“Untuk menjadi seorang mutaki terdapat syarat supaya menjalani hidup ini dengan kerendahan hati dan kesederhanaan. Ini adalah sebuah cabang ketakwaan, yang dengan perantaraannyalah kita akan melawan amarah (murka) yang bukan pada tempatnya. Tahapan yang terakhir dan yang paling sulit bagi orang-orang yang memperoleh makrifat serta bagi para shiddiq adalah menghindarkan diri dari amarah (murka)
Kesombongan dan keangkuhan timbul dari amarah, dan kadang-¬kadang amarah itu sendiri merupakan hasil dari kesombongan dan keangkuhan, sebab amarah tersebut timbul tatkala seorang manusia menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain. Aku tidak ingin kalau warga Jemaatku satu sama lain saling menganggap hina atau menganggap lebih tinggi, atau bersikap angkuh terhadap satu sama lainnya maupun memandang rendah. Tuhan mengetahui siapa yang besar atau siapa yang kecil. Hal demikian itu adalah semacam kenistaan. Dirisaukan bahwa kehinaan tersebut tumbuh besar bagaikan benih dan mengakibatkan kehancuran baginya.
Sebagian orang menemui orang-orang besar dengan penuh hormat. Akan tetapi orang besar adalah dia yang mendengarkan (memperhatikan) perkataan orang miskin dengan kerendahan hati, membahagiakan hatinya, menghormati perkataannya, tidak mengeluarkan kata-kata sinis yang dapat melukai hatinya. Allah Ta’ala berfirman:
“dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan, seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang aniaya” - (Al-Hujurat, 12).
Yakni, “Janganlah kalian saling mengimbau dengan panggilan buruk. Sikap yang demikian itu adalah suatu perbuatan buruk dan dosa. Barangsiapa mengejek-ejek orang lain, dia tidak akan mati sebelum dia sendiri tenggelam dalam hal seperti itu. Janganlah kalian menganggap hina saudara-saudara kalian.
Kalian semua minum dari satu telaga yang sama, maka siapa yang tahu bahwa sudah nasib seseorang ia akan minum air yang lebih banyak. Seseorang tidak dapat menjadi terhormat dan terpandang berdasarkan ketentuan-ketentuan duniawi. Di sisi Tuhan, orang yang besar itu adalah orang yang mutaki (bertakwa):
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” - Al-Hujurat, 14
(Malfuzhat, jld I, hlm. 36 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).
0 komentar:
Post a Comment