Ahmadiyya Priangan Timur

.

Sunday, 8 February 2015

MANFAAT KESELARASAN KEHENDAK MANUSIA DENGAN KEHENDAK TUHAN

“Masalahnya adalah, bahwa tatkala manusia bersih dari gejolak-gejolak nafsu serta egoisme, lalu berjalan di dalam kehendak-kehendak Tuhan, maka tidak ada perbuatannya yang tidak benar. Bahkan setiap perbuatan selaras dengan kehendak Tuhan. Dimana saja orang-orang mengalami cobaan (ujian), di sana selalu timbul hal ini, yaitu perbuatan mereka tidak selaras dengan kehendak Tuhan. Keridhaan (kesenangan) Tuhan bertentangan dengan hal itu. Orang-orang yang demikian berjalan di bawah dorongan hati mereka. Misalnya karena emosi, mereka melakukan perbuatan yang menimbulkan perkara-perkara dan peradilan.

Namun seandainya ini iradah (kehendak) seseorang -- yaitu tanpa terlebih dulu mengambil musyawarah (rujukan/petunjuk) dari Kitabullah -- dia tidak akan bertindak, serta dia akan merujuk kepada Kitabullah dalam segala permasalahannya, maka hal ini sudah pasti bahwa Kitabullah akan memberikan musyawarah, sebagaimana [Allah Ta'ala] berfirman:

“Dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam Kitab yang terang” - (A1-An'ām, 60)

Jadi, seandainya kita beriradah (berkehendak) akan meminta musyawarah dari Kitabullah, maka kita pasti akan memperoleh musyawarahnya. Akan tetapi orang mengikuti kehendak nafsunya, dia pasti akan mengalami kerugian. Kadang-kadang dia disana harus memberikan pertanggungjawaban. Sebaliknya, Allah Ta’ala berfirman bahwa wali (sahabat) yang melakukan pekerjaannya sambil terus bercakap-cakap dengan-Nya, dia itu seolah-olah telah fana (sirna) di dalam-Nya.

Jadi, sejauh mana terdapat kekurangan pada diri seseorang dalam hal fana (kesirnaan), maka sejauh itu pula dia berada jauh dari Tuhan. Akan tetapi jika dia memiliki fana (kesirnaan) seperti apa yang telah difirmankan oleh Allah Ta’ala, maka keimanannya tidak dapat dibayangkan. Dalam memberikan dukungan-Nya terhadap mereka Allah Ta’ala berfirman:

Wa man ‘āda fi waliyyan faqad 'āzanttuhū bilharbī”
Barangsiapa yang berperang melawan wali-Ku (sahabat-Ku) bererti dia berperang melawan-Ku” - Hadits

Kini, lihatlah betapa tingginya kemuliaan orang mutaki (bertakwa), serta betapa tingginya derajat yang ia miliki. Seseorang yang memperoleh kedekatan sedemikian rupa di sisi Tuhan -- dimana mengganggunya berarti mengganggu Tuhan -- maka betapa Tuhan itu akan menjadi pendukung dan penolong baginya”. (Malfuzat, jld I, hlm 14-15 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).

0 komentar:

Post a Comment