Ahmadiyya Priangan Timur

.

Thursday, 5 June 2014

HARTA DAN ANAK-ANAK MERUPAKAN COBAAN

”Masalah ini dipaparkan Quran Karim di dalam ayat: Annamaa amwaalukum wa awlaadukum fitnah (sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian merupakan cobaan – Al-Anfal, 29). Di dalam kalimat amwaalukum juga termasuk istri-istri. Dikarenakan istri-istri senantiasa berada dalam pardah (tabir), oleh sebab itu di sini nama mereka pun diletakkan di dalam pardah (tabir). Dan juga karena manusia (laki-laki) memperoleh istri setelah terlebih dahulu membalanjakan harta.

Kata maal (harta) diambil dari ma-il (condong/cenderung), yakni sesuatu yang ke arahnya timbul perhatian dan kecenderungan secara alami. Dan dikarenakan kecenderungan secara alami timbul ke arah istri (perempuan) maka ia ……… ……………………Di sini kata maal yang telah digunakan adalah supaya tidak terbatas pada hal-hal yang dicintai secara umum saja, sebab jika jamua kata nisaa (perempuan) yang digunakan maka yang dinyatakan di situ hanya dua hal saja, yaitu anak dan perempuan (istri). Dan jika ditulis di situ rincian tentang hal-hal yang dicintai (maal) maka sampai sepuluh juz pun tidak akan habis.

Ringkasnya, yang dimaksud maal adalah kulla maa yamidu ilaihi qalbu (segala sesuatu yang ke arahnya hati condong). Anak-anak disebutkan terpisah karena manusia menganggap anak sebagai buah hatinya dan sebagai pewarisnya. Secara ringkas ialah, terjadi tarik menarik antara hal-hal yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan manusia. Kedua hal tersebut tidak dapat berkumpul di satu tempat.

Dari sini kalian jangan beranggapan bahwa para perempuan (istri) merupakan barang-barang yang sangat hina dan rendah. Tidak, tidak demikian. Pembimbing Kamil kita, Rasulullah saw., telah bersabda, “Khairukum, khairukum li-ahlihi (Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya (istrinya).

Seseorang yang bersikap buruk dan berperilaku tidak baik terhadap istri, bagaimana mungkin dia dapat diukatakan baik? Seseorang baru dapat berbuat baik dan bersikap baik terhadp orang lain tatkala dia menerapkan perlakuan baik terhadap istrinya serta menggauli istrinya dengan baik. Bukannya bersikap seperti ini, yakni dalam setiap hal yang kecil (sepele) langsung saja bertindak kasar.

Peristiwa-peristiwa semacam ini memang terjadi, yakni kadang-kadang seorang yang dipenuhi emosi, dan timbul cedera di tempat-tempat vital, sehingga si istri pun meninggal dunia. Untuk itulah bagi mereka Allah Ta’ala telah berfirman, “Wa ‘aasyiruhunna bil-ma’ruufi (dan pergaulilah mereka secara baik – An-Nisaa, 20)..

Ya, jika mereka melakukan hal yang tidak pantas maka bersikap keras terhadap mereka adalah sesuatu yang penting. Manusia (suami) hendaknya menanamkan di dalam kalbu para istri bahwa ia tidak menyukai suatu perbuatan yang bertentangan dengan agama. Dan beriringan dengan itu manusia juga hendaknya jangan pula menjadi kejam dan aniaya sedemikian rupa, sehingga suatu kesalahan yang dilakukan oleh istri tidak dapat dia selubungi (maafkan)” (Malfuzat, jld. II, hlm. 147-148).