Ahmadiyya Priangan Timur

.

Tuesday, 10 February 2015

PENTINGNYA COBAAN (UJIAN)

Sebab  cobaan itu penting. Sebagaimana ayat ini mengisyaratkan:
 
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? – Al-Ankabūt, 3

 Yakni, Allah Ta’ala berfirman, bahwa orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah” lalu mereka memperlihatkan keteguhan maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka.

Adalah kesalahan para ahli-tafsir  yang mengatakan bahwa turunnya para malaikat bahwa itu terjadi pada saat sakratul¬maut. Itu tidak benar. Artinya adalah, bahwa orang-orang  yang membersihkan hati mereka serta menghindarkan diri dari kekotoran najis  yang membuat manusia jauh dari Allah, maka di dalam diri manusia akan timbul suatu keserasian (kecocokan) bagi rangkaian ilham. Untaian ilham akan mulai mengalir. Kemudian mengenai kemuliaan orang mutaki (bertakwa) Dia berfirman di tempat lain”

“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada ketakutan terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” – Yunus, 63

Yakni, orang-orang yang merupakan wali (sahabat) Allah, mereka tidak akan memperoleh kedukaan. Seseorang yang Tuhan itu cukup  baginya, dia tidak akan merasakan kesusahan. Orang yang melawannya tidak akan dapat memberikan kemudaratan padanya, yaitu jika Tuhan menjadi sahabat (wali) baginya. Kemudian Dia berfirman:

 “dan kami memberi kabar suka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepada kamu” -  Hā  Mīm – As-Sajdah, 31

Yakni,  “Hendaknya kalian bergembira akan surga yang telah dijanjikan bagi kalian”.
 Di dalam ajaran Al-Quran ditemukan bahwa  terdapat dua buah surga bagi manusia.  Seseorang yang menjalin kecintaan dengan Tuhan, dapatkah dia itu tinggal di dalam kehidupan yang membakar? Tatkala di  sini (di dunia) saja  sahabat seorang penguasa menjalani  sejenis  kehidupan surgawi, maka kenapa pula pintu surga tidak akan terbuka bagi wali-wali (sahabat¬-sahabat) Tuhan? 

Walaupun dunia ini penuh oleh kesengsaraan dan musibah, namun siapa yang tahu bahwa betapa mereka itu merasakan kelezatan.  Seandainya mereka memperoleh kesedihan - menanggung derita barang setengah jam saja pun sudah sulit - padahal seluruh umur mereka itu mereka lalui dalam kesengsaraan.

Seandainya kepada mereka diberikan sebuah pemerintahan  dalam suatu zaman supaya mereka mau menghentikan pekerjaan mereka, maka kapan pula mereka akan mau mendengar kata orang lain? Demikian pula sekiranya gunung akan meletus, mereka tidak akan meninggalkan iradah (kehendak) mereka.”   (Malfuzat, jld I, hlm 16 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).
 

0 komentar:

Post a Comment