Ahmadiyya Priangan Timur

.

Friday, 16 May 2014

KEADAAN KALBU NABI DAN PERKEMBANGAN BERTAHAP PENGIKUTNYA

Pada bulan Mei 1900 Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Kedatangan nabi itu penting, bersamanya terdapat quwwat qudsi (kekuatan mensucikan). Di dalam kalbunya terdapat gejolak semangat yang membuatnya tidak tenang, yaitu gejolak kepedulian terhadap orang-orang, gejolak untuk memberikan manfaat kepada orang-orang serta gejolak untuk memberikan kebaikan kepada khalayak ramai.

Mengenai Rasulullah saw. Allah Ta’ala telah berfirman:
 “Apakah engkau akan membinasakan jiwa sendiri sebab mereka tidak beriman?” (Asy-Syu’ara, 4)

Ada dua sisi di situ, pertama mengenai orang-orang kafir; kedua mengenai orang-orang Muslim, yakni mengapa di dalam diri mereka tidak timbul kekuatan ruhani yang berderajat tinggi, yaitu sesuatu yang beliau inginkan.

Dikarenakan kemajuan itu terjadi bertahap, oleh sebab itu kemajuan-­kemajuan para sahabah juga berlangsung secaara bertahap. Namun demikian kondisi kalbu para nabi sama sekali dipenuhi oleh rasa kepedulian yang mendalam. Lagi pula Nabi kita saw. merupakan himpunan segenap kesempurnaan para nabi. Rasa peduli itu sangat tinggi di dalam diri beliau. Melihat para sahabah, beliau saw. menghendaki agar mereka mencapai kemajuan-kemajuan yang sempurna. Namun kejayaan itu memang telah ditakdirkan pada satu saat tertentu. Akhirnya para sahabah telah memperoleh apa yang belum pernah diperoleh dunia sebelumnya, dan mereka telah menyaksikan sesuatu yang tidak pernah disaksikan oleh siapa pun sebelumnya.

Dasar segala sesuatunya adalah mujahadah (upaya gigih), Allah Ta’ala berfirman:

 “Dan orang-orang yang berjihad untuk Kami, niscaya Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” – Al-Ankabut, 70

Tanpa mujahadah (kerja keras) tidak ada yang dapat diraih. Orang-orang yang mengatakan bahwa Sayyid Abdul Qadir Jailani hanya dengan satu kali tatap saja telah membuat seorang pencuri menjadi orang suci, merupakan orang-orang yang terkecoh, dan hal-hal semacam itu telah membinasakan orang-orang. Mereka beranggapan bahwa melalui satu semburan (jampi) seseorang maka manusia bisa saja menjadi suci.

Orang-orang yang bersikap terburu-buru terhadap Allah maka menjadi binasa. Di dunia ini setiap sesuatu terhadi secara bertahap. Kemajuan ruhani juga demikian, dan tanpa mujahadah tidak akan berlaku sedikit pun. Mujahadah pun harus dilakukan dalam Allah Ta’ala, bukannya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Quran Karim, melakukan hal-hal sulit dan menjalani penderitaan-perderitaan seperti yang dilakukan para yogi.

Inilah tugas yang untuknya Allah Ta’ala telah mengutus saya, yaitu supaya saya memperlihatkan kepada dunia bagaimana manusia dapat mencapai Allah Ta’ala. Ini merupakan hukum qudrat, yakni tidak semuanya akan mahrum (luput), dan tidak [pula semuanya akan memperoleh petunjuk.”

(Malfuzhat, jld. II, hlm, 51-52).