Ahmadiyya Priangan Timur

.

Thursday, 5 June 2014

TANDA-TANDA IMAN

”Menanggung penderitaan di jalan Allah, bersiap-sedia menghadapi musibah-musibah dan kesulitan-kesulitan merupakan hal yang timbul akibat gerakan iman. Iman merupakan suatu kekuatan yang menganugerahkan keberanian dan asa (harapan) yang hakiki kepada manusia. Contohnya tampak di dalam kehidupan para sahabah ridwanullaahi ‘alaihim ajma’iin.

Ketika mereka menyertai Rasulullah saw., apa yang membuat mereka yakin akan memperoleh pahala dengan menyertai seorang insan yang lemah dan tak berdaya itu? Secara zahir tidak tampak hal lain kecuali bahwa dengan menyertai satu orang ini (Rasulullah saw.) maka seluruh kaum akan menjadi musuh. Akibatnya jelas bahwa musibah-musibah dan kesulitan-kesulitan akan melandan, dan penderitaan-penderitaan itu nakan mencincang-cincang mereka, dan dengan demikian mereka akan binasa.

Namun ada juga satu mata yang memandang musibah-musibah dan kesulitan-kesulitan itu sebagai suatu yang tidak bermakna sama sekali, dan mati di jalan itu ia anggap sebagai suatu ketentraman dan kenikmatan. Mata itu telah melihat sesuatu yang sangat terselubung serta sangat jauh dari mata-mata zahir lainnya. Itulah mata iman dan kekuatan iman yang telah membuktikan bahwa segenap penderitaan dan kesusahan itu sama sekali tidak bermakna.

Akhirnya, iman itulah yang telah menang, dan iman tersebut memperlihatkan kehebatan sedemikian rupa sehingga orang yang menjadi bahan tertawaan dan orang yang disebut tidak berdaya serta seorang diri itu, melalui sarana iman telah mengantarkan orang-orang lain ke derajat yang tinggi. Ganjaran dan pahala yang tadinya terselubung telah terbuka nyata sedemikian rupa sehingga dunia melihatnya, dan telah merasakan bahwa memang benar itu merupakan buah [iman] tersebut.

Dengan adanya iman itu Jemaat para sahabat tidak pernah penat dan letih, melainkan akibat dorongan-dorongan iman tersebut mereka telah melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Namun demikian tetap saja para sahabat itu mengatakan bahwa mereka belum melakukan sepenuhnya.

Iman telah memberikan kekuatan kepada mereka itu sehingga mereka menyerahkan kepala, dan mengorbankan nyawa di jalan Allah Ta’ala mereka anggap sebagai suatu perkara kecil. Dan ketika belum tampak hasil-hasil yang jelas, lihatlah warga Islam saat itu, betapa orang-orang Islam telah menanggung penderitaan-penderitaan dan bala-musibah di tangan para musuh hanya karena mengucapkan: “Laa Ilaha illallaahu muhammadur- rasuulullaah”.

Itulah yang pernah terjadi di suatu zaman dahulu, yakni saat itu menyerahkan kepala bukanlah sesuatu hal yang sulit. Dan sekarang ini adalah suatu zaman dimana walaupun memiliki kekuatan iman -- dan pihak penentang pun tidak menimpakan penderitaan-penderitaan semacam itu bahkan [umat Islam di Hindustan] berada di bawah naungan sebuah pemerintah yang adil, kerajaan tidak memberikan halangan apa pun, segenap sarana untuk meraih ilmu-ilmu agama pun tersedia, tidak ada kesulitan untuk menerapkan (menjalankan) rukun-rukun agama -- ternnyata [bagi umat Islam] terasa sulit untuk melakukan sebuah sujud sekali pun.

Simaklah dalam-dalam! Bandingkanlah, bagaimana kepala [para sahabah] diserahkan, dan bagaimana sebuah sujud [yang terasa susah]! Dari itu jelas diketahui betapa tipisnya iman pada masa sekarang ini. Dan dalam kondisi bahwa dengan mengerjakan salat dan dengan melakukan wudhu terkandung manfaat-manfaat kesehatan bagi fisik [tetap saja orang-orang Islam enggan melakukannya]” (Malfuzat, jld. II, hlm. 151-152).