Ahmadiyya Priangan Timur

.

Friday 16 May 2014

JEMAAT DAN KEBERSAMAAN DENGAN ORANG-ORANG SALIH

“Persoalannya adalah, saya melihat dengan pandangan sangat benci terhadap orang-orang yang meminta bantuan dari orang-orang mati. Itu adalah pekerjaan orang-orang yang lemah iman, yakni mendekati orang-orang mati dan lari menjauhi orang-orang hidup. Allah Ta’ala berfirman bahwa orang-orang terus saja mengingkari Yusuf a.s. selama beliau hidup, dan pada hari kewafatan beliau mereka mengatakan bahwa hari itu kenabian telah berakhir.

Allah Ta’ala tidak ada memberi petunjuk di mana pun agar pergi kepada orang-orang mati. Justru Dia memerintahkan: “Kūnū ma’ash-shādiqīn – bergaullah bersama orang-orang shadiq (benar)” - At-Taubah, 119), yakni Dia memerintahkan agar menetap bersama orang-orang hidup. Itulah sebabnya saya berkali-kali telah menekankan kepada kawan-kawan agar datang dan menetap di sini, Allah Ta’ala benar-benar tahu bahwa hal itu saya lakukan semata-mata kasihan terhadap kondisi mereka, serta dengan rasa solidaritas (kepedulian) dan kesetiakawanan.

Saya katakan dengan sebenarnya, iman tidak akan benar selama manusia belum menetap dalam pergaulan dengan mukmin (orang beriman hakiki), hal itu dikarenakan sifat-sifat [manusia] berbeda. Pada satu waktu yang sama dari mulut seorang pemberi nasihat tidak dapat keluar satu nasihat yang sesuai bagi segala macam sifat (pembawaan) yang dimiliki oleh semua orang.

Ada timbul suatu masa ketkka berlangsung suatu percakapan yang sesuai dengan pemahaman dan pikiran seseorang, yang menimbulkan manfaat bagi orang itu. Dan jika seseorang tidak datang berkali-kali serta tidak menetap untuk beberapa hari yang cukup lama, maka mungkin saja pada satu waktu dia mendengar ucapan (nasihat] yang tidak sesuai dengan perasaannya – dan hatinya menjadi kecewa – dia jadi jauh terlempar dari prasangka baik, dan dia pun binasa.

Ringkasnya, sesuai kehendak Quran Karim, yang terbukti [bermanfaat] itu adalah menetap dalam pergaulan bersama-sama orang-orang yang hidup. Ada pun mengenai permintaan bantuan hendaknya hal ini harus diingat bahwa Allah Ta’ala-lah Wujud Yang berhak untuk dimintakan bantuan sebenarnya.”

(Malfuzhat, jld. II, hlm. 53).