Permasalahan pertama adalah mengenai kewafatan Al-Masih a.s.. Terdapat beberapa ayat yang secara nyata mendukung hal itu:
"Hai Isa, sesungguhnya aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku – Āli ‘Imran, 56
Maka setelah Engkau wafatkan Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka” – Al-Maidah, 118
Kilah yang menyatakan bahwa kata tawaffi mempunyai makna yang lain lagi adalah suatu kedustaan. Ibnu ‘Abbas dan Pembimbing Kami (sempurna) saw. sendiri mengartikan kata tersebut wafat. Orang-orang ini, di mana saja menggunakan kata tawaffi maka maksud mereka adalah wafat dan pencabutan nyawa. Al-Quran pun di setiap tempat menerangkan makna kata tersebut demikian. Oleh karena itu tidak ada yang bisa mengubah hal tersebut.
Tatkala kewafatan Al-Masih a.s. telah terbukti maka tentu yang akan datang itu adalah berasal dari umat ini juga. Yaitu sebagaimana yang diterangkan oleh hadits, “Imāmukum minkum” (imam kamu dari antara kamu). Orang-orang Necri (orang-orang yang hanya mempercayai kenyataan alam; atheis – pent.), mereka beruntung bahwa mereka terhindar dari cobaan (ujian) ini, sebab mereka memang mengakui masalah kewafatan Al-Masih a.s..
Keterangan mengenai Masih Mau'ud (Masih yang dijanjikan) begitu beruntunnya, sehingga tidak mungkin lagi untuk diingkari. Selain itu isyarat-isyarat Al-Quran pun memberikan kesaksian akan hal tersebut. Oleh karenanya seorang yang berakal tidak akan dapat mengingkari masalah kedatangan Masih”.
(Malfuzhat, jld I, hlm. 47 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897)
0 komentar:
Post a Comment