu. Itu adalah:
1) Salat;
2) membaca Al-Qur’an;
3) menyebut-nyebut serta menyatakan sifat-sifat Allah secara berulang-ulang dan menerangkan dengan mulut sendiri sifat-sifat Allah;
4) seperti halnya menceriterakan sifat-sifat Allah dalam keadaan menyepi dan menyendiri demikian juga halnya menyatakannya di depan orang banyak.

BUKTI DARI AL-QUR’AN MENGENAI KEEMPAT DZIKIR

Sekarang saya akan memberikan bukti bahwa Al-Qur’an mengemukakan dzikir-dzikir tersebut. Mengenai Salat Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya, Aku adalah Allah; tiada Tuhan selain Aku, dan dirikanlah Salat untuk berdzikir kepada Ku.” (Tha-Ha, 20:15)
Kita mengetahui dari ayat ini bahwa kapan Tuhan berfirman: “Wahai, orang-orang yang beriman! Berdzikirlah kepada-Ku” — maknanya ialah: “Wahai, orang-orang mukmin, dirikanlah Salat!” Sebagaimana Dia berfirman:
“Dan jika kamu dalam keadaan takut maka sembahyanglah sambil berjalan kaki atau naik kendaraan; dan apabila kamu telah merasa aman, maka ingatlah kepada Allah sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tadinya belum kamu ketahui.” (Al-Baqarah, 2:240)
Sesudah menekankan pada Salat Dia berfirman: jika kalian dicekam rasa semacam takut terhadap musuh, maka baik kalian sedang berjalan kaki ataupun sedang naik kuda, sembahyanglah dalam keadaan itu. Dan, apabila kamu berada dalam keadan aman, maka berdzikir kepada Tuhan kamu lakukan dengan cara seperti yang telah dikatakan oleh Tuhan (dalam Kitab Suci Al-Qur’an, peny.) yang sebelumnya kalian belum mengetahuinya. Di dalam ayat ini sebutan untuk Salat adalah udzkurullaaha. Berkenaan dengan ini ada pula ayatayat  lainnya, tetapi pada waktu ini saya cukupkan sekian.

Makna Dzikir Lainnya adalah Al-Qur’an

Makna dzikir lainnya adalah Al-Qur’an. Buktinya adalah Allah Ta’ala berfirman sebagai berikut:
“Sesungguhnya, Kami Yang telah menurunkan Peringatan ini, dan sesungguhnya Kami baginya adalah Pemelihara.” (Surah Al-Hijr, 15:10)
“Dan Al-Qur’an yang telah Kami turunkan ini merupakan peringatan yang penuh berkat, maka apakah kamu akan mengingkarinya?” (Al-Anbiya: 51)
Di dalam dua ayat ini juga Dia mengemukakan bahwa Al-Qur’an telah diturunkan sebagai pemberi peringatan bagi manusia, apakah kemudian mereka akan mengingkarinya?

Dzikir Sifat-Sifat Ilahiyah

Dzikir ketiga adalah dzikir dengan menyebut sifat-sifat Allah, berulang-ulang menyebutnya, dan mengikrarkannya. Sekarang saya akan memberikan buktinya dari Al-Qur’anul Karim. Sementara orang mempunyai anggapan bahwa dalam Salat saat sifat-sifat Ilahiyah disebut-sebut itu sudah cukup. Padahal anggapan ini keliru. Selain Salat ada pula dzikir Ilahi lainnya. Buktinya terdapat di dalam Al-Qur’an.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu telah selesai mengerjakan Salat maka ingatlah kepada Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring atas rusukmu.” (An-Nisa: 104)
Dari ayat ini jelas sekali bagi kita bahwa ada dzikir tambahan bagi Salat [dan ia selain Salat].
Kemudian Dia berfirman:
“Orang-orang lelaki; perdagangan dan jual-beli tidak membuat mereka lalai dari mengingat Allah dan mendirikan Salat dan membayar zakat. Mereka takut akan hari ketika semua hati dan mata akan berada dalam keadaan gelisah” (An-Nur: 38)
Di sini dikatakan bahwa di samping Salat ada sebuah dzikir Ilahi lainnya.

Menyebut Sifat-Sifat Ilahi di Depan Orang-Orang

Dzikir keempat dikatakan oleh Allah Ta’ala mengumumkan di depan orang-orang mengenai sifat-sifat Ilahi. Buktinya adalah seperti berikut:
“Hai, engkau yang telah menutupi diri dengan jubah. Bangkitlah dan peringatkanlah. Dan Tuhan engkau hendaklah engkau agungkan. Dan pakaian-pakaian engkau sucikan. Dan kekotoran hendaklah engkau singkirkan. Dan janganlah engkau berbuat baik dengan niat meraih imbalan lebih banyak. Dan demi Tuhan engkau, engkau derita percobaan-percobaan dengan sabar.” (Al-Muddatstsir: 2-8)
Dalam ayat ini Rasulullah saw diperintahkan supaya bangkit dan memperingatkan orang-orang, mengagungkan Rabb-nya. Di sini dikatakan bahwa hendaknya mengagungkan kebesaran dan keagungan Allah di muka orang-orang. Inilah dzikir yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.

CARA BERDZIKIR

Tinggal lagi sekarang soal, bagaimana cara mengerjakannya? Mengenai ini hendaknya diingat bahwa
dzikir-dzikir ini ada dua macam:
- pertama adalah fara’idh (wajib)
- kedua adalah nawaafil (sunat).
Mengenai fara’idh tidak perlu dibahas di sini sebab, dengan karunia Allah, para anggota Jemaat kita sudah biasa melaksanakan dzikir-dzikir yang wajib. Tinggallah sekarang dzikir-dzikir nawafil. Mengenai ini perlu saya sebut barang sedikit.

Cara Membaca Al-Qur’an
Akan tetapi, karena pokok bahasan ini memerlukan waktu yang panjang maka pada saat ini saya tinggalkan pembahasan itu dan saya sekedar akan menerangkan bagaimana cara kita membaca Al-Qur’an. Hendaklah kita ingat ini bahwa kita harus menentukan satu bagian Al-Qur’anul Karim untuk kita baca setiap hari. Jangan hendaknya seperti ini: kadang-kadang mengangkat Kitab Suci Al-Qur’an dan membaca ala kadar, melainkan hendaknya secara teratur dan panjangnya sesuai dengan yang telah ditetapkan. Membaca tidak teratur, yakni, kadang-kadang membaca dan kadang-kadang tidak, cara tidak ada faedahnya.
Pendek kata, mengenai Al-Qur’anul Karim diharapkan agar menentukan satu bagian daripadanya dan setiap hari menepatinya. Bagian itu boleh saja satu ruku’ atau setengah ruku’ atau dua atau empat ruku’. Bacalah bagian yang ditetapkan itu dan jangan sampai ada hari yang kosong.
Hadhrat Rasulullah saw bersabda bahwa ibadah yang paling disenangi oleh Allah Ta’ala ialah apabila manusia mengerjakannya dengan dawam dan tidak membiarkan ada selang waktu yang kosong. (Shahih Muslim, Kitab : Shalatnya musafir dan penjelasan tentang qashar, Bab : Sunahnya konsisten dalam melaksanakan shalat malam dan selainnya, No. Hadist : 1305 dan Misykat, Kitab al-Iman)
Saya menyaksikan, bilamana saya sedang sibuk dalam karang-mengarang, atau karena suatu sebab, saya tidak sempat membaca Al-Qur’anul Karim maka terasa ada ganjalan dalam hati dan dampaknya pun terasa di dalam ibadah-ibadah lainnya.
KESIMPULAN
• Pertama:
Hendaknya tiap hari membaca Al-Qur’an.
• Kedua:
Hendaknya membaca Al-Qur’an dengan memahami artinya. Janganlah membaca dengan begitu cepat
sehingga artinya tidak masuk pikiran. Hendaknya membaca dengan tartiil (dengan tertib) supaya artinya pun dipahami. Dan, hendaknya memperhatikan juga sikap adab terhadap Kitab Suci Al-Qur’an.

• Ketiga:
Sedapat mungkin bila hendak membaca Al-Qur’an, hendaknya lebih dahulu mengambil air wudhu walaupun, pada hemat saya, tanpa wudhu pun dibenarkan. Ya, ada sebagian ulama tidak menyukai kalau membaca Al- Qur’an tanpa berwudhu. Pada hemat saya, membaca Al-Qur’an tanpa wudhu bukan hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, yang selayaknya adalah untuk mendapat pengaruh yang baik dan meraih pahala hendaknya berwudhu.
Seorang kawan bertanya, jika kita tidak memahami Al-Qur’an, apa yang dilakukan? Orang-orang yang semacam itu hendaknya berusaha membaca terjemahannya. Akan tetapi, seandainya tidak paham seluruh terjemahnya maka hendaknya melakukan cara ini. Yaitu, belajarlah terjemah Al-Qur’an ala kadarnya dan bila setiap hari membaca terus dari tahap ke tahap, maka bersamaan dengan itu baca juga bagian yang telah dipahami terjermahnya itu. Ada yang berkata, apa faedahnya membaca terus dari tahap ke tahap kalau tidak paham artinya? Mengenai ini hendaknya kita ingat bahwa kalau suatu pekerjaan dilakukan dengan niat yang baik dan dengan tulus hati, niscaya Tuhan akan memberi pahalanya.
Jadi, apabila seseorang membaca tanpa mengerti terjemahnya tapi dengan niat karena Allah maka melihat keikhlasannya itu Allah Ta’ala akan menganugerahkan pahala kepadanya. Dan, hal ini benar bahwa hanya katakata pun ada pengaruhnya. Perhatikanlah, Rasulullah saw memerintahkan bahwa jika bayi lahir dalam suatu keluarga, maka pada telinga sang bayi itu harus dibacakan adzan.
Padahal, pada saat itu si bayi tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk mengetahui dan memahami. Akan tetapi, secara psikologis, perbuatan itu ada pengaruhnya.

DZIKIR YANG LAINNYA
Selain tilawat Al-Qur’anul Karim ada dzikir-dzikir lainnya seperti: membaca tasbih dan tahmid yang kita harus baca sambil duduk menyendiri atau dalam majelis. Dzikir ini adalah semacam fardhu (wajib) seperti halnya kalau kita menyembelih seekor hewan kita harus membaca takbir. Kalau kita tidak membaca takbir pada waktu itu maka hewan itu akan menjadi haram hukumnya.
Ada pula dzikir bersifat nafal (tidak wajib) yang dibaca sebagai wirid pada waktu-waktu senggang. Rasulullah saw sangat banyak melakukan dzikir-dzikir itu. Yakni, beliau pada setiap saat membiasakan diri berdzikir.
Umpamanya, bila beliau duduk hendak bersantap beliau mengucapkan: Bismillahir Rahmaanir Rahiim. Bukan artinya: kalau tidak membacanya maka perut beliau tidak akan terisi, melainkan ialah agar faedah yang menjadi tujuan makan itu akan sepenuhnya tercapai. Yakni, dengan itu akan mencapai faedah kerohanian.
Kemudian, saat hendak mulai setiap pekerjaan ada perintah untuk membaca Bismillaahir Rahmaanir Rahiim supaya mudah-mudahan ada keberkatan di dalam pekerjaan itu.
Apabila sudah selesai maka seyogianya mengucapkan Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin. Demikian pula apabila seseorang hendak mengenakan pakaian baru atau memakai barang lain yang baru maka untuk mensyukurinya ia hendaknya mengucapkan Alhamdulillah.
Setiap kali bila ditimpa kesedihan atau musibah, hendaklah membaca Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Jika dihadapkan kepada suatu perkara yang berada di atas kemampuan dan daya kita, hendaklah kita mengucapkan Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.
Pendeknya, dzikir ini adalah berkenaan dengan perkara-perkara keseharian yang selamanya dijumpai oleh setiap orang baik yang membawa kegembiraan maupun yang membawa kesedihan.
Kalau gembira maka ucapkanlah Alhamdulillah dan kalau sedih maka ucapkanlah Inna lillaahi wa Inna Ilaihi Raaji’uun.
Allah Ta’ala berfirman:
“Maka berdzikirlah kepada-Nya dalam keadaan berdiri dan duduk dan berbaring miring pada rusukmu.” (An-Nisa: 104)
Rasulullah saw telah menetapkan dzikir berkaitan dengan setiap keadaan. Karenanya, dengan mengamalkan dzikir-dzikir itu orang dalam setiap keadaan tetap sibuk dalam berdzikir kepada Allah Ta’ala. Umpamanya, seseorang yang duduk di kantornya tengah bekerja. Jika ia mendengar mengenai dirinya suatu kabar suka maka ia mengucapkan Alhamdulillah. Jika ia sedang berjalan ia mendapat kabar tentang sesuatu yang menyenangkan hatinya maka ia menyebut juga Alhamdulillah. Jika sedang berbaring mendengar hal yang menggembirakan maka di dalam keadaan itu ia mengucapkan Alhamdulillah. Seperti itulah dengan sendirinya secara terus-menerus berdzikir kepada Allah Ta’ala dalam keadaan qiyaaman (w) wa qu ‘uudan(w) wa‘alaa junuubikum, berdiri, duduk, dan berbaring. Kemudian Rasulullah saw bersabda:
‘Afdhaludz dzikri laa ilaaha illallah.’ (Sunan at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’waat, bab maa jaa-a an
da’watul muslimi mustajabah). Hadits ini diriwayatkan oleh Jabir di dalam kitab tirmizi mengatakan bahwa sebaikbaik dzikir adalah menyatakan bahwa tidak ada sembahan selain Allah.
Dzikir-dzikir lain yang selebihnya mempunyai juga keutaman-keutamaan. Ternyata, Rasulullah saw bersabda mengenai kalimah Subhaanallaahi wa bi hamdihi subhaanallaahil ‘adziim sebagai berikut:
‘Kalimataani habiibataani khafiifataani ‘alal lisaani tsaqiilataani fil miizaani subhaanallaahi wa bi hamdihi subhaanallaahil ‘adziim.’
“Dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lidah tapi berat dalam timbangannya dan Allah Ta’ala Yang Maha Pengasih sangat suka kepada kedua kalimat itu.” (Shahih Bukhari, Kitab at-Tauhid, bab ayat ‘..dan kami letakkan neraca timbangan yang adil pada hari kiamat.’ Surah al-Anbiya: 48, dan Sunan at-Tirmidzi, Kitab ad- Da’waat, bab maa jaa-a fit tasbih wat takbir)
Yakni, ringan bila diucapkan oleh lidah tapi bila pada hari kiamat akan ditimbang maka bobotnya demikian rupa sehingga piring neracanya akan menjadi sangat berat dan sangat disukai oleh Allah. Dzikir ini pun dzikir yang sangat tinggi derajatnya.
Pada suatu ketika Hadhrat Masih Mau’ud as dalam keadaan sakit keras bangun hendak melaksanakan Salat tahajud, lalu jatuh pingsan dan tidak dapat mengerjakan Salat. Sesaat kemudian turun ilham bahwa dalam keadaan serupa itu daripada mengerjakan tahajud bacalah kedua kalimat itu sambil berbaring. Jadi, kedua kalimat itu pun merupakan dzikir yang sangat utama. Tersebut di dalam hadits-hadits bahwa Rasulullah saw sangat sering membaca kedua kalimat itu.
Rasulullah saw menyebut kedua kalimat itu sebagai afdhal (paling utama). Akan tetapi, ada lagi sebuah dzikir yang afdhal juga walaupun mengenai itu tidak ada perintah dari Rasulullah saw. Akan tetapi, akal mengatakan bahwa itu pun mempunyai derajat yang tinggi. Yang dimaksudkan ialah mendzikirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Jika ayat-ayat itu dibaca sebagai dzikir maka kita akan meraih pahala berganda: pertama adalah untuk tilawat dan yang kedua adalah untuk dzikir. Saya katakan ini dzikir. Sekarang saya akan menerangkan tentang tindakan berhati-hati sehubungan dengan ini.

TINDAKAN HATI-HATI MENGENAI DZIKIR
Tindakan hati-hati yang pertama-tama disarankan oleh Rasulullah saw adalah sebagai berikut:
(1) Jangan sekali-kali berdzikir demikian rupa sehingga hati menjadi jenuh (bosan) dan lelah.
(2) Hendaklah jangan berdzikir dalam waktu ketika hati sedang merasa tidak tenteram. Umpamanya, harus menyelesaikan pekerjaan yang penting.
Apabila pada saat semacam itu seseorang duduk untuk berdzikir maka perhatiannya tidak akan tertuju kepada dzikir. Dengan cara demikian tidak menunjukkan rasa hormat terhadap Kalam (firman) Allah Ta’ala dan ia akan dinyatakan durhaka. Jadi, untuk melakukan dzikir, tindakan hati-hati yang pertama ialah jangan melakukan begitu lama sehingga hati menjadi jenuh dan lelah. Yang kedua ialah, jangan duduk berdzikir dalam keadaan ketika hati/pikiran sedang terpaut pada suatu masalah yang lain. Daripada akan mendapat pahala malah akan dinyatakan durhaka. Bahkan lakukanlah dengan ringkas dan pada waktu pikiran/ perhatian sedang bulat. Jangan Melakukan Ibadah Lebih dari Batas Kemampuan
Sekali peristiwa Rasulullah saw pulang ke rumah. Didapati oleh beliau Hadhrat Aisyah ra sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita. Beliau (saw) bertanya, “Apa yang sedang kau percakapkan?” Hadhrat Aisyah ra berkata, “Saya mengatakan kepadanya bahwa saya beribadah sebanyak ini dan dengan cara seperti ini.” Beliau (saw) mendengar hal itu bersabda, “Bukan sesuatu yang baik kalau dikerjakan lebih dari batas itu. Allah Ta’ala merasa senang kepada ibadah yang dikerjakan dengan dawam. Allah tidak merasa jemu kepada banyaknya ibadah, malah hamba Allah sendiri yang akan merasa jemu dan lelah. Kalau sudah begitu ibadahnya tidak lagi akan memberi faedah apapun.”
Walhasil, apabila seseorang melakukan sesuatu melebihi ambang batas kemampuannya, ia akan mengalami kesusahan. Tersebut mengenai Abdullah bin Amar bin ‘Ash. Ia adalah seorang yang berperawakan kuat-perkasa.
Ia melakukan ibadah sepanjang malam dan siang hari ia berpuasa dan membaca Al-Qur’anul Karim sehari suntuk sampai tamat. Ketika hal ini diketahui oleh Rasulullah saw beliau bersabda bahwa kebiasaan ini tidak dibenarkan.
Salat hendaknya dikerjakan seperempat atau sepertiga atau paling banyak separuh malam. Puasa hendaknya dikerjakan paling banyak satu hari kemudian keesokan harinya berbuka (selang-seling, peny.).Mengenai tilawat Al-Qur’an hendaknya jangan menamatkan dalam waktu kurang dari tiga hari. (Shahih al-Bukhari Kitab ash-Shaum,bab haqqil jismi fish shaum)
Mengenai hal tilawat ini, Abdullah bin Amar bin ‘Ash berusaha keras mendapat izin untuk mengerjakan lebih dari itu. Akan tetapi beliau (saw) tidak memberi izin. Ia terus juga melakukan menurut caranya. Akan tetapi, tatkala ia sudah menjadi tua ia menyatakan penyesalan yang besar bahwa memang ia berjanji kepada Rasulullah saw akan tetapi sekarang ia tidak dapat mengerjakan. Maka, melakukan dengan terlalu sering akan memasukkan orang ke dalam kesusahan-kesusahan.
Dzikir pun merupakan sesuatu yang sangat bagus. Akan tetapi, cobalah perhatikan kalau orang terlalu banyak makan pilao (nasi kebuli) ia akan mendapat gangguan pencernaan. Seperti itu pula halnya berdzikir melebihi ambang batas pun menjadi beban atas jiwa sehingga (pada akhirnya, peny.) ia menjadi benci terhadap dzikir. Jadi, hendaknya meletakkan beban di atas jiwa secara perlahanlahan dan hendaknya meletakkan beban sebatas jiwa dapat menanggungnya.
(3) Tindakan hati-hati yang hendaknya diindahkan ialah: meskipun bila pada permulaannya semangat tidak terarah ke dzikir, orang harus meneguhkan hati dan terus melakukan dzikir dan membulatkan tekad bahwa ia harus melakukannya. Hendaklah ia berniat, biar bagaimana pun kuatnya setan menggoda ia sama sekali tidak akan mengacuhkan. Jika orang beriradah seperti itu, niscaya hatipun akan tunduk.
Seorang pengacara ternama bernama Tacon. Ia mempunyai lawan perkara, seorang pengacara yang lainnya lagi. Orang yang satu ini berpikir bahwa ia akan mengalahkan Tacon dalam perkara. Ia mempunyai siasat licik dengan lebih dahulu menghubungi Magistrat (hakim polisi) dan mengatakan bahwa Tacon menyatakan bahwa Magistrat yang bagaimana pun pandainya akan dibuatnya tunduk.
Mendengar ini sang Magistrat mempunyai tekad bahwa apapun yang dikatakan oleh Tacon tidak akan ia terima sama sekali. Sampai saat ketika peradilan berlangsung, apa saja yang dikemukakan oleh Tacon dengan serta-merta ditolak oleh Magistrat.
Pada akhirnya, keputusan Magistrat berpihak kepada pengacara yang satu ini. Jadi, kalau orang sudah mempunyai tekad untuk sama sekali tidak akan menerima kesan dari orang tertentu maka ia tidak akan terpengaruh oleh kesan itu. Walhasil, pada taraf awal, saat berdzikir hendaklah menciptakan keadaan serupa itu.
(4). Tindakan hati-hati keempat ialah pada waktu berdzikir hendaknya jangan di dalam suatu keadaan kurang nyaman. Umpamanya selagi duduk di lantai ada suatu benda yang menusuk atau jenis yang membuat kita tidak merasa nyaman. Hendaknya kita mengasyikkan diri dalam berdzikir sesudah meniadakan benda yang membuat kita tidak merasa nyaman itu.
(5). Yang kelima ialah menciptakan kondisi supaya apa pun yang akan kita raih pasti akan kita capai. Apabila mulamula tanpa tawajuh (menghadapkan diri dan membulatkan hati kepada Allah) maka pasti akan ada saat ketika dzikir masuk ke dalam pikiran.
Cara Menciptakan Khasy-yat yang Hakiki
(6). Keenam, dzikir itu harus dengan tadharu’ (rasa merendahkan diri) dan Khasy-yat (rasa takut). Jika tidak timbul Khasy-yat maka hendaklah menciptakan keadaan yang karenanya tumbuh rasa Khasy-yat. Sebab, beberapa hal pada permulaannya dilakukan secara dibuat-buat, maka secara bertahap akan menjadi sungguh-sungguh. Walhasil, bila seseorang berusaha menciptakan rasa tadharu’ dan membuat-buat sikap menangis, maka natijah-nya ialah pada suatu saat di dalam dirinya benar-benar timbul rasa tadharu’…
Ada ceritera mengenai seorang guru besar. Ia tadinya seorang lembut hatinya akan tetapi belakang hari ia menjadi seorang yang keras hati. Adapun sebabnya ialah pada suatu hari ia merasa bahwa disebabkan oleh sikap lembutnya ia mendapat kesukaran, maka ia bertekad untuk bersikap keras. Untuk itu ia telah membuat roman muka yang keras walaupun hatinya tetap lembut. Meskipun demikian secara lahiriah ia tampak keras dan kaku. Lama kelamaan bagaimana jadinya? Hatinya pun menjadi keras. Walaupun guru besar itu membawa tabiatnya ke arah menjadi buruk tetapi kalau Saudara-saudara akan berbuat serupa itu untuk membawa diri ke arah kesalehan maka secara perlahanlahan di dalam diri Saudara-saudara akan tercipta khusyu’.
Demikian pula, andaikata pada suatu hari untuk barang sedetik saja tercipta Khasy-yat yang hakiki maka keesokan harinya akan dapat menciptakan waktu yang lebih lama dari itu. Walhasil, jika Saudara-saudara berusaha ke arah itu maka sudah barang tentu Saudara-saudara akan berhasil.
WAKTU-WAKTU BERDZIKIR
Kalau sekarang sudah terbukti bahwa dzikir itu sangat penting sekali seperti telah saya utarakan bahwa Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu telah selesai mengerjakan Salat maka berdzikirlah kepada Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring di atas rusukmu.” (An-Nisa: 104)
Maka perlu diketahui kapan saja kita hendaknya berdzikir. Memang seyogianya kita harus berdzikir kepada Allah setiap saat, ternyata berkenaan dengan Rasulullah saw Sitti Aisyah ra pernah bersabda:
“Rasulullah (saw) biasa berdzikir kepada Allah setiap saat.” (Sunan at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’waat, bab maa jaa-a an da’watul muslimi mustajabah)
Namun, di dalam Al-Qur’anul Karim Allah Ta’ala menyebutkan beberapa waktu yang istimewa, sebagai berikut: “Dan ingatlah nama Tuhan engkau pada waktu pagi dan petang.” (Ad-Dahr/AlInsan: 26)
Kedua waktu itu (pagi dan petang, peny.) mempunyai derajat yang tinggi. Adapun kata bukrah di dalam bahasa Arab itu dikatakan kepada waktu di antara fajar menyingsing sampai matahari terbit. Ditilik dari segi pandang ini maknanya ialah semenjak Salat pagi sampai matahari terbit hendaklah berdzikir. Itulah waktu yang pertama. Adapun waktu yang kedua adalah ashiil. Kita mengetahui dari loghat (kamus), kata ashiil itu dikatakan kepada waktu sejak ashar sampai matahari terbenam.
Adapun waktu yang ketiga, yang keempat, dan yang kelima adalah yang diterangkan di dalam ayat-ayat berikut ini: “Maka bersabarlah engkau atas apa yang mereka katakan dan bertasbihlah kepada Tuhan engkau dan sampaikanlah puji-pujian terhadap-Nya sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya (kedua waktu ini telah disebutkan, yakni Salat shubuh dan Salat ashar, peny.); dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian malam hari (yakni Salat maghrib dan isya, peny.) dan pada kedua bagian siang hari (Salat dzuhur, peny.) supaya engkau dapat mencapai segala apa yang engkau inginkan.” (Tha Ha, 20: 131)
Waktu Dzikir Sesudah Menunaikan Salat Wajib Waktu dzikir yang keenam adalah sesudah menunaikan tiap-tiap Salat, sebagaimana sudah menjadi Sunnah Rasulullah saw Ibn Abbas mengatakan bahwa “ketika kami berada di jarak jauh maka dari dzikir Antas salaam wa minka(s) salaamu yaa dzal jalaali wal ikraam, kami mengetahui bahwa Salat sudah usai. Jadi, dzikir sesudah
Salat ialah:
“Wahai Tuhan, Engkau-lah keselamatan dan dari Engkaulah datang segala macam keselamatan. Wahai, Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia!”
Dzikir yang lainnya ialah “Subhaanallaah dan Alhamdulillah masing-masing tiga puluh tiga kali dan Allahu Akbar tiga puluh empat kali. (Sunan at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’waat, bab maa jaa-a fit tasbih wat takbir)
Dzikir ini diriwayatkan bermacam-macam caranya, akan tetapi cara yang paling sahih adalah cara inilah. Dzikir di waktu sesudah Salat mempunyai martabat yang sangat tinggi. Pada waktu itu hendaknya perlu berdzikir. Ada sementara orang yang memperhatikan diri saya pribadi dan Hadhrat Maulwi Sahib Khalifatul Masih I dan Hadhrat Masih Mau’ud as, lalu barangkali mengira bahwa kami tidak berdzikir sesudah Salat. Mereka hendaknya memaklumi bahwa Hadhrat Masih Mau’ud as dan Hadhrat Khalifatul Masih I ra juga melakukannya dan saya juga begitu.
Ya, kedua beliau tidak menyuarakannya dengan suara keras dan saya juga tidak. Saya membacanya di dalam hati. Pendek kata, sesudah Salat perlu membaca dzikir.
TINDAKAN HATI-HATI LEBIH JAUH BERKENAAN DENGAN DZIKIR
Berkenaan dengan dzikir ada lagi tindakan hati-hati yang perlu diperhatikan. Yaitu, selain pada kesempatankesempatan yang terbukti dalam hadits-hadits, janganlah berdzikir dengan suara keras di dalam majelis. Acapkali dengan cara demikian menjadi ajang pamer. Sering mendatangkan kesulitan kepada orang-orang yang berdzikir (dengan cara yang hakiki, peny.) atau orang-orang yang sedang mengerjakan Salat. Kemudian hendaklah ini pun diingat bahwa sesuatu yang baru itu tampaknya merupakan suatu beban dan dengan mengerjakannya hati tidak merasa tenteram.
Akan tetapi, adakah seseorang bisa menjadi benarbenar mahir dalam tempo hanya satu hari dalam suatu ketrampilan? Sama sekali tidak. Bahkan secara perlahanlahan dan sesudah jangka waktu yang agak lama ia baru menjadi mahir. Walhasil, jika pada permulaannya hati seseorang tidak merasa mantap dan dirasakannya sebagai beban maka jangan risau. Lama kelamaan hatinya akan terbiasa. Akan tetapi, syaratnya ialah tetap melakukan dzikir. Kemudian, ada sementara orang yang mengatakan bahwa pada waktu berdzikir mereka merasa ada kelezatan atau kenikmatan juga. Akan tetapi, hendaknya mereka jangan mencari kenikmatan untuk dirinya dan pada waktu berdzikir jangan ada niat untuk mencari kelezatan. Yang menjadi pokok adalah ibadah dan ibadah baru akan dikabul kalau dilakukan dengan niat beribadah.

Kejenuhan dalam Berdzikir
Kemudian ada sementara orang lagi yang mengatakan bahwa selama beberapa hari terasa oleh mereka ada kejenuhan untuk berdzikir dan beberapa hari berikutnya hati merasa lapang. Hendaknya orang yang merasa seperti itu jangan risau. Kejenuhan itu menghinggapi setiap orang.
Sekali peristiwa seorang sahabat datang kepada Rasulullah saw dan berkata bahwa ia seorang munafik. Beliau bersabda, “Tidak, kamu seorang muslim.” Ia berkata, “Huzur, jika saya hadir di hadapan Anda maka sorga dan neraka terbayang di depan mata saya dan apabila saya pulang ke rumah maka keadaan itu tidak ada lagi.” Beliau bersabda, “Jika keadaan seperti itu terus berlaku maka matilah kamu.” (Shahih Muslim, Kitab at-Taubah, bab fadhli dawaamidz dzikri wal fikri umuuril akhirah [keutamaan dzikir yang berkelanjutan memikirkan akhirat), Pasalnya adalah kalau kita setiap waktu tetap dalam keadaan yang itu juga maka kemampuan untuk berkembang dan kemampuan untuk maju akan menjadi punah. Oleh karenanya, Tuhan sudah biasa meletakkan landasan (pondasi) di bawah supaya manusia berupaya keras untuk meningkatkan diri lebih maju dari keadaan permulaannya. Kadang-kadang menaikannya ke atas. Ya, mengenai kejenuhan ada satu hal yang hendaknya kita perhatikan. Hal itu satu macam kejenuhan yang baik dan yang satu lagi tidak baik.
Antara keduanya dapat dibedakan yaitu: berkaitan dengan dzikir, tetapkanlah derajat kelezatannya. Misalnya, satu derajat. Di atas itu ada derajat kedua, ketiga, keempat dan kelima. Kalau seseorang berada pada derajat kedua dan kejenuhan menurunkannya ke derajat kesatu maka hendaklah dianggap wajar. Akan tetapi, kalau berada di derajat ketiga lalu timbul kejenuhan, maka hendaknya diperhatikan. Sekarang, kejenuhan itu menurunkannya ke derajat kedua, atau kesatu atau bahkan derajat nol. Kalau turunnya ke derajat kedua maka hendaklah dianggap wajar-wajar saja. Dan apabila melorot ke derajat satu atau nol, maka itu pertanda ada bahaya. Untuk itu hendaknya dilakukan kerja dan upaya istimewa.

DZIKIR YANG PENTING ADALAH SALAT
Sekarang saya hendak menguraikan perkara Salat. Ini merupakan dzikir yang paling perlu dan paling penting sebab, di dalam Salat itu kita berdzikir waktu berdiri tegak, waktu ruku’, waktu sujud, dan waktu duduk. Kemudian didalam Salat itu kita membaca Al-Qur’anul Karim. Selain itu kita pun membaca wirid-wirid. Pendek kata Salat adalah perpaduan dari segala dzikir. Sedianya saya hendak menerangkan tentang ini, tetapi saya tinggalkan dahulu karena ini menghendaki penjelasan yang sangat panjang lebar. Akan tetapi, sekarang saya akan mulai menjelaskannya.
Salat terdiri atas tiga bagian:
1. fardhu (wajib);
2. sunat; dan
3. nafal. Fardhu dan sunat semua orang mengerjakannya.
Tinggal sekarang nafal. Kebanyakan orang malas mengerjakannya.

Hikmah Mengerjakan Salat-Salat Sunat

Mengenai sunat hendaknya diperhatikan bahwa untuk itu telah ada ketetapan bahwa kalau ada kekurangan atau cacat di dalam pelaksanaan Salat fardhu maka kekurangan atau cacat itu ditutup oleh Salat sunat. Sebab, Allah Ta’ala tidak menerima Salat yang bercacat dan kalau ada cacat maka dengan mengerjakan sunat akan ditutupi. Misalnya, seseorang mengerjakan Salat, akan tetapi sebuah rakaat tidak dikerjakan dengan tawajuh dan timbul bermacam-macam kewaswasan. Oleh karena itu raka’at yang itu mungkin tidak dikabulkan. Sebagai penggantinya didirikan Salat-Salat sunat supaya Salat menjadi sempurna.
Rasulullah saw mengetahui dan memahami benar keadaan hati manusia. Oleh karena itu beliau sendiri mengerjakan Salat-Salat sunat bersama-sama Salat fardhu supaya kekurangan dalam Salat fardhu ditutupi. Dan dengan ini beliau telah sangat bermurah hati terhadap umat beliau.

Kelebihan Salat-Salat Nafal
Sekarang tinggal lagi Salat-Salat nafal Salat-Salat itu merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Yakni, menjadi sebab untuk memperoleh derajatderajat tinggi di samping meraih najat (keselamatan). Walhasil, barangsiapa menghendaki untuk meraih kedekatan kepada Allah Ta’ala, dia perlu menggalakkan Salat-Salat nafal.

KEPENTINGAN SERTA HIKMAH SALAT TAHAJUD

Kemudian, Salat-Salat nafal pun mempunyai ragam yang bermacam-macam. Beberapa di antaranya dikerjakan pada siang hari dan beberapa lagi pada malam hari. Yang dikerjakan pada malam hari itu disebut Salat Tahajud dan mengandung nilai yang sangat penting serta demikian tingginya sehingga Allah Ta’ala berfirman mengenai kelebihannya sebagai berikut:
“Sesungguhnya, bangun tengah malam itu merupakan sarana sangat ampuh untuk menguasai diri dan sarana yang paling kuat untuk mempunyai kemampuan berbicara.” (Al-Muzammil, 73: 7)
Pendek kata, jika seseorang menghayati sendiri, ia akan
mengetahui bagaimana kepribadian dapat ditata dengan
sangat luas sekali wawasannya, dengannya dihasilkan
kekuatan dan tenaga yang istimewa. Para sahabat
melakukannya secara istimewa dengan dawam. Rasulullah
saw beranggapan mengenai Salat-Salat nafal itu demikian
rupa sehinga walaupun hanya bersifat nafal (tidak wajib),
beliau malam-malam meronda untuk mengetahui siapakah
yang mengerjakan Salat nafal dan siapa yang tidak. Sekali
peristiwa, di dalam majelis beliau, Abdullah bin Umar
ra disebut-sebut orang bahwa beliau orang baik. Beliau
memiliki sifat ini dan itu. Lalu Rasulullah saw bersabda, “Ya,
ia orang baik kalau saja ia suka bersembahyang tahajud.”
Karena Abdullah bin Umar ra masih muda, beliau malas
dalam melakukan Salat tahajud sehingga Rasulullah saw
meminta kepada beliau untuk menaruh perhatian ke arah
melakukan Salat tahajud.
Kemudian Rasulullah saw bersabda, Allah Ta’ala
berbelas-kasih kepada suami-istri yang apabila pada waktu
malam sang suami membuka mata lalu bangkit untuk
melakukan Salat tahajud dan membangunkan pula istrinya
lalu mengajaknya melakukan Salat tahajud. Dan jika sang
istri tidak bangun lalu dipercikkannya air ke muka si istri
membangunkannya.
Begitu pula halnya jika sang istri membuka mata maka
ia pun melakukan hal serupa, yaitu, ia sendiri melakukan
Salat tahajud dan membangunkan juga suaminya. Jika si
suami tidak juga bangun, lalu dipercikinya mukanya.
Cobalah perhatikan, pada satu pihak Rasulullah saw
menyatakan bahwa penting sekali bagi seorang istri berlaku
sopan terhadap suami dan pada pihak lain membenarkan
juga memerciki muka suami kalau hendak membangunkan
untuk melakukan Salat tahajud. Seakan-akan Rasulullah
menganggap Salat tahajud itu besar sekali kepentingannya.
Dzikr Ilahi
51
Ini menurut pandangan Rasulullah. Sedangkan Al-
Qur’anul Karim mengatakan bahwa bangun tengah malam
meluruskan kepribadian. Itulah sebabnya maka Rasulullah
bersabda kepada para sahabat agar harus melakukan
sembahyang tahajud biarpun hanya dua rakaat.
Kemudian dari sementara hadits terbukti pula bahwa
pada bagian akhir malam Allah Ta’ala datang dekat-dekat
dan mengabulkan banyak doa. Oleh karena itu, mendirikan
Salat tahajud sangat penting dan sangat berfaedah.
CARA BANGUN UNTUK MENDIRIKAN SALAT
TAHAJUD
Sekarang, soalnya ialah Salat tahajud memang perlu,
namun bagaimana harus bangun tengah malam? Saya
pertama-tama akan menyebutkan cara yang rendah,
walaupun di dalam cara itu ada juga kerugiannya, tetapi
dapat juga ada faedahnya. Yaitu, dewasa ini jam-jam alarm
dapat kita peroleh. Dengan perantaraan jam alarm itu kita
dapat bangun. Akan tetapi, dari pengalaman ternyata bahwa
cara ini bukan cara yang terlampau berguna. Sebabnya ialah,
kita akan bergantung padanya untuk dapat bangun pada
waktunya. Karena itu, pikiran yang seyogianya terpusat ke
arah niatan suci untuk bangun menjadi tidak ada pada kita.
Seandainya kita berangan-angan untuk bangun dan
dalam berangan-angan itu mata kita terlelap tidur, maka
seakan-akan kita terus sepanjang malam beribadah. Selain
itu kadang-kadang kalau kita merasa enggan untuk bangun,
maka kita matikan saja bunyi alarm yang terus berdering.
Akan tetapi, apabila kita tidur dengan niat dan iradah, maka
kita akan bangun pada waktunya.
Kemudian, barangsiapa yang bangun dengan
perantaraan jam, mereka mengeluh bahwa dalam waktu
Dzikr Ilahi
52
Salat mereka mengantuk. Sebabnya juga ialah karena
mereka bangun karena jam dan bukan karena bangun
sendiri. Oleh karena itu, cara ini tidak begitu berguna.
Pada hemat saya ada tiga belas cara yang dengan
pertolongan cara itu kita bangun. Kalau seseorang
mempergunakan cara-cara itu, maka saya yakin bahwa,
dengan karunia Allah, niscaya ia akan berhasil. Semua
hal yang saya akan terangkan nanti akan berdasar pada
keterangan yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadits. Bukan
keterangan saya sendiri, melainkan ini merupakan karunia
istimewa yang dilimpahkan kepada saya.
Semua hal itu telah dibukakan hanya kepada saya
sendiri dan masih tersembunyi dari orang lain. Andaikata
waktu tidak sempit, maka saya akan menerangkan juga
ayat-ayat Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadits yang
daripadanya saya ambil. Akan tetapi, sekarang saya sekedar
akan menerangkan buah-buahnya belaka.
• Cara Yang Pertama
Cara yang pertama adalah Allah Ta’ala telah meletakkan
di alam ini kaidah-kaidah bahwa saat ketika suatu benda
tercipta, pada waktu yang lain bila untuk kedua kalinya ia
muncul kembali maka di dalam benda itu kemudian timbul
gejolak. Contoh-contohnya terdapat banyak sekali.
Umpamanya, penyakit yang diidap oleh seseorang pada
masa ia kecil, penyakit itu terulang kembali datang ketika ia
sudah tua. Hal demikian terjadi pada dunia tumbuhan dan
binatang. Berdasarkan kaidah ini, kita dapat memperoleh
pertolongan untuk bangun malam dengan cara demikian:
seusai Salat isya kita hendaknya membaca dzikir beberapa saat.
• Cara yang Kedua
Cara yang kedua ialah setelah Salat isya jangan
berbicara dengan siapa pun. Rasulullah sendiri pun
Dzikr Ilahi
53
berhenti berbicara sesudah selesai Salat isya. Seolah-olah
hal demikian menunjukkan bahwa ada kalanya beliau biasa
bercakap-cakap; akan tetapi seringnya beliau melarang
bercakap-cakap. Penyebabnya ialah, bilamana orang
sesudah isya mulai mengobrol maka orang akan lama jaga
dan waktu subuh akan bangun terlambat. Sebab yang kedua
ialah seandainya bukan membicarakan masalah agama
maka perhatiannya akan berpaling dari agama.
Oleh karena itu, Rasulullah bersabda: sesudah Salat
isya hendaklah berangkat tidur tanpa bercakap-cakap lebih
dahulu agar tertidur dalam keadaan pikiran tertuang dalam
urusan agama dan mata terbuka waktu subuh. Tidaklah
terlarang untuk mengerjakan urusan kantor atau pekerjaan
penting lainnya. Akan tetapi, yang penting adalah harus
membaca dzikir terlebih dahulu sebelum tidur. Inilah cara
yang kedua.
• Cara yang Ketiga
Cara yang ketiga ialah, jika seseorang selesai melakukan
Salat isya dan pergi tidur lalu, biarpun ia masih mempunyai
wudhu, ia mengambil wudhu lagi sebelum membaringkan
diri di atas tempat tidur, maka perbuatan itu akan berkesan
pada hatinya. Dengan kesan itu diciptakan semacam rasa
riang yang istimewa. Dan, jika seseorang tidur dalam
keadaan riang disebabkan oleh mengambil air wudhu yang
baru, maka pada ia terjaga dan tidur pun pasti akan berada
dalam perasaan riang.
Pada umumnya kita menyaksikan bahwa apabila
seseorang tidur dengan menangis maka ia terbangun
dengan berteriak. Tetapi, apabila ia tidur dengan tertawa,
maka saat itu bangun pun wajahnya tampak cerah. Dengan
kesan itu diciptakan semacam rasa riang yang istimewa.
Dan, jika seseorang tidur dalam keadaan riang disebabkan
oleh mengambil air wudhu yang baru, maka pada ia terjaga
Dzikr Ilahi
54
dari tidur pun pasti akan berada dalam perasaan riang.
Pada umumnya kita menyaksikan bahwa apabila
seseorang tidur dengan menangis maka ia terbangun
dengan berteriak. Tetapi, apabila ia tidur dengan tertawa,
maka saat itu bangun pun wajahnya tampak cerah. Begitu
pula halnya barangsiapa yang tidur dengan perasaan
gembira karena lebih dahulu mengambil air wudhu, maka
saat ia bangun pun akan merasa gembira. Demikianlah ia
mendapat bantuan baru untuk bangun.
• Cara yang Keempat
Cara yang keempat ialah, bila siap tidur maka
berdzikirlah barang sedikit sebelum tidur. Dampaknya pasti
akan bangun lagi waktu malam untuk berdzikir (tahajud,
peny.). Itulah sebabnya maka Rasulullah selalu membaca
dzikir sebelum tidur. Membaca Ayat Kursi (Ayat 256 dari
Surah Al-Baqarah), Surah Al-Ikhlash, Surah Al-Falaq, dan
Surah An-Naas*) masing-masing satu kali, kemudian,
meniup kedua telapak tangan lalu mengusapkan keseluruh
jasmani dan membalikkan badan ke sebelah kanan dan
membaca kalimat doa ini:
“Ya Allah, hamba menyerahkan diri hamba kepada-Mu, dan
menghadapkan wajah hamba kepada-Mu, dan mempercayakan
urusan hamba kepada-Mu semata-mata baik oleh suka
maupun takut kepada-Mu. Tidak ada tempat perlindungan dan
keselamatan selain kepada-Mu. Hamba beriman kepada Kitab-
Mu yang telah Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang telah
Engkau utus.” (HR. Tirmidzi dan Bukhari)
Seperti itulah hendaknya dilakukan oleh setiap orang
mukmin. Kemudian hendaklah sambil berbaring di atas tempat
Dzikr Ilahi
55
tidur membaca dzikir di dalam hati seperti: Subhanallahi
wa bihamdihi atau Subhanallahil ‘aziim atau dzikir apa saja
sampai, di dalam keadaan demikian, terlelap tidur.
Sebab, biasanya orang melewatkan malam sesuai
dengan suasana perasaan dan pikirannya sebelum
tidur. Oleh karena itu, barangsiapa yang berangkat tidur
diantar oleh pembacaan tasbih dan tahmid ia seakan-akan
sepanjang malam bertasbih dan tahmid.
Cobalah perhatikan para wanita atau anak-anak, bila
mereka tertidur dalam keadaan sedih dan susah, maka
tengah tidur bila mereka membalikkan badan mereka
mengeluarkan suara mengharukan atau menyedihkan.
Sebab, kesedihan pada waktu mereka berangkat tidur
memberikan dampak kepada mereka.
Akan tetapi, apabila seseorang membaca tasbih
secara berkesinambungan lalu tertidur, maka ketika ia
membalikkan badan dari mulutnya akan keluar tasbih. Itulah
sebabnya maka Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’anul
Karim bahwa orang-orang mukmin adalah mereka yang:
“Dan, sisi mereka terangkat dari tempat tidur mereka; dan mereka
berseru kepada Tuhan mereka dengan ketakutan dan harapan,
dan mereka membelanjakan dari apa yang telah Kami rezekikan
kepada mereka.” (As-Sajdah: 17)
Tampak lahirnya hal ini tidak benar, sebab Rasulullah
juga biasa tidur dan semua mukmin lainnya pun tidur. Akan
tetapi, pada pokoknya ialah, oleh karena beliau tertidur
setelah beliau membaca tasbih terus-menerus. Karenanya
tidur beliau bukanlah tidur melainkan adalah bertasbih
pula. Dan, kendatipun beliau tidur namun pada hakikatnya
Dzikr Ilahi
56
beliau tidak tidur. Rusuk beliau tetap terangkat dari tempat
tidur dan beliau sibuk dalam mengingat kepada Tuhan.
• Cara yang Kelima
Cara yang kelima ialah, saat tidur haruslah membulatkan
niat bahwa pasti akan bangun untuk melakukan Salat
tahajud. Allah Ta’ala telah menanam kekuatan di dalam
batin manusia yaitu: manakala ia memberi suatu perintah
kepada dirinya sendiri, maka dirinya akan tunduk kepada
perintah itu. Dan, ini merupakan sesuatu yang segenap
orang berakal mengenalnya.
Jadi, apabila anda membulatkan niat pada waktu mau
tidur bahwa anda pasti akan bangun pada waktu hendak
bertahajud. Dalam berbuat seperti itu, walaupun Anda tidur,
namun ruh Anda akan tetap terjaga (siap-siaga) karena
mendapat perintah untuk bangun pada waktu tertentu
dan tepat pada waktunya secara otomatis mata Anda akan
terbuka.
• Cara yang Keenam
Cara yang keenam ini diizinkan hanya kepada orang
yang keimanannya tampaknya cukup teguh, yaitu: ia tidak
menyertakan salat witir pada Salat isyanya, melainkan
dibiarkan untuk dikerjakannya pada waktu Salat tahajud.
Sudah biasa hal ini terjadi bahwa orang mengerjakan ibadah
yang fardhu secara istimewa, akan tetapi mengerjakan
ibadah yang nafal menjadi malas.
Jadi, bila akan menggabungkan ibadah wajib dengan
ibadah- ibadah nafal maka ruhnya tidak akan merasa
tenteram sebelum ibadah itu dikerjakan. Sebagai akibatnya
pasti bahwa dirinya tidak akan menjadi malas.
Akan tetapi, seandainya witir telah dikerjakan dan mata
pun terbuka pada waktu tiba untuk Salat tahajud, maka
dirinya berkata bahwa witir telah dikerjakan, kalaupun
Dzikr Ilahi
57
Salat nafal tidak dikerjakan maka tidak mengapa. Namun,
jika timbul pikiran bahwa Salat witir pun akan dikerjakan
maka sudah pasti ia akan bangun dan bila ia bangun ia akan
mengerjakan Salat nafal juga.
Akan tetapi, sebagaimana sebelumnya telah saya
katakan, untuk itu ada syaratnya bahwa iman harus kuat.
Seandainya iman kuat maka untuk witir ia akan bangun.
Kalau tidak ia akan luput dan melakukan Salat witir juga.
• Cara yang Ketujuh
Cara yang ketujuh juga adalah untuk orang-orang
yang kerohaniannya sangat maju, yaitu: selepas Salat isya
mulailah mengerjakan Salat nafal dan sekian lamanya
sehingga datang kantuk selagi bersembahyang dan begitu
berat kantuknya sehingga ia tidak dapat bertahan lagi.
Tidurlah pada waktu itu. Kendatipun demikian masih
banyak waktu tersedia untuk tidur, akan tetapi pada waktu
dini hari ia akan bangun. Ini merupakan senam rohani.
• Cara yang Kedelapan
Cara yang kedelapan ialah, apa yang menjadi kebiasaan
di kalangan para sufi kita, saya rasakan cara itu tidak perlu.
Akan tetapi, faedahnya memang ada. Cara itu ialah, di
dalam hari-hari ketika perasaan kantuk banyak menyerang
dan mata tidak dapat terbuka (bangun) pada waktunya, di
dalam hari-hari itu hindarilah tidur di atas alas tidur yang
empuk.
• Cara yang Kesembilan
Beberapa jam sebelum tidur makan dahulu, yakni,
sebelum Salat maghrib atau segera sesudah Salat maghrib.
Acap kali keadaan adalah demikian: ruh manusia menjadi
sigap tetapi membuat jasmani menjadi malas. Jasmani
merupakan satu belenggu yang mengikat ruh. Jika belenggu
Dzikr Ilahi
58
ini semakin memberat, maka ruh pun semakin tertekan.
Oleh karena itu, pada waktu tidur hendaknya perut kita
jangan terisi penuh; sebab, dampaknya sangat terasa pada
hati dan menyebabkan manusia jadi malas.
• Cara yang Kesepuluh
Kalau kita tidur malam hari, hendaklah jangan tidur
dalam keadaan junub atau kotor. Pasalnya ialah malaikat
erat kaitannya dengan kebersihan. Ia tidak menghampiri
bahkan menjauhi orang yang kotor.
Makanya ketika suatu makanan yang berbau tidak
sedap dihidangkan kepada Rasulullah , beliau bersabda
kepada sahabat, “Makanlah oleh engkau. Aku tidak akan
memakannya.” Sahabat tersebut berkata, “Kami pun tidak
akan memakannya.” Beliau pun bersabda lagi, “Makanlah!
Malaikat-malaikat biasa bercakap-cakap denganku, karena
itulah aku tidak suka makan itu. Sebab, mereka membenci
benda-benda seperti itu.” Jadi, malaikat sangat tidak
menyukai benda-benda yang kotor.
Hadhrat Khalifatul Masih I ra berceritera bahwa beliau
pada suatu ketika beliau bersantap dan beliau tidur tanpa
lebih dahulu membasuh tangan. Lalu beliau melihat
rukya, kakak beliau telah datang dan hendak memberikan
sebuah Kitab Suci Al-Qur’an. Akan tetapi ketika tangan
hendak meraih Kitab itu, berkatalah kakak beliau, “Jangan
menyentuh, tangan engkau tak bersih.” Jadi ternyata bahwa
kebersihan badan sangat berpengaruh kepada hati. Malaikat
datang membangunkan orang yang tidur dalam keadaan
bersih. Akan tetapi, bila menjauhi keadaan bersih, malaikat
tidak akan mau datang. Inilah cara yang berkenaan dengan
kebersihan badan.
• Cara yang Kesebelas
Hendaklah tempat tidur berada dalam keadaan
Dzikr Ilahi
59
bersih. Banyak orang tidak mengindahkan hal ini. Tetapi,
hendaknya diingat bahwa tempat tidur bersih ada kaitan
khusus dengan kerohanian. Oleh karena itu, hendaknya
memperhatikan hal ini secara istimewa.
• Cara yang Keduabelas
Mempraktekkan cara ini dapat mendatangkan kerugian
kepada orang awam, tetapi untuk orang-orang tertentu cara
ini tidak merugikan. Dan caranya ialah: suami-istri jangan
tidur satu ranjang.
Rasulullah tidur bersama, tetapi kedudukan beliau
sangat tinggi, mulia, dan agung. Sedikit pun tidak ada
pengaruhnya atas beliau kalau beliau melakukan demikian.
Akan tetapi orang lain hendaknya berhati-hati. ltulah pasalnya
bahwa setiap dorongan syahwat jasmani menghentikan laju
perkembangan rohani, menurut kadar pengaruhnya. Itulah
sebabnya maka syariat Islam mengatakan bahwa semakin
besar dorongan hawa nafsu akan semakin besar kerugian
akan sampai kepada kerohanian.
Jadi, barangsiapa yang dapat mengendalikan nafsunya,
apabila ia tidur bersama-sama istrinya maka tidak
ada halangan baginya. Akan tetapi, orang-orang awam
hendaknya menjauhi hal ini dan orang-orang yang tidak
dapat dengan sepenuhnya mengendalikan hawa nafsunya,
hendaklah jangan tidur bersama. Sebab, kalau mereka
melakukan seperti itu, mereka akan terus-menerus
diganggu oleh hawa nafsunya dan sering kali timbul nafsu
ingin bersenggama atau bercumbu. Dengan demikian akan
mendatangkan pengaruh buruk kepada kerohanian dan
menjadi malas untuk bangun.
• Cara yang Ketigabelas
Cara yang ketigabelas ini cara yang demikian tingginya
sehingga bukan saja membantu serta menolong untuk
Dzikr Ilahi
60
bangun tahajud bahkan dengan mengamalkan cara ini
orang dapat terhindar dari keburukan lainnya. Cara itu ialah
sebelum tidur hendaknya memperhatikan apakah di dalam
hati kita ada atau tidak ada perasaan benci atau dengki
terhadap seseorang? Jika ada maka hendaklah perasaan
itu diusir dari hati kita. Akibatnya ialah: karena jiwa bersih
maka kita akan mendapat taufik untuk bangun melakukan
Salat tahajud.
Walaupun pikiran semacam itu menguasai diri kita,
akan tetapi sebelum tidur hendaklah kita harus mengusir
pikiran itu dan sama sekali mengosongkan pikiran itu dari
hati kita. Dalam hal ini apa kerugiannya kalau pikiran serupa
itu dianggap berfaedah ditilik dari segi materi. Katakanlah
kepada hati bahwa hendaklah ingat akan siang hari, malam
hari waktu tidur tidak akan bertengkar dengan siapa pun
karena pikiran semacam itu harus disimpan di dalam hati.
Pertama adalah apabila sekali pikiran buruk kepada
seseorang dibuang dari hati maka pikiran itu kemudian
tidak akan muncul kembali.
Kedua, dengan menahan pikiran yang merugikan
semacam itu orang akan terpelihara dari pada kerugian.
Ini merupakan kenyataan yang sudah terbukti
kebenarannya bahwa suatu benda sudah sekian lama
sekali tersimpan pada orang lain, sekian besarnya pula
pengaruhnya terkesan pada dirinya. Bila sebuah sepon
setelah diisi dengan air lalu dengan cepat digosokkan atas
suatu benda, niscaya benda itu pasti akan basah sedikit.
Akan tetapi, apabila lama terletak di atas benda itu, akan
membasahi benda itu lebih basah lagi. Demikian pula halnya
pikiran-pikiran yang lama tersimpan, pikiran-pikiran itu
menjadi lebih-lebih mengendap di dalam hatinya.
Pada waktu tidur rohnya sepanjang malam menayangkan
kembali tayangan pikiran-pikiran yang tersimpan di dalam
hatinya. Jika ada pikiran yang demikian pada waktu siang
Dzikr Ilahi
61
hari maka kerugian tidak akan seberapa seperti halnya pada
waktu malam hari. Sebab, pada waktu siang hari, karena
disibukkan oleh kegiatan-kegiatan lainnya, pikiran-pikiran
itu terlupa. Akan tetapi, pada waktu malam pikiran-pikiran
itu akan datang. Jadi, kalau terdapat pikiran buruk pada
saat tidur, maka hendaklah pikiran itu dikeluarkan supaya
pikiran yang seperti itu tidak masuk ke dalam hati. Kalau
sudah begitu nantinya akan sangat sukar mengeluarkannya.
Jika, tanpa terduga, jiwa melayang pada malam hari, maka
sama sekali tidak akan mendapat kesempatan bertobat dari
pikiran buruk ini. Karena itu, hendaklah memperingatkan
diri kita akan hal tersebut. Sekali pikiran itu keluar, kita
akan memperoleh keselamatan.
Pendek kata, hendaklah pikiran-pikiran buruk jangan
dibiarkan tinggal di dalam diri kita. Kalau kita tidur dengan
terlebih dahulu membersihkan hati kita, maka kita akan
mendapat taufik untuk bangun pada waktu akan melakukan
Salat tahajud.
CARA MENEGAKKAN TAWAJUH DALAM SALAT
Sekarang saya hendak menerangkan bagaimana kita
dapat menegakkan tawajuh (pemusatan perhatian) di
dalam Salat. Banyak orang sering bertanya mengenai hal
ini. Mungkin ada beberapa cara yang dipergunakan orangorang;
akan tetapi, pada hakikatnya, cara-cara itu tidak
membawa hasil. Kalaupun membawa hasil pasti mereka pun
akan mengenyam faedahnya. Sesungguhnya, syariat telah
menetapkan juga beberapa peraturan untuk menegakkan
tawajuh di dalam Salat.
Selain itu saya akan menerangkan beberapa cara yang
pada umumnya orang sudah mengetahui, akan tetapi
mereka tidak beramal sesuai dengan cara-cara itu. Padahal
Dzikr Ilahi
62
dengan mengamalkan cara-cara itu kita dapat menegakkan
tawajuh di dalam Salat.
Sebelum menerangkan berbagai macam cara, hal
pertama yang hendak saya terangkan sedikit ialah bahwa
Allah Ta’ala telah meletakkan dalam diri manusia suatu
kemampuan yang apabila ia selalu memperrgunakan suatu
benda dan berbarengan dengan itu memikirkan serta
meyakini faedahnya, maka ia akan meraih banyak faedah
darinya.
Di Eropa ada seorang guru senam. Ia mengatakan
dalam tulisannya bahwa untuk memelihara kesehatan
dan ketahanan tubuh orang harus melakukan senam.
Akan tetapi, bersama-sama dengan itu kita harus juga
membayangkan bahwa pundak kita menjadi kuat dan
pantat kita mengeras. Sesungguhnya, dengan senam
pundak memang menjadi kuat. Akan tetapi, bila Salat ini
harus dianggap sebagai senam, yakni, apa pengaruhnya
terhadap tubuh, maka untuk menerima pengaruh ini tubuh
akan semakin siap dan bila pikiran ini tidak dihadirkan
maka banyak pengaruh menjadi sia-sia.
• Cara yang Pertama
Syariat Islam pun telah menetapkan beberapa
peraturan untuk menegakkan tawajuh. Di antaranya adalah
yang pertama adalah: wudhu yang seyogianya dilakukan
oleh setiap orang sebelum mengerjakan Salat. Di dalamnya
terdapat hikmah, ialah: Allah Ta’ala telah membuat beberapa
sarana untuk menyampaikan pikiran dan perasaan kepada
orang lain. Di antara sarana-sarana itu ialah jaringan syaraf.
Dengan perantaraan itu pengaruh pikiran-pikiran serta
perasaan-perasaan manusia kena kepada benda-benda
lainnya. Dan jaringan syaraf itu merupakan sebagai jalan.
Itulah sebabnya Junjungan kita Rasulullah biasa
meniupkan nafas kepada kedua telapak tangan setelah
Dzikr Ilahi
63
membaca Ayat Kursi lalu mengusapkan telapak tangan
beliau ke badan beliau. Adakah perbuatan ini perbuatan
yang sia-sia? Sekali-kali tidak sia-sia. Bahkan sesungguhnya
adalah pengaruh pikiran-pikiran diubah menjadi pikiranpikiran
lewat syaraf, lewat suara, lewat tiupan.
Oleh karena itulah Rasulullah menggabungkan ketiga
sarana tersebut. Membaca Ayat Kursi dengan mulut,
kemudian meniupkan nafas ke atas kedua telapak tangan,
lalu tangan diusapkan ke seluruh badan. Pendek kata, suara,
syaraf, pandangan, tiupan, dan sebagainya merupakan jalan
untuk mengungkapkan atau mengeluarkan pikiran-pikiran.
Oleh sebab itulah maka meniup itu terbukti dari para orang
saleh, bahkan diriwayatkan pula oleh Rasulullah.
Jadi, oleh karena dengan perantaraan jaringan syaraf
maka pikiran-pikiran keluar dan menjadi terpencar.
Untuk menguasai pikiran-pikiran itu Rasulullah telah
memerintahkan untuk berwudhu. Dan, oleh karena untuk
mengeluarkan pikiran-pikiran itu titik-titik pusatnya yang
terpenting adalah tangan, kaki, dan mulut. Terbukti dari
pengalaman bahwa kalau air dituangkan ke atas titik-titik
itu, maka jalan pikiran yang tengah keluar dari titik-titik
itu tertutup dan terhenti. Ini merupakan masalah yang
terbukti kebenarannya. Salah satu di antara tujuan-tujuan
berwudhu adalah yang tadi, sedangkan ada lagi hikmahhikmah
lainnya. Kalau jalan pikiran terhenti maka akan kita
peroleh perasaan tenang.
Bila perasaan sudah tenang maka tawajuh akan dapat
tetap ditegakkan. Jadi, wudhu merupakan satu sarana
yang unggul untuk menegakkan tawajuh. Akan tetapi bila
sudah siap akan mengambil air wudhu maka pada waktu
itu hendaknya juga kita menjaga agar pikiran kita jangan
terpencar. Jika kita berbuat seperti itu maka kita akan
mendapatkan perasaan tenteram di waktu Salat dan pikiranpikiran
tidak akan dapat membuyarkan tawajuh kita.
Dzikr Ilahi
64
• Cara yang Kedua
Cara yang kedua untuk menegakkan tawajuh ialah cara
yang telah ditetapkan oleh syariat Islam untuk melakukan
Salat adalah di mesjid. Merupakan keunikan manusia
bahwa kalau ia melihat suatu hal, maka penglihatan
itu menyebabkan kepadanya timbul pikiran yang lain.
Umpamanya, seseorang bertemu dengan si Zaid, ia akan
menanyakan kepadanya ihwal anaknya, Bakar. Padahal
tidak hadir di mukanya, akan tetapi dengan melihat Zaid itu
ia teringat juga kepada Bakar.
Begitulah kejadian otak manusia, bila suatu benda
muncul di hadapannya maka ia akan teringat juga kepada
benda-benda lainnya yang ada keterkaitannya dengan
benda tadi. Jadi, kalau orang mengerjakan Salat di suatu
tempat, maka kepadanya tidak timbul kenangan kepada
sesuatu yang tertentu.
Akan tetapi, bila ia mengerjakan Salat di suatu tempat
yang pagi dan petang orang melakukan ibadah di sana dan
tempat itu disebut Rumah Allah, maka kepadanya akan
timbul pikiran bahwa ia berdiri dihadirat Tuhan yang telah
mendirikan tempat itu untuk beribadah kepada-Nya dan ia
merasa wajib menunjukkan ketaatan dan kesetiaan kepada-
Nya dengan segenap hatinya.
Itulah sebabnya maka Rasulullah bersabda bahwa
orang-orang Islam seyogianya menyediakan di rumah
mereka satu tempat khusus yang ditetapkan untuk
mengerjakan Salat dan di sana tidak ada pekerjaan lainnya
dilakukan selain mengerjakan Salat supaya sementara
mengerjakan Salat akan meresap pikiran bahwa di sana
adalah tempat guna beribadah kepada Tuhan.
Adalah mungkin bahwa beberapa orang di antara
saudara-saudara, yang sekalipun pergi ke mesjid, di dalam
hati mereka tidak pernah mempunyai pemikiran ini. Akan
tetapi, sekarang bilamana mereka memaklumi hikmahnya
Dzikr Ilahi
65
Salat di mesjid dan berbekal pikiran ini pergi ke mesjid
untuk salat, maka dengan segera pikiran-pikiran lainnya
akan berhenti dan mereka akan memperoleh perasaan
yang tenteram.
• Cara yang Ketiga
Cara yang ketiga adalah perintah menghadapkan muka
ke arah kiblat. Cara ini pun sangat membantu sekali untuk
menegakkan tawajuh. Di kota Mekah terdapat tidak sedikit
keistimewaan. Di tempat ini seorang hamba Allah menaati
perintah Tuhan telah meninggalkan istri dan putranya
tanpa perbekalan berupa gandum, air dan tanpa seorang
penghuni lainnya tanpa sarana penjagaan apa pun.
Oleh karena pekerjaan ini dimaksud untuk Tuhan, maka
ia telah melakukannya. Allah Ta’ala mengembangbiakkan
keturunannya demikian banyaknya sehingga seperti
bintang-bintang di cakrawala tak dapat kita hitung
jumlahnya. Kemudian dari antara keturunannya telah lahir
tidak sedikit para nabi dan pada akhirnya Sang Insan yang
diutus sebagal nabi untuk seluruh dunia itu pun berasal
dari keturunannya.
Jadi, jika seseorang mengahadapkan muka ke arah
Mekah sambil berdiri untuk menjalankan Salat dan ia
mengetahui hikmahnya mengapa telah ditetapkan untuk
menghadapkan muka ke sana guna mengerjakan Salat,
maka dengan serta-merta ia terkesan oleh peristiwa yang
terjadi atas Hadhrat Ismail as. Maka terciptalah ketawajuhan
terhadap hal ini bahwasanya ia berdiri untuk tujuan
beribadah kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahakuasa.
Tatkala pikiran ini timbul padanya maka segala pikiran
lainnya yang kacau-balau akan menjauh dan ia tertegun
dalam keadaan terpesona oleh kewibawaan dan kegagahan
Allah Ta’ala.
Dzikr Ilahi
66
• Cara yang Keempat
Rasulullah telah menetapkan adzan. Bila disenikan
dengan suara nyaring, “Allahu Akbar, Allahu Akbar...” maka
walaupun Salat belum lagi akan dimulai, namun kepada
orang-orang yang akan mengerjakan Salat diberitahukan
bahwa mereka harus membulatkan hati dan pikiran untuk
berangkat ke mesjid dengan tujuan mengerjakan Salat, sebab
mereka akan menghadapkan diri di hadapan Tuhan Yang
Mahaagung. Walhasil, kalau kita mendengar suara adzan, saat
itu juga kita akan bereaksi secara spontan mengagungkan
serta memuliakan Tuhan dan disebabkan oleh itu kita akan
memusatkan segenap perhatian terhadap-Nya di dalam Salat.
Rasulullah bersabda bahwa sebabnya adzan dikumandangkan
adalah untuk membuat setan melarikan diri.
Dalam hadits disebutkan bahwa jika adzan terdengar
maka setan lari tunggang-langgang. Jadi, jika kita
memperhatikan ihwal adzan ini bahwa tujuannya ialah
supaya mengalihkan segenap perhatian kita kepada
kehebatan dan kegagahan Allah Ta’ala, maka kita pun akan
ingat juga kepada hikmahnya. Siapa yang pada hari ini telah
mendengar tentang hikmah ini, lalu jika ia mendengar suara
adzan, maka ia akan ingat akan hal ini. Jika ia ingat, niscaya
ia akan mendapat kesan. Inilah kaidah bahwa jika suatu
pikiran muncul, biasanya pikiran-pikiran lainnya akan
pergi. Jadi, seandainya timbul di alam pikiran gambaran
tentang kebesaran dan kegagahan Tuhan maka pikiranpikiran
lainnya akan tersingkir dan ketawajuhan akan
berdiri tegak.
• Cara yang Kelima
Cara yang kelima adalah iqamah. Ini pun mengarahkan
perhatian kita kepada kebesaran dan kewibawaan Allah
Ta’ala. Hikmah yang diterangkan berkenaan dengan
adzan, hikmah itu pun terdapat di dalam iqamah ini.
Dzikr Ilahi
67
Adapun mengenai iqamah ini Rasulullah bersabda bahwa
mendengar suara iqamah, setan lari tunggang-langgang.
(Shahih Muslim, Kitab ash-Salat, bab adzan, wa harbusy
syaithain ‘inda sima’uhu) Artinya ialah juga dengan
perantaraan itu rasa was-was akan tersingkir dan akan
timbul tawajuh kepada Tuhan.
• Cara yang Keenam
Cara yang keenam ialah merapatkan saf atau barisan.
Keteraturan jasmani menyebabkan keteraturan juga dalam
pikiran-pikiran serta tidak membiarkannya terpencar.
Kalau secara jasmani orang-orang yang mendirikan Salat
membentuk barisan, maka ini akan menyebabkan keadaan
semangat batin mereka juga menjadi kuat kokoh, kemudian
alangkah hebatnya penampilan mereka ketika mereka
berdiri dengan diam tanpa bersuara di hadapan Sang Raja
Diraja. Rasulullah bersabda, “Luruskanlah saf, kalau tidak
hati kalian akan mencong (bengkok).”
Pengaruh apakah yang diberikan oleh kelurusan saf
itu? Tidak lain adalah karena keadaan lahiriah biasanya
berpengaruh kepada keadaan batiniah. Oleh karena itu, jika
secara lahiriah tidak teratur maka batin juga akan menjadi
buruk keadaannya.
• Cara yang Ketujuh
Cara yang ketujuh adalah berniat. Sebab, kalau kita
mengatakan kepada diri kita sendiri bahwa kita siap berdiri
untuk melakukan pekerjaan ini maka perhatian kita akan
tetap terpusat kepada pekerjaan ini. Yang dimaksudkan
dengan niat adalah bukan harus menyebutkan: aku
berdiri di belakang imam untuk melakukan Salat sekian
rakaat dengan menghadap ke arah kiblat dan sebagainya,
melainkan di dalam otaklah kita hendaknya berniat
mengerjakan Salat.
Dzikr Ilahi
68
Konon ada kisah mengenai seseorang yang “gilaniat”.
Kalau ia berdiri di saf belakang dan ia berniat, “Aku
berdiri di belakang imam ini,” lalu terbetik pikiran yang
membuatnya was-was, bahwa jangan-jangan ia tidak
berdiri di belakang imam dan di mukanya adalah orang
yang bukan imam. Karena itu ia melangkah ke muka dan
berkata dengan mengatakan, “Di belakang imam ini.”
Kemudian masih timbul rasa was-was bahwa sekarang
pun tidak berdiri di belakang imam. Untuk membuat
dirinya yakin, ia melangkah dan berdiri di belakang imam
kemudian ditepukkan tangannya kepada sang imam seraya
mengatakan, “Di belakang imam ini.”
Demikianlah, di dalam keadaan was-was semacam
ini ia pun melakukan kesalahan demi kesalahan; dan ini
berakibat sangat buruk. Jadinya, niat itu seakan-akan
menjadi musibah bagi dirinya. Sesungguhnya, niat adalah
suatu keadaan dalam hati. Akan tetapi, sementara orang
tidak tahu apa yang harus dikerjakan pada waktu berdiri.
Nah, jika kita siap hendak mengerjakan Salat maka
hendaklah kita bulatkan pikiran untuk melakukan Salat
dan memahami apa yang harus kita kerjakan. Jika hal ini
kita pahami maka sesaat itu juga di dalam diri kita lama
kelamaan akan mulai timbul kekhusyukan di dalam diri
kita dan bila kekhusyukan ini timbul, maka ketawajuhan
pun dapat ditegakkan.
• Cara yang Kedelapan
Cara yang kedelapan adalab Salat berjamaah. Dengan
cara mengerjakan Salat seperti ini lafaz-lafaz yang sampai ke
telinga lewat imam mengarahkan perhatian kita sepenuhnya
kepada kebesaran Allah Ta’ala. Lafaz-lafaz itu menghambat
jalan pikiran siapa yang tengah berada di dalam keadaan
lengah karena diusik oleh khayalan-khayalan yang lain.
Misalnya, ketika diucapkan “Allahu Akbar”, maka seakanDzikr
Ilahi
69
akan kepadanya diperingatkan supaya ia berdiri dengan
tertib di hadapan Zat Yang Mahabesar.
Kemudian apabila dalam keadaan berdiri, sedikit
waktu berlalu dan di dalam hati seseorang mulai timbul
bermacam-macam khayalan, lalu imam mengucapkan
“Allahu Akbar” — “Allah Mahabesar” — dengan suara keras.
Kemudian, jika kelengahan mulai hinggap, maka ke dalam
telinga mereka akan masuk suara “Sami‘ Allahu liman
hamidah” yakni: Allah mendengar dan menerima kata-kata
siapa yang memuji-Nya. Dan, dengan demikian pikiran
mereka diingatkan bahwa kalau ingin meraih suatu faedah
maka hendaklah memuji Allah. Kalau tidak, maka waktu
akan terbuang begitu saja dengan sia-sia.
Pendek kata, imam berulang kali mengingatkan serta
menyadarkan orang-orang yang makmum di belakangnya.
Itulah sebabnya maka imam mempunyai kedudukan yang
lebih daripada orang-orang yang makmum, sebab imam
berulang-ulang memperingatkan mereka bahwa mereka
tengah berdiri di hadapan Sang Maha Raja dan karenanya
harus berdiri dengan menumpahkan segenap perhatian.
• Cara yang Kesembilan
Cara yang kesembilan, Salat tidak dilakukan hanya
dalam satu keadaan (adegan) yang itu saja, melainkan secara
beragam. Hikmahnya ialah, kalau seseorang menjadi lengah
atau khayalannya terseret arus khayalan yang lain saat ia
tengah melakukan Salat, maka keharusannya melakukan
rukuk atau melakukan sujud membuat pikirannya sadar
bahwa ia sedang melakukan Salat. Seakan-akan ia berukuk
atau bersujud sesuai dengan atau menuruti pola adatkebiasaan
tertentu — walaupun gerak-geriknya sama.
Namun, berganti-gantinya adegan Salat membuatnya ia
sadar dari kelengahannya. Hal demikian tidaklah terdapat
di dalam ibadah agama-agama lainnya. Kelebihan ini hanya
Dzikr Ilahi
70
ada pada agama Islam.
• Cara yang Kesepuluh
Cara yang Kesepuluh adalah mengerjakan Salat sunat
sebelum dan sesudah Salat wajib. Merupakan hukum alam
bahwa apabila kita akan mengerjakan suatu pekerjaan,
maka pengaruh pekerjaan itu barang sedikit tampak
sebelum melakukan pekerjaan itu dan sedikit lagi tampak
sesudahnya. Umpamanya, pada saat ketika matahari akan
terbit, walaupun matahari belum lagi muncul, cahayanya
sudah lebih dahulu menyebar. Begitu pula halnya, sesudah
matahari tenggelam pun cahayanya masih tinggal untuk
beberapa saat.
Namun, suatu pekerjaan yang sejalan dengan harapanharapan
kita, atau, suatu pekerjaan yang di dalamnya
kita memperoleh suatu kelezatan, atau, kalau tidak
mengerjakan pekerjaan itu kita terancam kerugian, maka
pekerjaan ini lebih kuat pengaruhnya ketimbang pekerjaan
lainnya sehingga mengalahkan kepentingan pekerjaan yang
lainnya.
Misalnya, seseorang sedang mengerjakan suatu
pekerjaan yang tidak tampak di dalamnya suatu faedah
yang istimewa; dan sesudah menyelesaikan pekerjaan ini ia
harus melakukan pekerjaan yang di dalamnya terkandung
harapan akan memperoleh faedah yang istimewa. Maka,
pada waktu ia sibuk dalam mengerjakan pekerjaan ini pun,
khayalan-khayalan mengenai pekerjaan lainnya yang Iebih
penting akan terus menguasai pikirannya, perhatiannya
pun tertuju kepada yang satu ini.
Umpamanya, seorang karyawan sedang menyelesaikan
pekerjaan rutin kantornya. Kalau sesudah bubaran kantor
ia harus mengerjakan suatu pekerjaan pribadi yang
penting, maka sejam sebelum kantor tutup, pikirannya
sudah melayang menuju kepada pekerjaan yang satu itu.
Dzikr Ilahi
71
Sedangkan, kalau di kantornya ia menghadapi pekerjaan
penting yang menyita perhatiannya, maka selepas kantor
pun baik dalam perjalanan pulang maupun kemudian
setibanya di rumah, untuk beberapa saat pikirannya akan
terus tertuju ke pekerjaan kantor, dan setelah beberapa
saat kemudian barulah pikirannya pasti tertuju ke urusanurusan
yang pada waktu itu membuatnya sibuk.
Oleh sebab hikmah ini pula, Nabi Besar Muhammad
telah menetapkan Salat-Salat sunat, sebelum dan sesudah
Salat fardhu, dengan maksud agar kalau ada khayalankhayalan
timbuI sebelum mengerjakan Salat fardhu,
khayalan-khayalan itu jangan sampai merusak Salat fardhu,
bahkan dengan mengerjakan Salat-Salat sunat itu khayalankhayalan
dapat ditekan sehingga hati pun merasa tenteram.
Dan, kemudian dapat sepenuhnya mengarahkan perhatian
kepada Salat-Salat fardhu.
Begitu pula seusai mengerjakan Salat-Salat fardhu pun
Salat-Salat sunat ditetapkan supaya seandainya sesudah
Salat ada suatu pekerjaan yang penting sebelum selesai
Salat fardhu jangan ada khayalan-khayalan masuk ke dalam
otak lalu merusak Salat, bahkan supaya kita mengerjakan
Salat dengan hati yang tenteram.
Sebab, sebagaimana telah saya katakan, biasanya
khayalan-khayalan menggangu kita pada saat ketika
pekerjaan pertama hampir selesai dan ketika kita mulai
berniat akan mengerjakan pekerjaan lainnya. Ketika kita
menganggap bahwa kita belum lagi selesai mengerjakan
Salat fardhu bahkan baru mau mengerjakan sunat, lalu
khayalan-khayalan itu terus ditekan.
Diantara hikmah-hikmah penetapan bilangan sunat
salah satunya adalah sangat besar. Ternyata, Rasulullah
telah menetapkan pula sunat-sunat juga selaras dengan
perubahan-perubahan waktu. Waktu Salat dzuhur
merupakan waktu yang paling sibuk dalam pekerjaanDzikr
Ilahi
72
pekerjaan lain, maka itu ditetapkan sunat empat atau dua
rakaat sebelumnya dan dua atau empat rakaat sesudahnya.
Seakan-akan sunat-sunat itu bertindak sebagai dua
tentara yang ditetapkan untuk menjaga Salat fardhu untuk
mencegah dan datangnya khayalan-khayalan ke dalamnya.
Sebelum Salat ashar tidak ditetapkan Salat sunat,
melainkan ada Salat nafal, artinya kalau ada yang mau
mengerjakan silahkan, kalau tidak maka tidak mengapa.
Sebabnya ialah, waktu ashar — ditilik dan satu segi —
manusia bebas dari kesibukan-kesibukan lain. Ditilik pula
dari segi yang lain ialah, karena biasanya pada waktu itu
semua pekerjaan telah selesai. OIeh karenanya waktu itu
ditetapkan Salat hanya sebentar. Akan tetapi, sejak ashar
sampai maghrib ditetapkan dzikir.
Sebagaimana telah saya terangkan sebelumnya,
sebelum Salat maghrib tidak ada sunat, karena waktunya
sangat sempit. Tetapi, sesudahnya memang ada sunat dua
rakaat, karena sesudah Salat maghrib, biasanya orang suka
bersantap.
Perintah-perintah sunat semacam ini adalah untuk
menjaga Salat-Salat fardhu dari khayalan-khayalan akan
kegiatan ini. Sebelum Salat isya tidak ada Salat sunat, sebab
pekerjaan yang biasanya dikerjakan orang sebelum Salat
isya ini pengaruhnya tidak terus berkelanjutan sampai bada
Salat isya juga. Akan tetapi ditetapkan Salat nafal.
Bagi orang yang ingin atau merasa perlu mengerjakannya
silahkan mengerjakan. Namun, sesudah Salat isya — karena
merupakan waktu tidur dan sesudah bekerja sepanjang
hari orang cenderung ingin beristirahat. Oleh karenanya,
sesudah isya ditetapkan sunat dua rakaat dan tiga rakaat
witir. Sedangkan witir itu dapat juga dikerjakan nanti
(sesudah Salat tahajud, Peny.).
Sebelum Salat subuh ditetapkan dua rakaat sunat
supaya jangan lalai dalam Salat disebabkan oleh kantuk.
Dzikr Ilahi
73
Salat sunat dua rakaat itu mencegah pikiran lalai dan
kantuk. Sesudah Salat subuh tidak ada Salat sunat, sebab
jangka waktu antara bada Salat subuh sampai matahani
terbit orang tidak dapat melakukan suatu pekerjaan yang
istimewa, Ya, pada waktu ini ditetapkan berdzikir.
Inilah cara yang dikaitkan kepada Salat guna
menegakkan tawajuh (membulatkan pikiran dan hati
kepada Allah) di dalam Salat. Akan tetapi, baru kita dapat
meraih faedah dari cara-cara itu, kalau kita pun berusaha
memahaminya.
Oleh karenanya saya menerangkan tentang hal itu
supaya Saudara-saudara mengenalnya dan menarik faedah.
Insya Allah Ta’ala, siapa saja yang setelah ia ingat semua
hikmah ini lalu mengamalkan, niscaya ia akan mengambil
faedah. Ya, hendaklah hal ini diingat baik-baik, bahwa
seperti halnya jasmani manusia mempunyai sendi-sendi,
begitu puIa halnya bacaan-bacaan pada waktu tegak, rukuk,
sujud, dan sebagainya itu merupakan sendi-sendi Salat.
Hendaklah menaruh perhatian yang istimewa pada sendisendi
yaitu kalimat-kalimat yang dibaca itu.
Sekarang saya hendak menerangkan cara untuk
menegakkan tawajuh di dalam Salat yang tidak termasuk
persyatatan di dalam Salat dan tidak pula syariat menetapkan
sebagai bagian Salat. Akan tetapi, siapa yang mengamalkan
cara-cara ini maka ia menegakkan tawajuh di dalam Salatnya.
• Cara yang Kesebelas
Apabila sedang mengerjakan Salat tidak merasa
bertawajuh (tidak khusyuk), maka ucapkanlah bacaanbacaan
secara perlahan. Otak manusia dibuat demikian rupa
keadaannya sehingga suatu hal yang masuk ke dalamnya
berulang-ulang, maka cepat akan diingatnya; sedangkan
apa yang munculnya secara kadang-kadang, maka akan sulit
sekali diingatnya. Umpamanya, kalau muka si Zaid setiap hari
Dzikr Ilahi
74
tampak kepada kita, maka ketika kita teringat kepadanya
maka wajahnya akan segera terbayang di hadapan kita. Akan
tetapi, bila ia jarang-jarang tampak, maka saat mendengar
namanya disebut orang, dalam gambaran tentang mukanya
akan terlintas dalam pikiran kita baru sesudah beberapa
lama kemudian. Sedangkan gambarannya itu pun tidak
sepehuhnya bersih. Kemudian perhatikanlah, bahasa yang
diajarkan saat masih kanak- kanak.
Dalam bahasa ini berbarengan dengan kata-kata dalam
kalimat yang diucapkan orang atau didengar si anak, maka
ke dalam otak si anak masuk makna-maknanya. Misalnya
saja, kalau kata “air” masuk ke dalam otaknya, maka tanpa
suatu upaya mengenal wujud benda itu pun hakikat air
akan masuk ke dalam otaknya. Atau, kalau kata “roti”
didengarnya dari seseorang, maka tak lama kemudian arti
kata roti hadir dalam benaknya.
Perlunya Mengerti Terjemahan Bacaan Salat
Akan tetapi, dalam bahasa asing yang tidak dikuasai
sepenuhnya tidaklah demikian keadaannya, bahkan
sesudah beberapa lama arti kata itu baru masuk ke dalam
otaknya. Misalnya, anak-anak yang sedang belajar bahasa
Inggris. Sebelum mereka mahir dalam bahasa Inggris,
ketika mereka membaca di dalam buku pelajaran mereka
kata “gate” (pintu gerbang), maka hakikat tentang kata
itu tidak akan masuk ke dalam otak mereka. Akan tetapi,
dengan menyebut kata “kucing” gambaran tentang binatang
itu segera terlintas dalam otak mereka.
Itulah sebabnya, kecuali orang-orang yang berbahasa
Arab, pada umumnya orang-orang tuna bahasa Arab. Banyak
orang tidak bertawajuh (khusuk) di dalam Salat, oleh karena
kekhusyu’an baru diraih kalau arti bacaan juga dihadirkan
Dzikr Ilahi
75
di dalam otak. Akan tetapi, disebabkan oleh ketunaan akan
bahasa Arab, pada saat ia membaca kalimat-kalimat bahasa
Arab, bersamaan dengan itu ia tidak dapat membayangkan
arti kalimat-kalimat itu di dalam pikirannya, bahkan arti
dan lafaznya menjadi kacau-balau.
Umpamanya, apabila seseorang mengatákan Iyyaaka
na‘budu, maka di dalam otaknya muncul bukan arti kalimat
itu, bahwa muncul terjemahan dan kalimat Arrahmaanir
Rahiim atau Maaliki Yaumid Din, yang oleh sebab itu tawajuh
tidak dapat ditegakkan dengan sempurna, tidak pula faedah
Salat diraih sepenuhya. Oleh sebab itu, hendaklah orangorang
yang tidak mengetahui benar bahasa Arab dan tidak
mempuyai kemampuan menghadirkan makna seiring
dengan kata seperti halnya dalam bahasanya sendiri, kalau
mereka hendak mengerjakan Salat, selama makna kalimat
yang sedang dibaca belum teringat, jangan meneruskan
bacaannya. Misalya, mereka membaca Bismillaahi (r)
Rahmaanir Rahiim, sebelum mereka ingat benar arti ayat
ini janganlah membaca Arrahmaanir-Rahiim.
Seperti itu pulalah hendaknya mengenai seluruh
ayat, sebab apabila mereka tidak melakukan seperti itu,
niscayalah akan kacau jadinya dan akibatnya yang pasti
ialah pikiran akan berantakan dan ketawajuhan pun tidak
akan timbul.
Mereka yang mengetahui bahasa Arab pun kalau
membaca terus dengan cepat-cepat, maka sungguhpun
maknanya mereka ingat dengan cepat, namun tidak akan
mendapat kesempatan meresapkanya ke dalam hati. Oleh
karena itu, mereka pun hendaknya membaca Al-Qur’an
secara perlahan-lahan dan menghayati setiap bacaannya.
Hal demikian ini bukan saja perlu ketika membaca
Al-Qur’an, melainkan juga pada waktu memberi wejangan
dan nasihat. Sekali peristiwa Hadhrat Abu Hurairah ra
sedang menerangkan hadits dengan cepat-cepat dan kerasDzikr
Ilahi
76
keras, lalu Hadhrat Aisyah ra bersabda, “Siapa gerangan
itu, dan apa yang dikatakannya?” Hadhrat Abu Hurairah
menyebut namanya sendiri dan berkata, “Saya sedang
memperdengarkan hadits Rasulullah ” Lalu Hadhrat
Aisyah berujar, “Adakah Rasulullah pun bersabda seperti
itu?” Mendengar perkataan ini Hadhrat Abu Hurairah
terdiam. Walhasil, Sunnah Rasulullah ialah, bukan hanya
waktu membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, tetapi bahkan
waktu memberi wejangan dan nasihat beliau senantiasa
berbicara perlahan-lahan. Jadi, Saudara-saudara pun harus
mengamalkan perintah dan Sunnah ini guna menegakkan
tawajuh tersebut, sebab nanti akan terjadi kerancuan
antara ucapan dan arti di dalam hati.
• Cara yang Keduabelas
Cara yang Keduabelas adalah yang diterangkan oleh
Rasulullah, akan tetapi di dalam hal ini kebanyakan orang
suka lalai. Mengenai cara itu Rasulullah bersabda bahwa
bila seseorang berdiri untuk mengerjakan Salat, maka
pandangan harus diarahkan ke tempat sujud.
Tidak sedikit orang berbuat seperti ini, yaitu, mereka
biasa mengerjakan Salat sambil memejamkan mata dan
mengira bahwa dengan cara seperti ini mereka akan
bertawajuh. Padahal dengan membuka matalah tawajuh
akan tetap terpelihara. Itulah sebabnya maka Rasulullah
bersabda bahwa pada waktu berdiri hendaknya pandangan
ditujukan pada tempat sujud.
Hadhrat Syihabuddin Suhrawardi di dalam kitab beliau
berjudul Awariful Ma‘arif [bab as-Saabi’ wats Tsalaatsuun fii
washfi shalaat ahlil qarb, jilid 2, h. 15] mengatakan bahwa
dalam rukuk hendaknya memusatkan pandangan ke antara
dua kaki, dan pada hemat saya, ini benar. Dengan cara yang
seperti ini akan memberi faedah kepada pandangan juga
dan juga menimbulkan kegembiraan lebih besar.
Dzikr Ilahi
77
Dalam membatasi jarak pandang terdapat satu hikmah
yang besar. Yaitu, Allah Ta’ala telah mempercayakan hal ini
dalam kelahiran manusia bahwa kalau salah satu inderanya
bekerja maka indera lainnya tidak berfungsi. Misalnya, pada
saat ketika mata sibuk bekerja secara maksimal, pada waktu
itu telinga tidak berfungsi. Karena, pada saat ketika mata
sibuk mengerahkan sepenuh kekuatannya untuk melihat
sesuatu, pada waktu itu bila ada yang memanggil maka
ia tidak akan mendengarnya. Dalam pada itu, bila telinga
sibuk mengerahkan sepenuh dayanya menyimak suatu
suara, maka daya penciuman hidung akan tak berfungsi.
Dalam pada itu, kalau hidung mengerahkan segenap
dayanya untuk mencium suatu benda yang harum, maka
fungsi telinga dan kedua mata akan berhenti. Lalu, apabila
salah satu indera bekerja dengan semaksimal-maksimalnya,
maka indera-indera lainnya tidak bekerja. Akan tetapi,
kalau semua indera tidak bekerja dan sama sekali tidak
sibuk melakukan satu pekerjaan pun, maka akibat negatif
yang timbul ialah berbagai pikiran akan bergelora.
Sebabnya ialah, kalau satu indera sedang bekerja, maka
pikiran-pikiran yang terkait dengan indera-indera yang
lainnya tidak akan datang. Itulah sebabnya maka indera
yang satu ini menghentikan kedatangan khayalan-khayalan
yang lainnya.
Walhasil, pada waktu mengerjakan Salat, bila kedua
mata sedang bekerja dan sibuk melihat, maka aneka ragam
khayalan tidak akan datang ke dalam otak. Kenyataan
ini sekarang telah diketahui setelah adanya eksperimen
fisika. Akan tetapi, perhatikanlah, dengan memperhatikan
eksperimen fisika ini, seribu tiga ratus tahun sebelum ini telah
memberi petunjuk agar selalu membuka mata pada waktu
mengerjakan Salat. Kemudian beliau pun memperhatikan
hal ini pula: indera mana yang harus difungsikan agar kita
terbebas dari bermacam-macam khayalan.
Dzikr Ilahi
78
Bila indera penciuman disuruh bekerja, maka untuk
itu pertama-tama diperlukan wangi-wangian. Kemudian
indera penciuman tidak dapat dikekang. Beragam orang
yang ikut serta dalam Salat atau lewat ke dekat situ,
jika mereka memakai minyak wangi, maka alih-alih
bertawajuh, disebabkan oleh semerbaknya bermacammacam
minyak wangi bergerak dan satu sisi ke sisi yang
lain bagaimana indera penciuman pula dapat dikendalikan,
lataran semerbaknya bermacam-macam minyak wangi itu
bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain. Indera pendengaran
pun seperti hidung tidak dapat dikekang.
Yakni, hal ini berada di luar kemampuan manusia untuk
menerima atau menolak apa yang terdengar sesuai dengan
kehendaknya. Bahkan, manusia terpaksa harus mendengar
semua suara yang nyaring pada waktu yang sama. Bahkan,
tidak sedikit suara kalau terdengar nyaring pada suatu ketika,
kita tidak dapat mendengar satu pun perkataan orang lain.
Pendeknya, seandainya telinga disuruh bekerja, maka
telinga akan mendengar semua suara atau sama sekali tidak
akan mendengar. Akan tetapi, bertolak belakang daripada
indera-indera itu, kedua mata berada dalam ambang batas
kendali manusia. Kedua mata dapat ditempatkan pada satu
tempat dan kita tanpa sungkan-sungkan dapat menjauhkan
pandangan dari barang yang tidak kita inginkan, dan kita
tanpa sungkan-sungkan dapat menaruh pandangan atas
benda yang kita kehendaki.
Walhasil, Rasulullah, atas petunjuk Allah Ta’ala
berkenaan dengan Salat, telah memilih justru indera ini guna
menegakkan tawajuh, dan memerintahkan agar kita harus
senantiasa meletakkan pandangan kita pada tempat sujud.
Akan tetapi, seiring dengan itu, beliau memerintahkan agar
pada tempat sujud jangan ada benda yang indah memikat
hati, bahkan pemandangan harus monoton, yaitu, hanya
satu macam (polos).
Dzikr Ilahi
79
Kalau seorang Muslim memusatkan pandangannya ke
arah tempat sujud, maka:
Pertama berkonsentrasi penuh dalam gagasan beribadah.
Kedua, dengan cara ini indera-indera lainnya — yang
berkaidah: sama sekali harus ditutup atau sama sekali
dibiarkan bebas — akan tertutup.
Ketiga, pasti akan berfaedah sebagai berikut.
Oleh karena yang memotivasikan (menggerakkan)
khayalan-khayalan itu biasanya adalah justru hal-hal yang
bersifat eksternal (pengaruh-pengaruh dari luar) dan
informasi mengenai hal-hal yang bersifat eksternal itu
diperoleh lewat panca indera. Akan tetapi, karena mata
telah difungsikan, makanya indera-indera yang lainnya —
sampai batas tertentu — akan dibatalkan fungsinya. Oleh
sebab di depan mata tidak ada suatu benda yang dapat
menimbulkan khayalan-khayalan lain kecuali Salat, karena
itu tawajuh orang yang beribadah akan tertuju hanya
kepada Salat semata-mata.
Dari Rasulullah terbukti bahwa pada suatu ketika di
depan tempat Salat beliau tergantung tirai yang bergambar,
maka beliau memerintahkan agar tirai tersebut disingkirkan,
karena kehadiran tirai itu membuat tidak dapat bertawajuh.
(Shahih Bukhari, Kitab ash-Shalaat). Perintah ini telah
diberikan untuk diambil faedah oleh umat beliau.
• Cara yang Ketigabelas
Sebagaimana telah saya terangkan, jika seseorang
berdiri untuk mengerjakan Salat, maka berdirilah
dengan lebih dahulu berniat dan memiliki qashd [sudah
bermaksud/bertekad untuk salat. Begitu pula hendaknya ia
beriradah tidak akan membiarkan khayalan apa pun datang
mengganggu dalam Salat. Hal yang demikian itu diketahui
oleh semua orang bahwa sudah seyogianya khayalan jangan
dibiarkan datang mengganggu. Akan tetapi, barang yang
Dzikr Ilahi
80
lama biasanya dilupakan.
Karena itu, apabila kita berdiri hendak mengerjakan Salat,
maka sesaat itu juga kita harus ingat bahwa kita tidak akan
membiarkan khayalan lain mengganggu kita dalam Salat.
• Cara yang Keempatbelas
Jika seorang mukmin berdiri di belakang seorang
imam untuk mengerjakan Salat, maka bacaan sang imam
membuatnya bangun dan membuatnya tetap dalam keadaan
siaga seolah-olah imam itu sedang mengawalnya. (Dari situ
dapat kita ketahui bahwa betapa pentingnya mengerjakan
Salat di belakang seorang imam). Akan tetapi, kalau ia
mengerjakan Salat seorang diri, hendaklah mengamalkan
hal yang tinggi sekali mutunya sebagaimana biasa dikerjakan
oleh Rasulullah, para sahabat nabi, dan para sufi.
Yaitu, ada beberapa ayat yang secara istimewa
menimbulkan Khasy-yat (rasa segan dan takut) kepada Allah,
ayat-ayat itu disebut berulang-ulang. Misalnya, pada waktu
kita membaca Surah Al-Fatihah, kita menyebut berkali-kali
Iyyaaka na‘budu waiyyaaka nasta‘in sehingga apabila diri
kita mulai terombang-ambing oleh aneka macam khayalan,
maka timbul rasa malu dalam diri kita kalau dari mulut
keluar pengakuan sebagai hamba dan budak Allah Ta’ala tapi
secara amalan bebas lari kesana-kemari.
• Cara yang Kelimabelas
Saya hendak menerangkan cara ini untuk orang-orang
yang tidak dapat mengikat niatnya untuk waktu yang lebih
lama, seperti halnya seorang bayi yang sebentar-sebentar
minta susu, sebab ia tidak dapat menahan lapar untuk
waktu yang lama. Demikian pula halnya ada sementara
orang yang biasa memerlukan bantuan seketika.
Mereka yang seperti ini harus berbuat seperti ini: bila
mereka berdiri, mereka harus mengikat niat bahwa mereka
Dzikr Ilahi
81
tidak akan membiarkan suatu khayalan masuk; sedangkan
ketika mereka rukuk, mereka harus mengatakan bahwa
sampai mereka berdiri lagi tidak akan membiarkan suatu
khayalan masuk. Seperti itulah halnya pada setiap adegan
mereka harus mengikat niat yang baru. Dengan niat baru
itu mereka akan meraih suatu kekuatan untuk menjauhkan
segala khayalan yang kacau.
• Cara yang Keenambelas
Apabila kita menyerah kepada pikiran-pikiran, maka
pikiran-pikiran itu tidak akan melepaskan kita. Akan tetapi,
apabila kita melawannya dan mengatakan bahwa kita sama
sekali tidak akan membiarkannya datang mengganggu,
maka pikiran-pikiran itu berhenti.
OIeh karena itu lawanlah dengan keras khayalankhayalan
itu. Lalu apabila suatu khayalan mulai datang,
maka segeralah harus dicegah. Umpamanya, khayalan
datang bahwa anak kita jatuh sakit, bagaimana keadaannya
sekarang? Maka segeralah menghentikan dengan
mengatakan bahwa apabila pikiran itu dibawa ke dalam
hati, maka anak tidak akan menjadi sembuh; dan kalau kita
akan membawanya ke dalam hati, maka ia tidak akan lebih
parah sakitnya.
Oleh karena itu kita sama sekali tidak akan membawa
pikiran itu ke dalam hati. Begitulah kita lakukan seterusnya
sehingga khayalan-khayalan itu tunduk.
• Cara yang Ketujuhbelas
Bila mengerjakan Salat nafal (seorang diri) di rumah,
hendaklah kita membaca qira‘at (ayat-ayat Al-Qur’an)
dengan bersuara keras tapi hanya sekedar terdengar oleh
telinga sendiri. Faedah cara itu ialah, oleh karena telinga
tidak tertutup dengan sesuatu apa pun, makanya sedikit
atau banyak telinga berfungsi. Jika dzikir Ilahi dilakukan
Dzikr Ilahi
82
dengan bersuara juga, tawajuh akan semakin tegak.
Hendaklah cara ini dilakukan, teristimewa dalam
Salat malam. Sebab, pada waktu siang, suasana penuh
dengan suara hiruk-pikuk, sedangkan kalau telinga
difungsikan maka daripada berfaedah malahan kadangkadang
ada bahaya bahwa tawajuh akan berkurang.
• Cara yang Kedelapanbelas
Cara ini mengandung hikmah yang demikian: khayalan
baru senantiasa timbul dari gerakan yang baru. Gerakangerakan
yang dilakukan di dalam Salat itu ialah karena
gerakan-gerakan itu termasuk dalam kerangka ibadah. OIeh
karena itu tidak ada halangan apa-apa dalam melakukan
itu. Akan tetapi gerakan lain selain itu akan membawa
akibat tawajuh akan melantur ke jurusan lain. OIeh karena
itu Rasulullah bersabda bahwa janganlah membuat suatu
gerakan lain di dalam keadaan mengerjakan Salat selain
gerakan yang diperlukan.
Pada kenyataan, dengan membuat gerakan yang tidak
perlu, menjadikan pikiran kacau. Misalnya saja, seseorang
keruan menyentuhkan tangan ke jas.
Saat ia menyentuhkan tangan, datang pikiran
kepadanya bahwa jasnya sudah tua, hendaknya membuat
jas baru. Untuk itu timbul pikiran bahwa dari mana harus
mendatangkan uang. Gaji sangat sedikit. Kemudian terpikir
bahwa gaji pun masih lama akan diterima. Lalu kalau terjadi
kesalahan pada petugas keuangan, ia akan marah-marah
kepadanya. Ia akan tenggelam di dalam khayalan ini, lalu
berpikir ia akan berbuat ini atau itu.
Maka sementara berada dalam keadaan seperti itu,
sekonyong-konyong akan terdengar suara Assalamu‘alaikum
wa Rahmatullah. Sedangkan ia pun akan memalingkan
kepala mengucapkan salam.
Jadi, oleh karena gerakan baru melahirkan suatu
Dzikr Ilahi
83
pikiran baru, makanya hendaklah jangan melakukan suatu
gerakan baru dalam Salat. Sampai-sampai beliau bersabda
bahwa kalaupun ada sebuah kerikil terletak di atas sajadah,
hendaknya jangan pula menyingkirkan benda itu.
Akan tetapi, kalau itu menyulitkan maka hendaknya
dengan sekali gerakan menyingkirkannya. Pendek
kata, selagi mengerjakan Salat, hendaknya sama sekali
menghindarkan diri dari gerakan semacam ini.
• Cara yang Kesembilanbelas
Dalam keadaan berdiri, rukuk, dan sujud hendaklah
mengambil sikap yang sempurna. Yakni, kalau berdiri,
harus berdiri dengan sikap siaga dan gagah.
Bukan begini keadaannya: meletakkan seluruh beban
di atas sebelah kaki, sedangkan kaki yang sebelah lagi
dibiarkan lesu. Sebab, kalau mengambil sikap malas, sebab
musuh akan dapat mengalahkan. Kemudian, sikap siaga
secara lahiriah pun memberi pengaruh kepada kesiagaan
batin. Oleh karena itu, Rasulullah memerintahkan agar di
dalam seluruh gerakan Salat harus tetap bersikap siaga.
• Cara yang Keduapuluh
Beberapa orang sufi telah berlaku berlebih-lebihan
dalam hal ini. Sungguhpun saya tidak suka akan perilaku
berlebihan ini, namun orang mukmin dapat mengambil
faedah daripadanya.
Kejadian Mengenai Hadhrat Syibli
rahmatullah ‘alaihi
Hadhrat Junaid Baghdadi (rahmatullah alaihi) adalah
seorang waliullah besar. Hadhrat Syibli (r.a.) adalah murid
beliau. Hadhrat Syibli dahulunya adalah seorang gubernur.
Dzikr Ilahi
84
Pada suatu ketika datang menghadap di majelis raja
seorang hulubalang yang telah berjasa besar. Di hadapan
majelis para pembesar sang raja menghadiahkan kepada
sang hulubalang tersebut khal‘at (pakaian milik raja yang
diberikan sebagai tanda penghormatan, peny.).
Sang hulubalang itu kebetulan sedang terserang sedikit
selesma. Sebab itu dari hidungnya keluar lendir. Ia lupa
membawa sapu tangan. Dengan sembunyi-sembunyi dari
pandangan raja ia menyeka hidung dengan khal‘at tersebut.
Akan tetapi, perbuatan itu diketahui oleh raja dan bukan
main marahnya karena khal’at telah diperlakukan demikian.
Hadhrat Syibli (r.a.) adalah seorang yang besar rasa
takutnya terhadap Allah. Kejadian itu menorehkan kesan atas
hatinya demikian rupa sehingga ia jatuh pingsan. Tatkala ia
siuman kembali, ia berkata bahwa ia hendak mengundurkan
diri dari jabatan gubernur. Raja pun bertanya ihwal alasannya.
Hadhrat Syibli berkata, ‘Sri Baginda telah
menganugerahkan kepada sang hulubalang ini khal‘at,
tapi ia tidak menghargai anugerah itu, lalu Sri Baginda
telah demikian murkanya. Sedangkan Tuhan telah
menganugerahkan kepada hamba ini nikmat yang tak
terhitung banyaknya. Seandainya hamba tidak menghargai
anugerah-anugerah itu dan tidak mensyukuri nikmatnikmat
itu, betapa Dia akan menghukum diri hamba.”
Setelah itu Hadhrat Syibli menjumpai Hadhrat Junaid
dan berkata kepadanya, “Terimalah saya sebagai murid
Tuan.” Ujar Hadhrat Junaid, “Aku tidak akan menerima
engkau sebagai muridku. Tetap sajalah engkau menjadi
gubernur. Sedangkan dalam keadaan ini engkau pasti
sudah melakukan bermacam-macam keaniayaan terhadap
makhluk Tuhan.” Hadhrat Syibli pun berkata, “Adakah
jalan guna memperbaiki kesalahan saya?” Hadhrat Junaid
berkata, “Pergilah ke daerah-daerah dimana engkau
pernah melaksanakan tugas; datangilah tiap rumah untuk
Dzikr Ilahi
85
menawarkan kepada mereka bahwa seandainya mereka
telah mendapat perlakuan aniaya dari engkau, mereka
boleh menuntut balas.” Ternyata, Hadhrat Syibli pun
berbuat seperti yang dikatakan kepadanya.
Penangkal Kemalasan dalam Salat
Mengenai beliau ada tertulis bahwa kalau beliau
mengerjakan Salat nafal dan pada salah satu di antara
anggota badan beliau terdapat suatu kemalasan, atau
didalam hati muncul khayalan-khayalan yang hendak
mengarahkan perhatian beliau ke arah lain, maka beliau
mengambil tongkat lalu beliau mulai memukuli anggota
badan beliau sehingga tongkat menjadi patah dan
selanjutnya beliau memulai lagi Salat. Pada pemulaannya
seikat kayu diletakkan di dekat beliau.
Ini berlebih-lebihan. Saya rasa hal ini tidak disukai oleh
Islam. Akan tetapi, hal ini berkenaan dengan diri beliau
sendiri. Oleh karena itu, saya tidak sedikit pun menentang
tindakan beliau ini. Ya, pada hemat saya, cara untuk
menghukum diri ialah kalau di dalam salah satu rakaat ada
suatu khayalan timbul, maka hendaklah diperhatikan bahwa
waktu membaca kalimat apa khayalan itu telah timbul.
Kalau ini dimaklumi, maka dari tempat itu kemudian
hendaknya dimulai lagi. Dengan berbuat seperti ini, jika
diri kita benar-benar yakin bahwa sedang bersujud kepada
Tuhan, maka khayalan yang liar itu akan berhenti seketika
dan akan kita memperoleh perasaan tenteram.
• Cara yang Keduapuluh satu
Ditilik dari satu segi, cara ini sangat hebat dan sangat
berhasil guna, sesuai dengan ayat suci Al-Qur’an yang
berbunyi:
Dzikr Ilahi
86
“Dan mereka yang menyingkirkan segala perbuatan yang sia-sia,
tidak mengerjakan perbuatan yang sia-sia.” (Al-Mu ‘minun: 4)
Ada orang-orang yang mempunyai kebiasaan
mengumbar khayalan-khayalan yang laghw (sia-sia).
Pada waktu mereka mengerjakan Salat, bermunculan di
dalam hati mereka khayalan-khayalan yang lain. Akan
tetapi, jika mereka melakukan seperti ini: semenjak dini
tidak membiarkan khayalan-khayalan ini datang, niscaya
keadaan pikirannya yang terpencar itu tidak akan timbul.
Akan tetapi kebanyakan orang senang melamun, padahal
sekali-kali tidak ada faedahnya. Hendaknya jangan sekalikali
membiarkan diri sibuk di dalam khayalan-khayalan
yang hanya semata-mata khayalan belaka itu. Ya, tidak
ada halangan apa pun memikirkan tentang hal-hal yang
bermanfaat serta memberi faedah. Khususnya memikirkan
urusan-urusan yang telah berlalu. Sedangkan sekarang,
dengan memikirkan urusan-urusan itu tidak bisa memberi
suatu faedah apa pun. Memikirkan hal itu merupakan
kejahilan kelas wahid.
Otak Hendaknya Dipakai untuk Pikiran-
Pikiran yang Bermanfaat
Ini merupakan suatu kenyataan bahwa andaikata
kekuatan manusia dikerahkan ke satu arah, maka
tawajuhnya akan tertuju ke arah sana juga. Jadi, jika
seseorang memusatkan pikirannya atas khayalankhayalan
yang tidak logis, maka selanjutnya ia tidak akan
berkemampuan untuk memusatkan pikirannya atas hal-hal
yang benar-benar logis. Jadi, hentikanlah otak dari melayani
khayalan-khayalan yang sia-sia; selanjutnya kerahkanlah
Dzikr Ilahi
87
otak kepada pikiran-pikiran yang positif lagi bermanfaat.
Jika ini diusahakan, niscaya pikiran akan senantiasa
bertawajuh guna merenungkan tentang perkara-perkara
yang bermanfaat. Sedangkan mengalihkan dari satu keadaan
yang sibuk dalam satu perkara kepada pikiran-pikiran
yang lain adalah tidak berguna, bahkan sia-sia. Kecuali bila
Allah menghendaki. Walhasil, otak orang yang memiliki
kebiasaan merenungkan tentang hal-hal yang bermanfaat
tidak akan melantur kian kemari waktu mengerjakan Salat.
• Cara yang Keduapuluh dua
Cara ini pun merupakan cara yang hebat sekali dan
memungkinkan orang dapat meraih kesempurnaan
tertinggi dalam kerohanian. Tatkala Rasulullah ditanya
mengenai apa yang disebut ihsan, beliau bersabda:
“Hendaknya engkau beribadah kepada Allah seperti engkau
sedang melihat-Nya dan jika tidak, sekurang-kurangnya engkau
mengkhayalkan bahwa Dia sedang melihat engkau.” (Diriwayatkan
oleh Muslim).
Yakni, jika kita berdiri untuk mengerjakan Salat, kita
harus membayangkan di hadapan kita bahwa seolah-olah
kita berdiri di hadapan Allah Ta’ala dan Dia tampak di
hadapan kita, tidak tampak menjelma dalam suatu bentuk,
melainkan dalam sifat kegagahan-Nya dan keagungan-Nya.
Seperti itulah, keagungan dan kegagahan-Nya terpatri di
dalam hati dan diri kita memahami bahwa hendaknya tidak
melakukan gerak-gerik yang tanpa makna pada waktu
mengerjakan Salat. Lalu apabila tidak dapat melihat Tuhan,
maka sekurang-kurangnya harus yakin bahwa Tuhan
sedang melihat kita dan pasti membaca segala perasaan
dalam hati kita.
Dzikr Ilahi
88
Kita pasti menyaksikan bahwa pada saat itu ketika kita
sedang mengucapkan Alhamdulillah, hati kita pun sedang
mengucapkan Alhamdulillah juga, atau sedang sibuk
memikirkan sesuatu. Sedangkan bilamana hati bertawajuh
ke arah lain, maka ia harus disesali oleh hati. Rasulullah
bersabda bahwa seorang hamba Allah yang mengerjakan
Salat, sekalipun hanya dua rakaat, tapi ia tidak berbicara
kepada dirinya sendiri dalam Salatnya, seluruh dosanya
dimaafkan. Sekarang renungkanlah, seseorang yang
selamanya mendapati keadaan ini, betapa banyaknya ia
akan memperoleh nilai keutamaan.
Walhasil, menegakkan tawajuh kepada Allah Ta’ala
pada waktu mengerjakan Salat adalah bukan suatu hal yang
sepele. Kemudian janganlah Saudara-saudara menganggap
enteng terhadap cara yang saya terangkan kepada Saudarasaudara
ini, dengan kasih dan karunia Allah, bahkan harus
Saudara-saudara amalkan seutuhnya. Hendaklah diingat
bahwa apabila Saudara-saudara mengamalkannya, maka
Saudara-saudara akan meraih keberkatan.
Hikmah Mengucapkan Assalamu’alaikum
Dalam perkataan Assalamu’alaikum yang menandai
berakhirnya Salat pun terkandung isyarat yang ajaib sekali dan
kita diarahkan untuk menegakkan tawajuh. Cobalah perhatikan,
perkataan Assalamu‘alaikum diucapkan ketika seseorang
datang entah dari mana. Ketika seorang mukmin mengatakan,
Assalamu‘alaikum wa Rahmatullah, saat ia usai dari Salat
seakan-akan ia mengatakan bahwa ia sebelum itu telah pergi
menyatakan penghambaan dirinya ke khadirat Allah.
Sekarang ia telah kembali lagi dan membawa
keselamatan serta rahmat. Namun, oleh karena orang ini
seluruh waktu itu berada di sana, makanya dapat diartikan
demikian: rohnya telah merebahkan diri di depan mahligai
Dzikr Ilahi
89
Tuhan dan ia telah menenggelamkan diri di dalam lautan
ibadah, seakan-akan ia sempat hilang-sirna dari dunia ini.
Walhasil, mengucapkan Assalamu‘alaikum pada akhir
Salat memberi dalil pada kenyataan bahwa seorang mukmin
dihendaki agar menjaga Salatnya dengan selalu bersikap
siaga, sebab pada waktu itu ia hadir di istana Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala pun berfirman:
“Dan mereka yang menjaga Salat mereka dengan ketatnya”
(Al-Mu’minun: 10).
Yakni, kelebihan orang-orang mukmin ialah mereka
selalu menjaga Salat-Salat mereka, sebab setan senantiasa
menginginkan agar Salat-Salat mereka rusak. Akan tetapi,
mereka berusaha dengan sebaik-baiknya menyelamatkan
diri dari serangan-serangan setan ini. Oleh karena itu, setiap
orang seyogianya harus menjaga Salatnya. Bila ia berdiri
guna mengerjakan Salat, ia menganggap dirinya berangkat
untuk menghadap ke hadirat Tuhan.
Sedangkan apabila Salatnya selesai, ia memberi kabar
gembira kepada orang-orang di sebelah kanan dan sebelah
kirinya bahwa ia telah membawa keselamatan bagi mereka.
Akan tetapi, apabila seseorang tidak pergi menghadap ke hadirat
Tuhan, bahkan ia sibuk sendiri dalam pikiran-pikirannya,
hendaknya ia ingat bahwa alangkah dustanya ia sewaktu
mengucapkan Assalamu ‘alaikum. Sebab, ia ingin mengatakan
kepada orang-orang bahwa ia baru datang dari menghadap
kepada Tuhan, padahal berangkat pun ia tidak ke sana.
Oleh karena itu Saudara-saudara hendaklah berusaha
menjaga sebaik-baiknya Salat Saudara-saudara dan terusmenerus
melawan setan yang selalu berupaya menjauhkan
Saudara-saudara dari Tuhan. Lagi pula harus diingat bahwa
seandainya Saudara-saudara akan senantiasa melawan
Dzikr Ilahi
90
setan sepanjang waktu Salat Saudara-saudara dan tidak
akan sudi bertekuk lutut di depannya, maka Allah Ta’ala
akan menganggap Saudara-saudara berada di dalam istana-
Nya juga. Namun, apabila bertekuk lutut, maka Allah pun
akan melepaskan tangan Saudara-saudara. Oleh karena itu
Saudara-saudara perlu melawannya terus-menerus. Jika
Saudara-saudara bertindak demikian, maka pada akhirnya
Saudara-saudaralah yang akan berjaya.
DZIKIR SECARA JAHR (DENGAN SUARA
NYARING)
Sampai saat ini saya telah menerangkan tiga jenis dzikir.
Yaitu: (1) Salat; (2) Al-Qur’anul Karim; dan (3) dzikir-dzikir
yang dikerjakan selain dari Salat, akan tetapi dikerjakan
secara menyendiri. Sekarang ada suatu jenis dzikir lainnya
lagi yang masih belum dibahas. Dzikir itu adalah dzikir yang
dilakukan di dalam majelis. Dzikir yang ini pun mempunyai
dua macam caranya:
• Cara yang Pertama
Kalau kita mendapat kesempatan berkumpul dengan
kawan-kawan seagama kita, pada waktu itu daripada
mempercakapkan tentang hal-hal yang sia-sia lagi yang
bukan-bukan seyogianya menyebut-nyebut tentang
kekuasaan Tuhan, kehebatan-Nya, dan perbuatanperbuatan
kasih-sayang-Nya. Menerangkan tentang Tandatanda
kebesaran-Nya. Dengan itu hati menjadi bersih dan
menggoreskan pengaruh yang amat saleh pada kalbu.
Diriwayatkan oleh Rasulullah bahwa sekali peristiwa
beliau berkenan keluar rumah, maka di dalam mesjid
tampak kepada beliau beberapa orang sedang asyik
mengerjakan Salat dan beberapa orang lagi duduk-duduk
dalam lingkaran, tengah membicarakan soal agama.
Dzikr Ilahi
91
Duduklah Rasulullah bersama mereka ini dan bersabda
bahwa perbuatan ini lebih afdhol daripada perbuatan yang
dilakukan oleh orang-orang yang lainnya itu. Dari situ
kita memaklumi bahwa dzikr jahri (dzikir yang diucapkan
secara terbuka) itu terkadang memiliki nilai lebih daripada
dzikr sirri (dzikir secara diam-diam).
Kadang-kadang saya menyatakan bahwa dzikr jahri
itu pun, secara insidental, penting adanya. Memang,
sewaktu orang-orang berkumpul, pada saat itu dzikr jahri
itu berfaedah. Sebab, dengan mendengarkan pengalaman
orang-orang lain dan memperdengarkan pengalaman
sendiri kepada orang-orang lain, kita lebih banyak mendapat
peluang untuk mengambil dan memberi faedah. Sedangkan
pada saat serupa itu berdzikir secara menyendiri, terkadang
menjurus orang kepada riya (pamer).
Tadarus Al-Qur’an pun termasuk ke dalam semacam
dzikir ini pula. Lagi pula menceramahkan dan menasihatkan
mengenai masalah keagamaan di tengah-tengah para ihwan
seagama pun termasuk di dalam ini pula.
• Cara yang Kedua
Adapun cara dzikir dan jenis ini ialah apa yang
dilakukan di tengah-tengah kumpulan orang-orang yang
antipati. Kecuali agama Islam, segenap agama yang lainnya
memperlakukan sifat-sifat Allah dengan sedikit banyak
kurang tepat atau secara berlebih-lebihan. Jadi, menzahirkan
di hadapan mereka keagungan yang asli dan kebesaran
Allah Ta’ala juga merupakan suatu dzikir. Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman di dalam Surah Al-Muddatsir:
“Hai, engkau yang telah menutupi diri dengan jubah. Bangkitlah
dan peringatkanlah. Dan Tuhan engkau hendaklah engkau
agungkan. ‘‘(Al-Muddatsir 2-4)
Dzikr Ilahi
92
Yakni, selain menakut-nakuti orang-orang dengan azab
Ilahi, Dia memerintahkan supaya menerangkan di muka
mereka kebesaran Allah Ta’ala; dan takbir adalah termasuk
dzikir juga. Pendeknya, menerangkan sifat-sifat Allah Ta’ala
di muka orang-orang dari kalangan luar agama kita dan
membuktikan sifat-sifat itu dengan bertumpu pada dahildalil
pun termasuk dzikir Ilahi.
Dalam Surah Sabbihis marabbikal a‘ala juga ada isyarat
ke arah dzikir ini pula. Dengan menyebut kata-kata yang
jelas Fadzakkir inn nafa ‘ati(dz) dzikra namanya secara jelas
disebut dzikir.
FAEDAH-FAEDAH DZIKIR
Sekarang saya ingin mengemukakan beberapa faedah
daripada dzikir. Faedah terbesar yang diraih dari dzikir
ialah, kita memperoleh keridhaan Allah. Artinya, bukan
karena ini adalah pekerjaan yang saleh, makanya dengan
itu, seperti halnya pekerjaan-pekerjaan yang lainnya, Tuhan
berkenan meridhai, melainkan dengan ini keridhaan Tuhan
menjadi istimewa. Sebab, sebanyak orang melakukan
pekerjaan yang besar, sebanyak itu pula ia diberi pahalanya.
Faedah Pertama: Meraih Ridha Allah
Allah Ta’ala berfirman pada satu tempat mengenai
Dzikir Ilahi Wa ladzikrullahi akbar — “Dan dzikir Ilahi itu
yang terbesar.” (Al-Ankabut: 46). Pada tempat lainnya Dia
berfirman:
Dzikr Ilahi
93
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki
dan perempuan taman surgawi yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai dan di dalamnya mereka akan menetap; dan Dia
menjanjikan pula tempat-tempat tinggal yang baik di dalam
taman-taman abadi. Dan keridhaan Allah-lah yang paling besar.”
(At-Taubah, 9:72)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan setelah
menyebutkan ganjaran-ganjaran yang lainnya tentang
kata-kata Wa ridhwaanullahi akbar, bahwa sungguhpun
keridhaan itu bukan suatu hal yang baru, tapi ini
merupakan suatu hal yang nilainya paling besar. Dan, pada
kenyataannya, ganjaran yang paling besar bagi seorang
hamba Allah adalah kalau Allah menaruh ridha kepadanya.
Untuk meraih ganjaran yang paling besar itu, diterangkan
oleh Allah Ta’ala bahwa orang haruslah berdzikir Ilahi dan
dengan demikian ia pun akan mendapat keridhaan Allah.
Faedah yang Kedua: Ketenangan Batin
Faedah yang kedua ialah dengan dzikir Ilahi dapat
diperoleh ketenangan batin. Ternyata Allah Ta’ala berfirman:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan
mengingat Allah hati akan memperoleh ketenteraman.” (Ar-Ra‘d:
29)
Dengan berdzikir diperoleh ketenteraman hati, sebab
kegelisahan itu biasanya timbul pada saat ketika orang
mengerti bahwa ia akan menjadi binasa dikarenakan oleh
suatu musibah. Andai ia yakin bahwa bagi setiap musibah dan
kesulitan ada obatnya maka sudah pasti ia tidak akan gelisah.
Jadi, apabila seseorang mengerjakan dzikir Ilahi dan
memahami bahwa Allah memiliki kekuatan-kekuatan yang
Dzikr Ilahi
94
tidak mengenal batas dan Dia mampu menjauhkan segala
bentuk kesulitan, maka ia akan berkata bahwa kalau Tuhan
demikian peri keadaannya, maka musibah apa saja yang
perlu ditakutinya? Dia Sendiri akan menjauhkan musibah
itu. Dengan demikian ia mendapati perasaan tenteram.
Faedah yang Ketiga: Menjadi Sahabat Allah
Adapun faedah yang ketiga ialah, Tuhan mengambil
seorang hamba yang biasa berdzikir sebagai sahabat-
Nya dan di dalam dunia ini juga Dia akan senantiasa ingat
kepadanya. Allah berfirman:
“Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku pun akan ingat kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah menolak nikmat-Ku.”
(Al-Baqarah, 2:153)
Berdzikir kepada Tuhan berarti Dia memberi
kesempatan menghadap kepada-Nya. Seperti halnya
seorang raja dunia biasa memanggil seseorang ke istananya,
demikian pula Tuhan berbuat seperti itu.
Faedah yang Keempat: Tercegah dari Hal Nista
Dzikir Ilahi mencegah manusia dari berbuat hal-hal
yang nista, seperti ternyata Allah Ta’ala berfirman dalam
Al-Qur’anul Karim:
“Bacakanlah apa yang diwahyukan kepada engkau
dari alkitab, dan dirikanlah Salat. Sesungguhnya Salat itu
Dzikr Ilahi
95
mencegah orang dari kekejian dan kejahatan yang nyata;
dan sesungguhnya dzikir Ilahi itu kebajikan yang terbesar.”
(Al-Ankabut, 29: 46) Yakni, Allah Ta’ala berfirman kepada
Rasulullah supaya beliau membacakan kepada orang-orang
Kitab yang diberikan kepada beliau dan supaya mendirikan
Salat. Adapun Salat itu mencegah manusia dari berbuat
jahat dan keburukan.
Berdzikir Ilahi itu besar sekali nilainya dan Allah
Maha Mengetahui tentang apa-apa yang diterangkan oleh
beliau. Sebagaimana telah saya terangkan sebelum ini,
Salat pun merupakan dzikir Ilahi juga. Dengan ini terbukti
bahwa dzikir Ilahi itu mencegah kejahatan dan keburukan.
Mengapa demikian? Karena, dzikir Ilahi itu sesuatu yang
besar nilainya. Bila “ia” memukul kepala setan, setan akan
mati dan setan itu tidak akan berhasil memacu manusia
melakukan perbuatan yang buruk.
Faedah yang Kelima: Hati Menjadi Tegar
Dzikir Ilahi membuat hati menjadi tegar menciptakan
kekuatan untuk melawan. Orang tidak akan mudah
menyerah, bahkan ia berdiri dengan tegar menghadapi
perlawanan. Allah Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhadaphadapan
dengan sebuah lasykar musuh, maka hendaklah kamu
bersiteguh dan mengingat Allah sebanyak-banyaknya supaya
kamu berjaya.” (Al-Anfal, 8:46)
Dengan perkataan lain Allah berfirman: wahai,
kaum Muslimin! Jika kamu sekalian mau bertolak guna
menghadapi suatu kekuatan musuh yang perkasa, maka
Dzikr Ilahi
96
lakukanlah hal ini: mulailah kamu sekalian berdzikir
Ilahi. Maka sebagai buahnya, musuh kamu sekalian pasti
akan mengambil langkah seribu dan kamu sekalian akan
mengalahkan mereka.
Faedah yang Keenam: Berhasil Mencapai
Maksud
Pelaku dzikir Ilahi biasanya berhasil mencapai setiap
maksudnya, seperti terbukti dari ayat ini:
“...Dan berdzikirlah sebanyak-banyaknya supaya kamu sekalian
berhasil.” (Al-Jumu‘ah: 11)
Faedah yang Ketujuh: Mendapat Teduhan
di Hari Kiamat
Rasulullah bersabda, pada hari kiamat ada tujuh orang
yang di atas mereka bayang-bayang Tuhan akan meneduhi
mereka. Di antara ketujuh orang itu terdapat seorang
pelaku dzikir.
Rasulullah bersabda, hari itu akan merupakan hari yang
demikian gawatnya sehingga semua nabi akan dicekam rasa
takut, dan tak pernah Tuhan begitu rupa murkanya seperti
pada hari itu; sebab, semua orang nakal akan dihadapkan
kepada-Nya. Matahari pun akan sangat dekat. Dapat kita
bayangkan betapa beruntungnya mereka yang berada di
dalam keadaan yang serupa itu dan bayang-bayang Tuhan
meneduhi mereka.
Dzikr Ilahi
97
Faedah yang Kedelapan: Terkabulnya Doa
Doa-doa para pelaku dzikir dikabulkan oleh Allah.
Doa-doa yang kita jumpai di dalam Al-Qur’an, yang
pertama-tama disebut adalah Tasbih dan Tahmid. Doa yang
pertama adalah Surah Al-Fatihah yang dimulai dengan
bacaan: *)Untuk terjemahan silakan periksa Al-Qur’an dan
Terjemahnya (cat. kaki. Peny).
Sedangkan kata-kata:
ditempatkan di tengah-tengah. Paruh (bagian) yang
pertama dari Surah Al-Fatihah adalah teruntuk bagi Tuhan
dan paruh yang kedua adalah teruntuk bagi hamba-hamba-
Nya. Kemudian:
Dia berfirman, ini adalah doa, tetapi yang pertama
diletakkan oleh Allah Ta’ala adalah dzikir dan sesudah
itu doa. Seperti halnya di dunia ini kita melihat bahwa
kalau seseorang hendak memohon sesuatu kepada orang
lain, maka tindakan pertama ia akan merayu dengan cara
memuji-mujinya, kemudian barulah ia menyampaikan
permohonannya.
Demikian pula halnya manusia, kalau ia mau
menghadap kepada Tuhan. Hendaknya ia lebih dahulu
menyebut kekuasaan Tuhan dan menyatakan ketidak
berdayaan dirinya. Nabi Yunus pun berdoa mengenai diri
beliau sendiri:
“Tiada Tuhan selain Engkau, Engkau-lah Mahasuci. Sesungguhnya
Dzikr Ilahi
98
aku termasuk orang-orang yang aniaya.”(Al-Anbiya : 88)
Dalam ayat Nabi Yunus as lebih dahulu menyanjung
Tuhan atau bertasbih, sesudah itu beliau mengemukakan
peri keadaan beliau sendiri. Kemudian Rasulullah bersabda:
Dikatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa
yang membuat dirinya sibuk dalam berdzikir kepada-
Ku, Aku akan menganugerahkan kepadaya lebih banyak
daripada apa yang dimintanya . “(Al-Hadits)
Bukan berarti, menurut hadits ini, bahwa tidak usah
berdoa. Sebab, di dalam Surah Al-Fatihah, yang adalah Induk
Al-Qur’an, terkandung juga doa bersama-sama dengan
dzikir. Sedangkan di dalam Al-Qur’anul Karim dan di dalam
hadits-hadits terdapat banyak sekali doa diajarkan.
Melainkan artinya ialah, seseorang yang di samping ia
berdoa, ia berdzikir pula serta menyisihkan waktu ketika ia
berdoa untuk berdzikir, akan diberi imbalan lebih banyak
dari pada siapa yang tidak pernah berdzikir tapi hanya
berdoa melulu.
Faedah yang Kesembilan: Pengampunan Dosa
Faedah yang kesembilan ialah, dosa-dosa akan
dimaafkan. Rasulullah pernah bersabda bahwa siapa
yang biasa membaca takbir (Allahu Akbar), tahmid
(Alhamduhllah), dan tasbih (Subhanallah), dosa-dosanya
akan dimaafkan, tak ubahnya seperti busa di permukaan
air laut akan hilang sirna.
Dzikr Ilahi
99
Faedah yang Kesepuluh: Terbukanya
Pintu-Pintu Ilmu dan Makrifat
Otak menjadi tajam dan pintu ilmu-ilmu makrifat dan
ilmu-ilmu yang indah akan terbuka bagi pelaku dzikir
sehingga ia sendiri merasa heran. Allah Ta’ ala berfirman:
“Dalam kejadian seluruh langit dan bumi, dan pertukaran malam
dan siang sesungguhnya ada Tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. Yaitu, orang-orang yang ingat (dzikir) kepada Allah, ketika
berdiri dan duduk dan ketika berbaring miring atas rusuknya,
dan mereka bertafakur tentang kejadian seluruh langit dan bumi
sambil berkata, “Ya, Tuhan kami, tidaklah Engkau menjadikan
segala ini sia-sia. Mahasuci Engkau dari perbuatan yang sia-sia,
maka peliharalah kami dari siksaan Api.” (Al-Imran: 191- 193)
Faedah yang Kesebelas: Menciptakan
Ketakwaan
Tercantum di dalam hadits sebagai berikut:
Dzikr Ilahi
100
Dari Abu Hurairah radliyallahu’anhu berkata, RasuluIlah
bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman “Aku berada dalam
prasangka hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia
mengingat-Ku, bila seorang hamba Allah berdzikir kepada-
Ku di dalam hatinya, Aku pun akan berdzikir di dalam
hati-Ku juga.” Misalnya, bila manusia berkata, Subhanallah
— wahai Allah, Mahasuci Engkau, maka Allah Ta’ala pun
mengatakan kepada orang tersebut: engkau pun akan
meraih kesucian. Dan apabila Dia mengatakan demikian,
niscayalah akan terjadi hal demikian.
Kemudian Dia berfirman: “Bila hamba-Ku menyebutnyebut-
Ku di depan khalayak, maka Aku akan menyebutnyebutnya
juga dengan lebih baik. Aku akan dengan gencar
menyebut dia di tengah-tengah khalayak orang-orang mutaki
lagi saleh, dan khalayak pun akan mengumandangkan
bahwa ia adalah orang muttaqi.
“Dan barangsiapa yang menghampiri Aku sejengkal,
Aku akan menghampirinya sehasta, dan bila ia
menghampiri-Ku sehasta, Aku akan menghampirinya
sedepa, dan bila ia datang kepada-Ku berjalan, maka Aku
akan menghampirinya berlari.” (Shahih al-Bukhari, Kitab at-
Tauhid)
Faedah yang Keduabelas: Menumbuhkan
Kecintaan Kepada Allah
Cinta akan semakin berkembang, sebab merupakan
suatu kaidah pada manusia bahwa manusia akan jatuh hati
pada sesuatu yang ia setiap waktu berhubungan dengannya.
Sampai-sampai didalam diri seseorang timbul kecintaan
terhadap desa atau kota tertentu, yang telah lama ia tinggal
di dalamnya. Wahasil, bila seorang hamba Allah pagi dan
petang, bahkan setiap saat, mengingat serta menyebut nama
Dzikr Ilahi
101
Tuhan secara berulang kali, maka kecintaan kepada Tuhan
akan berkembang di dalam dirinya secara perlahan-lahan.
Demikianlah saya telah menguraikan secara ringkas
faedah-faedah dzikir Ilahi dan saya berdoa semoga Allah
Ta’ala melimpahkan faedahnya kepada diri saya, begitu
pula kepada Saudara-saudara sekalian. Amin!
Catatan-Catatan yang terdapat dalam buku
‘Dzikr Ilahi’ teks Urdu di halaman terakhir
Hudhur II ra telah bersabda bahwa seseorang telah
bertanya kepada beliau mengenai malaikat-malaikat yang
telah beliau ra lihat seperti apa bentuknya. Hudhur menjawab,
“Bentuk malaikat itu bermacam-macam. Saya telah melihatnya
dalam berbagai macam corak bentuk, dan sebagian dalam
corak yang tidak pernah saya lihat di dunia ini. Hal yang
sebenarnya ialah para malaikat tidak dapat memperlihatkan
bentuk aslinya kepada manusia. Itulah sebabnya, di satu
kesempatan ia nampak dalam bentuk manusia dan di
kesempatan lainnya dalam bentuk yang lain lagi.”
Seseorang bertanya, “Hendaknya di hari Jumat pun
harus membaca Al-Quran, lalu kenapa di sini (di Qadian
pada hari Jumat tidak ada dars yang disampaikan) tidak ada
Dars al-Qur’an?”
Hadhrat Khalifatul Masih ats-Tsaani ra menjawab
mengenainya, “Hari Jumat pun hendaknya harus membaca
Al-Qur’an. Dars Al-Qur’an tidak dilakukan. Dars adalah
satu jenis dari Ta’lim (pembelajaran). Hari Jumat telah
ditetapkan bagi orang-orang Islam sebagai hari untuk libur.
Sehingga aktivitas ta’lim ditinggalkan saat hari itu. Segi
kedua: di hari ini ada ibadah yang ditunaikan, yaitu khotbah
Jumat. Khotbah Jumat berperan sebagai Dars .”
Dzikr Ilahi
102
Menanggapi pertanyaan tentang memegang tasbih saat
berdzikr, Hadhrat Khalifatul Masih ats-Tsaani ra menjawab
bahwa itu adalah bid’ah.
Terkait tidak berbicara (ngobrol) setelah Salat Isya,
seseorang bertanya kepada Hadhrat Khalifatul Masih ats-
Tsaani ra, “Apakah tuan juga tidak berbicara dengan istri
anda?” Hudhur II ra menjawab, “Tanpa adanya keperluan
yang khas (urgent) dengan siapapun saya tidak berbicara.
Termasuk dengan istri saya.”
Ayat Kursi
Surah Al-Ikhlas
Surah Al-Falaq
Surah an-Naas
Dzikr Ilahi
103
Daftar Istilah Penting
Untuk kepentingan pembaca, beberapa istilah Islam perlu
dijelaskan di bawah ini.
Allah
Allah adalah nama pribadi Tuhan dalam Islam. Untuk
menunjukkan rasa hormat yang tepat bagi-Nya, umat Islam
sering menambahkan Ta’ala, Yang Maha Tinggi, ketika
mengucapkan nama-Nya yang Kudus.
Adzan
Panggilan atau seruan untuk Doa Islam secara resmi (yaitu
salat berjamaah di 5 waktu yang telah ditentukan).
Komunitas Muslim Ahmadiyah
(Jemaat Islam Ahmadiyah)
Komunitas Muslim yang menerima klaim Hadhrat Mirza
Ghulam Ahmad as dari Qadian sebagai Hadhrat Masih
Mau’ud as (Imam Mahdi). Komunitas ini didirikan oleh
Hadhrat Masih Mau’ud as pada tahun 1889, dan sekarang
di bawah kepemimpinan Khalifah kelima, Hadhrat
Mirza Masroor Ahmad (semoga Allah Ta’ala senantiasa
menguatkan beliau). Komunitas ini juga dikenal sebagai
Jemaat Ahmadiyah. Seorang anggota Komunitas ini disebut
sebagai seorang Muslim Ahmadi atau Ahmadi.
Aliim
Salah satu atribut atau sifat Allah, yang berarti Maha Mengetahui.
Dzikr Ilahi
104
Pertemuan Tahunan
Sebuah konferensi yang diadakan setiap tahun dan dihadiri
oleh para Muslim Ahmadi dan dihadiri juga non-Ahmadi
(baik Muslim atau non-Muslim) dalam jumlah besar di
berbagai Negara di seluruh dunia. Konferensi tahunan ini
diprakarsai oleh Hadhrat Masih Mau’ud as pada tahun 1891.
Hal ini dikenal dengan nama Urdu aslinya, Jalsah Salanah.
Hadis
Sabda-sabda Nabi Suci Muhammad (shallallahu alaihi wa sallam)
Hadhrat
Sebuah istilah penghormatan yang ditujukan untuk orang
yang mapan dalam kesalehan dan kesucian.
Hudhur
Yang Mulia.
Nabi Suci saw (Holy Prophet saw)
Sebuah istilah yang digunakan secara eksklusif untuk
Hadhrat Muhammad, Nabi Islam saw (damai dan berkah
Allah atas beliau).
Al-Qur’an
Kitab yang diturunkan oleh Allah untuk bimbingan bagi
seluruh umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi
Muhammad (damai dan berkah Allah atas beliau), dalam
waktu dua puluh tiga tahun.
Dzikr Ilahi
105
Khabiir
Sebuah atribut Allah, yang berarti Maha Mengetahui.
Khalifah
Khalifah berasal dari kata Arab, ‘Khalifah’, yang disini
berarti pengganti. Dalam terminologi Islam, sebutan
Khalifah Rasyidah diterapkan kepada empat Khalifah yang
melanjutkan misi Nabi Muhammad saw, Nabi Suci Islam. Bagi
para Muslim Ahmadi mengacu pada penerus dari Hadhrat
Masih Mau’ud as, mereka menyebutnya sebagai Khalifatul
Masih.
Khaliq
Sebuah atribut atau sifat Allah, yang berarti Sang Pencipta.
Muslih Mau’ud
Sebuah istilah yang berarti Reformer yang Dijanjikan,
diterapkan untuk Hadhrat Khalifatul Masih II - , Mirza
Bashiruddin Mahmud Ahmad ra Beliau disebut Muslih
Mau’ud karena beliau lahir sesuai dengan nubuat yang
disampaikan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as pada tahun
1886 tentang kelahiran anak saleh yang akan diberkahi
dengan kemampuan, sifat-sifat dan kekuasaan istimewa.
Kehidupan dan karya Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud
Ahmad ra adalah kesaksian pemenuhan nubuatan itu.
Salat dan Doa
Ada tiga istilah Islam, semuanya kadang diterjemahkan
sebagai doa (prayer dalam bahasa Inggris), hal mana harus
Dzikr Ilahi
106
dibedakan. Istilah pertama adalah doa atau permohonan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Doa dapat dilakukan setiap
saat dan dalam bahasa apapun. Ini tidak memerlukan
sikap-sikap tubuh yang ditentukan secara formal. Do’a
diterjemahkan dalam teks sebagai ‘doa’.
Kedua, istilah Salat mengacu pada lima Doa harian
yang ditetapkan untuk semua Muslim. Tidak seperti doa
dalam pengertian umum, salat memiliki waktu yang tetap
dan sikap-sikap atau gerakan-gerakan jasmaniah yang
ditunjukkan dan telah ditetapkan.
Kami telah mempertahankan istilah Salat dalam terjemahan.
Setiap Salat dibagi menjadi Rakaat-rakaat. Setiap Rakaat
mencakup beberapa postur, seperti Qiyam - berdiri, ruku’,
Qa’adah duduk, dan sujud - Sajdah.
Doa yang ditentukan (Salat) memiliki tiga komponen: Fardu,
yang diperintahkan oleh Allah, Sunnah, yang diamalkan
secara teratur oleh Nabi Suci saw dan diperintahkan oleh
beliau, dan Nafl, komponen salat sukarela (dibahas di
bawah).
Nafl berarti melakukan lebih dari yang diperlukan oleh
kewajiban yaitu hal ini sukarela. Nawafil adalah jamak dari
Nafl. Nawafil, yang mirip bentuknya dalam Salat, dapat saja
dilakukan secara mandiri atau bersama dengan salat yang
telah ditentukan. Nawafil, meskipun tidak wajib, adalah
sangat bernilai. Salah satu Salat Nafl yang besar nilainya
adalah Tahajjud, salat di akhir malam sebelum Subuh.
Masih Mau’ud (Al-Masih yang Dijanjikan)
Istilah ini mengacu pada pendiri Komunitas Muslim
Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as dari Qadian.
Beliau mengklaim bahwa beliau telah diutus oleh Allah
Dzikr Ilahi
107
sesuai dengan nubuat atau kabar gaib sebelumnya dari
Nabi Suci saw, Hadhrat Muhammad Rasulullah mengenai
kedatangan Mahdi (Seorang Yang Ditunjuk Tuhan) dan Al-
Masih dari kalangan umat Islam, di hari-hari terakhir (akhir
zaman).
Tasbih
Pemuliaan Allah dengan mengucapkan subhanallah (Maha
Suci Allah), atau frase lainnya.
Tahmid
Mengungkapkan berkat karunia Allah dengan mengucapkan
Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah).
Takbir
Memproklamirkan Kebesaran Allah dengan mengucapkan,
Allahu Akbar (Allah Mahabesar)
Tirmidzi
Sebuah buku yang berisi koleksi Hadis.
Qadir
Satu sifat Allah, yang berarti Maha Kuasa.
Quddus
Sebuah atribut atau sifat Allah, yang berarti Maha Suci.
Dzikr Ilahi
108
Zakat
Sedekah yang ditetapkan jumlah dan waktu pembayarannya.
Dzikr dan dzikr-i-Ilahi (Di bahasa Indonesia menjadi zikir
atau dzikir)
Dzikr adalah kata Arab yang berarti mengingat. Dzikr-i-
Ilahi berarti mengingat Allah.

0 komentar:

Post a Comment