”Allah Ta’ala tidak menyukai kulit, yang Dia terima adalah ruhaniah dan isi, karena itu Dia berfirman dalam Al-Quran Syarif:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya” – Al-Hajj, 38
Dan ditempat lain dia berfirman:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa" (Al-Māidah, 28).
Pada hakikatnya ini adalah suatu kawasan yang halus (pelik). Di sini [kedudukan sebagai] keturunan nabi pun tidak berfungsi. Rasulullah saw. juga telah mengatakan demikian kepada Hadhrat Fatimah r.a.. Dan dalam Al-Quran pun dengan kata-kata yang jelas tertera:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu” – Al-Hujurāt, 14
Yahudi juga merupakan keturunan nabi. Tidakkah di antara mereka telah lahir ratusan nabi? Namun paedah apa yang telah diberikan oleh [kedudukan sebagai] keturunan nabi itu kepada mereka? Jika amal-amal mereka baik, mengapa mereka mengalami:
“lalu ditimpahkanlah kepada mereka kenistaan dan kehinaan” – Al-Baqarah, 62
Allah Taala menghendaki suatu perubahan suci. Kadangkala rasa takabur akan keturunan juga telah membuat manusia luput dari dari [berbuat] kebaikan-kebaikan, dan mereka beranggapan bahwa melalui [keturunan] itu mereka akan memperoleh najat (keselamatan). Padahal itu sungguh merupakan pikiran yang tidak benar.
Orang takabur itu berkata, “Untung saya dilahirkan keluarga Camar (nama sebuah clan/famili – pent.). Kami orang yang lebih mulia, sangat beruntung, semua yang berada di bawah kami akan memberi salam kepada kami!” Allah Ta’ala menyukai kesetiaan serta kejujuran, dan Dia menghendaki amal-amal salih. Sikap takabur tidak membuat-Nya ridha.”
(Malfuzhat, jld. I, hlm. 450-451).
0 komentar:
Post a Comment