Ahmadiyya Priangan Timur

.

Friday 23 May 2014

DEDIKASI PADA TUHAN

“Suatu hal yang sangat penting, manusia hendaknya membaktikan hidupnya demi Tuhan. Saya telah membaca dalam beberapa suratkabar bahwa seorang [Hindu] Arya yang tak dikenal telah membaktikan hidupnya demi Arya Samaj. Atau seorang pendeta [Kristen] yang tak dikenal telah membaktikan dirinya demi missi.

Saya sangat terkejut melihat orang-orang Islam tidak membaktikan hidup mereka untuk mengkhidmati Islam dan demi Tuhan-nya. Lihat masa Rasulullah saw., dan kalian akan menyadari bagaimana hidup diserahkan untuk mengkhidmati Islam. Kalian harus ingat bahwa ini bukan jual-beli yang merugikan, ini pasti menguntungkan.

Saya ingin orang-orang Islam mengetahui, bagaimana pengkhidmatan diri demi Tuhan itu bermanfaat dan memberikan keuntungan. Apakah seseorang yang membaktikan dirinya mengalami kerugian? Sama sekali tidak:

(“Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak mereka bersedih hati” – Al-Baqarah, 113).

Tuhan sendirilah yang mengganjar pengkhidmatan ini. Itu melepaskan (menghindarkan) manusia dari semua ketakutan dan kesedihan.

Saya terkejut ketika mengetahui bahwa walaupun setiap orang ingin dibebaskan dari ketakutan dan kesedihan hidup, mengapa orang-orang tidak memperhatikan obat ini yang telah dicoba dan terbukti memuaskan? Obat ini telah dicoba selama 1300 tahun. Bukankah ia terbukti efektif? Bukankah karenanya para sahabat Rasulullah saw. mewarisi kehidupan abadi? Mengapa sekarang orang-orang meninggalkan obat ini?

Sesungguhnya orang-orang tidak peka terhadap kenyataan dan kenikmatan pengkhidmatan diri. Jika saja mereka memperoleh sedikit darinya, mereka akan berhamburan ke arahnya dengan harapan yang besar dan tak berkesudahan. Saya sendiri sangat berpengalaman dalam hal ini, dan dengan karunia Tuhan saya telah menikmati kelezatannya.

Saya menginginkan bahwa setelah pengkhidmatan diri saya, ketika saya wafat hendaknya saya diberikan kehidupan yang lain dan saya akan berkhidmat kembali, dan proses ini akan berkelanjutan dengan peningkatan semangat diri saya.” (Malfuzat, II, hlm. 99-100).