“Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Quran:
Janji yang menentramkan ini diberikan kepada Ibnu Maryam yang dahulu lahir di Nazaret. Namun aku berikan kabar suka kepada kalian, bahwa kepada Ibnu Maryam yang datang membawa nama Yesus Al-Masih (Al-Masih Mau’ud – pent.) Allah Ta’ala telah memberikan kabar suka dalam kata-kata seperti itu..
“dan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat” – Āli ‘Imran, 56
Sekarang, pikirkanlah oleh kalian, orang-orang yang menjalin hubungan denganku dan ingin termasuk di dalam janji kabar agung itu, apakah bisa terdiri dari orang-orang yang tenggelam di jenjang nafs ammarah serta melakukan keburukan-keburukan dan kedurhakaan? Tidak, sama sekali tidak bisa.
Orang-orang yang secara benar menghargai janji ini, dan yang tidak menganggap kata-kataku sebagai cerita dongeng, ingatlah dan dengarlah dari lubuk kalbu (hati). Aku sekali lagi mengatakan kepada orang-orang yang menjalin hubungan denganku, hubungan itu bukanlah hubungan biasa melainkan suatu hubungan yang sangat hebat. Hubungan demikian itu tidak hanya berpengaruh sampai pada diriku sendiri saja, melainkan mencapai Wujud Yang telah mengantarkanku sampai kepada Insan kamil suci [saw.] yang telah datang ke dunia membawa ruh shadaqat dan kebenaran.
Aku katakan, jika pengaruh hal-hal ini hanya sampai pada diriku saja, maka sedikit pun aku tidak risau dan tidak pula aku mempedulikannya. Namun tidak hanya sampai di situ saja, pengaruhnya sampai kepada Nabi Karim saw. dan Dzat Suci Allah Ta’ala. Jadi, dalam bentuk dan kondisi demikian, kalian perhatikan dan dengarlah. Jika kalian ingin ikut ambil bagian dalam kabar suka ini, dan kalian mendambakan untuk menjadi penggenapnya, serta di dalam diri kalian terdapat rasa haus sejati terhadap keberhasilan besar itu – yakni bahwa kalian akan tetap unggul di atas orang-orang yang ingkar sampai hari Kiamat – maka cukup aku katakan, bahwa keberhasilan ini tidak akan diperoleh selama kalian belum melewati derajat nafs lawwamah (jiwa yang mencela diri sendiri) lalu mencapai menara nafs muthmainnah (jiwa yang tentram).
Aku tidak mengatakan apa pun lebih dari ini, bahwa kalian memiliki hubungan degan seseorang yang merupakan utusan (rasul) dari Allah. Oleh karena itu dengarlah kata-katanya dengan telinga kalbu (hati) kalian, dan benar-benar siaplah untuk mengamalkannya, supaya jangan sampai kalian termasuk di antara orang-orang yang setelah melakukan ikrar ternyata jatuh ke dalam najis keingkaran lalu membeli azab yang abadi.”
(Malfuzat, jlid I, hlm.103-105).
0 komentar:
Post a Comment