Pada tgl. 30 Januari 1898 Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:
Kegembiraan-kegembiraan duniawi pada hakikatnya tidak lebih dari ... sebab semua itu bersifat sementara dan hanya untuk beberapa hari saja. Akibat kegembiraan-kegembiraan itu manusia menjadi jauh dari Tuhan.
Namun kelezatan yang ada di dalam pandangan Tuhan adalah sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah oleh suatu indera lainnya, ia adalah sesuatu yang bakal tampil keluar. Setiap saat darinya akan timbul ketentraman baru yang tidak pernah terlihat sebelumnya.
Manusia memiliki hubungan yang istimewa dengan Allah Ta’ala. Orang-orang yang memiliki irfan (makrifat/pengetahuan), mereka telah melakukan perbincangan mendalam tentang hubungan pasangan antara basyariyah (kemanusiaan) dengan Rabbubiyyah (Ketuhanan). Jika sebongkah batu dilekatkan pada mulut bayi, apakah ada orang bijak yang beranggapan bahwa dari batu itu akan keluar air susu, dan sang bayi akan kenyang? Sama sekali tidak!
Demikian pula manusia tidak akan menjatuhkan diri di hadapan Singgasana Allah Ta’ala, ruhnya tidak akan luluh dan tidak menciptakan serta tidak dapat menciptakan hubungan dengan Rabbubiyyah, selama dia tidak meluluhkan dirinya atau menyerupa9 mati -- sebab Rabbubiyyah menghendaki hal itu -- maka selama itu pula dia tidak akan dapat meraih air susu ruhani.
Di dalam (……??) tercakup juga segala kelezatan makanan dan minuman. Akibatnya lihatlah, tidak lain hanyalah kekenyangan (kenyang). Bersikap angkuh (merasa bangga) atas perhiasan, kendaraan, rumah-rumah bagus, atau sombong atas kekuasaan maupun keluarga, semuanya itu adalah sesuatu yang pada akhirnya akan menjadi semacam kehinaan yang menimbulkan kepedihan dan membuat perasaan menjadi sedih serta tidak tentram.
Di dalam hiburan pun tercakup juga di dalamnya kecintaan terhadap perempuan-perempuan. Manusia pergi kepada perempuan, tetapi tidak lama kemudian kecintaan dan kelezatan itu berubah menjadi kebosanan. Namun jika semua itu dilakukan setelah terjalin kecintaan hakiki dengan Allah Ta’ala, maka yang akan diperoleh adalah ketentraman demi ketentraman, serta kelezatan demi kelezatan sejati menjadi terbuka dan semakin masuk ke dalam suatu ketentraman yang abadi serta tidak akan punah. Di situ tidak lain yang ada hanya kesucian dan kekudusan.
Itulah kelezatan yang terdapat dalam Allah. Berusahalah untuk mendapatkannya, dan dapatkanlah hal itu hanya dari-Nya, sebab hanya itulah kelezatan yang hakiki.”
(Malfuzhat, jld. I, hlm. 211-212).
0 komentar:
Post a Comment