“Kejujuran (kebenaran) dan kesucian yang telah diperlihatkan oleh Rasulullah saw. saw. beserta para sahabat mulia beliau, dimanapun tidak akan ditemukan bandingannya. Untuk mengorbankan nyawa pun mereka tidak takut. Bagi Hadhrat Isa a.s. tidak ada pekerjaan yang sulit dan tidak pula ada pengingkar ilham saat itu. Apalah sulitnya memberikan pemahaman tentang persaudaraan kepada orang-orang Yahudi, sebab orang-orang Yahudi memang sudah membaca Taurat. Mereka beriman kepada Kitab itu, mereka mempercayai bahwa Tuhan itu Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.
Kadang-kadang terpikir, bahwa untuk apa sebenarnya Hadhrat Isa a.s. itu datang, sebab di kalangan Yahudi hingga saat ini pun masih terdapat rasa cinta terhadap Taurat. Puncaknya dapat dikatakan bahwa, mungkin kelemahan akhlak terdapat di kalangan umat Yahudi, tetapi pelajaran sudah tidak ada di dalam Taurat.
Dalam kemudahan dimana kaum itu mempercayai Kitab tersebut, Hadhrat Masih a.s. telah mempelajari Kitab itu dari seorang guru secara bertahap. Sebaliknya, Junjungan kita [saw.] – syang merupakan Pembimbing sempurna – adalah seorang ummī (butahuruf). Beliau tidak mempunyai seorang guru pun, dan ini adalah suatu hal yang para penentang pun tidak dapat mengingkarinya.
Jadi, bagi Hadhrat Isa a.s. saat itu ada dua kemudahan. Pertama, adalah orang-orang masih satu persaudaraan, dan hal penting yang diusahakan supaya mereka mengimaninya pun sudah mereka percayai sejak awal. Ya, memang ada beberapa kelemahan di bidang akhlak.
Akan tetapi walaupun ada kemudahan-kemudahan seperti itu para hawari (murid-murid Nabi Isa a.s.) tetap tidak betul. Mereka tetap saja tamak. Hadhrat Isa .a. punya uang dan sebagian hawari pun mencurinya. Bahkan beliau mengatakan, “Aku tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaku.”.
Kita menjadi heran, apa maksud beliau berkata demikian, padahal rumah ada, tempat ada dan harta pun ada sedemikian rupa – samapi-sampai kalau dicuri pun tidak ketahuan. Jadi, ini adalah suatu kalimat berupa kritikan. Hal itu maksudnya adalah untuk menyatakan, bahwa walaupun ada kemudahan-kemudahan, akan tetapi tidak bisa diadakan ishlah (perbaikan). Memang Petrus memperoleh kunci-kunci surga, akan tetapi lidahnya tidak dapat dikontrol dari mengutuk gurunya sendiri.
Kini, sebagai perbandingannya, lihatlah secara adil, apa-apa saja pengorbanan yang telah dilakukan oleh sahabat-sahabat Pembimbing Sempurna kita saw. demi Tuhan dan Rasul mereka. Mereka telah diusir dari tanah-air mereka. Mereka mengalami penganiayaan. Mereka menanggung berbagai macam bala-musibah. Mereka mengorbankan nyawa mereka. Akan tetapi mereka tetap saja melangkah dengan penuh ketulusan dan kesetiaan.
Nah, apa yang membuat mereka sampai begitu hebat berkorban? Adalah karena gejolak kecintaaan Ilahi sejati, yang pancaran cahayanya telah menerpa relung hati mereka. Oleh karena itu dengan nabi manapun jika dibandingkan – yakni bagaimana ajaran beliau saw., bagaimana pensucian hati yang beliau lakukan, bagaimana beliau membuat para pengikut beliau tidak tergila-gila kepada dunia, bertempur dengan perkasa untuk kebenaran – maka tidak akan ditemukan bandingannya. Itulah derajat para sahabat Rasulullah saw..
Gambaran tentang kecintaan dan kasih-sayang antara sesama mereka telah diterangkan di dalam dua kalimat ini:
“dan yang mempersatukan hati mereka” Al-Anfāl, 64
Yakni, kecintaan yang terdapat di dalam diri mereka tidak akan dapat kalian ciptakan, walaupun untuk itu kalian telah menyerahkan gunung emas.
Nah, kini ada sebuah Jemaat Masih Mau’ud a.s. (Masih yang dijanjikan), yang memiliki corak-ragam para sahabah r.a.. Sahabah r.a. adalah suatu Jemaat suci yang mengenainya seluruh Quran Syarif penuh dengan sanjungan-sanjungan bagi mereka. Apakah kalian juga demikian? Jika Tuhan telah berfirman, bahwa yang akan menyertai Hadhrat Masih itu adalah orang-orang yang menyatu dengan para sahabah, maka sahabah itu adalah orang-orang yang telah menyerahkan harta dan tanah-air mereka pada jalan kebenaran. Mereka telah meninggalkan segala sesuatunya.
Tentu saja kalian sering mendengar tentang Hadhrat [Abu Bakar] Shiddiq Akbar r.a.. Suatu kali ketika diperintahkan untuk mengorbankan harta di jalan Allah, maka beliau mengangkut seluruh harta kekayaan beliau. Ketika Rasul Karim saw. menanyakan, "Apa yang engkau sisakan di rumah engkau?” maka beliau r.a. berkata, “Aku hanya menyisakan Allah dan Rasul di rumahku.” Beliau adalah seorang rais (pemimpin) Mekkah, namun beliau mengenaikan pakaian para darwish, pakaian orang-orang miskin.
Pahamilah, bahwa mereka ini adalah orang-orang yang telah syahid di jalan Allah, dan bagi mereka telah dituliskan bahwa, “Di bawah pedang itu terletak surga”. Namun bagi kita tidaklah seberat itu, sebab bagi kita dikatakan, "Yadha'ul Harbu". Yakni di zaman Imam Mahdi itu tidak akan ada peperangan.”
(Malfuzhat, jld I, hlm. 41-43 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).
0 komentar:
Post a Comment