Ahmadiyya Priangan Timur

.

Sunday 1 March 2015

PUJI SANJUNG BAGI ALLAH DALAM SALAT

Pada pandangan Allah Ta’ala, orang yang menjadi wali Allah dan penerima berkat-berkat adalah orang yang memperoleh gejolak semangat ini. Allah Ta’ala menginginkan agar keperkasaan-Nya menjadi zahir. Kalimat "Subhaana rabii-al 'azhiim dan Subhaana rabbi-al ‘alaa yang diucapkan dalam salat, itu juga merupakan keinginan untuk menzahirkan keperkasaan Allah Ta’ala. Yakni, bahwa keagungan Allah Ta’ala itu sedemikian rupa, tidak ada tandingannya.

Dari tasbih dan taqdis yang dilakukan tersebut kondisi ini tampil, bahwa Allah Ta’ala telah memberikan penekanan, yakni [seorang manusia] secara fitrati dengan gejolak semangat – melalui pekerjaan-pekerjaan dan upaya-upayanya – memperlihatkan bahwa tidak ada satu benda pun yang bertentangan dengan keagungan Ilahi dapat menguasai dirinya. Ini adalah suatu ibadah yang sangat besar. 

Orang yang memiliki gejolak semangat sesuai kehendak-Nya, mereka itulah yang disebut muayyid (orang yang memberi dukungan), dan mereka itulah yang memperoleh berkat-berkat. Orang-orang yang tidak memiliki gejolak semangat untuk [menzahirkan] keagungan, keperkasaan, dan kekudusan Allah Ta’ala, berarti salat-salat mereka itu palsu, dan sujud-sujud mereka tidak ada gunanya. Sebab selama tidak ada gejolak semangat bagi Allah Ta’ala, maka selama itu pula sujud-sujud tersebut hanya merupakan celotehan mantra kosong belaka, yang melaluinya mereka ingin memperoleh surga. 

Ingatlah, suatu perkara jasmani tidak dapat memberikan faedah selama belum dibarengi kondisi hakiki. Sebagaimana daging kurban tidak dapat mencapai Allah Ta’ala, demikian pula rukuk dan sujud kalian tidak akan mencapai-Nya selama beriringan dengan itu belum tercipta kondisi hakiki. Allah Ta’ala menghendaki kondisi hakiki, dan dia mencintai orang-orang yang memiliki gejolak semangat bagi kehormatan dan keagungan-Nya.

Orang-orang yang berbuat demikian, mereka melewati suatu jalan yang sangat halus, dan tidak ada orang lain dapat meliwati jalan itu bersama mereka. Selama belum ada kondisi hakiki, selama itu pula manusia tidak dapat meraih kemajuan. Tampak bahwa Allah Ta’ala itu telah bersumpah, bahwa selama belum ada gejolak semangat bagi-Nya, maka selama itu pula Dia tidak akan memberikan kelezatan. 

(Malfuzhat, jld. I, hlm. 395-396). 

0 komentar:

Post a Comment