Ahmadiyya Priangan Timur

.

Sunday, 8 February 2015

FALSAFAH DOA

“Seseorang bayi yang memekik-mekik dan menjerit dalam keadaan lapar, akan mempengaruhi (membangkitkan) gejolak di dalam susu sang ibu. Bayi tidak mengenal apa itu doa, namun kenapa pekikannya itu menarik air susu ibu? Semua orang mempunyai pengalaman dalam hal ini. Bahkan kadang-kadang kita lihat bahwa para ibu tidak merasakan adanya air susu, tetapi tiba-tiba saja air susu itu tertarik keluar oleh pekik tangis sang bayi.

Nah, apakah Allah Ta’ala tidak dapat mempengaruhi (menarik) apa-apa sekali pun? Dapat! Bahkan dapat menarik segalanya! Namun orang-orang buta ruhani yang duduk sebagai fazil (ilmuwan) dan ahli-pikir (filsuf) tidak akan dapat melihatnya. Sebenarnya hal ini mudah untuk dimengerti apabila kita memahami falsafah yang terkandung di dalam hubungan antara seorang ibu dengan bayinya.

Sifat Rahīm (kasih-sayang) mengisyaratkan, bahwa rasa kasih-sayang itu timbul setelah diminta, oleh karena itu teruslah minta dan kalian akan memperolehnya. Ud'ūnī astajib lakum (berdoalah kepada-Ku, kamu akan Aku kabulkan) bukanlah suatu omong-kosong. Bahkan hal ini merupakan suatu kelaziman di dalam fitrat manusia, bahwa memohon (meminta) adalah sifat manusia, sedangkan mengabulkan adalah Sifat Allah Ta’ala.

Barangsiapa yang tidak memahami tidak mengakui hal ini, orang itu dusta. Permisalan seorang bayi yang saya ungkapkan tadi cukup jelas untuk menerangkan falsafah doa.” (Malfuzat, jld I, hlm 11 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).

0 komentar:

Post a Comment