Ahmadiyya Priangan Timur

.

Thursday 19 March 2015

Khutbah Jumat: Khalifatul Masih II r.a. : Mutiara Hikmah – 3

Ringkasan Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz
tanggal 27 Februari 2015 di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK.

 “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”

أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك لـه، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ
، آمين.

Khotbah Jumat hari ini didasarkan pada beberapa pengamatan Hadhrat Mushlih Mau’ud ra tentang kehidupan yang diberkati dari Hadhrat Masih Mau’ud as .

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra meriwayatkan mengenai pernikahan Mir Hamid Shah putra Mir Hisamuddin. Pada hari-hari ketika Hadhrat Masih Mau’ud as hampir dipaksa untuk mencari pekerjaan atas desakan ayahnya [sebelum pendakwaan beliau sebagai Mahdi dan Masih], beliau pergi ke kota Sialkot untuk bekerja di pengadilan hukum di sana. Ayah Hamid Shah Sahib, Hissam ud Din Sahib adalah dari Sialkot dan ini adalah tempat dan waktu dimana jalinan perkenalan dan persahabatan pertama kali ditempa. Suatu ketika Hadhrat Masih Mau’ud as mengunjungi Sialkot setelah klaim/dakwa beliau. Hissam Sahib merasa senang dan secara pribadi mengatur untuk akomodasi Hadhrat Masih Mau’ud as di dalam rumahnya. Bubungan atap rumah Hissam Sahib tidak memiliki langkan (dinding pemagar/penutup) dan karena ini Hadhrat Masih Mau’ud as memutuskan untuk kembali ke Qadian. Itu tentu saja adat kebiasaan mereka untuk tidur di atap selama malam musim panas. Ada Hadits Nabi berkaitan dengan larangan tidur di atap yang tidak memiliki langkan [penutup/pemagar]. Pesan itu dikirim ke rombongan [Hadhrat Masih Mau’ud as ] yang menerima dengan senang hati apa pun yang diminta dari mereka tapi ketika berita itu sampai ke Hissam Sahib, ia tidak bisa menerimanya. Dia secara pribadi pergi menjumpai Hadhrat Masih Mau’ud as dan dengan penuh semangat meminta pertimbangan beliau bahwa jika rumah itu tidak cocok, maka rumah lain yang Hadhrat Masih Mau’ud as ingin tinggal diusahaka untuk tersedia tetapi hendaknya tidak meninggalkan Sialkot pulang ke Qadian. Dia mengatakan jika Hadhrat Masih Mau’ud as meninggalkannya itu akan menjadi sumber penghinaan besar baginya. Ia memohon dengan semangat sehingga Hadhrat Masih Mau’ud as terdiam dan kemudian berkata bahwa ia tidak akan pulang!

Suatu kali seseorang datang menjumpai Hadhrat Masih Mau’ud as dan menyangka dapat menasehati beliau tentang cara bagaimana membuat para pemimpin agama yang egois untuk menyepakati sesuatu. [Karena para pemimpin agama tersebut merasa gengsi menerima suatu pemikiran brilian atau benar dari orang lain atau selain kelompok mereka]. Sebagai contoh, kata dia, pemikiran tersebut harus disampaikan kepada para pemimpin agama yang penting oleh Hadhrat Masih Mau’ud as bahwa kepercayaan Kristen tentang kematian Kristus telah menyebabkan kerusakan besar atas Islam. Dan mereka harus ditanya bagaimana menanggapi hal itu. Dengan kata lain, orang itu menyarankan bahwa kata-kata harus disuapkan kepada para pemimpin agama sehingga mereka menganggap diri merekalah yang mendapatkan/mengeluarkan ide jawabannya. Hadhrat Masih Mau’ud as mengatakan kepadanya bahwa bila klaim beliau itu adalah rancangan licik manusia, mungkin cara inilah yang beliau lakukan dalam berurusan dengan masalah ini tapi karena beliau mengumumkan diri atas perintah Allah, beliau melanjutkan untuk melakukannya persis seperti yang telah diinstruksikan oleh-Nya!

Wahyu Hadhrat Masih Mau’ud as berbunyi:
aag-se-mei
‘Aag se hamei mat daraa. Aag hamari ghulaam, balkeh ghulamong ki ghulaam he.’

“Jangan mengancamku dengan api, api adalah hamba kami dan bahkan hamba dari hamba kami.” (Tadhkirah, hlm. 507, edisi 2009).

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra meriwayatkan, “Pada tahun 1903, seorang Muslim, bernama Abdul Ghafur, mengubah agamanya menjadi pemeluk agama Hindu. Ia menulis buku berjudul ‘Tark Islam’ (Meninggalkan Islam). Hadhrat Maulana Nur ud Din ra menulis bantahan untuk bukunya itu dengan judul buku, ‘Nuruddin’ (Cahaya Agama). Tiap-tiap dari bantahan ini dibacakan terlebih dahulu kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Ketika mencapai bahasan mengenai pertanyaan orang yang murtad tersebut, ‘Jika api dapat mendingin untuk Hadhrat Ibrahim as mengapa bisa tidak didinginkan untuk orang lain?’, tanggapan Hadhrat Maulana Nur ud Din ra adalah kata api yang digunakan ialah sebagai metafora (kata kiasan) untuk oposisi (api peperangan, penentangan atau permusuhan, bukan api yang sebenarnya), Hadhrat Masih Mau’ud as mengatakan, ‘Tidak perlu untuk memberikan penafsiran seperti itu! Allah juga telah menamaiku Ibrahim, bila orang-orang tidak paham dengan hal ini, mereka bisa mengujiku, dengan memasukkanku ke dalam api, lalu dapat mereka lihat apa aku bisa keluar daripadanya dengan selamat atau tidak!’ Hadhrat Maulana Nur ud Din ra menulis jawabannya persis seperti ini dan mengatakan, ‘Anda dapat menempatkan Imam kami di dalam api, Allah akan menyelamatkannya seperti Dia telah menyelamatkan Hadhrat Ibrahim as.’”

Pada kesempatan berbeda, titik pandangan yang Hadhrat Maulana Nur ud Din ra awalnya tulis dalam naskah mengenai api bagi Ibrahim sebagai metafora untuk oposisi disebutkan oleh seorang Sahabat kepada Hadhrat Masih Mau’ud as , “Hudhur! Itu pandangan yang sangat indah.” Hadhrat Masih Mau’ud as mementahkan (membantah) hal ini dan berbicara tentang wahyu yang beliau terima, “Diwahyukan kepadaku,
aag-se-mei
‘Aag se hamei mat daraa. Aag hamari ghulaam, balkeh ghulamong ki ghulaam he.’ -

“Jangan mengancamku dengan api, api adalah hamba kami dan bahkan hamba dari hamba kami.”

Orang-orang telah memperlakukan Ibrahim dengan buruk. Bukanlah hal yang tidak mungkin bahwa mereka melemparkan beliau kedalam api secara lahiriah. Apakah tha’un lebih kecil daripada api? Wabah tha’un melanda di sekitar kita tetapi kita tetap aman dari itu, dengan pertolongan Allah. Jika Allah telah menyelamatkan Ibrahim dari api, maka itu bukanlah hal yang mustahil. Itu bukan hal yang tidak mungkin. Beritahukanlah kepada Tn. Maulwi [Hakim Nuruddin] untuk mencoret/menghapus bagian tafsirannya tersebut.” Beliau ra pun menghapusnya dan menggantinya dengan kalimat yang baru.

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menjelaskan, “Hanya pandangan nabi Allah-lah yang benar tentang keajaiban-keajaiban (mukjizat-mukjizat) dan selain mereka tidak dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh seorang Nabi sebagai pengalaman pribadi. Memang, para wali atau orang suci yang mengabdikan diri kepada Allah dapat memahami hal-hal sampai titik tertentu tetapi tidak sejauh yang para Nabi bisa! Saya (Hadhrat Mushlih Mau’ud ra) telah menerima wahyu mungkin telah mencapai jumlah ribuan (pada saat penulisan riwayat ini) tetapi semua wahyu-wahyu ini bahkan tidak bisa dibandingkan dengan wahyu yang diterima oleh Hadhrat Masih Mau’ud as dalam satu malam!”

Selama masa masih hidupnya Hadhrat Masih Mau’ud as , orang-orang sering berbicara tentang siapa yang menjadi favorit (terdekat) dengan beliau as. Beberapa mengatakan itu Hadhrat Maulana Nur ud Din Sahib dan lain-lain mengatakan itu adalah Maulana Abdul Karim Sahib

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan telah mendengar dalam percakapan keluarga, bahwa Hadhrat Masih Mau’ud as memberikan penghormatan besar untuk Maulana Nur ud Din Sahib. Beliau bersabda, “Hakim Sahib (cara beliau as menyebut Maulana Nur ud Din) adalah karunia dari Allah bagi saya. Bila saya tidak mengakui hal ini, maka berarti saya tidak berterima kasih (bersyukur). Beliau mendaraskan (menyampaikan) pelajaran mengenai Al-Qur’an sepanjang hari dan komitmennya kepada orang-orang sebagai dokter telah menyembuhkan ribuan nyawa.” Memang, Hadhrat Masih Mau’ud as telah menulis di tempat lain, “Hadhrat Maulana Nur ud Din Sahib ra bergerak mengikutiku secara sinkron seperti denyut nadi mengikuti gerakan hati/jantung. Namun, jika ada referensi adalah untuk disajikan bersama dengan referensi dari Hadhrat Masih Mau’ud as itu akan sangat tidak pantas.

Kehormatan Khulafa (para Khalifah) adalah dalam mengikuti orang yang mengambil bai’at. Jika karena ketidaksadaran mereka itu, mereka (para Khalifah) membuat kesalahan dan orang di sekitar mereka menyadari masalah ini, maka dia (yang menyadari kesalahan Khalifah) harus maju ke depan dan menjelaskan apa yang Hadhrat Masih Mau’ud as sabdakan pada subjek itu (masalah) tersebut.

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra berkata bahwa Allah telah memberkahi beliau dengan pemahaman yang besar dan beliau juga sangat mampu memahami kata-kata seorang utusan Allah, tetapi ini tidak berarti bahwa beliau bisa bersaing dengan orang yang ditugaskan oleh Allah (Nabi/Rasul)! Jika ada orang yang menyajikan kutipan referensi sabda atau tulisan beliau (Khalifah) untuk ditampilkan bertentangan dengan referensi sabda atau tulisan Hadhrat Masih Mau’ud as, itu akan menjadi tidak lebih dari sebuah penghinaan. Hal ini juga bukan suatu keharusan bagi seorang Khalifah untuk tahu segalanya. Memang demikian bahwa Hadhrat Abu Bakar ra pun tidak tahu semua Hadits. Sama halnya kalau ada yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu sabda Hadhrat Masih Mau’ud as lalu membaginya kepada orang lain, maka itu adalah termasuk kemurahan hatinya.

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan bahwa kesalahan dalam struktur kalimat dan dalam situasi berbeda bahkan tetap ada setelah kewafatannya di dalam dokumennya sendiri. Hadhrat Masih Mau’ud as pernah ditanya mengapa beliau mengirim contoh naskah tulisannya ke Hadhrat Maulana Nur ud Din Sahib ra sementara beliau ra bukan pembaca naskah yang memenuhi syarat. Hadhrat Masih Mau’ud as menjawab bahwa Maulawi Sahib memiliki sedikit waktu luang, beliau ra memeriksa para pasien dan tidak punya waktu untuk membaca buku. Hadhrat Masih Mau’ud as ingin beliau untuk membaca manuskrip sehingga beliau tetap segar dan awas (menyadari) dalam pandangan-pandangannya.

Jika seorang Khalifah memberikan interpretasi/penafsiran yang bertentangan dengan penafsiran Hadhrat Masih Mau’ud as, ia harus diberitahu kesalahannya. Jika Khalifah-e-Waqt menganggap bahwa penafsirannya bisa diperoleh [mengutip] dari interpretasi Hadhrat Masih Mau’ud as, itu baik, atau jika tidak, dia dapat memperbaiki penafsirannya. Ini tidak berarti bahwa ada kontradiksi pandangan. Tidak ada kontradiksi; penyebab dari setiap kejadian seperti itu adalah ketidaksadaran/kelalaian.

Seorang Maulawi yang menentang Hadhrat Masih Mau’ud as biasa memperingatkan masyarakat untuk tidak tertipu oleh Mirza Sahib dengan mengutip bahwa tanda-tanda Mesias sejati (Imam Mahdi atau Masih Mau’ud) adalah gerhana matahari dan bulan selama bulan Ramadhan. Tanda-tanda ini terjadi di masa hidup Maulawi tersebut. Dia mondar-mandir di atap rumahnya dengan gelisah sembari bergumam, “Orang-orang sekarang akan tersesat!” Dia tidak memahami bahwa justru orang-orang sekarang akan terbimbing. Pada masa Nabi Muhammad (shallAllahu ‘alaihi wa sallam, damai dan berkah Allah atas beliau) orang-orang Kristen mengetahui bahwa semua tanda-tanda telah terpenuhi pada diri beliau tetapi sejauh kaitannya dengan kemunculan dan klaim/dakwa beliau, mereka mengatakan bahwa merupakan suatu hal yang kebetulan saja orang yang salah membuat klaim (pengakuan/pernyataan kenabian) di waktu yang tepat!

Pencela dan yang memusuhi Hadhrat Masih Mau’ud as menentang beliau as di setiap tingkat termasuk boikot sosial. Namun, ketika mereka datang kepadanya seraya meminta maaf, beliau akan selalu memaafkan. Suatu kali lawan-lawan beliau as ditangkap dan hakim mengatakan poin penting dalam membebaskan penahanan mereka ialah jika Tn. Mirza bersedia untuk memaafkan mereka nanti! Memang, ketika pelaku kejahatan tersebut pergi ke hadapan Hadhrat Masih Mau’ud as dan meminta untuk dimaafkan, mereka dimaafkan!

Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menceritakan bahwa suatu kali batu-batu dilemparkan oleh para penentang kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Ketika itu beliau ra sedang menemani ayahnya pada usia 14/15 tahun dan batu-batu tersebut mengenai beliau ra juga.

Hadhrat Masih Mau’ud as mempromosikan debat antar agama. Dia meletakkan ide kepada lawan-lawan beliau untuk mengadakan konvensi di mana semua orang akan menjelaskan kualitas agama mereka. Beliau menyadari bahwa orang lain memiliki hak untuk menyebarkan kepercayaan mereka seperti halnya Hadhrat Masih Mau’ud as memiliki hak untuk menyebarkan keyakinan beliau juga.

Dalam keadaan bersemangat untuk menyebarkan pesan Islam, beliau menulis surat kepada Ratu India, Ratu Victoria, dan mengundangnya untuk masuk Islam. Daripada menunjukkan ketidaksenangan apapun, Ratu menjawab dengan surat ucapan terima kasih kepada beliau as.

Bertahun-tahun sebelumnya, pada masa Pendiri Jemaat, Hadhrat Masih Mau’ud as masih hidup, seorang safiir (duta) Turki Utsmani (Ottoman) mengunjungi Qadian. Dia mengumpulkan sumbangan dari umat Islam untuk memperkuat pemerintah Turki. Mendengar mengenai Jemaat Ahmadiyah, ia datang ke Qadian. Namanya Husain Kami. Dia berbincang-bincang dengan Hadhrat Masih Mau’ud as dan mengira akan mendapatkan bantuan besar dari sini. Hadhrat Masih Mau’ud as menghormatinya sewajarnnya sebagai tamu dan juga menasihatinya. Beliau menasihati tentang kejujuran, kepercayaan (menjaga amanat) dan mengatakan juga bahwa penganiayaan terhadap sesama manusia harus dijauhi.

Beliau as bersabda, “Pemerintahan Turki Utsmani dalam keadaan bahaya karena kesalahan-kesalahan perbuatan para penanggungjawabnya (pejabatnya) yang zalim. Mereka yang mendapat kepercayaan di jabatannya tidak menjalankan tanggungjawabnya dengan amanah. Mereka tidak berniat baik kepada negara dan tidak pula ikhlas.”

Kemudian beliau as bersabda mengenai Sultan Utsmani –pemerintahan tersebut waktu itu disebut dengan nama Kesultanan atau Khilafah Islamiyah -, “Keadaan Kesultanan tersebut tidak begitu baik. Saya melihat dalam kasyaf, keadaan internal Kesultanan tidak begitu baik. Selanjutnya, akhir daripada kesultanan Utsmaniyah pun tak baik (tidak terpuji). Pakaian pemerintahan Turki Utsmaniyah dan penguatnya telah melemah. Ia akan dikoyak-koyak dalam waktu dekat. Akan nampak kondisinya yang khianat.”

Diplomat itu, yang mengira akan disambut dengan penuh penghargaan serta tidak akan ditentang kata-katanya, tidak menerima nasihat yang sangat baik semacam ini dan ini memberi jalan baginya untuk bereaksi di India. Dikatakan olehnya bahwa Hadhrat Masih Mau’ud as telah mempermalukan pemerintah Turki yang [pada saat itu] adalah wali dari tempat paling suci dalam Islam, Makkah dan Madinah.

Menanggapi hal ini Hadhrat Masih Mau’ud as mengatakan, “Anda mengatakan Turki adalah pengaman (pelindung) Makkah dan Madinah melainkan Makkah dan Madinah itulah yang menjaga pemerintah Turki. Kami menganggap bahwa Allah-lah Yang menjaga Makkah dan Madinah dari Surga. Memang, jika musuh yang menyerang, usaha manusia dapat dilakukan dengan cara yang jelas. Tapi kami yakin siapa pun yang melihat Makkah dan Madinah dengan niat buruk akan dihancurkan oleh Allah. Jika, na’udzu billah, (semoga Allah menghindari dari hal itu), saat seperti itu datang ketika pertahanan fisik dari tempat-tempat suci yang dibutuhkan, dunia akan melihat bagaimana Ahmadiyah akan berada di garis depan pengorbanan untuk melakukan pertahanan atas tempat-tempat suci tersebut.”

Shalat jenazah gaib diumumkan oleh Hadhrat Khalifatul Masih V atba untuk dua almarhum. Tn. Sameer Bakhota Sahib meninggal karena kanker pada 24 Februari di Jerman; dan Chaudhry Bashir Ahmad Sahib meninggal karena kanker di Pakistan.

Penerjemah: Dildaar AD.
 
Ringkasan Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz
tanggal 27 Februari 2015 di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK.
,“Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك لـه، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ، آمين.
Khotbah Jumat hari ini didasarkan pada beberapa pengamatan Hadhrat Mushlih Mau’ud ra tentang kehidupan yang diberkati dari Hadhrat Masih Mau’ud as .
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra meriwayatkan mengenai pernikahan Mir Hamid Shah putra Mir Hisamuddin. Pada hari-hari ketika Hadhrat Masih Mau’ud as hampir dipaksa untuk mencari pekerjaan atas desakan ayahnya [sebelum pendakwaan beliau sebagai Mahdi dan Masih], beliau pergi ke kota Sialkot untuk bekerja di pengadilan hukum di sana. Ayah Hamid Shah Sahib, Hissam ud Din Sahib adalah dari Sialkot dan ini adalah tempat dan waktu dimana jalinan perkenalan dan persahabatan pertama kali ditempa. Suatu ketika Hadhrat Masih Mau’ud as mengunjungi Sialkot setelah klaim/dakwa beliau. Hissam Sahib merasa senang dan secara pribadi mengatur untuk akomodasi Hadhrat Masih Mau’ud as di dalam rumahnya. Bubungan atap rumah Hissam Sahib tidak memiliki langkan (dinding pemagar/penutup) dan karena ini Hadhrat Masih Mau’ud as memutuskan untuk kembali ke Qadian. Itu tentu saja adat kebiasaan mereka untuk tidur di atap selama malam musim panas. Ada Hadits Nabi berkaitan dengan larangan tidur di atap yang tidak memiliki langkan [penutup/pemagar]. Pesan itu dikirim ke rombongan [Hadhrat Masih Mau’ud as ] yang menerima dengan senang hati apa pun yang diminta dari mereka tapi ketika berita itu sampai ke Hissam Sahib, ia tidak bisa menerimanya. Dia secara pribadi pergi menjumpai Hadhrat Masih Mau’ud as dan dengan penuh semangat meminta pertimbangan beliau bahwa jika rumah itu tidak cocok, maka rumah lain yang Hadhrat Masih Mau’ud as ingin tinggal diusahaka untuk tersedia tetapi hendaknya tidak meninggalkan Sialkot pulang ke Qadian. Dia mengatakan jika Hadhrat Masih Mau’ud as meninggalkannya itu akan menjadi sumber penghinaan besar baginya. Ia memohon dengan semangat sehingga Hadhrat Masih Mau’ud as terdiam dan kemudian berkata bahwa ia tidak akan pulang!
Suatu kali seseorang datang menjumpai Hadhrat Masih Mau’ud as dan menyangka dapat menasehati beliau tentang cara bagaimana membuat para pemimpin agama yang egois untuk menyepakati sesuatu. [Karena para pemimpin agama tersebut merasa gengsi menerima suatu pemikiran brilian atau benar dari orang lain atau selain kelompok mereka]. Sebagai contoh, kata dia, pemikiran tersebut harus disampaikan kepada para pemimpin agama yang penting oleh Hadhrat Masih Mau’ud as bahwa kepercayaan Kristen tentang kematian Kristus telah menyebabkan kerusakan besar atas Islam. Dan mereka harus ditanya bagaimana menanggapi hal itu. Dengan kata lain, orang itu menyarankan bahwa kata-kata harus disuapkan kepada para pemimpin agama sehingga mereka menganggap diri merekalah yang mendapatkan/mengeluarkan ide jawabannya. Hadhrat Masih Mau’ud as mengatakan kepadanya bahwa bila klaim beliau itu adalah rancangan licik manusia, mungkin cara inilah yang beliau lakukan dalam berurusan dengan masalah ini tapi karena beliau mengumumkan diri atas perintah Allah, beliau melanjutkan untuk melakukannya persis seperti yang telah diinstruksikan oleh-Nya!
Wahyu Hadhrat Masih Mau’ud as berbunyi:
aag-se-mei
‘Aag se hamei mat daraa. Aag hamari ghulaam, balkeh ghulamong ki ghulaam he.’
“Jangan mengancamku dengan api, api adalah hamba kami dan bahkan hamba dari hamba kami.” (Tadhkirah, hlm. 507, edisi 2009).
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra meriwayatkan, “Pada tahun 1903, seorang Muslim, bernama Abdul Ghafur, mengubah agamanya menjadi pemeluk agama Hindu. Ia menulis buku berjudul ‘Tark Islam’ (Meninggalkan Islam). Hadhrat Maulana Nur ud Din ra menulis bantahan untuk bukunya itu dengan judul buku, ‘Nuruddin’ (Cahaya Agama). Tiap-tiap dari bantahan ini dibacakan terlebih dahulu kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Ketika mencapai bahasan mengenai pertanyaan orang yang murtad tersebut, ‘Jika api dapat mendingin untuk Hadhrat Ibrahim as mengapa bisa tidak didinginkan untuk orang lain?’, tanggapan Hadhrat Maulana Nur ud Din ra adalah kata api yang digunakan ialah sebagai metafora (kata kiasan) untuk oposisi (api peperangan, penentangan atau permusuhan, bukan api yang sebenarnya), Hadhrat Masih Mau’ud as mengatakan, ‘Tidak perlu untuk memberikan penafsiran seperti itu! Allah juga telah menamaiku Ibrahim, bila orang-orang tidak paham dengan hal ini, mereka bisa mengujiku, dengan memasukkanku ke dalam api, lalu dapat mereka lihat apa aku bisa keluar daripadanya dengan selamat atau tidak!’ Hadhrat Maulana Nur ud Din ra menulis jawabannya persis seperti ini dan mengatakan, ‘Anda dapat menempatkan Imam kami di dalam api, Allah akan menyelamatkannya seperti Dia telah menyelamatkan Hadhrat Ibrahim as.’”
Pada kesempatan berbeda, titik pandangan yang Hadhrat Maulana Nur ud Din ra awalnya tulis dalam naskah mengenai api bagi Ibrahim sebagai metafora untuk oposisi disebutkan oleh seorang Sahabat kepada Hadhrat Masih Mau’ud as , “Hudhur! Itu pandangan yang sangat indah.” Hadhrat Masih Mau’ud as mementahkan (membantah) hal ini dan berbicara tentang wahyu yang beliau terima, “Diwahyukan kepadaku,
aag-se-mei
‘Aag se hamei mat daraa. Aag hamari ghulaam, balkeh ghulamong ki ghulaam he.’ -
“Jangan mengancamku dengan api, api adalah hamba kami dan bahkan hamba dari hamba kami.”
Orang-orang telah memperlakukan Ibrahim dengan buruk. Bukanlah hal yang tidak mungkin bahwa mereka melemparkan beliau kedalam api secara lahiriah. Apakah tha’un lebih kecil daripada api? Wabah tha’un melanda di sekitar kita tetapi kita tetap aman dari itu, dengan pertolongan Allah. Jika Allah telah menyelamatkan Ibrahim dari api, maka itu bukanlah hal yang mustahil. Itu bukan hal yang tidak mungkin. Beritahukanlah kepada Tn. Maulwi [Hakim Nuruddin] untuk mencoret/menghapus bagian tafsirannya tersebut.” Beliau ra pun menghapusnya dan menggantinya dengan kalimat yang baru.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menjelaskan, “Hanya pandangan nabi Allah-lah yang benar tentang keajaiban-keajaiban (mukjizat-mukjizat) dan selain mereka tidak dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh seorang Nabi sebagai pengalaman pribadi. Memang, para wali atau orang suci yang mengabdikan diri kepada Allah dapat memahami hal-hal sampai titik tertentu tetapi tidak sejauh yang para Nabi bisa! Saya (Hadhrat Mushlih Mau’ud ra) telah menerima wahyu mungkin telah mencapai jumlah ribuan (pada saat penulisan riwayat ini) tetapi semua wahyu-wahyu ini bahkan tidak bisa dibandingkan dengan wahyu yang diterima oleh Hadhrat Masih Mau’ud as dalam satu malam!”
Selama masa masih hidupnya Hadhrat Masih Mau’ud as , orang-orang sering berbicara tentang siapa yang menjadi favorit (terdekat) dengan beliau as. Beberapa mengatakan itu Hadhrat Maulana Nur ud Din Sahib dan lain-lain mengatakan itu adalah Maulana Abdul Karim Sahib
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan telah mendengar dalam percakapan keluarga, bahwa Hadhrat Masih Mau’ud as memberikan penghormatan besar untuk Maulana Nur ud Din Sahib. Beliau bersabda, “Hakim Sahib (cara beliau as menyebut Maulana Nur ud Din) adalah karunia dari Allah bagi saya. Bila saya tidak mengakui hal ini, maka berarti saya tidak berterima kasih (bersyukur). Beliau mendaraskan (menyampaikan) pelajaran mengenai Al-Qur’an sepanjang hari dan komitmennya kepada orang-orang sebagai dokter telah menyembuhkan ribuan nyawa.” Memang, Hadhrat Masih Mau’ud as telah menulis di tempat lain, “Hadhrat Maulana Nur ud Din Sahib ra bergerak mengikutiku secara sinkron seperti denyut nadi mengikuti gerakan hati/jantung. Namun, jika ada referensi adalah untuk disajikan bersama dengan referensi dari Hadhrat Masih Mau’ud as itu akan sangat tidak pantas.
Kehormatan Khulafa (para Khalifah) adalah dalam mengikuti orang yang mengambil bai’at. Jika karena ketidaksadaran mereka itu, mereka (para Khalifah) membuat kesalahan dan orang di sekitar mereka menyadari masalah ini, maka dia (yang menyadari kesalahan Khalifah) harus maju ke depan dan menjelaskan apa yang Hadhrat Masih Mau’ud as sabdakan pada subjek itu (masalah) tersebut.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra berkata bahwa Allah telah memberkahi beliau dengan pemahaman yang besar dan beliau juga sangat mampu memahami kata-kata seorang utusan Allah, tetapi ini tidak berarti bahwa beliau bisa bersaing dengan orang yang ditugaskan oleh Allah (Nabi/Rasul)! Jika ada orang yang menyajikan kutipan referensi sabda atau tulisan beliau (Khalifah) untuk ditampilkan bertentangan dengan referensi sabda atau tulisan Hadhrat Masih Mau’ud as, itu akan menjadi tidak lebih dari sebuah penghinaan. Hal ini juga bukan suatu keharusan bagi seorang Khalifah untuk tahu segalanya. Memang demikian bahwa Hadhrat Abu Bakar ra pun tidak tahu semua Hadits. Sama halnya kalau ada yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu sabda Hadhrat Masih Mau’ud as lalu membaginya kepada orang lain, maka itu adalah termasuk kemurahan hatinya.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra mengatakan bahwa kesalahan dalam struktur kalimat dan dalam situasi berbeda bahkan tetap ada setelah kewafatannya di dalam dokumennya sendiri. Hadhrat Masih Mau’ud as pernah ditanya mengapa beliau mengirim contoh naskah tulisannya ke Hadhrat Maulana Nur ud Din Sahib ra sementara beliau ra bukan pembaca naskah yang memenuhi syarat. Hadhrat Masih Mau’ud as menjawab bahwa Maulawi Sahib memiliki sedikit waktu luang, beliau ra memeriksa para pasien dan tidak punya waktu untuk membaca buku. Hadhrat Masih Mau’ud as ingin beliau untuk membaca manuskrip sehingga beliau tetap segar dan awas (menyadari) dalam pandangan-pandangannya.
Jika seorang Khalifah memberikan interpretasi/penafsiran yang bertentangan dengan penafsiran Hadhrat Masih Mau’ud as, ia harus diberitahu kesalahannya. Jika Khalifah-e-Waqt menganggap bahwa penafsirannya bisa diperoleh [mengutip] dari interpretasi Hadhrat Masih Mau’ud as, itu baik, atau jika tidak, dia dapat memperbaiki penafsirannya. Ini tidak berarti bahwa ada kontradiksi pandangan. Tidak ada kontradiksi; penyebab dari setiap kejadian seperti itu adalah ketidaksadaran/kelalaian.
Seorang Maulawi yang menentang Hadhrat Masih Mau’ud as biasa memperingatkan masyarakat untuk tidak tertipu oleh Mirza Sahib dengan mengutip bahwa tanda-tanda Mesias sejati (Imam Mahdi atau Masih Mau’ud) adalah gerhana matahari dan bulan selama bulan Ramadhan. Tanda-tanda ini terjadi di masa hidup Maulawi tersebut. Dia mondar-mandir di atap rumahnya dengan gelisah sembari bergumam, “Orang-orang sekarang akan tersesat!” Dia tidak memahami bahwa justru orang-orang sekarang akan terbimbing. Pada masa Nabi Muhammad (shallAllahu ‘alaihi wa sallam, damai dan berkah Allah atas beliau) orang-orang Kristen mengetahui bahwa semua tanda-tanda telah terpenuhi pada diri beliau tetapi sejauh kaitannya dengan kemunculan dan klaim/dakwa beliau, mereka mengatakan bahwa merupakan suatu hal yang kebetulan saja orang yang salah membuat klaim (pengakuan/pernyataan kenabian) di waktu yang tepat!
Pencela dan yang memusuhi Hadhrat Masih Mau’ud as menentang beliau as di setiap tingkat termasuk boikot sosial. Namun, ketika mereka datang kepadanya seraya meminta maaf, beliau akan selalu memaafkan. Suatu kali lawan-lawan beliau as ditangkap dan hakim mengatakan poin penting dalam membebaskan penahanan mereka ialah jika Tn. Mirza bersedia untuk memaafkan mereka nanti! Memang, ketika pelaku kejahatan tersebut pergi ke hadapan Hadhrat Masih Mau’ud as dan meminta untuk dimaafkan, mereka dimaafkan!
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menceritakan bahwa suatu kali batu-batu dilemparkan oleh para penentang kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Ketika itu beliau ra sedang menemani ayahnya pada usia 14/15 tahun dan batu-batu tersebut mengenai beliau ra juga.
Hadhrat Masih Mau’ud as mempromosikan debat antar agama. Dia meletakkan ide kepada lawan-lawan beliau untuk mengadakan konvensi di mana semua orang akan menjelaskan kualitas agama mereka. Beliau menyadari bahwa orang lain memiliki hak untuk menyebarkan kepercayaan mereka seperti halnya Hadhrat Masih Mau’ud as memiliki hak untuk menyebarkan keyakinan beliau juga.
Dalam keadaan bersemangat untuk menyebarkan pesan Islam, beliau menulis surat kepada Ratu India, Ratu Victoria, dan mengundangnya untuk masuk Islam. Daripada menunjukkan ketidaksenangan apapun, Ratu menjawab dengan surat ucapan terima kasih kepada beliau as.
Bertahun-tahun sebelumnya, pada masa Pendiri Jemaat, Hadhrat Masih Mau’ud as masih hidup, seorang safiir (duta) Turki Utsmani (Ottoman) mengunjungi Qadian. Dia mengumpulkan sumbangan dari umat Islam untuk memperkuat pemerintah Turki. Mendengar mengenai Jemaat Ahmadiyah, ia datang ke Qadian. Namanya Husain Kami. Dia berbincang-bincang dengan Hadhrat Masih Mau’ud as dan mengira akan mendapatkan bantuan besar dari sini. Hadhrat Masih Mau’ud as menghormatinya sewajarnnya sebagai tamu dan juga menasihatinya. Beliau menasihati tentang kejujuran, kepercayaan (menjaga amanat) dan mengatakan juga bahwa penganiayaan terhadap sesama manusia harus dijauhi.
Beliau as bersabda, “Pemerintahan Turki Utsmani dalam keadaan bahaya karena kesalahan-kesalahan perbuatan para penanggungjawabnya (pejabatnya) yang zalim. Mereka yang mendapat kepercayaan di jabatannya tidak menjalankan tanggungjawabnya dengan amanah. Mereka tidak berniat baik kepada negara dan tidak pula ikhlas.”
Kemudian beliau as bersabda mengenai Sultan Utsmani –pemerintahan tersebut waktu itu disebut dengan nama Kesultanan atau Khilafah Islamiyah -, “Keadaan Kesultanan tersebut tidak begitu baik. Saya melihat dalam kasyaf, keadaan internal Kesultanan tidak begitu baik. Selanjutnya, akhir daripada kesultanan Utsmaniyah pun tak baik (tidak terpuji). Pakaian pemerintahan Turki Utsmaniyah dan penguatnya telah melemah. Ia akan dikoyak-koyak dalam waktu dekat. Akan nampak kondisinya yang khianat.”
Diplomat itu, yang mengira akan disambut dengan penuh penghargaan serta tidak akan ditentang kata-katanya, tidak menerima nasihat yang sangat baik semacam ini dan ini memberi jalan baginya untuk bereaksi di India. Dikatakan olehnya bahwa Hadhrat Masih Mau’ud as telah mempermalukan pemerintah Turki yang [pada saat itu] adalah wali dari tempat paling suci dalam Islam, Makkah dan Madinah.
Menanggapi hal ini Hadhrat Masih Mau’ud as mengatakan, “Anda mengatakan Turki adalah pengaman (pelindung) Makkah dan Madinah melainkan Makkah dan Madinah itulah yang menjaga pemerintah Turki. Kami menganggap bahwa Allah-lah Yang menjaga Makkah dan Madinah dari Surga. Memang, jika musuh yang menyerang, usaha manusia dapat dilakukan dengan cara yang jelas. Tapi kami yakin siapa pun yang melihat Makkah dan Madinah dengan niat buruk akan dihancurkan oleh Allah. Jika, na’udzu billah, (semoga Allah menghindari dari hal itu), saat seperti itu datang ketika pertahanan fisik dari tempat-tempat suci yang dibutuhkan, dunia akan melihat bagaimana Ahmadiyah akan berada di garis depan pengorbanan untuk melakukan pertahanan atas tempat-tempat suci tersebut.”
Shalat jenazah gaib diumumkan oleh Hadhrat Khalifatul Masih V atba untuk dua almarhum. Tn. Sameer Bakhota Sahib meninggal karena kanker pada 24 Februari di Jerman; dan Chaudhry Bashir Ahmad Sahib meninggal karena kanker di Pakistan.
Penerjemah: Dildaar AD.
- See more at: http://www.mkaid.org/khotbah/khotbah-jumat-2015-02-27-khalifatul-masih-ii-r-a-mutiara-hikmah-3/#sthash.y3Rmdq1K.dpuf

0 komentar:

Post a Comment