Ahmadiyya Priangan Timur

.

Wednesday, 18 February 2015

ORANG YANG MENENTANGKU BERARTI MENENTANG ALLAH TA’ALA

Jika seseorang yang di dalam imannya tidak terdapat potensi (kekuatan) untuk tumbuh dan berkembang, melainkan keimanannya itu mati, maka darinya tidak dapat diharapkan timbulnya pohon suci amal salih yang berbuah. Oleh karena itu Allah Ta’ala di dalam surah Al-Fatihah dengan menyebutkan Shirathal ladziina an'amta 'alaihim – jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka” (Al-Fatihah, 7). Dia telah mengukuhkan bahwa jalan ini bukan jalan yang tidak menghasilkan buah dan bukan jalan yang mengecewakan, melainkan dengan menempuh jalan ini manusia akan menjadi berhasil dan berjaya (sukses). 

Dan untuk ibadah, kesempurnaan di bidang amal perbuatan adalah sesuatu yang penting. Jika tidak, maka itu hanyalah sebuah permainan, sebab jika pohon tidak memberikan buah -- betapa pun tingginya pohon itu -- maka tidak dapat memberi manfaat.

Kondisi para penentangku adalah dirisaukan bahwa iman mereka itu mati, sebab mereka menyebut yang baik sebagai sesuatu yang buruk, dan seorang yang diutus oleh Allah Ta’ala mereka sebut pendusta. Hal itu mulai menimbulkan peperangan dengan Allah Ta’ala. Dan ini merupakan suatu hal yang jelas, bahwa Allah Taala telah mengutusku ke dunia ini dengan nama Masih Mau'ud (Almasih yang dijanjikan).

Orang-orang yang menentangku, mereka itu bukan menentang aku melainkan menentang Allah Ta’ala, sebab sebelum aku mendakwakan diri, banyak sekali di antara mereka yang memandangku dengan penuh hormat. oMereka menganggap berpahala memabakan semangkuk air bagiku guna berwuduk. Dan banyak sekali yang mendesakku untuk menerima baiat mereka.

Ketika Jemaat ini didirikan dengan nama Allah dan atas pemberitahuan dari Allah Ta’ala, maka mereka pun bangkit menentang. Dari itu tampak dengan jelas bahwa mereka tidak memiliki rasa permusuhan pribadi denganku, melainkan permusuhan mereka adalah dengan Allah Ta’ala.

Jika mereka dahulu memiliki hubungan yang sejati dengan Allah Ta’ala, maka kerohanian, ketakwaan dan rasa takut mereka terhadap Allah akan mendorong mereka untuk pertama-tama menyambut pengumumanku, dan setelah mereka bersujud syukur, mereka bersalaman denganku. Namun mereka tidak demikian. Mereka keluar berdiri dengan membawa senjata-senjata mereka. Dan mereka telah melakukan penentangan itu sedemikian rupa sehingga mereka menyebutku kafir, tidak beragama, dan dajjal.

Sangat disayangkan. Orang-orang bodoh ini tidak tahu bahwa seseorang yang kepadanya dikatakan: "Qul innii umirtu wa anaa awwalul muminiin" (katakanlah: Aku telah diperintah dan aku ada orang yang pertama beriman) serta "Anta minnii bimanzilati tauhidii wa tafridi (engkau dariku bagaikan Tauhid-Ku dan Ketunggalan-Ku) bagaimana mungkin dapat mempedulikan kata-kata kotor serta caci-makian mereka? 

Sangat disayangkan, bahwa orang-orang bodoh ini tidak juga mengetahui, abhwa kekufuran (keingkaran) dan iman itu tidak ada hubungannya dengan dunia melainkan dengan Allah Ta’ala. Sedangkan Allah Ta’ala memberikan bukti kebenaran akan kedudukanku sebagai mukmin (orang beriman) dan orang yang diutus (ma’mur/rasul), lalu bagaimana mungkin aku dapat mempedulikan omong-kosong ini?” 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 189-190). 

0 komentar:

Post a Comment