Ahmadiyya Priangan Timur

.

Wednesday 18 February 2015

PENTINGNYA AMAL SALIH BAGI ORANG MUTAKI (BERTAKWA)

”Aku katakan kepada Jemaatku, yang diperlukan adalah amal salih. Jika ada sesuatu yang dapat mencapai Allah Ta’ala adalah amal-amal salih:

 “kepada-Nya naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal salih diangkat-Nya” – Al-Fathir, 11   

Allah Ta’ala Sendiri berfirman, bahwa saat ini qalam (pena) aku menyamai pedang-pedang Rasulullah saw., namun kemenangan dan pertolongan hanya diraih oleh orang mutaki (bertakwa). AllahTa’ala telah menjanjikan:

dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman” – Ar-Rūm, 48 

 “dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan orang-orang yang beriman” – An-Nisā, 142 

Oleh karena itu ingatlah, kemenangan kalian adalah karena takwa. Jika tidak, Arab dahulunya hanyalah tukang ceramah, tukang pidato dan penyair. Mereka telah menerapkan ketakwaan dan Allah Ta’ala telah menurunkan malaikat-Nya untuk menolong mereka.

Jika manusia membaca sejarah maka akan tampak olehnya bahwa sekian banyak kemenangan yang diraih oleh para sahabah ridhwānullāhi ‘alaihim ajma’īn bukanlah karena kekuatan dan upaya manusia, hingga Utsman r.a. dalam tempo 20 tahun kerajaan Islam telah menyebar ke seantero manca negara.

Sekarang, katakanlah, apakah manusia dapat berbuat demikian? Oleh karena itu Allah Ta’ala berkali-kali berfirman:

 “sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” – An-Nahl, 129 

Mutaki itu artinya orang yang takut. Pertama, orang yang meninggalkan keburukan, dan kemudian yang menyampaikan kebaikan. Mutaki itu mengandung arti meninggalkan keburukan, sedangkan muhsin menginginkan penyampaian kebaikan. Mengenai hal itu aku membaca sebuah hikayat, yakni ada seorang suci yang mengundang seseorang untuk makan. Sepenuhnya beliau telah menjamu tamunya dengan baik dan secara pantas. Ketika sang tamu telah selesai makan maka orang suci itu dengan rendah hati mengatakan, “Saya belum dapat melakukan pengkhidmatan yang pantas untuk anda.”

Tamunya berkata, ”Sebenarnya Tuan tidak berbuat ihsan (baik) kepada saya, melainkan sayalah yang telah berbuat ihsan (baik) kepada Tuan, sebab ketika Tuan sedang sibuk [mempersiapkan makanan], kalau saya membakar barang-barang milik Tuan maka apalah jadinya”. 

Ringkasnya, tugas orang mutaki adalah meninggalkan keburukan-keburukan, dan lebih maju dari itu adalah menyampaikan kebaikan, yaitu yang disebut di sini muhsinin (orang yang berbuat ihsan/baik). Manusia baru daoat menjadi seorang mutaki sempurna apabila ia meninggalkan keburukan-keburukan lalu memperhatikan apa saja yang merupakan kebaikan.” 

(Malfuzhat, jld I, hlm. 178-179).

0 komentar:

Post a Comment