Ahmadiyya Priangan Timur

.

Tuesday, 10 February 2015

DUA JALAN MENUJU KESUKSESAN (KEBERHASILAN)

jalan-kesuksesan
Para sufi menuliskan, bahwa ada dua jalan menuju kesuksesan (keberhasilan). Yang pertama adalah suluk  dan kedua adalah jazab. Suluk adalah [suatu jalan] dimana orang-orang dengan kesadaran akal-pikiran mereka memilih jalan Allah dan Rasul saw., sebagaimana  difirmankan:
 
Katakanlah, "Jika kamu   mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi kamu” -  (Āli-Imrān, 32).

Yakni, “Seandainya kalian ingin menjadi kekasih Allah maka ikutilah Rasul mulia saw..” Beliaulah Rasul yang dimaksud dengan Hādi Kāmil (pemberi petunjuk sempurna), yaitu Rasul yang telah menanggung sekian banyak kesengsaraan (musibah) yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Satu hari pun beiau tidak memperoleh kesempatan istirahat.

Nah, pengikut-pengikut yang sejati tentulah orang-orang yang berusaha-keras sepenuhnya mengikuti segala tutur-kata dan amal perbuatan orang yang mereka ikuti. Pengikut adalah dia yang mengikuti dalam segala segi.  Allah Ta'ala tidak menyukai orang-orang yang mencari kesenangan bagi diri sendiri (bersenang-senang) dan yang mencari-cari (membuat-buat) kesusahan sendiri. Justru mereka itu akan memperoleh kemurkaan Allah Ta’ala.
 
Di sini diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk mengikuti Rasul Akram  saw., maka tugas seorang sālik (yang menempuh suluk – pent.) itu adalah, pertama-tama dia harus menelaah seluruh riwayat (sejarah) Rasulullah saw. lalu mengikutinya.  Itulah yang dinamakan  suluk. Di jalan ini banyak sekali kesengsaraan dan penderitaan. Setelah menjalani semua itulah baru manusia menjadi seorang sālik”.
 
Derajat orang-orang yang memperoleh jazab  adalah lebih tinggi daripada derajat para sālik. Allah Ta’ala tidak hanya meletakkan mereka pada derajat suluk, bahkan Dia Sendiri yang memasukkan mereka ke dalam bala musibah serta menarik mereka ke arah-Nya dengan kekuatan magnetis yang sudah ada  dari sejak semula. Segenap para nabi merupakan orang-orang yang mmeperoleh jazab.
 
Tatkala ruh manusia menghadapi bala-musibah, maka setelah menjalani gemblengan serta pengalaman  barulah ruh itu bersinar-sinar. Sebagaimana halnya logam atau kaca, walaupun di dalam wujud mereka terdapat unsur-unsur cahaya, namun mereka baru  bisa berkilauan setelah menjalani pemolesan (pembersihan), sampai-sampai wajah  orang yang berkaca disitu pun bisa kelihatan. 
 
Mujahidah (usaha     gigih/perjuangan) pun berfungsi sebagai pemoles  (pembersih).  Hati ini harus dipoles (dibersihkan) sedemikian rupa, sehingga wajah kita dapat tampak di dalamnya. Apa yang dimaksud dengan tampaknya wajah? Adalah pemenuhan dari "Takhallaqū bi akhlaqillāh” (berakhlaklah dengan akhlak Allah).
 
Hati para salik itu merupakan cermin, yaitu cermin yang telah dipoles (dibersihkan) sedemikian rupa oleh bala musibah dan kesengsaraan, sehingga akhlak Nabi Muhammad saw. membekas di dalamnya. Dan hal ini dapat terjadi pada saat sudah tidak tersisa lagi karat atau kotoran apapun di dalam dirinya, akibat menjalani  banyak mujahidah dan pensucian diri, barulah derajat tersebut dapat diraih.
 
Setiap orang mukmin perlu mengadakan pembersihan seperti ini hingga batas tertentu. Tanpa pembersihan (pensucian), tidak seorang mukmin pun akan dapat memperoleh najat (keselamatan). Seorang sālik, ia dengan sendirinya melakukan pemolesan (pembersihan). Mereka menanggung bala-musibah melalui tugas¬-tugas (pekerjaan) mereka. 
 
Akan tetapi orang yang memperoleh jazab dia yang dimasukkan ke dalam bala-musibah. Tuhan sendiri yang melakukan pembersihan bagi dirinya, dan dengan membersihkannya melalui berbagai macam  bala-musibah serta kesengsaraan, Dia menganugerahkan kepadanya derajat cermin.
 
Buah yang dihasilkan oleh seorang sālik dan majzub   (orang yang memperoleh jazab) pada dasarnya adalah sama.”  (Malfuzat, jld I, hlm. 26-28 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).

0 komentar:

Post a Comment